02.HADITS RIWAYAT AHMAD TENTANG EKSISTENSI MUSLIM seri 01
KAJIAN HADITS
RIWAYAT AHMAD
tentang
IKRAR EKSISTENSI MUSLIM
(Ikrar Pagi)
A. Teks Hadits dan Terjemah
Abu Abd Allah Ahmad bin Hanbal al-Naysaburi (164-241H).[1] meriwayatkan:
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ إِذَا أَصْبَحَ وَإِذَا أَمْسَى أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلاَمِ وَعَلَى كَلِمَةِ الْإِخْلاصِ وَعَلَى دِينِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى مِلَّةِ أَبِينَا إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ
“Waki telah menyampaikan hadits kepada kami, dari Sufyan, dari Salamah dari Abd Allah bin Abd al-Rahman bin Abza dari ayahnya, sesungguhnya Rasul SAW apabila pagi dan sore suka mengucapkan:
أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِ وَعَلَى كَلِمَةِ الْإِخْلَاصِ وَعَلَى دِينِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى مِلَّةِ أَبِينَا إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ
yang artinya: kita berada pada fithrah islam, atas kalimah Ikhlash, agama Muhammad SAW, atas millah ibrahim yang hanif dan tidak termasuk musyrik.”
Pada halaman lain,[2] beliau meriwayatkannya sebagai berikut:
حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ يَحْيَى بْنِ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ أَبِيهِ عَنْ سَلَمَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَي عَنْ أَبِيهِ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا إِذَا أَصْبَحْنَا أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلامِ وَكَلِمَةِ الْإِخْلاَصِ وَسُنَّةِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِلَّةِ أَبِينَا إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ وَإِذَا أَمْسَيْنَا مِثْلَ ذَلِكَ
“Ibrahim bin isma’il bin Yahya bin Salamah bin Kuhail, mengatakan ayahku menyampaikan hadits padaku dari ayahnya, dari salamah dari Sa’id bin Abd al-Rahman bin Abza dari ayahnya, dari Ubay bin Ka’b bahwa Rasul SAW memberi pelajaran kepada kami apabila pagi untuk membaca
أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِ وَكَلِمَةِ الْإِخْلَاصِ وَسُنَّةِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِلَّةِ أَبِينَا إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ
yang artinya: kita berada pada fithrah islam, kalimah Ikhlash, sunnah nabi kita Muhammad SAW, millah ibrahim yang hanif, muslim dan tidak termasuk musyrik. Di sore hari juga mengucapkan demikian.
B. Sanad dan Rawi
1. Sanad Hadits Pertama
1. حَدَّثَنَا وَكِيعٌ
Waki telah menyampaikan hadits kepada kami. Kalimat ini disampaikan oleh mukhrij hadits yaitu Imam Ahmad bin Hanbal (164-241H). Waki’ bin al-Jarrah bin Malih, dikenal dengan nama Abu Sufyan al-Ru`asi, termasuk الصُّغْرَى مِنْ الأتْبَاع (murid kecil Tabi’in atau ketika kecilnya sempat bertemu dengan Tabi’in), tinggal di Kufah dan wafat di ‘Ayn al-Wardah pada tahun 196H.
2. عَنْ سُفْيَانَ
Dari Sufyan. Sufyan bin Sa’id bin Masruq dikenal dengan nama Abu Abd Allah merupakan keturunan al-Tsauri, setingkatكِبار مِن الأتْبَاع (murid besar Tbi’in), tinggal di Kufah dan wafat di Bashrah pada tahun 161H.
3. عَنْ سَلَمَةَ
Dari Salamah. Salamah bin Kuhayl bin Hushayn dijuluki Abu Yahya merupakan keturunan al-Hadlrami, setingkat,دُون الوُسطَى مِن التّاَبِعِيْن (hampir atau tidak termasuk tabi’in pertengahan), tinggal dan wafat di Kufah pada tahun 121H.
4. عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى
Abd Allah bin Abd al-rahman bin Abza merupakan keturunan al-Khuza’iy, الصُّغْرَى مِن التَّبِعِيْن (tabi’iin kecil atau bertemu dengan shahabat ketika kecil) dan tinggal di Kufah.
5. عَنْ أَبِيه
ِDari ayahnya, yaitu bernama Abd al-Rahman bin Abza, al-Khuza’iy, صَحَابِي Shahabat (bertemu dengan Rasul dalam keadaan muslim) dan tinggal di Kufah.
2. Sanad Hadits Kedua
1. حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ بْنِ يَحْيَى بْنِ سَلَمَةَ بْنِ كُهَيْلٍ
Ibrahim bin Isma’il, dikenal dengan nama Abu Ihaq merupakan keturunan al-Hadlrami, الْوُسْطَى مِن الأتْبَاع (murid pertengahan tabi’in atau bertemu dengan tabi’in pada masa mudanya) dan wafat di Kufah pada tahun 256H.
2. حَدَّثَنِي أَبِي
Ayahku menyampaikan hadits padaku (Kata Ibrahim). Ayahnya itu bernama Isma’il bin yahya bin Salamah, كِبَار تَبع الأتْبَاع (orang yang sempat bertemu dengan pengikut tabi’in hingga dewasa)
3. عَنْ أَبِيهِ
Dari ayahnya yaitu Yahya bin Salamah, Abi Ja’far, merupakan keturunan al-Hadlrami dan termasuk الصُّغْرَى من الأتْبَاع )di masa kecil sempat bertemu dengan tabi’in), beliau wafat di Kufah pada tahun172H.
4. عَنْ سَلَمَةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَي عَنْ أَبِيهِ
Dari Salamah dari Sa’id bin Abd al-rahman bin Abza dari ayahnya. Nama-nama ini telah diuraikan di atas.
5. عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ
Dari Ubay bin Ka’b. Ubay bin Ka’b bin Qais bin Ubaid bin Zaid bin Mu’awiyah bin Amru, dikenal dengan nama Abu al-Mundzir, Sayid al-Qura` (Bapa Pembaca), صَحَابي Shahabat, saksi pada bai’at al-Aqabah kedua, prajurit perang Badr, penulis Wahyu di zaman Rasul SAW dan tokoh tafsir. Beliau mempunyai anak yang populer bernama Thufail sehingga Umar bin al-Khathab menyebutnya Abu Thufail. Wafatnya Ubay bin Ka’b, ada yang berpendapat tahun 19H atau 32 H[3]. Sedangkan menurut Ibn Hibban, beliau wafat tahun 22H.[4]
3. Sekilas Imam Ahmad
Identitas |
Keterangan |
Nama | Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal ibn Idris[5] |
Kunyat | Abu ‘Abd Allah |
Nasab | Syayban |
Tahun lahir/ wafat | 164-241H |
Daerah tinggal | Baghdad |
Guru (sumber riwâyat) | Basyar bin al-Mufadhal, Isma’il, Yahya Bin Sa’id, al-Syafi’i, al-Thayalisi, Ibn Uyainah |
Murid yang meriwâyatkan | al-Bukhari, Muslim, Ibn Mahdi, Yahya bin Ma’in, ‘Ali al-Madini, al-Husayn Ibn Manshur, ‘Abd al-Razzaq , Waqi’ |
Nama kitab | Musnad Ahmad |
4. Karakteristik Kitab Musnad Ahmad
Musnad Ahmad, sesuai dengan namanya merupakan kitab hadits yang disusun menggunakan sistematika rawi shahabi. Dengan demikian babnya berdasar urutan shahabat yang menerima langsung dari Rasul SAW. Imam Ahmad tidak menghiraukan tema hadits yang diriwiyatkan, melainkan memperhatikan dari siapa hadits itu diterima. Kitab Musnad yang beliau susun memuat tidak kurang dari 28199 hadits, diawali dari bab Musnad Abi bakr al-Shiddiq, diakhiri dengan Hadits Sadad bin al-Hadi. Abu al-Hasan al-Haytsami (w.807H) menilai bahwa Musnad Ahmad sebagai kitab musnad yang paling shahih. Menurut al-Suyuthi (w.911H), sanad yang tercantum dalam kitab Musnad Ahmad itu dapat diterima, karena yang dla’ifnya pun dapat dinilai sebagai hadits hasan.
Pada tahun 1998, penerbit Bayt al-Afkar, Riyadl Saudi Arabia, telah menerbitkan kitab Musnad ini dengan diberi nomor urut, indeks kitab, dan takhrij dengan menunjukkan hadits-haditsnya yang tercantum dalam kitab lain.Musnad Ahmad yang disusun berdasar urutan shahabat tersebut saat ini telah disusun kembali berdasar urutan bab fiqih oleh Ahmad Abd al-Rahman al-Banna dengan nama al-Fath al-Rabbani dan diberi syarah olehnya dengan nama Bulugh al-Amani min Asrar al-fath al-Rabbani menjadi 24 jilid.
5. Kitab-Kitab Karya Imam Ahmad
Kitab yang disusun oleh Imam Ahmad antara lain (1) Musnad Ahmad, (2) al-Asyribah, (3) al-Iman, (4) al-Nawadir. Kemudian pandangan imam Ahmad itu dilanjutkan penyusunan oleh putranya yang bernama Abd Allah bin Ahmad. Judul kitabnya antara lain: (5) Fadla`il al-Shahabat, (6) al-Zuhd, (7) al-Tafsir, (8) al-Radd ala al-Jahamiyah, dan (9) al-Shalat.
6. Kitab Fiqih Madzhab Imam Ahmad bin Hanbal
Imam Ahmad tidak hanya dikenal sebagai ahli hadits, tapi dikenal juga sebagai ahli fiqih yang madzhabnya sangat populer dengan nama Madzhab Hanbali; dinisbatkan kepada nama beliau ibn Hanbal. Adapun kitab yang dikenal sebagai fiqih bermadzhab ini antara lain (1) al-Mabda’ karya Abu Ishaq ibrahim al-Hanbali (816-884H), (2) Dalil al-Thalib karya Mar’iy Yusuf al-Hanbali, (3) al-Furu, karya al-Muqaddasi (711-762H), (4) Syarh al-Umdah karya Ibn Taymiyah (661-727H), (5) al-Rawdl al-Murabba’ karya al-Bahuti (1000-1051H), (6) al-Mughni dan al-Kafi fi Fiqh Ibn Hanbal karya Ibn Qudamah (541-620H), dan (7) Ahshar al-Mukhtasharat karya Muhammad al-Dimsyaqi (1006-1083H).
C. Otentisitas dan Validitas Hadits Ikrar Pagi
Ditinjau dari mata rantainya, hadits ini bersambung dari Rasul SAW hingga Imam Ahmad bin Hanbal. Namun dalam jalur hadits kedua yang mempunyai rawi shahabi Ubay bin Ka’b (redaksi kedua), terdapat nama Isma’il bin Yahya yang dianggap matruk oleh muhaditsin. Sedangkan pada redaksi pertama, Al-Haytsami (w.807H) menyatakan:
رواه أحمد والطبراني ورجالهما رجال الصحيح
yang diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Thabarani bahwa sanad haditsnya shahih.[6] Al-Suyuthi (849-911H), menilai hadits ini sebagai hadits hasan.[7] Di samping itu, hadits ini memiliki saksi yang menguatkan kedudukannya, seperti pada tabel berikut:
NO |
MUKHRIJ |
KITAB |
REDAKSI |
1 |
Al-Darimi (181-255H) |
Sunan al-Darimi III h.378 |
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَصْبَحَ قَالَ أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِ وَكَلِمَةِ الْإِخْلَاصِ وَدِينِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَمِلَّةِ أَبِينَا إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا مُسْلِمًا |
2 |
Al-Nasa`iy (215-303H) |
Al-Sunan al-Kubra, VI h.3,4, 93 |
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبْزَى عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَصْبَحَ قَالَ أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِ وَكَلِمَةِ الْإِخْلَاصِ وَدِينِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَمِلَّةِ أَبِينَا إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وما كان من المشركين |
3 |
Ibn al-Bazar (215-293H) |
Musnad al-Bazar, V h.291 |
