03.HADITS RIWAYAT AHMAD TENTANG EKSISTENSI MUSLIM seri 02
E. Beberapa Ibrah
1. Setiap Pagi dan Sore Hendaklah Berikrar
Ikrar pagi dan sore adalah sebagai berikut:
أَصْبَحْنَا أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِ وَكَلِمَةِ الْإِخْلَاصِ وَسُنَّةِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِلَّةِ أَبِينَا إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ
Atau dengan redaksi yang berbunyi:
أَصْبَحْنَا عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِ وَعَلَى كَلِمَةِ الْإِخْلَاصِ وَعَلَى دِينِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى مِلَّةِ أَبِينَا إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ
2. Setiap Muslim Mesti Eksis Sesuai Ikrarnya
Eksistensi muslim berdasar ikrar pagi dan sore itu antara lain sebagai berikut.
a. Menjaga Keutuhan Fithrah
Eksistensi ini tersurat pada ikrar yang berbunyi:
عَلَى فِطْرَةِ الْإِسْلَامِ atas fithrah Islam.[1] Rasul SAW bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِطْرَةَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
“Tidak ada yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fithrah. Orang tuanya yang menjadikan dia yahudi, nashrani atau majusi. Perhatikan hewan melahirkan hewan, apakah anda mengharap kelahiran yang tidak sempurna anggota badannya? Abu Hurairah, [2] membaca al-Qur’an surat al-Rum ayat :30 “ Hr. al-Bukhari (194-256), Muslim (206-261H) dan Ibn Hibban (270-354H)[3]
b. Mengikuti Sunnah Rasul SAW
Eksistensi ini tersirat pada ikrar yang berbunyi.
وَعَلَى دِينِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Atas agama Nabi Kita Muhammad SAW. Dalam riwayat Ubay bin Ka’b bunyi redaksinya adalah:
وَسُنَّةِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dan atas sunnah Nabi kita Muhammad SAW. Allah SWT berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Qs.33:21. Rasul SAW bersabda:
عَلَيْكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا وَسَتَرَوْنَ مِنْ بَعْدِي اخْتِلَافًا شَدِيدًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَالْأُمُورَ الْمُحْدَثَاتِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Hendaklah kalian bertaqwa pada Allah serta taat dan patuh. Sesungguhnya hamba Habsyi kalian lihat sepeninggalku banyak perbedaan yang amat tajam. Oleh karena itu kalian mesti berpegang pada sunnahku dan sunnah al-Kulafa al-Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpeganglah padanya dengan kokoh. Jauhilah oleh kalian urusan mengada-ada. Sesungguhnya setiap bid’ah itu sesat.” Hr. Ahmad, Abu Dawud, Ibn Majah.[4]
c. Melestarikan Millah Ibrahim
Eksistensi ini tersirat pada ikrar yang berbunyi:
وَعَلَى مِلَّةِ أَبِينَا إِبْرَاهِيمَ
Adapun millah Ibrahim yang paling penting adalah membangun masyarakat dan negara berawal dari keluarga, seperti tersirat pada firman Allah SWT berikut:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ ءَامِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ(*)رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ(*)رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ(*)رَبَّنَا إِنَّكَ تَعْلَمُ مَا نُخْفِي وَمَا نُعْلِنُ وَمَا يَخْفَى عَلَى اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ(*)الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ(*)رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ(*)رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ(*)
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. Ya Tuhan-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit. Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) do`a. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do`aku. Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. Qs.14:35-41
Adapun langkah yang ditempuh Nabi Ibrahim dalam membina keluarga untuk mewujudkan masyarakat dan negara yang sejahtera berdasar ayat tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Membangun Keluarga Berdasar Tauhid
Langkah pertama yang ditempuh Nabi Ibrahim dalam mewujudkan keluarga sakinah ialah:
وَاجْنُبْنِيْ وَبَنِيَّ اَنْ نَعبُدَ الأصْنَام
Jauhkan aku dan keluargaku dari penyembahan berhala.
Ini menunjukan bahwa tauhid dijadikan landasan utama dalam membangun keluarga; bukan penyembahan berhala.
