1. Menyempurnakan Ibadah Haji dan Umrah karena Allah (kajian tafsir al-baqarah: 196)

- Menyempurnakan Ibadah Haji dan Umrah karena Allah
(kajian tafsir al-baqarah: 196)
- Teks Ayat dan Tarjamahnya
وَأَتÙمّÙوا الْØÙŽØ¬Ù‘ÙŽ وَالْعÙمْرَةَ Ù„Ùلَّه٠ÙÙŽØ¥Ùنْ Ø£ÙØÙ’ØµÙØ±Ù’تÙمْ Ùَمَا اسْتَيْسَرَ Ù…ÙÙ†ÙŽ الْهَدْي٠وَلَا تَØÙ’Ù„ÙÙ‚Ùوا Ø±ÙØ¡ÙوسَكÙمْ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ ÙŠÙŽØ¨Ù’Ù„ÙØºÙŽ Ø§Ù„Ù’Ù‡ÙŽØ¯Ù’ÙŠÙ Ù…ÙŽØÙلَّه٠Ùَمَنْ كَانَ Ù…ÙنْكÙمْ مَرÙيضًا أَوْ بÙه٠أَذًى Ù…Ùنْ رَأْسÙÙ‡Ù ÙÙŽÙÙØ¯Ù’يَةٌ Ù…Ùنْ صÙيَام٠أَوْ صَدَقَة٠أَوْ Ù†ÙØ³ÙÙƒÙ ÙÙŽØ¥ÙØ°ÙŽØ§ Ø£ÙŽÙ…ÙنْتÙمْ Ùَمَنْ تَمَتَّعَ Ø¨ÙØ§Ù„ْعÙمْرَة٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ الْØÙŽØ¬Ù‘Ù Ùَمَا اسْتَيْسَرَ Ù…ÙÙ†ÙŽ الْهَدْي٠Ùَمَنْ لَمْ ÙŠÙŽØ¬ÙØ¯Ù’ ÙَصÙيَام٠ثَلَاثَة٠أَيَّام٠ÙÙÙŠ الْØÙŽØ¬Ù‘Ù ÙˆÙŽØ³ÙŽØ¨Ù’Ø¹ÙŽØ©Ù Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ رَجَعْتÙمْ تÙلْكَ عَشَرَةٌ كَامÙلَةٌ ذَلÙÙƒÙŽ Ù„Ùمَنْ لَمْ ÙŠÙŽÙƒÙنْ أَهْلÙÙ‡Ù ØÙŽØ§Ø¶ÙرÙÙŠ Ø§Ù„Ù’Ù…ÙŽØ³Ù’Ø¬ÙØ¯Ù الْØÙŽØ±ÙŽØ§Ù…٠وَاتَّقÙوا اللَّهَ وَاعْلَمÙوا أَنَّ اللَّهَ شَدÙيد٠الْعÙقَابÙ
Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (didalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.
Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya. Qs.2:196
- Kaitan dengan ayat sebelumnya
- Ayat 194 yang lalu menegaskan bahwa hukum qishsash tetap berlaku walau di bulan haram. Oleh karena itu jika di bulan haram yang menyerang, kaum muslimin tetap meseti melawan penyerangan kafirin. Ayat 196 ini memerintah menyempurnakan ibadah haji dan umrah. Kaitan kedua ayat tersebut antara lain (1)tiga bulan haram yang berurtutan merupakan bulan haji, maka mesti dijaga kesuciannya. Jangan sampai ibadah haji terhalang oleh urusan peperangan. Namun kalau ada yang menyerang, tetap muslimin mesti melawan walau sedan ibadah haji. (2)Kesempurnaan ibadah haji umrah mesti dijaga keamanannya. (3) Orang yang menghalangi ibadah haji dan umrah mesti diperangi.
- Ayat 195 menyeru agar setiap mu`min selalu berinfaq di jalan Allah. Jangan membiarkan kaum muslimin terjerumus pada kehancuran, diakibatkan terlalu memusatkan perhatian pada harta atau urusan duniawi. Ayat 196 ini memerintah untuk menyempurnakan ibadah haji. Kaitan kedua ayat tersebut antara lain bahwa ibadah haji tidak terlepas dari urusan infaq.
- Bab ibadah haji dan umrah dirangkaikan dengan ayat perang. Dengan demikian salah satu fungsi perang adalah menjaga kesucian ibadah, baik tempat, prosesi maupun musimnya.
- Pada ayat sebelumnya diungkap masalah shaum di bulan ramadlan, kemudian diselang dengan ayat perang, maka ayat ini berkaitan dengan ibadah haji. Ketiga ibadah tersebut sangat berkaitan. Ibadah shaum didahulukan karena waktunya bulan ramadlan sebelum masuk bulan haji. Sedangkan masalah perang terletak pada antara kedua ibadah, karena berkaitan dengan urusan keamanan. Kenyamanan beribadah tidak akan lepas dari keamanan. Musim haji juga berada pada bulan haram, maka kesucian yang dijaga oleh kaum muslimin, mencakup kesucian waktu dan tempat ibadah.
Â
- Tinjauan Historis
Shafwan bin Umayah menerangkan bahwa ada seorang laki-laki berpakian jubah dan menggunakan ja’faran menghadap Rasul SAW. Dia bertanya tentang apa yang mesti dilakukan untuk berumrah. Tidak lama kemudian turun ayat ini, dan Rasul SAW bersabda lepaskan pakaianmu, bersucilah, ganti dengan pakaian ihram dan berumrahlah. Peraturan semacam ini berlaku pula dalam ibadah haji.[1]
- Tafsir Kalimat
- وَأَتÙمّÙوا الْØÙŽØ¬Ù‘ÙŽ وَالْعÙمْرَةَ Ù„ÙلَّهÙDan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah.
Perkataan وَأَتÙمّÙوا mengandung perintah menyempurnakan ibadah. Ibadah apapun termasuk haji dan umrah semestinya dilakukan sesempurna mungkin, jangan hanya asal-asalan. Kesempurnaan ibadah tentu saja sangat ditentukan oleh latar belakang, cara dan tujuan yang hendak dicapai.[2]
Kalimat الْØÙŽØ¬Ù‘ÙŽ menurut bahasa berma’na القصد = bermaksud, menyengaja untuk melakukan sesuatu, atau upaya menggapai sesuatu dengan kesengajaan. Sedangkan menurut istilah berma’na قَصْد بَيْت الله Ùلأدَاء المَنَاسÙÙƒ upaya sengaja ke bait Allah untuk menunaikan prosesi manasik.