عن إبراهيم عن عبد الرحمن بن يزيد عن عبد الله قال كان رسول الله إِذَا أَصْبَحَ قَالَ أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِ وَكَلِمَةِ الْإِخْلَاصِ وَدِينِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَمِلَّةِ أَبِينَا إِبْرَاهِيمَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّين وإذا أمسى قال مثل ذلك |
D. Syarah Hadits
1. Antara sanad عَنْ أَبِيهِ عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ dengan عَنْ أَبِيهِ tanpa Ubay bin Ka’b. Menurut al-Banna nama Ubay bin Ka’b itu hasil penelitian Abd Allah putra Imam Ahmad. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa dalam sanad redaksi kedua ini terdapat nama Isma’il bin Yahya yang dianggap matruk[8] oleh ahli Hadits. Namun hadits ini dikuatkan oleh yang shahih lainnya, sehingga derajatnya menjadi hasan li ghayrih.[9]
2. أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ
Harf أَنَّ berfungsi tawkid atau penguat, maka sering diartikan sesungguhnya, sungguh atau bahwa. Perkataan كَانَ (adalah) bila disambungkan dengan kata kerja tidak ditentukan waktunya, menunjukkan sering atau selalu. Oleh karena itu أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ akan bermakna bahwa Rasul SAW sering mengucapkan, atau selalu mengucapkan.
3إِذَا أَصْبَحَ وَإِذَا أَمْسَى
أَصْبَحَ berasal dari kata صبح yang berarti pagi-pagi atau waktu shubuh. Menurut Al-Razi,[10] الصباح ضد المساء , shabah lawan dari sore. الصبح juga bermakna أول النهار yang jama’nya الأصْبَاح . Adapun أَصْبَحَ bisa berarti bangun pagi, دَخَلَ فِي الصَّبَاح masuk pagi, bisa bermakna صَار menjadi.
Kalimat أَصْبَحَ فُلان عَالِمًا berarti si fulan menjadi pintar. [11]
أَمْسَى berasal dari kata مسا adalah ضد الصَّباحlawan pagi. [12] Oleh karena itu bermakna آخرالنَّهَار ujung siang atau sore hari. Dengan demikian إِذَا أَصْبَحَ وَإِذَا أَمْسَى bermakna tatkala pagi dan sore.
4. أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِ
Imam Sibawaih berpendapat bahwa أَصْبَحْنَا bisa bermakna صِرْنا فِي الصبَاح kita waktu pagi menjadi atau berada. فِطْرَة menurut bahasa berasal dari kata فَطَرَ menciptakan atau menjadikan. Allah SWT menyebut diri-Nya فَاطِر seperti pada:
الْحَمْدُ ِللهِ فَاطِر السَّمَاوات وَالأرض
Segala puji bagi Allah yang menciptakan langit dan bumi. Qs.35:1
Menurut Ibn Manzhur, salah satu makna الفِطْرَة adalah الإبْتِدَاء والإِِخْتِرَاع mengawali dan menciptakan. Dengan demikian perkataan الفِطرة bisa bermakna asal kejadian, atau penciptaan sejak lahir. Al-Jurjani (740-816H) menandaskan:
الفطرة اَلْجِبِلَة الْمُتَهَيِّئَة لِقَبُوْلِ الدِّيْن
Fitrah ialah potensi dasar yang dipersiapkan untuk menerima agama.[13]
Adapun أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِmenurut al-Azizi (w.1070H) bermakna kita berada pada agama Islam yang mutlaq benar.[14] Setiap manusia dilahirkan atas fithrah.[15]
5. وَعَلَى كَلِمَةِ الْإِخْلَاصِ
Atas kalimat ikhlas. Ikhlas dan tauhid tidak bisa dipisahkan (1) tauhid menyangkal adanya tuhan selain Allah, (2) ikhlas menyangkal adanya tujuan selain ridla-Nya.[16] Al-Munawi (952-1031H) menerangkan:
الإخْلاص لُغَةً تَرْكُ الرِّيَاء فِي الطَّاعَة وَعُرفًا تَخْلِيْصُ القَلْب مِنْ كُلِّ شَوْبٍ يُكَدِّرُ صَفَاءَه وَكُلِّ مَا يَتَصَوَّرُ أنْ يَشُوْبَ غَيْرَهُ
“Ikhlas menurut bahasa ialah meninggalkan ria dalam amal. Sedangkan menurut istlah ialah membersihkan hati dari segala noda yang mengotori kesuciannya dan dari sesuatu yang menimbulkan noda pada yang lainnya”[17].
