04.HADITS AL-DARIMI TENTANG JIHAD
KAJIAN HADITS
RIWAYAT AL-DARIMI
tentang
JIHAD
(Melawan Musyrik dengan Harta, Tenaga & Bahasa)
A. Teks Hadits dan Terjemah
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ
“Telah mengabarkan kepada kami, Amr bin ‘Ashim. Telah menyampaikan hadits pada kami, Hammad bin Salamah. Telah menyampaikan hadits pada kami Humaid. Dari Anas diriwayatkan seseungguhnya rasul SAW bersabda: Jihadlah memerangi musyrikin dengan hartamu, jiwamu, dan lisanmu.” Hr. al-Darimi[1]
B. Sanad dan Rawi
1. Sekilas Sanad
1. أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ
Amr bin ‘Ashim telah memberi kabar kepada kami. Amr bin ‘Ashim bin Abd Allah bin al-Wazi’, dikenal dengan nama Abu Utsman, al-Kalabi, al-Qiysi, setingkat الصُّغْرَى مِن الأتْبَاع (semasa kecil sempat bertemu dengan tabi’in), wafat di Bashrah tahun 213H.
2. حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ
Hamad bin Salamah telah menyampaikan hadits pada kami. Hammad bin Salamah bin Dinar, Abu Salamah al-Bashri, al-Kazaz, الوُسطَى من الأتْبَاع (bertemu dengan Tabi’in semasa sudah dewasa belum begitu tua) dan wafat di Bashrah tahun 167H.
3. حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ
Humaid telah menyampaikan hadits pada kami. Humaid bin Abi humaid, Abu ubaid al-Thawil, keturunan al-Khuza’iy, الصُّغْرَى مِن التَّبِعِيْن , wafat di Bashrah tahun 142H.
4. عَنْ أَنَسٍ
Diriwayatkan dari Anas. Anas bin Malik Anas bin Malik bin al-Nazhar, lahir 10 sH (612M), Abu Hamzah, Shahabat anshar, sejak berusia sepuluh tahun menjadi khadim Rasul, meriwayatkan 2276 hadits dan wafat di Bashrah tahun 93H. Ketika wafat, beliau punya anak 82 orang (80 putra dan 2 putri), serta mempunyai cucu 115 orang.
2) Sekilas Imam al-Darimi
Nama lengkap al-Darimi adalah Abu Abd Allah bin Abd al-Rahman bin al-Fadll bin Bahram bin Abd al-Shamad al-Yamimi, al-Smarqandi al-Darimi. Lahir di tahun 181 H, bertepatan dengan tahun wafat Ibn al-Mubarak. Nama al-Darimi diambil dari Darim bin Malik ibn Hanzhalah bin Zaidmanat bin Tamim. Dalam mencari hadits, beliau bepergian ke mesir, Syam, Irak, Makkah, dan Madinah.
Al-Darimi wafat pada hari tarwiyah ba’da ashar dan dimakamkan pada hari Arafah, yang bertepatan dengan hari jum’at wafat tahun 255H, tetapi ada yang mengatakan tahun 250H. Karya beliau antara lain tafsir, al-Jami (kumpulan hadits yang disusun berdasar topik masalah), dan al-Musnad (kitab hadits yang disusun berdasar sanad), dan Sunan. Imam Ahmad, al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud meriwayatkan hadits dari al-Darimi.[2]
C. Perbandingan Sanad dan Matan Hadits
Tabel. Teks Hadits Jihad dengan Harta, Jiwa dan Lisan dalam Beberapa Riwayat
MUKHRIJ |
KITAB |
REDAKSI HADITS |
AHMAD (164-241) |
Musnad Ahmad III h.124 |
حَدَّثَنَا يَزِيدُ أَخْبَرَنَا حَمَّادٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ |
Al-DARIMI (181-255) |
Sunan al-Darimi II h.280 |
أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَاصِمٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ حَدَّثَنَا حُمَيْدٌ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ |
ABU DAWUD (202-275) |
Sunan Abi Dawud, III h.10 |
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ |
AL-NASA`IY (215-303) |
Sunan al-Nasa`iy, III h.6 |
أَخْبَرَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ وَمُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَعِيلَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ قَالَا حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ أَنْبَأَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ |
Memerhatikan tabel di atas, tidak begitu tampak perbedaan matan hadits ini, kecuali pada riwayat al-Nasa`iy, redaksinya بِأيْدِيْكُم (dengan tangan) bukan بِأنْفُسِكُم seperti pada redaksi lainnya.