Kalimat وَالْعÙمْرَةَ diletakan dalam ayat haji, karena tidak terpisahkan antara kedua ibadah tersebut. Jika menunaikan ibadah haji, maka mesti umrah. Namun bila ibadah umar, tidak mesti melaksanakan haji. Umrah menurut bahasa berarti ziarah atau sengaja berkunjung, sedangkan menurut istilah ialah
زÙيَارَة٠الكَعْبَة والطَّوَا٠وَالسعي وَالØÙŽÙ„ْق او التَّقْصÙيرÙلله berkunjung ke Ka’bah yang dirangkaikan dengan thawaf, sa’iy dan bercukur. Adapun kalimat Ù„Ùلَّه٠mengisyaratkan bahwa ibadah haji dan umrah mesti dilatarbelakangi dan bertujuan karena Allah. Seperti telah dikemukakan pada bahasan terdahulu bahwa syarat ibadah yang diterima Allah adalah
تجْريْد المَقْصÙود Ù„Ùمَرْضَات الله memusatkan tujuan hanya untuk mencari ridla Allah dan
تَجْرÙيد Ø§Ù„Ù…ÙØªÙŽØ§Ø¨ÙŽØ¹ÙŽØ© Ù„ÙØ±ÙŽØ³Ùوْل الله memusatkan perhatian hanya mengikuti prosesi yang dicontohkan Rasul Allah SAW. Prosesi Haji merupakan salah satu ibadah yang diamanatkan oleh Rasul SAW ketika haji wada, agar umatnya meniru apa yang dilakukan beliau. Tidak boleh ada perubahan atau perbedaan manasik dengan apa yang ditempuh Rasul SAW. Jabir bin Abd Allah menerangkan bahwa ketika Rasul SAW ibadah haji tahun 10 hijri, yang berangkat pada hari kamis terakhir di bulan Dzul-qa’dah, berpesan pada shahabatnya:
Ù„ÙØªÙŽØ£Ù’Ø®ÙØ°Ùوا مَنَاسÙÙƒÙŽÙƒÙمْ ÙÙŽØ¥ÙنّÙÙŠ لاَ أَدْرÙÙŠ لَعَلّÙÙŠ لاَ Ø£ÙŽØÙجّ٠بَعْدَ ØÙŽØ¬Ù‘َتÙÙŠ هَذÙÙ‡Ù
“Ambillah dariku manasik hajimu, aku tidak tahu mungkin tidak haji setelah hajiku ini.† Hr. Muslim(206-261H), Abu Daud (202-275H, al-Nasa`iy(215-303H), al-Bayhaqi (384-458H) [3]
Adapun cara manasik haji dan umrah telah lengkap diuraikan oleh Jabir bin Abd yang diriwayatkan Muslim, mulai dari keberangkatan hingga kembali lagi ke Madinah.[4]
Rasul SAW menjalankan ibadah pasca Madinah hanya satu kali yaitu berangkat di akhir bulan dzul hijjah tahun 10 H, dan kembali dari Mekah malam 14 Dzul-Hijjah setelh thawaf wada.
Perhatikan manasik Rasul dalam ibadah haji pada hadits berikut. Imam Muslim bin Hajaj menerangkan:
ØÙŽØ¯Ù‘َثَنَا أَبÙÙˆ بَكْر٠بْن٠أَبÙÙŠ شَيْبَةَ ÙˆÙŽØ¥ÙØ³Ù’ØÙŽØ§Ù‚Ù Ø¨Ù’Ù†Ù Ø¥ÙØ¨Ù’رَاهÙيمَ جَمÙيعًا عَنْ ØÙŽØ§ØªÙم٠قَالَ أَبÙÙˆ بَكْر٠ØÙŽØ¯Ù‘َثَنَا ØÙŽØ§ØªÙÙ…Ù Ø¨Ù’Ù†Ù Ø¥ÙØ³Ù’مَعÙيلَ الْمَدَنÙيّ٠عَنْ جَعْÙÙŽØ±Ù Ø¨Ù’Ù†Ù Ù…ÙØÙŽÙ…Ù‘ÙŽØ¯Ù Ø¹ÙŽÙ†Ù’ أَبÙيه٠قَالَ دَخَلْنَا عَلَى Ø¬ÙŽØ§Ø¨ÙØ±Ù بْن٠عَبْد٠اللَّه٠Ùَسَأَلَ عَنْ الْقَوْم٠ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ انْتَهَى Ø¥Ùلَيَّ ÙÙŽÙ‚Ùلْت٠أَنَا Ù…ÙØÙŽÙ…Ù‘ÙŽØ¯Ù Ø¨Ù’Ù†Ù Ø¹ÙŽÙ„Ùيّ٠بْن٠ØÙسَيْن٠Ùَأَهْوَى بÙيَدÙه٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ رَأْسÙÙŠ Ùَنَزَعَ Ø²ÙØ±Ù‘ÙÙŠ الْأَعْلَى Ø«Ùمَّ نَزَعَ Ø²ÙØ±Ù‘ÙÙŠ الْأَسْÙÙŽÙ„ÙŽ Ø«Ùمَّ وَضَعَ ÙƒÙŽÙَّه٠بَيْنَ ثَدْيَيَّ وَأَنَا ÙŠÙŽÙˆÙ’Ù…ÙŽØ¦ÙØ°Ù غÙلَامٌ شَابٌّ Ùَقَالَ مَرْØÙŽØ¨Ù‹Ø§ بÙÙƒÙŽ يَا ابْنَ Ø£ÙŽØ®ÙÙŠ سَلْ عَمَّا Ø´ÙØ¦Ù’تَ ÙَسَأَلْتÙÙ‡Ù ÙˆÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ أَعْمَى ÙˆÙŽØÙŽØ¶ÙŽØ±ÙŽ ÙˆÙŽÙ‚Ù’ØªÙ Ø§Ù„ØµÙ‘ÙŽÙ„ÙŽØ§Ø©Ù Ùَقَامَ ÙÙÙŠ Ù†ÙØ³ÙŽØ§Ø¬ÙŽØ©Ù Ù…ÙلْتَØÙÙًا بÙهَا ÙƒÙلَّمَا وَضَعَهَا عَلَى Ù…ÙŽÙ†Ù’ÙƒÙØ¨Ùه٠رَجَعَ طَرَÙَاهَا Ø¥Ùلَيْه٠مÙنْ ØµÙØºÙŽØ±Ùهَا ÙˆÙŽØ±ÙØ¯ÙŽØ§Ø¤Ùه٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ جَنْبÙه٠عَلَى Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ´Ù’جَب٠Ùَصَلَّى بÙنَا ÙÙŽÙ‚ÙÙ„Ù’ØªÙ Ø£ÙŽØ®Ù’Ø¨ÙØ±Ù’Ù†ÙÙŠ عَنْ ØÙŽØ¬Ù‘َة٠رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ Ùَقَالَ بÙيَدÙÙ‡Ù Ùَعَقَدَ ØªÙØ³Ù’عًا Ùَقَالَ Ø¥Ùنَّ رَسÙولَ اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ مَكَثَ ØªÙØ³Ù’عَ سÙÙ†Ùينَ لَمْ ÙŠÙŽØÙجَّ Ø«Ùمَّ أَذَّنَ ÙÙÙŠ النَّاس٠ÙÙÙŠ Ø§Ù„Ù’Ø¹ÙŽØ§Ø´ÙØ±ÙŽØ©Ù أَنَّ رَسÙولَ اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ØÙŽØ§Ø¬Ù‘ÙŒ ÙَقَدÙÙ…ÙŽ الْمَدÙينَةَ بَشَرٌ ÙƒÙŽØ«Ùيرٌ ÙƒÙلّÙÙ‡Ùمْ ÙŠÙŽÙ„Ù’ØªÙŽÙ…ÙØ³Ù أَنْ يَأْتَمَّ Ø¨ÙØ±ÙŽØ³Ùول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ وَيَعْمَلَ Ù…ÙØ«Ù’Ù„ÙŽ عَمَلÙÙ‡Ù Ùَخَرَجْنَا مَعَه٠ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ أَتَيْنَا ذَا الْØÙلَيْÙَة٠Ùَوَلَدَتْ أَسْمَاء٠بÙنْت٠عÙÙ…ÙŽÙŠÙ’Ø³Ù Ù…ÙØÙŽÙ…Ù‘ÙŽØ¯ÙŽ بْنَ أَبÙÙŠ بَكْر٠Ùَأَرْسَلَتْ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ كَيْÙÙŽ أَصْنَع٠قَالَ اغْتَسÙÙ„ÙÙŠ وَاسْتَثْÙÙØ±ÙÙŠ Ø¨ÙØ«ÙŽÙˆÙ’ب٠وَأَØÙ’رÙÙ…ÙÙŠ Ùَصَلَّى رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ÙÙÙŠ Ø§Ù„Ù’Ù…ÙŽØ³Ù’Ø¬ÙØ¯Ù Ø«Ùمَّ Ø±ÙŽÙƒÙØ¨ÙŽ Ø§Ù„Ù’Ù‚ÙŽØµÙ’ÙˆÙŽØ§Ø¡ÙŽ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ اسْتَوَتْ بÙه٠نَاقَتÙه٠عَلَى الْبَيْدَاء٠نَظَرْت٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ مَدّ٠بَصَرÙÙŠ بَيْنَ يَدَيْه٠مÙنْ Ø±ÙŽØ§ÙƒÙØ¨Ù وَمَاش٠وَعَنْ ÙŠÙŽÙ…ÙينÙÙ‡Ù Ù…ÙØ«Ù’Ù„ÙŽ ذَلÙÙƒÙŽ وَعَنْ يَسَارÙÙ‡Ù Ù…ÙØ«Ù’Ù„ÙŽ ذَلÙÙƒÙŽ ÙˆÙŽÙ…Ùنْ خَلْÙÙÙ‡Ù Ù…ÙØ«Ù’Ù„ÙŽ ذَلÙÙƒÙŽ وَرَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ بَيْنَ Ø£ÙŽØ¸Ù’Ù‡ÙØ±Ùنَا وَعَلَيْه٠يَنْزÙÙ„Ù Ø§Ù„Ù’Ù‚ÙØ±Ù’آن٠وَهÙÙˆÙŽ يَعْرÙÙ٠تَأْوÙيلَه٠وَمَا عَمÙÙ„ÙŽ بÙÙ‡Ù Ù…Ùنْ شَيْء٠عَمÙلْنَا بÙÙ‡Ù Ùَأَهَلَّ Ø¨ÙØ§Ù„تَّوْØÙيد٠لَبَّيْكَ اللَّهÙمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ لَا شَرÙيكَ Ù„ÙŽÙƒÙŽ لَبَّيْكَ Ø¥Ùنَّ الْØÙŽÙ…ْدَ ÙˆÙŽØ§Ù„Ù†Ù‘ÙØ¹Ù’مَةَ Ù„ÙŽÙƒÙŽ وَالْمÙلْكَ لَا شَرÙيكَ Ù„ÙŽÙƒÙŽ وَأَهَلَّ النَّاس٠بÙهَذَا الَّذÙÙŠ ÙŠÙÙ‡ÙلّÙونَ بÙÙ‡Ù Ùَلَمْ ÙŠÙŽØ±ÙØ¯Ù‘ÙŽ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ عَلَيْهÙمْ شَيْئًا Ù…Ùنْه٠وَلَزÙÙ…ÙŽ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ تَلْبÙيَتَه٠قَالَ Ø¬ÙŽØ§Ø¨ÙØ±ÙŒ رَضÙÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْه٠لَسْنَا نَنْوÙÙŠ Ø¥Ùلَّا الْØÙŽØ¬Ù‘ÙŽ لَسْنَا نَعْرÙÙ٠الْعÙمْرَةَ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ أَتَيْنَا الْبَيْتَ مَعَه٠اسْتَلَمَ الرّÙكْنَ Ùَرَمَلَ ثَلَاثًا ÙˆÙŽÙ…ÙŽØ´ÙŽÙ‰ أَرْبَعًا Ø«Ùمَّ Ù†ÙŽÙَذَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ Ù…ÙŽÙ‚ÙŽØ§Ù…Ù Ø¥ÙØ¨Ù’رَاهÙيمَ عَلَيْه٠السَّلَام Ùَقَرَأَ ÙˆÙŽØ§ØªÙ‘ÙŽØ®ÙØ°Ùوا Ù…Ùنْ Ù…ÙŽÙ‚ÙŽØ§Ù…Ù Ø¥ÙØ¨Ù’رَاهÙيمَ Ù…ÙØµÙŽÙ„ًّى Ùَجَعَلَ الْمَقَامَ بَيْنَه٠وَبَيْنَ الْبَيْت٠Ùَكَانَ أَبÙÙŠ ÙŠÙŽÙ‚Ùول٠وَلَا أَعْلَمÙه٠ذَكَرَه٠إÙلَّا عَنْ النَّبÙيّ٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأ٠ÙÙÙŠ الرَّكْعَتَيْن٠قÙلْ Ù‡ÙÙˆÙŽ اللَّه٠أَØÙŽØ¯ÙŒ ÙˆÙŽÙ‚Ùلْ يَا أَيّÙهَا الْكَاÙÙØ±Ùونَ Ø«Ùمَّ رَجَعَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ الرّÙكْن٠Ùَاسْتَلَمَه٠ثÙمَّ خَرَجَ Ù…Ùنْ الْبَاب٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ الصَّÙَا Ùَلَمَّا دَنَا Ù…Ùنْ الصَّÙَا قَرَأَ Ø¥Ùنَّ الصَّÙَا والْمَرْوَةَ Ù…Ùنْ Ø´ÙŽØ¹ÙŽØ§Ø¦ÙØ±Ù اللَّه٠أَبْدَأ٠بÙمَا بَدَأَ اللَّه٠بÙÙ‡Ù Ùَبَدَأَ Ø¨ÙØ§Ù„صَّÙَا ÙَرَقÙÙŠÙŽ عَلَيْه٠ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ رَأَى الْبَيْتَ Ùَاسْتَقْبَلَ Ø§Ù„Ù’Ù‚ÙØ¨Ù’لَةَ ÙÙŽÙˆÙŽØÙ‘َدَ اللَّهَ وَكَبَّرَه٠وَقَالَ لَا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‡ÙŽ Ø¥Ùلَّا اللَّه٠وَØÙ’دَه٠لَا شَرÙيكَ لَه٠لَه٠الْمÙلْك٠وَلَه٠الْØÙŽÙ…ْد٠وَهÙÙˆÙŽ عَلَى ÙƒÙلّ٠شَيْء٠قَدÙيرٌ لَا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‡ÙŽ Ø¥Ùلَّا اللَّه٠وَØÙ’دَه٠أَنْجَزَ وَعْدَه٠وَنَصَرَ عَبْدَه٠وَهَزَمَ الْأَØÙ’زَابَ ÙˆÙŽØÙ’دَه٠ثÙمَّ دَعَا بَيْنَ ذَلÙÙƒÙŽ قَالَ Ù…ÙØ«Ù’Ù„ÙŽ هَذَا ثَلَاثَ مَرَّات٠ثÙمَّ نَزَلَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ الْمَرْوَة٠ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ انْصَبَّتْ قَدَمَاه٠ÙÙÙŠ بَطْن٠الْوَادÙÙŠ سَعَى ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ ØµÙŽØ¹ÙØ¯ÙŽØªÙŽØ§ Ù…ÙŽØ´ÙŽÙ‰ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ أَتَى الْمَرْوَةَ ÙÙŽÙَعَلَ عَلَى الْمَرْوَة٠كَمَا Ùَعَلَ عَلَى الصَّÙَا ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ كَانَ Ø¢Ø®ÙØ±Ù طَوَاÙÙه٠عَلَى الْمَرْوَة٠Ùَقَالَ لَوْ أَنّÙÙŠ اسْتَقْبَلْت٠مÙنْ أَمْرÙÙŠ مَا اسْتَدْبَرْت٠لَمْ أَسÙقْ الْهَدْيَ وَجَعَلْتÙهَا عÙمْرَةً Ùَمَنْ كَانَ Ù…ÙنْكÙمْ لَيْسَ مَعَه٠هَدْيٌ ÙَلْيَØÙلَّ وَلْيَجْعَلْهَا عÙمْرَةً Ùَقَامَ Ø³ÙØ±ÙŽØ§Ù‚َة٠بْن٠مَالÙÙƒÙ Ø¨Ù’Ù†Ù Ø¬ÙØ¹Ù’Ø´ÙÙ…Ù Ùَقَالَ يَا رَسÙولَ Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù Ø£ÙŽÙ„ÙØ¹ÙŽØ§Ù…Ùنَا هَذَا أَمْ Ù„ÙØ£ÙŽØ¨ÙŽØ¯Ù Ùَشَبَّكَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ Ø£ÙŽØµÙŽØ§Ø¨ÙØ¹ÙŽÙ‡Ù وَاØÙدَةً ÙÙÙŠ Ø§Ù„Ù’Ø£ÙØ®Ù’رَى وَقَالَ دَخَلَتْ الْعÙمْرَة٠ÙÙÙŠ الْØÙŽØ¬Ù‘٠مَرَّتَيْن٠لَا بَلْ Ù„ÙØ£ÙŽØ¨ÙŽØ¯Ù أَبَد٠وَقَدÙÙ…ÙŽ عَلÙيٌّ Ù…Ùنْ Ø§Ù„Ù’ÙŠÙŽÙ…ÙŽÙ†Ù