Membangun keluarga tak ubahnya dengan membangun rumah. Jika pondasinya kurang kuat, maka bangunannya akan cepat ambruk. Oleh karena itu landasan dan pondasi rumah tangga pun harus kokoh dan kuat. Landasan tauhid merupakan pondasi kokoh dan kuat, karena hanya berpijak pada aturan Allah. Sedangkan aturan Allah itu dijamin mutlak benarnya. Jika dijamin mutlak benarnya maka tidak akan tergoyahkan. Beda lagi jika landasan hidup itu bukan tauhid maka bisa berubah setiap saat.
2) Memberantas Kemusyrikan
Nabi Ibrahim dalam do’anya, menandaskan:
رَبِّ إنَّهُنَّ اَضْلَلْنَ كَثِيْرًا مِنَ النَّاس
Ungkapan ini merupakan bukti kesadaran bahwa kemusyrikan dan penyembahan berhala itu menyesatkan manusia. Oleh karena itu harus dibersihkan dari seluruh anggota keluarga.
Syarat utama tauhid adalah bersih dari syirik. Dalam al-Qur’an ditandaskan bahwa orang musyrik itu bagaikan laba-laba. Rumah tangga yang berdasar syirik tak ubahnya seekor laba-laba membangun rumah. Allah SWT menandaskan:
مَثَلُ الَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُونِ اللهِ اَوْلِيَاءً كَمَثَلِ العَنْكَبُوْتِ إتَّخَذُوْا لَوْكَانُوْا يَعْلَمُوْنَ بَيْتًا وَإِنَّ اَوْهَنَ الْبُيُوْتِ لَبَيْتُ العَنْكَبُوْتِ *
“Perumpamaan orang yang mengambil pelindung selain Allah, adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba, kalau mereka mengetahui.” Qs.29:41
Bagaimana lemahnya orang-orang yang membangun rumah berlandaskan kemusyrikan. Mereka tak ubahnya seekor laba-laba yang membangun rumah. Perhatikanlah rumah laba-laba yang susah sekali dibangun, tapi mudah sekali rusaknya. Demikian pula keluarga yang dibangun atas dasar kemusyrikan maka tidak akan kokoh.
3) Meningkatkan Ibadah
Hal ketiga yang dimohon Nabi Ibrahim dalam do’anya ialah pada Qs. رَبَّنَا لِيُقِيْمُوْا الصَّلاَة (14:37 dan pada ayat 40:
رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلاَة ومِنْ ذُرِّيَّتِي
Dengan do’a ini Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar keluarganya tetap setia menegakkan shalat. Shalat merupakan ibadah pokok yang dijadikan tolok ukur ibadah-ibadah yang lainnya. Shalatnya baik, baik pula amal yang lain, shalatnya rusak, rusak pula amal yang lainnya. Rasulullah SAW bersabda:
اَوَّلُ مَايُحَاسَبُ عَلَيْهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلاَةُ فَإنْ صَلُحَ صَلُحَتْ سَائِرُ عَمَلِهِ وَإِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ .
“Amal hamba yang paling pertama diperhitungkan adalah shalat. Jika baik shalatnya, akan baik pula amal yang lain. Jika rusak shalatnya, akan rusak pula amal yang lainnya.” (Hadits Riwayat al-Turmudzi, al-Hakim, Thabrani).[5]
Ibadah shalat merupakan motor segala amal kebajikan. Ibadah shalat tidak hanya berfungsi ritual, tapi juga berfungsi pendidikan pribadi untuk pembinaan jiwa. Jika seluruh keluarga mampu menegakkan shalat secara sempurna, pasti akan mampu membangun keluarga bahagia paripurna.
Dalam ibadah shalat terdapat pendidikan kebersihan jiwa dan raga, kesopanan, etika manajemen, pengembangan ekonomi, dan segala aspek kehidupan yang lainnya. Shalat juga merupakan lambang kepribadian seorang hamba Allah, yang hanya ruku’, sujud dan tunduk kepada Allah. Shalat juga merupakan kontak utama seorang hamba dengan Tuhannya. Shalat juga mengandung pendidikan untuk menjalin hubungan baik dengan sesama. Menegakkan shalat berarti menegakkan segala aturan Allah SWT.
