01.KEHIDUPAN SEKSUAL DALAM PERNIKAHAN
Sekitar Kehidupan Seksual
Dalam Pernikahan
Islam memandang kehidupan seksual suami isteri sebagai salah satu perwujudan dari fungsi nikah. Hubungan seks suami isteri secara benar dianggap ibadah kepada Allah SWT. Oleh karena itu berbicara seks, juga tidak boleh lepas dari keimanan dan ibadah. Timbul pertanyaan; bagaimana kaitan antara seks dengan iman dan ibadah?
Bab ini mengungkap peranan iman dalam mengendali-kan nafsu serta fungsi dan kedudukan hubungan seksual suami isteri dalam pernikahan.
A. Iman Sebagai Pengendali Nafsu
Nafsu seks merupakan naluri semua umat manusia. Dengan demikian jika manusia membutuhkan seks dan selalu terdorong untuk melakukan hubungan seksual, itu termasuk anugerah dari Allah SWT. Namun jika nafsu seks itu tidak dikendalikan, akan menimbulkan masalah dalam kehidupan.
Allah menghiasi manusia dengan cinta syahwat (Qs.3:14). Dorongan seks tidak semuanya negatif, tapi banyak juga yang positif. Positif atau negatifnya tergantung kepada cara pemanfaatannya. Jika dorongan seks itu dipenuhi secara halal, maka bukan hanya mempesonakan, tapi juga dinilai sebagai iba[Irsyad1] dah. Islam tidak melarang pemenuhan kebutuhan seks, tapi membimbing   umatnya   agar   mampu   mengendalikan
nafsunya supaya jangan sampai diperbudak oleh nafsu.
Pengendali nafsu yang paling utama adalah iman. Dengan iman, manusia tidak akan diperbudak hawa nafsunya. Figur yang sangat bagus dijadikan teladan dalam mengendalikan nafsu seks dengan iman ialah Nabi Yusuf, ketika digoda oleh wanita cantik jelita dan berkedudukan tinggi. Tatkala wanita cantik itu mengunci pintu dan merayunya, berkata kepada Yusuf هَيْتَ Ù„ÙŽÙƒÙŽ        “mari sayang kita bersenang-senang denganku di sini, kita telah aman“. (Qs.12:23). Yusuf pada saat itu bukan berarti tidak tertarik oleh wanita  muda, cantik dan berkedudukan  وَلَقَدْ هَمَّتْ بÙه٠وَهَمَّ بÙهَا    Wanita cantik itu sangat tergila-gila oleh Yusuf. Yusuf juga tertarik oleh wanita itu. Qs. 12:24.
Yang menyelamatkan Nabi Yusuf dari godaan itu adalah petunjuk Allah dan iman, sehingga bisa mengendalikan diri. Jawaban Yusuf kepada wanita yang sedang tergila-gila itu ialah:
“Aku berlindung kepada Allah, sungguh Tuhanku telah memperlakukan aku dengan baik. Sesungguhnya orang yang zhalim itu tidak akan bahagia” (Qs.12:23)
Jawaban ini merupakan bukti kekuatan iman Nabi Yusuf a.s. Figur seorang yang beriman tidak hanya tahan digoda oleh rayuan dan godaan yang lembut dan mempesonakan, tapi juga tidak takut dan tidak tergoyahkan oleh ancaman.
Zulaiha yang menggoda Yusuf itu, tatkala tidak berhasil merayunya, merubah taktik dengan ancaman masuk penjara (Qs.12:32). Namun karena iman lebih kuat, malah Yusuf memilih penjara daripada melakukan perbuatan ma’shiat. Dia mengatakan:
“Ya Rabbi, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka” Qs. 12: 33.
Kisah di atas menunjukkan bahwa Nabi Yusuf memiliki iman yang membaja, sehingga tidak tergoyahkan oleh desakan apa pun, baik yang berbentuk rayuan atau pun yang berbentuk ancaman.
Untuk dijadikan figur oleh segenap umat, maka Allah SWT. mengabadikan kisah itu dalam al-Qur’an.
Oleh karena itu, jika ingin terhindar dari perbuatan ma’siat dan selamat dari mafsadatnya, harus memperokoh dan mempertebal iman.