Ø¨ÙØ¨Ùدْن٠النَّبÙيّ٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ Ùَوَجَدَ ÙَاطÙمَةَ رَضÙÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْهَا Ù…Ùمَّنْ ØÙŽÙ„Ù‘ÙŽ ÙˆÙŽÙ„ÙŽØ¨ÙØ³ÙŽØªÙ’ Ø«Ùيَابًا صَبÙيغًا وَاكْتَØÙŽÙ„َتْ Ùَأَنْكَرَ ذَلÙÙƒÙŽ عَلَيْهَا Ùَقَالَتْ Ø¥Ùنَّ أَبÙÙŠ أَمَرَنÙÙŠ بÙهَذَا قَالَ Ùَكَانَ عَلÙيٌّ ÙŠÙŽÙ‚ÙÙˆÙ„Ù Ø¨ÙØ§Ù„Ù’Ø¹ÙØ±ÙŽØ§Ù‚Ù Ùَذَهَبْت٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ Ù…ÙØÙŽØ±Ù‘ÙØ´Ù‹Ø§ عَلَى ÙَاطÙمَةَ Ù„ÙلَّذÙÙŠ صَنَعَتْ Ù…ÙØ³Ù’تَÙْتÙيًا Ù„ÙØ±ÙŽØ³Ùول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ÙÙيمَا ذَكَرَتْ عَنْه٠ÙَأَخْبَرْتÙه٠أَنّÙÙŠ أَنْكَرْت٠ذَلÙÙƒÙŽ عَلَيْهَا Ùَقَالَ صَدَقَتْ صَدَقَتْ مَاذَا Ù‚Ùلْتَ ØÙينَ Ùَرَضْتَ الْØÙŽØ¬Ù‘ÙŽ قَالَ Ù‚Ùلْت٠اللَّهÙمَّ Ø¥ÙنّÙÙŠ Ø£ÙÙ‡Ùلّ٠بÙمَا أَهَلَّ بÙه٠رَسÙولÙÙƒÙŽ قَالَ ÙÙŽØ¥Ùنَّ مَعÙÙŠÙŽ الْهَدْيَ Ùَلَا تَØÙلّ٠قَالَ Ùَكَانَ جَمَاعَة٠الْهَدْي٠الَّذÙÙŠ قَدÙÙ…ÙŽ بÙه٠عَلÙيٌّ Ù…Ùنْ الْيَمَن٠وَالَّذÙÙŠ أَتَى بÙه٠النَّبÙيّ٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ Ù…ÙØ§Ø¦ÙŽØ©Ù‹ قَالَ ÙÙŽØÙŽÙ„Ù‘ÙŽ النَّاس٠كÙلّÙÙ‡Ùمْ وَقَصَّرÙوا Ø¥Ùلَّا النَّبÙيَّ صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ وَمَنْ كَانَ مَعَه٠هَدْيٌ Ùَلَمَّا كَانَ يَوْم٠التَّرْوÙيَة٠تَوَجَّهÙوا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ Ù…Ùنًى ÙَأَهَلّÙوا Ø¨ÙØ§Ù„Ù’ØÙŽØ¬Ù‘Ù ÙˆÙŽØ±ÙŽÙƒÙØ¨ÙŽ Ø±ÙŽØ³Ùول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ Ùَصَلَّى بÙهَا الظّÙهْرَ وَالْعَصْرَ ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’Ù…ÙŽØºÙ’Ø±ÙØ¨ÙŽ ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’Ø¹ÙØ´ÙŽØ§Ø¡ÙŽ ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’Ùَجْرَ Ø«Ùمَّ مَكَثَ Ù‚ÙŽÙ„Ùيلًا ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ طَلَعَتْ الشَّمْس٠وَأَمَرَ بÙÙ‚ÙØ¨Ù‘َة٠مÙنْ Ø´ÙŽØ¹ÙŽØ±Ù ØªÙØ¶Ù’رَب٠لَه٠بÙÙ†ÙŽÙ…ÙØ±ÙŽØ©ÙŽ Ùَسَارَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ وَلَا تَشÙÙƒÙ‘Ù Ù‚ÙØ±ÙŽÙŠÙ’Ø´ÙŒ Ø¥Ùلَّا أَنَّه٠وَاقÙÙÙŒ عÙنْدَ الْمَشْعَر٠الْØÙŽØ±ÙŽØ§Ù…٠كَمَا كَانَتْ Ù‚ÙØ±ÙŽÙŠÙ’Ø´ÙŒ تَصْنَع٠ÙÙÙŠ الْجَاهÙÙ„Ùيَّة٠Ùَأَجَازَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ أَتَى عَرَÙَةَ Ùَوَجَدَ Ø§Ù„Ù’Ù‚ÙØ¨Ù‘َةَ قَدْ Ø¶ÙØ±Ùبَتْ لَه٠بÙÙ†ÙŽÙ…ÙØ±ÙŽØ©ÙŽ Ùَنَزَلَ بÙهَا ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ زَاغَتْ الشَّمْس٠أَمَرَ Ø¨ÙØ§Ù„ْقَصْوَاء٠ÙÙŽØ±ÙØÙلَتْ Ù„ÙŽÙ‡Ù Ùَأَتَى بَطْنَ الْوَادÙÙŠ Ùَخَطَبَ النَّاسَ وَقَالَ Ø¥Ùنَّ دÙمَاءَكÙمْ وَأَمْوَالَكÙمْ ØÙŽØ±ÙŽØ§Ù…ÙŒ عَلَيْكÙمْ ÙƒÙŽØÙرْمَة٠يَوْمÙÙƒÙمْ هَذَا ÙÙÙŠ شَهْرÙÙƒÙمْ هَذَا ÙÙÙŠ بَلَدÙÙƒÙمْ هَذَا أَلَا ÙƒÙلّ٠شَيْء٠مÙنْ أَمْر٠الْجَاهÙÙ„Ùيَّة٠تَØÙ’تَ قَدَمَيَّ مَوْضÙوعٌ وَدÙمَاء٠الْجَاهÙÙ„Ùيَّة٠مَوْضÙوعَةٌ ÙˆÙŽØ¥Ùنَّ أَوَّلَ دَم٠أَضَع٠مÙنْ دÙمَائÙنَا دَم٠ابْن٠رَبÙيعَةَ بْن٠الْØÙŽØ§Ø±Ùث٠كَانَ Ù…ÙØ³Ù’ØªÙŽØ±Ù’Ø¶ÙØ¹Ù‹Ø§ ÙÙÙŠ بَنÙÙŠ سَعْد٠ÙÙŽÙ‚ÙŽØªÙŽÙ„ÙŽØªÙ’Ù‡Ù Ù‡ÙØ°ÙŽÙŠÙ’Ù„ÙŒ ÙˆÙŽØ±ÙØ¨ÙŽØ§ الْجَاهÙÙ„Ùيَّة٠مَوْضÙوعٌ ÙˆÙŽØ£ÙŽÙˆÙ‘ÙŽÙ„Ù Ø±ÙØ¨Ù‹Ø§ Ø£ÙŽØ¶ÙŽØ¹Ù Ø±ÙØ¨ÙŽØ§Ù†ÙŽØ§ Ø±ÙØ¨ÙŽØ§ Ø¹ÙŽØ¨Ù‘ÙŽØ§Ø³Ù Ø¨Ù’Ù†Ù Ø¹ÙŽØ¨Ù’Ø¯Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ·Ù‘ÙŽÙ„ÙØ¨Ù ÙÙŽØ¥Ùنَّه٠مَوْضÙوعٌ ÙƒÙلّÙÙ‡Ù ÙَاتَّقÙوا اللَّهَ ÙÙÙŠ Ø§Ù„Ù†Ù‘ÙØ³ÙŽØ§Ø¡Ù ÙÙŽØ¥ÙنَّكÙمْ أَخَذْتÙÙ…ÙوهÙنَّ Ø¨ÙØ£ÙŽÙ…َان٠اللَّه٠وَاسْتَØÙ’لَلْتÙمْ ÙÙØ±ÙوجَهÙنَّ بÙÙƒÙŽÙ„Ùمَة٠اللَّه٠وَلَكÙمْ عَلَيْهÙنَّ أَنْ لَا ÙŠÙÙˆØ·ÙØ¦Ù’Ù†ÙŽ ÙÙØ±ÙØ´ÙŽÙƒÙمْ Ø£ÙŽØÙŽØ¯Ù‹Ø§ تَكْرَهÙونَه٠ÙÙŽØ¥Ùنْ Ùَعَلْنَ ذَلÙÙƒÙŽ ÙÙŽØ§Ø¶Ù’Ø±ÙØ¨ÙوهÙنَّ ضَرْبًا غَيْرَ Ù…ÙØ¨ÙŽØ±Ù‘ÙØÙ ÙˆÙŽÙ„ÙŽÙ‡Ùنَّ عَلَيْكÙمْ Ø±ÙØ²Ù’Ù‚ÙÙ‡Ùنَّ ÙˆÙŽÙƒÙØ³Ù’وَتÙÙ‡Ùنَّ Ø¨ÙØ§Ù„ْمَعْرÙÙˆÙ٠وَقَدْ تَرَكْت٠ÙÙيكÙمْ مَا لَنْ تَضÙلّÙوا بَعْدَه٠إÙنْ اعْتَصَمْتÙمْ بÙÙ‡Ù ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù اللَّه٠وَأَنْتÙمْ ØªÙØ³Ù’Ø£ÙŽÙ„Ùونَ عَنّÙÙŠ Ùَمَا أَنْتÙمْ قَائÙÙ„Ùونَ قَالÙوا نَشْهَد٠أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ وَأَدَّيْتَ وَنَصَØÙ’تَ Ùَقَالَ Ø¨ÙØ¥ÙصْبَعÙه٠السَّبَّابَة٠يَرْÙَعÙهَا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ Ø§Ù„Ø³Ù‘ÙŽÙ…ÙŽØ§Ø¡Ù ÙˆÙŽÙŠÙŽÙ†Ù’ÙƒÙØªÙهَا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ النَّاس٠اللَّهÙمَّ اشْهَدْ اللَّهÙمَّ اشْهَدْ ثَلَاثَ مَرَّات٠ثÙمَّ أَذَّنَ Ø«Ùمَّ أَقَامَ Ùَصَلَّى الظّÙهْرَ Ø«Ùمَّ أَقَامَ Ùَصَلَّى