Dengan demikian, jika Nabi Ibrahim itu memohon kepada Allah agar keluarganya setia menegakkan shalat, berarti melaksanakan segala aspek ibadah. Untuk mewujudkan keluarga sakinah, setiap anggota keluarga harus berusaha menjadikan segala aspek kehidupannya untuk beribadah kepada Allah.
4) Menjalin Hubungan Harmonis Intern dan Ekstern Keluarga
Dalam kehidupan berkeluarga, di samping memerlukan kontak yang harmonis dengan Khaliq, juga diperlukan adanya jalinan yang harmonis dengan sesama. Nabi Ibrahim pun memohon kepada Allah SWT:
فَاجْعَلْ أفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِيْ إِلَيْهِمْ
Do’a ini mengandung program usaha menjalin hubungan baik sesama manusia.Bagaimana mungkin manusia lain bisa cinta kepada seseorang, jika orang itu tidak menjalin hubungan baik sesama manusia. Bagaimana mungkin suatu keluarga bisa sakinah, jika tidak mampu menjalin hubungan baik sesamanya. Jalinan hubungan yang harmonis ini tidak hanya diperlukan intern keluarga, tapi juga ekstern, seperti tetangga dekat mau pun jauh, atau pun keluarga dan kaum kerabat, jauh maupun dekat.
Tanggung jawab pergaulan kepada sesama manusia itu terdiri atas: (1) Tetangga, seagama, terikat hubungan turunan. (2) Tetangga, terikat hubungan turunan, tapi beda agama. (3) Bukan tetangga, terikat turunan, dan seagama. (4) Bukan tetangga, tidak terikat turunan, tapi seagama.
5) Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga
Langkah berikutnya yaitu meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Hal ini terungkap dalam do’a Nabi Ibrahim:
وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ
Dengan do’a ini, beliau memohon agar Allah SWT menganugrahkan rejeki kepada keluarganya. Kesejahteraan ekonomi dalam keluarga adalah penting, demi meraih ketentraman dalam ibadah kepada Allah SWT. Beberapa ayat menggariskan bahwa dalam keluarga itu perlu dipenuhi: (1) nafaqah belanja sehari-hari, (2) kiswah atau pakaian, dan (3) suknah atau tempat tinggal. Semuanya itu dapat diperoleh bila terpenuhi kebutuhan ekonomi.
6) Mensyukuri Nikmat Allah SWT
Apalah artinya kemajuan ekonomi keluarga dan banyak harta dan cukup rejeki, jika kurang bermanfaat dan tidak bisa dinikmati dan disyukuri. Oleh karena itu, yang diprogramkan dalam mewujudkan keluarga sakinah tidak hanya banyak harta, tapi juga dapat dimanfaatkan untuk bersyukur kepada Ilahi. Itulah salah satu makna ungkapan Nabi Ibrahim:
لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْن
Tujuan utama kesejahteraan ekonomi keluarga adalah agar setiap anggotanya bisa bersyukur kepada Allah SWT. Dengan bersyukur, maka kenikmatan yang diraih tidak hanya di dunia kini, tapi juga di akhirat kelak. Sebaliknya, jika tidak mampu bersyukur maka banyak harta tidak membawa bahagia, malah justru membawa derita. tak sedikit keluarga yang hartanya melimpah ruah, tapi anggotanya tidak bahagia. Bersyukur kepada Allah adalah menerima pemberian-Nya dan menggunakan pemberian itu untuk kepentingan ibadah kepada Allah.
7) Mewujudkan Generasi Berkualitas
Pada Q.s. 14:39 diterangkan bahwa Nabi menyampai kan ungkapan rasa syukur kepada Allah, karena dianugrahi kedua putra yang mulus dan shalih, yaitu Isma’il dan Ishaq yang kedua-duanya sepeninggal beliau jadi Nabi. Dengan demikian menunjukan adanya langkah mewujudkan generasi penerus yang berkualitas. Keturunan yang shalih merupakan faktor pendukung yang sangat penting untuk mewujudkan keluarga sakinah.