D. Syarah Hadits
جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ
1. جَاهِدُوا
Berjihadlah kalian. Al-Syawkani (w.1255H), menandaskan kata kerja yang berbentuk perintah pada pangkal hadits ini menunjukkan bahwa memerangi kemusyrikan dan kekufuran itu hukumnya wajib, dengan menggunakan tangan, harta dan lisan.[3] Banyak sekali ayat yang memerintahkan agar berjihad, bahkan ditandaskan belum diakui mukmin sebelum nampak dalam jihad. Firman-Nya:
أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تُتْرَكُوْا وَلَمَّا يَعْلَمِ الله الَّذِيْنَ جَاهَدُوْأ مِنْكُمْ وَلَمْ يَتَّخِذُوْا مِنْ دُونِ اللهِ وَلاَرَسُولِهِ وَلاَالمُؤْمِنْيْنَ وَلِيْجَةً وَاللهُ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Qs.9:16
Dengan nada bertanya, Allah SWT mengingatkan umat manusia, agar jangan menyangka bahwa keimanannya akan langsung diakui tanpa diuji kebenarannya dan tanpa dimintai buktinya.
Menurut al-Zuhaili Istifham atau kalimat tanya pada ayat ini merupakan istifham inkari, yang menunjukkan penyangkalan atau larangan.[4] Dengan kata lain pertanyaan tersebut bermakna: Janganlah kamu mengira pengakuan keimanan itu akan langsung diakui tanpa ujian sebagai buktinya!
Ada pula yang berpendapat bahwa kata tanya ini berfungsi tawbikh (celaan) terhadap orang yang menyangka akan dibiarkan pengakuannya tanda ada pembuktian. Sebagian lagi berpendapat sebagai bantahan yang mengandung arti:
كيف تحسبون أنكم تتركون
Bagaimana mungkin kalian mengira akan dibiarkan begitu saja mengaku beriman![5]
وَلَمَّا يَعْلَمِ الله الَّذِيْنَ جَاهَدُوْا مِنْكُم
Padahal Allah belum menyaksikan orang yang berjihad dari kalanganmu!
Artinya, sebagai manusia belum bisa diakui mu’min, kalau mereka belum membuktikan keimanannya dengan jihad. Jihad merupakan tanda bukti keimanan. Jihad juga merupakan sebagian dari ujian keimanan. Siapa yang siap berjihad, berarti lulus ujian keimanannya.[6] Allah SWT berfirman:
الم أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا ءَامَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” Qs.29:1-3
Orang yang mati tidak berjihad, belum tentu dianggap mukmin. Perhatikan hadits berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ وَلَمْ يُحَدِّثْ بِهِ نَفْسَهُ مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ
“Diriwayatkan dari Abi Hurairah[7], Rasul SAW bersabda: Barangsiapa yang mati tidak berperang di jalan Allah, dan tidak mempunyai program dirinya dalam jihad, mati pada suatu cabang dari kemunafikan.” Hr. Muslim (206-261H), Abu Dawud(202-275H), al-Nasa`iy (215-303H).[8]
Hanyalah orang yang lulus ujian jihad yang dianggap mukmin yang benar. Allah SWT berfirman:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” Qs.49:15.