Barangsiapa yang merasa takut oleh Allah karena Iman dan menahan hawa nafsu dari gejolaknya, maka baginya surga telah disediakan.
وَأَمَّا مَنْ خَاÙÙŽ مَقَامَ رَبّÙÙ‡Ù ÙˆÙŽÙ†ÙŽÙ‡ÙŽÙ‰ النَّÙْسَ عَن٠الْهَوَى (40) ÙÙŽØ¥Ùنَّ الْجَنَّةَ Ù‡ÙÙŠÙŽ الْمَأْوَى(41)
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya). Qs. 79: 40-41.
Surga yang dijanjikan di sini, bukan hanya di akhirat kelak, tapi juga akan dirasakan di dunia kini, termasuk surga dalam keluarga.
B. Fungsi Dan Kedudukan Seksual Suami Isteri
Seperti dikemukan di atas, bahwa kedudukan dan fungsi seks dalam pernikahan amatlah mulia, asalkan dipenuhi dan disalurkan secara halal dan suci. Dalam berbagai ayat dan hadits ditemukan bahwa fungsi seks antara lain sebagai berikut:
1. Memenuhi Hubbusyahwat
Firman Allah SWT:
“Manusia dihiasi cinta syahwat kepada wanita” (Qs.3:14).
Dalam ayat ini disebutkan bahwa cinta syahwat itu merupakan hiasan. Oleh karena itu tidak perlu dihancurkan, tapi harus dipelihara dan dipenuhi secara benar dan halal.
Jadi melakukan hubungan seksual suami isteri, berfungsi pemenuhan kebutuhan biologis dan psikologis secara halal dan suci.
Rasulullah saw. bersabda:
Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ Ø£ÙŽØÙŽØ¯ÙÙƒÙمْ أَعْجَبَتْه٠الْمَرْأَة٠Ùَوَقَعَتْ ÙÙÙŠ قَلْبÙÙ‡Ù ÙÙŽÙ„Ù’ÙŠÙŽØ¹Ù’Ù…ÙØ¯Ù’ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ امْرَأَتÙÙ‡Ù ÙَلْيÙÙˆÙŽØ§Ù‚ÙØ¹Ù’هَا ÙÙŽØ¥Ùنَّ ذَلÙÙƒÙŽ ÙŠÙŽØ±ÙØ¯Ù‘٠مَا ÙÙÙŠ Ù†ÙŽÙْسÙÙ‡Ù
“Jika salah seorang di antaramu bertemu dengan seorang wanita yang mempesona sehingga hatinya tertarik, maka hendaklah segera mamalingkan perhatiannya kepada isterinya dan gaulilah isteri, karena dengan menggauli isteri bisa menyalurkan dan memenuhi dorongan syahwatnya. (H.R. Muslim).[1]
Dalam riwayat lain diterangkan bahwa perempuan itu di mata pria selalu menarik, baik waktu membelakangi apalagi menghadap, maka jika merasa tertarik hendaklah segera bergaul dengan isterinya.
 2. Memelihara Mawaddah
Firman Allah SWT:
Di antara bukti ayat-ayat Allah, Ia ciptakan  untukmu jodoh dari jenismu agar mencapai sakinah ketentraman. Ia jadikan di antaramu mawaddah dan rahmah. Sungguh dalam hal ini merupakan bukti ayat bagi orang yang berfikir” (Qs.30:21)
Dalam ayat ini terdapat dua cinta yang dicapai dengan pernikahan; cinta mawaddah dan cinta rahmah. Mawaddah adalah cinta yang terwujud dari dorongan untuk memenuhi kebutuhan biologis sebagai fitrah insani. Sedangkan Rahmah ialah cinta yang dilandasi oleh dorongan fitrah Ilahi yang Rahman dan Rahim .[2]
Nikah merupakan satu-satunya cara memelihara kedua cinta tersebut secara sempurna. Melalui hubungan seks dalam pernikahan, kedua cinta tersebut akan terwujud dan terpelihara oleh suami isteri. Seseorang mungkin saja bisa mencintai pacarnya sebelum menikah, tapi tidak akan meraih cinta rahmah. Seseorang juga bisa saja menyayangi saudaranya karena pertalian nasab, tapi tidak bisa meraih mawaddah. Dengan hubungan seks suami isteri diharapkan dapat meraih dan memelihara kedua cinta sekaligus.