الْعَصْرَ وَلَمْ ÙŠÙØµÙŽÙ„ّ٠بَيْنَهÙمَا شَيْئًا Ø«Ùمَّ Ø±ÙŽÙƒÙØ¨ÙŽ Ø±ÙŽØ³Ùول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ أَتَى الْمَوْقÙÙÙŽ Ùَجَعَلَ بَطْنَ نَاقَتÙه٠الْقَصْوَاء٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ الصَّخَرَات٠وَجَعَلَ ØÙŽØ¨Ù’Ù„ÙŽ Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ´ÙŽØ§Ø©Ù بَيْنَ يَدَيْه٠وَاسْتَقْبَلَ Ø§Ù„Ù’Ù‚ÙØ¨Ù’لَةَ Ùَلَمْ يَزَلْ وَاقÙÙًا ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ غَرَبَتْ الشَّمْس٠وَذَهَبَتْ الصّÙÙْرَة٠قَلÙيلًا ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ غَابَ Ø§Ù„Ù’Ù‚ÙØ±Ù’ص٠وَأَرْدَÙÙŽ Ø£ÙØ³ÙŽØ§Ù…َةَ خَلْÙَه٠وَدَÙَعَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ وَقَدْ Ø´ÙŽÙ†ÙŽÙ‚ÙŽ Ù„Ùلْقَصْوَاء٠الزّÙمَامَ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ Ø¥Ùنَّ رَأْسَهَا Ù„ÙŽÙŠÙØµÙيب٠مَوْرÙÙƒÙŽ رَØÙ’Ù„ÙÙ‡Ù ÙˆÙŽÙŠÙŽÙ‚Ùول٠بÙيَدÙه٠الْيÙمْنَى أَيّÙهَا النَّاس٠السَّكÙينَةَ السَّكÙينَةَ ÙƒÙلَّمَا أَتَى ØÙŽØ¨Ù’لًا Ù…Ùنْ الْØÙبَال٠أَرْخَى لَهَا Ù‚ÙŽÙ„Ùيلًا ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ تَصْعَدَ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ أَتَى Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ²Ù’دَلÙÙَةَ Ùَصَلَّى بÙهَا Ø§Ù„Ù’Ù…ÙŽØºÙ’Ø±ÙØ¨ÙŽ ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’Ø¹ÙØ´ÙŽØ§Ø¡ÙŽ Ø¨ÙØ£ÙŽØ°ÙŽØ§Ù†Ù وَاØÙد٠وَإÙقَامَتَيْن٠وَلَمْ ÙŠÙØ³ÙŽØ¨Ù‘ÙØÙ’ بَيْنَهÙمَا شَيْئًا Ø«Ùمَّ اضْطَجَعَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ طَلَعَ الْÙَجْر٠وَصَلَّى الْÙَجْرَ ØÙينَ تَبَيَّنَ Ù„ÙŽÙ‡Ù Ø§Ù„ØµÙ‘ÙØ¨Ù’ØÙ Ø¨ÙØ£ÙŽØ°ÙŽØ§Ù†Ù ÙˆÙŽØ¥Ùقَامَة٠ثÙمَّ Ø±ÙŽÙƒÙØ¨ÙŽ Ø§Ù„Ù’Ù‚ÙŽØµÙ’ÙˆÙŽØ§Ø¡ÙŽ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ أَتَى الْمَشْعَرَ الْØÙŽØ±ÙŽØ§Ù…ÙŽ Ùَاسْتَقْبَلَ Ø§Ù„Ù’Ù‚ÙØ¨Ù’لَةَ Ùَدَعَاه٠وَكَبَّرَه٠وَهَلَّلَه٠وَوَØÙ‘َدَه٠Ùَلَمْ يَزَلْ وَاقÙÙًا ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ أَسْÙَرَ Ø¬ÙØ¯Ù‘ًا ÙَدَÙَعَ قَبْلَ أَنْ ØªÙŽØ·Ù’Ù„ÙØ¹ÙŽ Ø§Ù„Ø´Ù‘ÙŽÙ…Ù’Ø³Ù ÙˆÙŽØ£ÙŽØ±Ù’Ø¯ÙŽÙÙŽ الْÙَضْلَ بْنَ عَبَّاس٠وَكَانَ رَجÙلًا ØÙŽØ³ÙŽÙ†ÙŽ Ø§Ù„Ø´Ù‘ÙŽØ¹Ù’Ø±Ù Ø£ÙŽØ¨Ù’ÙŠÙŽØ¶ÙŽ وَسÙيمًا Ùَلَمَّا دَÙَعَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ مَرَّتْ بÙÙ‡Ù Ø¸ÙØ¹ÙÙ†ÙŒ يَجْرÙينَ ÙÙŽØ·ÙŽÙÙÙ‚ÙŽ الْÙÙŽØ¶Ù’Ù„Ù ÙŠÙŽÙ†Ù’Ø¸ÙØ±Ù Ø¥ÙلَيْهÙنَّ Ùَوَضَعَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ يَدَه٠عَلَى وَجْه٠الْÙَضْل٠ÙÙŽØÙŽÙˆÙ‘ÙŽÙ„ÙŽ الْÙَضْل٠وَجْهَه٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ الشّÙÙ‚Ù‘Ù Ø§Ù„Ù’Ø¢Ø®ÙŽØ±Ù ÙŠÙŽÙ†Ù’Ø¸ÙØ±Ù ÙÙŽØÙŽÙˆÙ‘ÙŽÙ„ÙŽ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ يَدَه٠مÙنْ الشّÙقّ٠الْآخَر٠عَلَى وَجْه٠الْÙَضْل٠يَصْرÙÙ٠وَجْهَه٠مÙنْ الشّÙÙ‚Ù‘Ù Ø§Ù„Ù’Ø¢Ø®ÙŽØ±Ù ÙŠÙŽÙ†Ù’Ø¸ÙØ±Ù ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ أَتَى بَطْنَ Ù…ÙØÙŽØ³Ù‘ÙØ±Ù ÙÙŽØÙŽØ±Ù‘ÙŽÙƒÙŽ Ù‚ÙŽÙ„Ùيلًا Ø«Ùمَّ سَلَكَ الطَّرÙيقَ Ø§Ù„Ù’ÙˆÙØ³Ù’Ø·ÙŽÙ‰ الَّتÙÙŠ ØªÙŽØ®Ù’Ø±ÙØ¬Ù عَلَى Ø§Ù„Ù’Ø¬ÙŽÙ…Ù’Ø±ÙŽØ©Ù Ø§Ù„Ù’ÙƒÙØ¨Ù’رَى ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ أَتَى الْجَمْرَةَ الَّتÙÙŠ عÙنْدَ الشَّجَرَة٠Ùَرَمَاهَا Ø¨ÙØ³ÙŽØ¨Ù’ع٠ØÙŽØµÙŽÙŠÙŽØ§ØªÙ ÙŠÙÙƒÙŽØ¨Ù‘ÙØ±Ù مَعَ ÙƒÙلّ٠ØÙŽØµÙŽØ§Ø©Ù Ù…Ùنْهَا Ù…ÙØ«Ù’Ù„Ù ØÙŽØµÙŽÙ‰ الْخَذْÙ٠رَمَى Ù…Ùنْ بَطْن٠الْوَادÙÙŠ Ø«Ùمَّ انْصَرَÙÙŽ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ الْمَنْØÙŽØ±Ù ÙÙŽÙ†ÙŽØÙŽØ±ÙŽ Ø«ÙŽÙ„ÙŽØ§Ø«Ù‹Ø§ ÙˆÙŽØ³ÙØªÙ‘Ùينَ بÙيَدÙÙ‡Ù Ø«Ùمَّ أَعْطَى عَلÙيًّا ÙÙŽÙ†ÙŽØÙŽØ±ÙŽ Ù…ÙŽØ§ غَبَرَ وَأَشْرَكَه٠ÙÙÙŠ هَدْيÙÙ‡Ù Ø«Ùمَّ أَمَرَ Ù…Ùنْ ÙƒÙÙ„Ù‘Ù Ø¨ÙŽØ¯ÙŽÙ†ÙŽØ©Ù Ø¨ÙØ¨ÙŽØ¶Ù’عَة٠ÙÙŽØ¬ÙØ¹Ùلَتْ ÙÙÙŠ Ù‚ÙØ¯Ù’ر٠ÙÙŽØ·ÙØ¨Ùخَتْ Ùَأَكَلَا Ù…Ùنْ Ù„ÙŽØÙ’Ù…Ùهَا ÙˆÙŽØ´ÙŽØ±ÙØ¨ÙŽØ§ Ù…Ùنْ مَرَقÙهَا Ø«Ùمَّ Ø±ÙŽÙƒÙØ¨ÙŽ Ø±ÙŽØ³Ùول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ÙÙŽØ£ÙŽÙَاضَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ الْبَيْت٠Ùَصَلَّى بÙمَكَّةَ الظّÙهْرَ Ùَأَتَى بَنÙÙŠ Ø¹ÙŽØ¨Ù’Ø¯Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ·Ù‘ÙŽÙ„ÙØ¨Ù يَسْقÙونَ عَلَى زَمْزَمَ Ùَقَالَ Ø§Ù†Ù’Ø²ÙØ¹Ùوا بَنÙÙŠ Ø¹ÙŽØ¨Ù’Ø¯Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ·Ù‘ÙŽÙ„ÙØ¨Ù Ùَلَوْلَا أَنْ ÙŠÙŽØºÙ’Ù„ÙØ¨ÙŽÙƒÙمْ النَّاس٠عَلَى سÙقَايَتÙÙƒÙمْ لَنَزَعْت٠مَعَكÙمْ ÙَنَاوَلÙوه٠دَلْوًا ÙÙŽØ´ÙŽØ±ÙØ¨ÙŽ Ù…ÙنْهÙ