Arti asal dari إخْلاَص adalah murni atau bersih dari noda. Hal ini nampak dalam istilah al-Qur`an bahwa susu yang bersih dari kotoran dan darah disebut لَبَنًا خَالصًا (Qs.16:66). Ikhlas dalam beramal berarti murni untuk mengharap ridla Allah, dan bersih dari tujuan apa pun selainnya. Al-Fadlil bin ‘Iyadl berpendapat bahwa meninggalkan suatu perbutan karena dilatar belakangi manusia, juga termasuk ria. Melakukan suatu perbuatan untuk manusia, termasuk syirik.
Ikhlas mesti bersih dari noda ria dan syirik.[18] Al-Hayani (853-915H) menerangkan:
الإخْلاص ِلله عَزَّ وَجَل أنْ يّكُوْنَ العَبْد يَقْصِدُ بِنِيَّتِهِ وَعَمَلِهِ إلَى خَالِقِه ولاَ يَجْعَلَ ذلِكَ لِغَرْض الدُّنْيَا وَلا يَحْسُنَ عِنْد مَخْلُوقٍ
Ikhlas karena Allah SWT adalah jika seorang beramal didasari niat dan tujuan hanya untuk Allah, tidak dilatarbelakangi kepentingan duniawi tidak pula mengharapkan pujian makhluk. [19]
Mujahid bin Jibr (21-102H) berpendapat bahwa kalimat Ikhlas adalah لا إله إلا الله[20] (tiada Tuhan selain Allah), menurut al-Munawi, kalimat Ikhlas adalah kalimat syahadat.[21]
6. وَعَلَى دِينِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Atas agama Nabi Kita Muhammad SAW. Dalam riwayat Ubay bin Ka’b bunyi redaksinya adalah:
وَسُنَّةِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Dan atas sunnah Nabi kita Muhammad SAW.” Menurut al-Munawi, kalimat ini diucapkan Rasul SAW secara langsung untuk memberikan bimbingan kepada umatnya. Beliau tidak menyebut atas agamaku, tapi atas agama Muhammad. Boleh jadi kalimat langsung diucapkan beliau untuk menunjukkan perbedaan antara pribadi dan pemegang risalah. Hal ini juga dimungkinkan, karena berfungsi sebagai ikrar yang mesti ducapkan dengan redaksi aslinya, baik oleh yang menuntun atau pun yang mengikutinya.
Allah SWT juga sering menyebut nama-Nya sendiri dalam al-Qur`an. Ikrar ini berfungsi penanaman kesadaran bagi yang mengucapkannya agar betul-betul puas atas apa yang dibawa oleh Rasul SAW. Ikrar merasa ridha dan puas atas kenabian Rasul dan Agama Islam ini sekurang-kurangnya lima kali sehari yaitu setelah mendengar adzan. Rasul SAW bersabda:
عَنْ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ الْمُؤَذِّنَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا غُفِرَ لَهُ ذَنْبُهُ
“Dari Sa’d bin Abi Waqas[22], dari Rasul SAW bersabda: Barangsiapa tatkala mendengar adzan membaca:
أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا
(Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah sebagai hamba Rasul-Nya, aku ridla bahwa Allah sebagai tuhan, Islam sebagai agama dan Muhammad sebagai Nabi), maka ia akan mendapat ampunan dari kesalahannya.” Hr. Muslim (206-261H), Abu Dawud (202-275H), al-Turmudzi (209-279H), al-Nasa`iy (215-303H).