Secara garis besarnya, ’مُجَاهِد itu terdiri atas satuan tugas: (1) yang membidangi medan kekuasaan, angkatan perang, pertahanan dan keamanan dikelompokan pada الغَزْو العَسْكَرِي, (2) satuan tugas yang membidangi pendidikan, sosial, budaya, politik, ekonomi, kesehatan dan da’wah, الغَزْو الفِكْري . Kedua satuan tugas itu tersirat pada ayat:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” Qs.9:122.[9]
2. الْمُشْرِكِينَ
Orang-orang musyrik. Perkataan الْمُشْرِكِينَ merupakan jamak dari المُشْرك yaitu orang yang menyekutukan Allah SWT. Perbuatan musyrik disebut الشِّرك. Perbuatan syirik termasuk kezhaliman yang sangat besar, karena telah memposisikan Allah sama dengan makhluk-Nya, maka dosanya tidak akan diampuni Allah. Firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” Qs.4:48.
Unsur-Unsur Syirik
Unsur-unsur syirik cukup banyak jumlahnya antara lain sebagai berikut.
a. Syirik Akbar dan Ashgar
Ditinjau dari aspek bentuknya, syirik itu terdiri dari ashghar (kecil) dan akbar (besar). Syirik besar ialah melakukan penyembahan kepada selain Allah, baik secara langsung, seperti menyembah patung atau pun tidak langsung, seperti membuat perantara. Syirik kecil ialah beribadah dan menyembah kepada Allah tapi latar belakang dan tujuannya bukan untuk mencari ridla Allah, seperti riya. Rasulullah SAW bersabda:
قَالَ اللهُ تَعَالَى : أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيْهِ مَعِيْ غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Allah berfirman “Aku lebih kaya dari semua yang disekutu kan, maka barangsiapa beramal sesuatu perbuatan yang dipersekutukan kepada yang lain, maka Aku tinggalkan ia dengan sekutunya.” Hr. Muslim dari Abi Hurairah.[10]
Menurut hadits qudsi ini, Allah SWT tidak akan bisa dikalahkan bahkan tidak bisa ditandingi oleh apa pun. Jika ada manusia beramal bukan untuk mencari ridla Allah, maka oleh Allah SWT tidak akan diberi pahala. Orang yang beramal seperti itu nilainya hanya dari para sekutunya, di sisi Allah adalah sia-sia.
b. Syirik Jally, Khafy, dan Idlafy
Ditinjau dari aspek sifatnya, syirik itu terdiri dari syirik jally, syirik khafy dan syirik idlafy.
(1) Syirik Jally
Syirik Jally ialah melakukan penyembahan kepada selain Allah secara terang-terangan seperti yang dilakukan ayah Nabi Ibrahim yang menyembah berhala, sehingga dipertanyakan anaknya:
أَتَتَّخِذُوا أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّيْ أَرَىكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلاَلٍ مُبِيْنٍ *
“Apakah engkau menjadikan berhala sebagai Tuhan. Sungguh menurut pendapatku, engkau dan kaummu itu berada dalam kesesatan yang nyata. Qs.6:74.
(2) Syirik Khaffy
Syirik Khaffy ialah melakukan penyembahan kepada selain Allah dengan tersembunyi dalam hati. Orang yang melakukan demikian, mungkin saja lahiriahnya beribadah kepada Allah, shalat, zakat atau pun haji. Namun isi hatinya bukan untuk Allah, melainkan untuk manusia atau kepentingan dunia. Ditinjau dari sifatnya, riya termasuk syirik Khaffy.
(3) Syirik Idlafi
Syirik Idlafi ialah membuat perantara kepada Allah. Orang jahiliyah menjadikan berhala seperti Latta dan Ujja sebagai perantara dalam ibadah. Orang Nashrani ada pula yang menjadikan Yesus sebagai juru selamat dan juru penyampai do’a. Kaum muslimin pun ada juga yang menjadikan para wali atau jin dan malaikat sebagai perantara kepada Allah. Membuat perantara kepada Allah dalam do’a termasuk perbuatan syirik sebagaimana ditandaskan:
والَّذِيْن اتَّخَذُوْا مِنْ دُونِ اللهِ أوْلِياءَ مَانَعْبُدُهُمْ إِلاَّلِيُقَرِّبُوْنَا إِلَى اللهِ زُلْفَى
“Orang musyrik itu berkata kami tidak menyembah berhala, melainkan hanya kami jadikan sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Qs.39:3.