Dari Ja’far bin Muhammad r.a, dari bapaknya, katanya: “ Kami datang ke rumah Jabir bin ‘Abdillah r.a, lalu dia menanyai kami masing-masing. Sampai giliranku kusebutkan namaku Muhammad bin Ali bin Husein. Lalu dibukanya kancing bajuku yang atas dan yang bawah. Kemudian diletakkannya telapak tangannya antara kedua susuku. Ketika itu aku masih muda belia. Lalu dia berkata,†Selamat datang wahai anak saudaraku! Tanyakanlah apa yang hendak engkau tanyakan. Lalu aku bertanya kepadanya. Dia telah buta. Ketika waktu shalat tiba, dia berdiri di atas sehelai sajadah yang selalu dibawanya. Tiap kali sajadah itu diletakkan ke bahunya, pinggirnya selalu lekat padanya karena kecilnya sajadah itu. Aku bertanya kepadanya:“Terangkanlah kepadaku bagaimana caranya Rasulullah SAW melakukan ibadah haji. “ Lalu dia bicara dengan isyarat tangannya sambil memegang sembilan buah anak jarinya. Katanya, “Sembilan tahun lamanya beliau menetap di Madinah, namun beliau belum haji. Kemudian beliau memberitahukan bahwa tahun kesepuluh beliau akan ibadah haji. Karena itu berbondong-bondonglah orang datang ke Madinah, hendak ikut bersama-sama Rasulullah SAW untuk beramal seperti amalan beliau. Lalu kami berangkat bersama-sama dengan beliau. Ketika sampai di Zulhulaifah, Asma’ binti ‘Umais melahirkan putranya, Muhammad bin Abu Bakar. Dia menyuruh tanyakan kepada Rasulullah SAW apa yang harus dilakukannya (karena melahirkan itu). Sabda Rasulullah SAW. “Mandi dan pakai kain pembalutmu. Kemudian pakai pakaian ihrammu kembali.†Rasulullah SAW shalat dua rakaat di masjid Zulhulaifah, kemudian beliau menaiki untanya yang bernama Qashwa. Setelah sampai di Baida’, kulihat sekelilingku, alangkah banyaknya orang yang mengiringi beliau, yang berkendaraan dan yang berjalan kaki, di kanan kiri dan belakang beliau. Keika itu turun Al-Qur’an (wahyu), di mana Rasulullah SAW mengerti maksudnya, yaitu sebagai petunjuk amal yang harus kami amalkan. Lalu beliau berteriak bacaan talbiyah: “Labbaika Allahumma labbaika, labbaika la syarika laka labbaika; innal hamda wan ni’mata, laka wal mulka la syarika laka labbaikaâ€. Maka talbiyah pula orang banyak seperti talbiyah Nabi SAW itu. Rasulullah SAW tidak melarang mereka membacanya, bahkan senantiasa membacanya terus-menerus. Niat kami hanya untuk mengerjakan haji dan kami belum mengenal ‘umrah. Setelah sampai di Bait Allah, beliau cium salah satu sudutnya (hajar aswad), kemudian beliau thawaf, lari-lari kecil tiga kali dan berjalan biasa empat kali. Kemudian beliau menuju ke Maqam Ibrahim a.s, lalu beliau baca ayat: “Jadikanlah Maqam Ibrahim sebagai tempat shalat….â€(Al-Baqarah:125). Lalu ditempatkannya maqam itu di antaranya dengan Bait. Sementara itu ayahku berkata bahwa Nabi SAW membaca dalam shalatnya “Qul huwallahu ahad…†(Al-Ikhlas:1-4) dan “Qul ya ayyuhal kafirun…â€(Al-Kafirun:1-6). Kemudian beliau kembali ke sudut Bait (hajar aswad) lalu menciumnya pula. Kemudian melalui pintu beliau pergi ke Shafa. Setelah dekat ke bukit Shafa beliau membaca ayat:†Sesungguhnya sa’i antara Shafa dan Marwah termasuk lambang-lambang kebesaran agama Allah ….â€(Al-Baqarah:158). Kemudian mulailah dia melaksanakan perintah Allah. Maka dinaikinya bukit Shafa. Setelah kelihatan Baitullah, lalu dia menghadap ke kiblat seraya mentauhidkan Allah dan mengagungkan-Nya. Ujarnya : “ La ilaha illallahu wahdahu la syarikalahu, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir. La ilaha illalluhu wahdahu, anjaza wa’dahu wa nashara ‘abdahu wa hazamal ahzaba wahdahu. Kemudian beliau mendoa. Ucapan tahlil itu diulangnya sampai tiga kali. Kemudian beliau turun ke Marwah. Ketika sampai di lembah, beliau berlari-lari kecil. Dan sesudah itu beliau menuju bukit Marwah, sambil berjalan kembali. Setelah sampai di puncak bukit Marwah, beliau perbuat apa yang diperbuatnya di bukit Shafa. Tatkala beliau mengakhiri sa’inya di bukit Marwah, beliau berujar:â€Kalau aku belum lakukan apa yang telah kuperbuat, niscaya aku tidak membawa hadyu, dan menjadikannya ‘umrah. “lalu bertanya Suraqah bin Malik bin Ju’syum, katanya “Ya Rasulullah ! Apakah untuk tahun ini saja ataukah untuk selama-lamanya? “Rasulullah SAW memperpancakan jari-jari tangannya yang satu ke jari-jari tangannya yang lain seraya berkata: Memasukkan ‘umrah ke dalam haji? (2x) Tidak! Bahkan untuk selama-lamanyaâ€. Sementara itu ‘Ali datang dari Yaman membawa hewan kurban Nabi SAW. Didapatinya Fathimah termasuk orang yang tahallul, dia mengenakan pakaian bercelup dan bercelak mata. Ali melarangnya berbuat demikian. Jawab Fatimah, “Ayahku sendiri yang menyuruhku berbuat begini.