3. Menjaga kesucian Farji dan menahan pandangan
Rasulullah saw. bersabda:
يَامَعْشَرَ الشَّبَاب٠مَن٠اسْتَطَاعَ Ù…ÙنْكÙم٠البَآءَةَ Ùَلْيَتَزَوَّجْ ÙÙŽØ¥Ùنَّه٠أَغَضّ٠لÙلْبَصَر٠وَأَØÙ’صَن٠لÙلْÙَرْج٠وَمَنْ لَمْ ÙŠÙŽØ³Ù’ØªÙŽØ·ÙØ¹Ù’ ÙÙŽØ¹ÙŽÙ„ÙŽÙŠÙ’Ù‡Ù Ø¨ÙØ§Ù„صَّوم٠ÙÙŽØ¥ÙÙ†Ù‘ÙŽÙ‡Ù Ù„ÙŽÙ‡Ù ÙˆÙØ¬ÙŽØ¢Ø¡ÙŒ. رواه الجماعة
“Hai para pemuda barangsiapa di antaramu mempunyai kemampuan, hendaklah segera menikah. Sesungguhnya nikah itu bisa menahan pandangan dan menjaga kesucian farji” [3]
Hadits ini menunjukkan bahwa salah satu fungsi nikah adalah menjaga kesucian farji dan menahan pandangan. Dengan demikian hubungan seksual suami dengan isterinya, adalah termasuk perbuatan suci dan menyucikan.
Dalam surat Al-Mu’minun dikatakan bahwa menyalurkan kebutuhan biologis kepada isteri adalah  terpuji  dan  tidak tercela (Qs.23:5-6).
4. Menyatukan pandangan
Penyatuan pandangan yang diwujudkan dalam hubungan biologis suami isteri bukan hanya yang bersifat badani, tapi juga bersifat ruhani. Dalam peraktek hubungan biologis, sang isteri merasa dirinya bersatu dengan suaminya. Sang suami pun bersatu dengan isterinya. Dengan penyatuan ini diharapkan juga bukan hanya berfungsi dalam manyatukan keinginan syahwat, tapi  juga dalam pandangan dan pendirian. Dalam kehidupan suami isteri pun diharapkan adanya rasa kebersamaan yang erat. Diri isteri beranggapan sebagai diri suami, dan diri suami pun sebagai diri isteri. Tepatlah apa yang difirmankan Allah SWT:
Ù‡Ùنَّ Ù„ÙØ¨ÙŽØ§Ø³ÙŒ Ù„ÙŽÙƒÙمْ وَأَنْتÙمْ Ù„ÙØ¨ÙŽØ§Ø³ÙŒ Ù„ÙŽÙ‡Ùنَّ.
“Isterimu adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi isterimu“. Qs.Al-Baqarah.
Suami isteri dalam ayat ini diumpamakan sebagai pakaian. Betapa erat keterkaitan mereka.
Mereka saling melengkapi, saling menutupi, saling membutuhkan, tapi juga saling melindungi, sebagaimana fungsi pakaian bagi seseorang. Pakaian juga berfungsi sebagai gambaran identitas dan keindahan. Demikian pula antar suami dan isteri.
Keterikatan semacam ini diharapkan membekas pada penyatuan pandangan dalam menegakkan al-Haq dan menelorkan generasi  penerus yang shalih.
5. Mengharapkan Turunan
Allah Swt berfirman:
“Dialah Allah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya, Dia menciptakan isterinya, agar merasa senang kepadanya. Maka setelah suami mencampuri isterinya, isterinya itu mengandung dengan kandungan yang ringan beberapa waktu masih ringan. Kemudian tatkala dia merasa berat, suami isteri berdo’a kepada Allah Tuhannya, seraya berkata: Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang shalih, tentulah kami termasuk orang yang bersyukur“. Qs. 7 -Al-A’raf: 189.
Fungsi hubungan biologis suami isteri, berdasar ayat ini ialah (1) memelihara ketenangan dan kesenangan lahir dan bathin, (2) memperoleh turunan, (3) meningkatkan rasa syukur atas ni’mat yang diberikan Allah SWT.