Menurut ayat ini orang yang menjadikan sesuatu sebagai perantara dalam pendekatan diri kepada Allah termasuk golongan musyrik.
c. Syirik Aqwal, Af’al, Syirk Fin-Niyah, fil-Iradah
Ditinjau dari aspek tempatnya, syirik itu terdiri dari syirik fil-Aqwal, syirik fil-Af’al, dan syirik fil-Iradah wan-niyyah.
(1) Syirik fil Aqwal (dalam ucapan)
Syirik fil aqwal yaitu mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak tepat diucapkan ditinjau dari kedudukan Allah sebagai Tuhan. Contohnya bersumpah dengan menggunakan nama selain Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ حَلَفَ بِشَيْءٍ دُوْنَ اللهِ فَقَدْ أَشْرَكَ
Barangsiapa yang bersumpah dengan sesuatu selain Allah, maka ia telah berbuat syirik. Hr. Ahmad,[11] yang dianggap shahih oleh Hakim dan Ibn Hibban.
Dalam kehidupan keluarga sering ditemukan syirik pada perkataan semacam ini, baik dalam sumpah atau dalam ucapan-ucapan tertentu.
(2) Syirik Fil Af’al (perbuatan)
Syirik fil af’al yaitu melakukan suatu perbuatan yang seharusnya ditujukan kepada Allah, tapi ditunjukan kepada yang lain. Adapun ibadat yang harus dipusatkan kepada Allah SWT dan tidak boleh ditunjukan kepada yang lain antara lain: gerakan seperti yang dilakukan dalam shalat, berdo’a, istighatsah, isti’adzah, nadzar, penyembelihan dan qurban. Perbuatan semacam ini harus ditunjukkan kepada Allah SWT. Jika ditunjukan kepada selain-Nya, maka termasuk perbuatan syirik fil-Af’al.
Kebiasaan yang sering dilakukan oleh sebagian masyarakat, padahal termasuk syirik fil-af’al antara lain sujud ke telapak kaki ibu dalam sungkem, mencuci telapak kaki orang tua kemudian meminum airnya. Cara yang demikian perlu dibersihkan dari keluarga muslim.
(3) Syirik Fin-Niyah wal-Iradah
(tujuan dan kehendak)
Syirik fin-niyah wal-iradah ialah melakukan suatu perbuatan bukan dilatar belakangi ibadah. Ditinjau dari aspek ini, riya termasuk syirik fin-Niyyah.
d. Aspek Syirik
Di samping dari sudut caranya, syirik juga dapat dilihat dari segi cabangnya seperti berikut.
(1) Tahayul dan Khurafat
Ditinjau dari aspek caranya, syirik yang harus dibersihkan itu adalah tahayul dan khurafat. Tahayul ialah kepercayaan kepada yang dighaibkan, padahal tidak bersumber pada apa yang diterangkan dalam al-Qur’an atau al-Sunnah. Kepercayaan yang termasuk tahayul antara lain seperti percaya pada adanya ruh orang mati bisa bangkit. Sedangkan khurafat ialah mengaitkan kejadian lahiriah dengan unsur keghaiban. Contohnya antara lain terjadi gerhana dikaitkan dengan kelahiran atau kematian seseorang.
(2) Jibt dan Thaghut
Ditinjau dari aspek objek yang biasa dipertuhan musyrik, antara lain Jibt dan Thaghut. Allah SWT berfirman:
ألَمْ تَر إِلَى الَّذِيْنَ أُوْتُوْا نَصِيْبًا مِنَ الْكِتَابِ يُؤْمِنُوْنَ بِالْجِبْتِ وَ الطَّاغُوْتِ وَيَقُوْلُوْنَ لِلَّذِيْنَ كَفَرُوْا هاؤُلآءِ أَهْدَى مِنَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا سَبِيْلاً
“Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang diberi bagaian dari kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mereka mengatakan kepada orang-orang kafir, bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.” Qs.4:51.