†Kata Ali, “Aku pergi menemui Rasulullah SAW minta fatwa beliau terhadap Fathimah itu. Kujelaskan kepada beliau bahwa aku mencegahnya berbuat demikian.â€Sabda beliau, “Fathimah benar! Fathimah benar ! Kemudian tanya beliau “ Apa yang engkau baca ketika hendak melakukan haji?†jawab Ali, aku membaca “Wahai Allah! Aku niat menunaikan ibadah haji seperti yang dicontohkan Rasul Engkau.†Tanya Ali,â€Tetapi aku membawa hewan kurban, bagaimana itu? Jawab beliau, “Engkau jangan tahallul†. Kata Ja’far, “ Jumlah hadyu yang dibawa ‘Ali dari Yaman dan yang dibawa Nabi SAW ada seratus ekor. Para jamaah telah tahallul dan bercukur semuanya, kecuali Nabi SAW, dan orang-orang yang membawa hadyu beserta beliau. Ketika hari Tarwiyah (8 Dzulhijah) tiba, mereka berangkat menuju Mina untuk melakukan ibadah haji. Rasulullah SAW menunggang kendaraannya. Di sana beliau shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, ‘Isya dan Subuh. Kemudian beliau menanti sebentar hingga terbit matahari, sementara itu beliau menyuruh orang lebih dahulu ke Namirah untuk mendirikan kemah di sana. Sedangkan orang Quraisy mengira bahwa beliau tentu akan berhenti di Masy’aril Haram (sebuah bukit di Muzdalifah) sebagaimana biasanya orang-orang jahiliyah. Tapi ternyata beliau terus saja menuju ‘Arafah. Sampai ke Namirah didapatinya tenda-tenda telah didirikan orang. Lalu beliau berhenti untuk istirahat di situ. Ketika matahari telah condong, beliau menaiki untanya meneruskan perjalanan. Sampai di tengah-tengah lembah beliau berkhuthbah. Sabdanya: “Sesungguhnya menumpahkan darah dan merampas harta sesamamu haram, sebagaimana haramnya berperang pada hari ini, pada bulan ini, dan negeri ini. Ketahuilah! Semua yang berbau jahiliyah telah dihapuskan di bawah undang-undangku, termasuk tebusan darah masa jahiliyah. Tebusan darah yang pertama-tama kuhapuskan ialah tebusan darah Ibnu Rabi’ah bin Harits, yang disusukan oleh bani Sa’ad, lalu ia dibunuh oleh Huzail. Begitu pula telah kuhapuskan riba jahiliyah yang mula-mula kuhapuskan ialah riba yang ditetapkan ‘Abbas bin Abdul Muththalib. Sesungguhnya riba itu kuhapuskan semuanya. Kemudian jagalah dirimu terhadap wanita. Kamu boleh mengambil mereka sebagai amanah Allah dan mereka halal bagimu dengan mematuhi peraturan-peraturan Allah. Setelah itu kamu punya hak atas mereka yaitu supaya mereka tidak memperbolehkan orang lain menduduki tikarmu. Jika mereka melanggar, pukullah mereka dengan cara yang tidak membahayakan. Sebaliknya mereka punya hak terhadapmu. Yaitu nafkah dan pakaian yang pantas. Kuwariskan kepadamu sekalian suatu undang-undang yang jika kamu pegang teguh, kamu tidak akan tersesat sepeninggalku, yaitu Kitabullah! Kamu semua akan ditanya mengenai diriku. Apakah akan jawabmu?†Jawab mereka,†Kami menjadi saksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah ini kepada kami, telah menunaikan tugasmu dan telah memberi nasihat kepada kami.†Lalu beliau bersabda sambil mengangkat telunjuknya ke langit dan menunjuk kepada orang banyak. “ Wahai Allah! Saksikanlah! (3x). Sesudah itu beliau adzan, kemudian qamat lalu shalat Zhuhur, kemudian qamat lagi. lalu shalat Ashar tanpa shalat sunat antara keduanya. Sesudah itu beliau meneruskan perjalanan menuju ke tempat wukuf. Sampai di sana dihentikannya unta Qashwa di tempat berbatu-batu dan orang-orang yang berjalan kaki berada di hadapannya. Beliau menghadap ke kiblat dan senantiasa wukuf sampai matahari terbenam dan mega merah hilang. Kemudian beliau teruskan pula perjalanan dengan membonceng Usamah di belakangnya, sedang beliau sendiri memegang kendali. Beliau tarik tali kekang unta Qashwa, sehingga kepalanya hampir menyentuh bantal pelana. Beliau bersabda dengan isyarat tangannya, “Hai orang banyak! Tenang! Tenang!