7. وَعَلَى مِلَّةِ أَبِينَا إِبْرَاهِيمَ
Atas millah bapak kita, Ibrahim, مِلَّة terkadang berarti agama, syari’ah atau ajaran, [23] dan terkadang bermakna perjalanan hidup. Millah ibrahim berarti ajaran yang dikembangkan oleh Nabi Ibrahim. Beliau adalah perintis penggunaan istilah Muslim bagi yang menjalankan ajaran Tauhid. Rasul SAW melanjutkan Millah Ibrahim yang berdasarkan tauhid tersebut. Allah SWT berfirman:
ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif.” Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” Qs.16:123
8. حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ
Yang hanif dan tidak termasuk musyrik. حَنِيفًا ialah berpaling dari ajaran apa pun, berkonsentrasi tunduk pada Islam, berpaling dari kebatilan dan cenderung pada kebenaran.[24]
وَمَا كَانَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ Sebagai penegasan bahwa Ibrahim tidak musyrik. Ini bermakna ikrar dan tekad untuk mengikuti jejak langkah Nabi ibrahim dalam menjauhi syirik, baik dalam ucap, sikap, sifat dan perbuatan. Ditegaskan pula adalam al-Qur`an:
قُلْ صَدَقَ اللَّهُ فَاتَّبِعُوا مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: “Benarlah (apa yang difirmankan) Allah”. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.” Qs.3:95.
[1] Ahmad bin Hanbal, Abu Abd Allah al-Syaybani, Musnad Ahmad, III h.406, III h.407,
[2] Musnad Ahmad, V h.123, no.20219
[3] Ibn Hajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib, I h.121
[4] Tarikh al-Shahabah, h.29
[5] Ahmad Abd al-Rahmân al-Bannâ al-Fath al-Rabbânî (Kairo,) Juz I h.7
[6] Ali bnin Abi Bakr al-Haytsami, Majmu al-Zawa`id, X h.116
[7] Abd al-Rahman bin Abu Bakr al-Suyuthi, al-Jami al-Shaghir, I h.91
[8] rawi yang diketahui berdusta dalam hal lain, tapi belum terbukti pernah membuat kedustaan dalam hadits, sehingga statusnya baru tersangka
[9] Ahmad Abd al-Rahman al-Bnna, al-Fath al-Rabbani, XIV h.238
[10] Mukhtar al-Shihah, I h.149
[11] Ibn Manzhur (630-711H), Lisan al-Arab, II h.502
[12] Mukhtar al-Shihah, I h.549
[13] Ali Bin Muhammad bin Ali al-Jurjani, al-Ta’rifat, I h.215
[14] Ali bin Ahmad bin Muhammad al-Azizi, al-Siraj al-Munir, III h.126
[15] aspek-aspek fithrah telah diungkap pada bab terdahulu
[16] Manahil al-‘Irfan, IV h.77
[17] al-Manawi, al-Ta’arif, I h.43
[18] al-Jurjani (740-816H), al-Ta’rifat, 14
[19] Syihab al-Din Ahmad al-Hayani, al-Tibyan fi Tafsir Gharib al-Qur`an, I h.113
[20] Tafsir Mujahid, II h.476
[21] Faidl al-Qadir, V h.105
[22] Sa’d bin Abi Waqas, shahabat yang masuk Islam sejak awal risalah, pada usia 17 tahun dipaksa ibunya, sambil mogok makan, untuk murtad, tapi kokoh pendiriannya walau dirayu dan dipaksa oleh berbagai fohak keluarga. Ia terbina di Dar al-Arqam, di Madinah menjadi orang kaya dan senang berinfaq di jalan Allah, menjadi prajurit berkuda andalan Rasul SAW. dijuluki Faris al-Islam, wafat 55 H.
[23] mukhtar al-Shihah, h.558
[24] Ahmad Abd al-Rahman al-Banna, al-fath al-Rabani, XIV h.338