Dengan nada bertanya, ayat ini mengecam orang yang telah menerima kitab tapi masih mempercayai jibt dan thaghut. Pertanyaan semacam ini berfungsi pelecehan terhadap orang yang dipertanyakan. Mengapa mereka telah menerima kitab sebagai petunjuk tetapi masih saja percaya pada jibt dan thaghut.
Jibt ialah segala sesembahan selain Allah, baik yang berbentuk barang seperti berhala ataupun yang dianggap ghaib seperti yang dilakukan pedukunan. Jimat, batu yang dikeramatkan adalah termasuk jibt. Sedangkan thaghut ialah ajaran yang tidak bersumber pada wahyu Allah SWT.
Ilmu-ilmu kebatinan yang tersebar di masyarakat kebanyakan tergolong pada thaghut. Sedangkan gurunya dijadikan jibt. Ilmu kebatinan itu pada garis besarnya digolongkan kepada dua golongan, yaitu ilmu putih dan ilmu hitam. Ilmu putih biasanya menggunakan ayat-ayat al-Qur’an untuk praktik sihir. Sedangkan ilmu hitam biasa menggunakan mantera yang bersumber pada bahasa khusus pedukunan, seperti jangjawokan dan kejawen. Ditinjau dari ilmu tauhid sebenarnya baik yang putih maupun yang hitam termasuk ajaran thaghut. Walaupun yang putih itu menggunakan kalimat-kalimat al-Qur’an, tapi cara penggunaannya tidak bersumber pada sunnah Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW tidak mengajarkan ayat-ayat al-Qur’an untuk alat hidup. Yang diajarkan Rasulullah SAW adalah tentang bagaimana menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Orang yang mengaku beriman pada kitab, tapi masih percaya pada jibt dan thaghut, akan memikul akibat yang sangat berat. Firman Allah SWT menandaskan:
أُلَئِكَ الَّذِيْنَ لَعَنَهُمُ اللهُ وَمَنْ يَلْعَنِ اللهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ نَصِيْرًا
“Mereka itulah orang yang dikutuk Allah. Barang siapa yang dikutuk Allah, niscaya kamu tidak akan memperoleh penolong baginya.” Qs.4:52.
Menurut ayat ini, akibat yang dipikul oleh orang yang mempercayai jibt dan thaghut adalah kutukan Allah menimpanya. Sedangkan orang yang dikutuk Allah tidak akan mendapat pertolongan dari siapa pun. Iman kepada kitab mesti kufur pada thaghut. Allah SWT berfirman:
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Apakah kamu tidak memerhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” Qs.4:60.
Itulah salah bukti dari betapa pentingnya ikrar anti musyrik tiap pagi dan sore, untuk diwujudkan dalam sikap, dan tindakan.
3. بِأَمْوَالِكُمْ
Dengan hartamu. Mengorbankan harta untuk jihad termasuk infaq yang paling tinggi nilainya, karena termasuk menanam saham yang bunganya berlipat tanpa batas. Perhatikan hadits berikut.
“Dari Ibn Umar diriwayatkan, tatkala diturunkan ayat: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allâh adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allâh Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Qs.2:261), Rasul SAW berdo’a: Ya Tuhaku, tambahkanlah untuk umatku! Kemudian turun ayat yang menyatakan: Barangsiapa yang menanam saham yang baik pada Allah, maka pahalanya berlipat-lipat dengan yang amat banyak (Qs.2:245). Rasul SAW berdo’a lagi: Ya Tuhanku! Tambahkanlah untuk umatku, maka turunlah: Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (Qs.39:10).” Hr. ibn Hibban, al-Thabarani, al-Bayhaqi.[12]
4. وَأَنْفُسِكُمْ
Dengan jiwa atau tenagamu. Perkataan أنْفس merupakan bentuk jama dari نَفْس maknanya cukup banyak antara lain: jiwa, tenaga, individu, diri. Dalam riwayat al-Nasa`iy sebagaimana tercantum dalam tabel di atas, redaksinya بِأيْدِيْكُم tangan, kekuasaan, kekuatan atau tenaga dan tindakan. Matan yang menggunakan redaksi ini juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la (210-307H)[13] dan al-Dalylaim (445-509H).[14]Dengan demikian, kekuasaan juga merupakan alat jihad.