Ayat ini menunjukkan bahwa seorang mu’min, dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, tidak hanya untuk bersenang-senang, tapi juga mengharapkan anak yang shalih sebagai penerusnya yang akan bersyukur kepada Allah SWT bersama-sama.
6. Menjalin kerjasama
Al-Islam mengajarkan bahwa kepuasan dalam hubungan biologis tidak hanya untuk sepihak, tapi  untuk kedua belah pihak suami-isteri. Usaha yang demikian itu tentu saja harus dilakukan dengan kerjasama yang baik.
Dalam ayat di atas telah digambarkan bahwa isteri adalah pakaian bagi suami dan suami pakaian bagi isteri. Bagaimana mungkin dalam berpakaian dengan saling memakai itu bisa harmonis tanpa kerjasama yang baik.
Dengan demikian hubungan biologis pun berfungsi melatih kerjasama suami isteri.
Dalam Qs. Ar-Rum:21 ditandaskan     وَجَعَل بَيْنَكÙÙ… مَودَّةً Allah menjadikan mawaddah di antara kalian. Dengan demikian mawaddah atau cinta insaniyah itu milik bersama antara suami isteri, dan diwujudkan bersama-sama. Oleh karena itu kerjasama dalam memelihara dan memenuhi mawaddah itu diharapkan dapat meningkatkan kerjasama dalam berbagai bidang kehidupan.
7. Melaksanakan Ibadah
Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa hubungan biologis yang berdasar Islam, tidak hanya mendatangkan kebahagiaan, tapi juga memperoleh pahala, karena termasuk ibadah.
Abu Dzar r.a. meriwayatkan bahwa sekelompok sahabat menghadap Rasulullah saw. mengatakan: “Ya Rasullallah! Betapa bahagia orang-orang kaya; kami shalat mereka shalat, kami shaum mereka shaum. Namun mereka melebihi kami, karena bisa bersedekah dengan kelebihan hartanyaâ€.
Rasulullah saw. mendengar keluhan mereka bersabda: “Bukankah Allah telah memberikan kesempatan bagi kalian untuk bersedekah (tanpa harta) yang bisa kalian sedekahkan?
Sesungguhnya tasbih adalah sedekah, tiap takbir juga sedekah, tiap membaca laa ilaha illah juga sedekah, tiap tahmid juga sedekah, amar ma’ruf dan nahy munkar pun sedekah, bahkan hubungan kelamin (dengan isterimu) termasuk sedekahâ€.
Para shahabat itu bertanya lagi: “Wahai Rasulullah apakah jika salah seorang kami memenuhi kebutuhan syahwatnya dengan bersenang-senang bersama isteri juga mendapat pahala?â€. Rasul saw. bersabda:
أَرَأَيْتÙمْ لَوْ وَضَعَهَا ÙÙÙŠ ØÙŽØ±ÙŽØ§Ù…٠أَكَانَ عَلَيْه٠ÙÙيهَا ÙˆÙØ²Ù’رٌ ÙَكَذَلÙÙƒÙŽ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ وَضَعَهَا ÙÙÙŠ الْØÙŽÙ„ال٠كَانَ لَه٠أَجْرًا.
“Bagaimana pandanganmu, andai ia salurkan syahwat itu kepada yang haram, bukankah berdosa?. Maka tentu saja kalau begitu, jika ia salurkan syahwatnya kepada yang halal akan mendapat pahala”. H.R. Muslim,.[4]
Hadits ini menunjukkan bahwa hubungan seksual suami isteri, termasuk sedekah. Bila dianggap sedekah berarti bernilai ibadah. Oleh karena itu jika dilakukannya secara ikhlash, hubungan suami isteri itu bukan hanya mendatangkan keni’amatan dan memenuhi kebutuhan, tapi juga akan mendatangkan pahala.
[1] Shahih Muslim, no. 2492, Sarah Nawawi, IX:178
[2] (Asy-syaukani, Fat-hul-Qadir, IV: 219).
[3] (Hadits ini di riwayatkan oleh banyak ahli hadits, seperti Muslim dan Sunan Ibn Majah, I:592, An-Nasaiy, VI:58).
[4] Shahih Muslim, no.1674