8) Saling Mendo’akan Anggota Keluarga
Dalam Q.s. 14:41 diterangkan bahwa Nabi Ibrahim berdo’a:
رَبَّنَا اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ
Dengan do’a ini Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar mencurahkan ampunan bagi dirinya, keluarganya dan segenap orang mukmin. Ini menunjukkan bahwa langkah ke-delapan yang ditempuh guna mewujudkan keluarga sakinah adalah saling mendo’akan agar mendapat ampunan Allah SWT. Sekaligus juga saling memaafkan sesama anggota keluarga.
9) Mempersiapkan Kehidupan di Akhirat
Pengunci do’a 14:41 itu berbunyi : يَوْمَ يَقُوْم الحِسَابُ
Ini menunjukkan adanya langkah mempersiapkan diri mencapai kehidupan yang abadi. Ungkapan ini sebagai bukti kesadaran bahwa hidup di dunia ini tidak kekal, melainkan hanya sementara. Kelak setiap tingkah laku akan diperhitungkan manfaat dan mafsadatnya. Oleh karena itu dalam mewujudkan keluarga sakinah harus mempersiapkan diri bukan hanya kebahagiaan hidup di dunia kini, tapi juga kehidupan akhirat kelak.
Do’a yang tercantum dalam ketujuh ayat di atas, jika dianalisis lebih lanjut, secara tersirat memberikan gambaran pula tentang wujud keluarga sakinah: (1) berlandaskan tauhid, (2) bersih dari syirik, (3) terbentuk iklim keluarga yang penuh dengan kegiatan ibadah, (4) terjalin hubungan yang harmonis intern dan ekstern keluarga, (5) terwujudnya kesejahteraan ekonomi, (6) segenap anggota keluarga pandai bersyukur kepada Allah, (7) rumah tangganya berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang mewujudkan generasi penerus yang shalih dan berkualitas, (8) saling pengertian dan saling mendu’akan, serta memaafkan antara sesama anggota keluarga, (9) rumah tangganya sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
d. Berkepribadian Hanif
Eksistensi ini tersurat pada ikrar yang berbunyi حَنِيفًا yaitu berpaling dari kebatilan selalu cenderung pada kebenaran. Eksistensi ini diwujudkan dalam menanamkan cinta pada yang baik dan membenci yang buruk. Allah SWT berfirman:
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ(*)فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan ni`mat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Qs.49:6-7
Berdasar ayat ini (1) setiap mukmin menyadari bahwa risalah Rasul SAW tetap eksis sepanjang masa, (2) orang yang benar-benar cinta iman mesti membenci kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan. Orang yang hanif bukan hanya mencintai iman, tapi juga membenci kufur, maksiat dan fusuq.
e. Kontra Musyrik
Eksistensi ini tersirat pada ikrar:
مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ
Muslim dalam keyakinan, ucap, sikap, perbuatan yang bebas dari unsur syirik.
Kontra musyrik ini tentu saja mesti dimanifestasikan dalam memerangi kemusyrikan, baik dengan harta, tenaga, maupun bahasa atau media massa.[6]
[1] lebih jelasnya lihat kembali kajian hadits Riwayat Malik tentang fithrah,
[2] Abu Hurairah (riwayatnya telah diterangkan pada bab terdahulu), menegaskan ma’na fithrah dengan mengutip ayat (Qs.30:30).
[3] Shahih al-Bukhari, IV h.1792, Shahih Muslim, IV h.2047, Shahih Ibn Hibban, I h.339
[4] Musnad ahmad, IV h.126, Sunan Abi dawud, IV h.200, Sunan Ibn Majah I h.15,
[5] Sunan al-Turmudzi, II h.269, Sunan al-Nasa`iy, I h.143, al-Mustadrak, IV h.153,
[6] Perhatikan kajian hadits Riwayat al-Darmi, tentang Jihad, pada bab berikut