5. وَأَلْسِنَتِكُمْ
Dengan lisan kalian. Lisan sering bermakna bahasa seperti dalam al-Qur`an ditandaskan bahwa nabi diutus dengan lisan kaumnya, dalam arti bahasa umat yang menjadi objek risalahnya. Firman-Nya:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Kami tidak mengutus seorang rasul pun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” Qs.14:4.
Abu Thayib Abadi berpendapat bahwa jihad dengan lisan mencakup debat, adu argumentasi, mengajak ke jalan yang benar, menginformasikan yang haq dan yang batil dengan menggunakan bahasa yang dipahami lawan.[15] Al-Suyuthi (w.911H) berpandangan jihad dengan lisan juga dengan cara membuktikan kesalahan dan kelemahan ajaran musyrikin, sehingga mereka marah terejek atau terpojokkan.[16] Menyampaikan kebenaran dengan lisan di depan orang yang salah supaya kembali ke jalan yang benar merupakan salah satu bentuk jihad yang mempunyai nilai tinggi. Rasul bersabda:
إنَّ مِنْ أعْظَمِ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْل ٍعِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
“Di antara jihad yang paling besar adalah menyampaikan kalimat keadilan di hadapan penguasa yang jahat.” Hr. Abu Dawud, al-Turmudzi, al-Nasa`iy, Ibn Majah.[17]
E. Beberapa Ibrah
1. Jihad merupakan tanggung jawab setiap muslim.
2. Jihad melawan kemusyrikan mesti dilakukan dengan harta, tenaga dan bahasa (dana, tenaga, dan media massa).
3. Jika ingin diakui sebagai mukmin, mesti jihad.
4. Alat jihad adalah harta, tenaga, dan bahasa.
5. Perintah jihad merupakan ujian keimanan, sedangkan iman tidak terlepas dari ujian.
[1] Sunan al-Darmi, II h.280
[2] disadur dari kitab Sunan al-Darimi, I h. A
[3] Muhammad bin Ali bin Muhammad, al-Syawkani, Nayl al-Awthar, VIII h.29-30
‘[4] al-tafsir al-munir, X h.132
[5] Muhammad bin Ali al-Syawkani (1173-1250H), Fath al-Qadir, II h.242
[6] Ibn al-Jauzi (508-597H), Zad al-Masir, III h.407
[7] Abu Hurairah aslinya bernama Abd al-Rahman bin Shahr (21sH-57H), pada penaklukan Khaibar (muharram 7H) beliau masuk Islam, kemudian menjadi sekretaris pribadi Rasul, dan menjadi ahl al-Shuffah (bertempat tinggal di Paviliun Masjid Nabawi). Meriwayatkan 5364 hadits. Riwayat lengkap akan dibahas pada kajian hadits yang diriwayatkan darinya.
[8] Shahih Muslim, III h.1517, Sunan Abi Dawud, III h.10, Sunan al-nasa`iy, III h.6
[9] lebih jelasnya, ayat ini dibahas pada kajian al-tawbah 122, insya Allah.
[10] shahih Muslim, II h.2289
[11] Musnad ahmad, I h.47
[12] Muhammad bin Hibban, Shahih Ibn Hibban, X h.505, al-Thabarani, al-Mujam al-Awsath, VI h.10, al-Bayhaqi, Syu’b al-Iman, III h.199
[13] Ahmad bin Ali, Abu ya’la al-Tamimi, Musand Abi Ya’la, IV h.68
[14] Abi Syuja al-Daylami al-hamdani, al-Firdaus Bi Ma’tsur al-Khitab, II h.107
[15] Awn al-Ma’bud, I h.131
[16] Syarh al-Suyuthi, VI h.7
[17] Sunan Abi Dawud, IV h.124, Sunan al-Turmudi, IV h.471, al-Sunan al-Kubra, IV h.435