†Tiap-tiap beliau sampai ke pinggang bukit dikendorkannya tali unta sedikit untuk memudahkannya mendaki. Sampai di Muzdalifah beliau shalat Maghrib dan ‘Isya dengan satu kali adzan dan dua qamat, tanpa shalat sunat antara keduanya. Kemudian beliau tidur hingga terbit fajar. Setelah tiba waktu Shubuh, beliau shalat Shubuh dengan satu adzan dan satu qamat. Kemudian beliau tunggangi pula Qashwa meneruskan perjalanan sampai ke Masy’aril Haram. Sampai di sana beliau menghadap ke kiblat, berdoa, takbir, tahlil dan membaca kalimah tauhid. Beliau mabit di sana hingga langit kekuningan dan berangkat sebelum matahari terbit sambit membonceng Fadhal Ibnu ‘Abbas. Fadhal seorang laki-laki berambut indah dan berwajah putih. Ketika beliau berangkat, berangkat pulalah orang-orang besertanya. Fadhal menengok kepada mereka, lalu mukanya ditutup Rasulullah dengan tangannya. Fadhal menoleh ke arah lain untuk melihat. Rasulullah SAW menutup pula mukanya dengan tangan yang lain, sehingga Fadhal mengarahkan pandangannya ke tempat lain. Sampai di tengah lembah Muhassir, dipercepatnya untanya melalui jalan tengah yang langsung menembus ke Jumratul Kubra. Sampai di Jumrah yang dekat dengan sebatang pohon, beliau melempar dengan tujuh buah batu kerikil sambil membaca takbir pada setiap lemparan. Kemudian beliau terus ke tempat penyembelihan kurban. Di sana beliau menyembelih enam puluh tiga hewan kurban dengan tangannya dan sisanya diserahkannya kepada ‘Ali untuk menyembelihnya, yaitu sebagai hewan kurban bersama-sama dengan anggota jamaah yang lain. Kemudian beliau suruh ambil dari setiap hewan kurban itu sepotong kecil, lalu menyuruhnya masak dan kemudian beliau makan dagingnya seta beliau minum kuahnya. Sesudah itu beliau naiki kendaraan menuju Baitullah untuk thawaf. Beliau shalat Zhuhur di Makkah. Sesudah itu beliau datangi Bani ‘Abdul Muththalib yang sedang menimba sumur Zamzam. Beliau bersabda kepada mereka. “Hai Bani ‘Abdul Muththalib! berilah kami minum! Kalaulah orang banyak tidak akan salah tanggap, tentu akan kutolong kamu menimba bersama-sama. Lalu mereka timbakan seember dan beliau minum daripadanya. Hr. Muslimâ€[5]
Rasul SAW sebelum hijrah sering melakukan ibadah haji. Namun setelah berhijrah, baru tahun ke 10, beliau menunaikannya, yang dikenal dengan haji wada[6]. Berdasar hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir tersebut, Rasulullah SAW dalam ibadah haji menempuh langkah sebagai berikut:
PROSESI IBADAH HAJI WADA’ RASULULULLAH SAW
BERDASAR HADITS RIWAYAT MUSLIM DARI JABIR |
|
Madinah,[7] | 1. Di Madinah Rasul menyeru umat untuk menunaikan haji
2. Dalam riwayat Anas diterangkan bahwa Rasul berangkat ba’da shalat Zhuhur 4 rakaat |
Dzu al-Khulaifah | 1. Asma melahirkan dan disuruh Rasul untuk mandi dan berpakaian Ihram
2. Rasul shalat Ashar (qashar) di Masjid Dzu al-Khulaifah kemudian bermalam. 3. Setelah shalat Shubuh pada hari Jum’at, Aisyah menaburkan wewangian pada Rasul SAW 4. Berpakaian ihram |
Jum’at pagi al-Baida | 1. Talbiyah
2. Melanjutkan perjalanan menuju Makah ditempuh dalam 8 hari |
Makkah
(Masjid al- Haram[8]) |
1. Setibanya di dekat Mekah Aisyah haidl, kemudian diperintah Rasul untuk mengubah niat umrah menjadi niat haji.
2. Masuk masjid dan istilam[9] Hajar Aswad 3. Lari kecil mengelilingi Ka’bah tiga kali 4. Jalan biasa mengelilinginya hingga ketujuh putaran 5. Menuju Maqam Ibrahim sambil membaca Qs.2:125 6. Shalat dua rakaat di belakang Maqam Ibrahim 7. Kembali istilam Hajar Aswad |
Shafa[10] | 1. Naik Shafa sambil membaca Qs.2:158 dan Abdau bima bada Allah Bih
2. Takbir, tahlil, tahmid dan berdu’a yang dilakukan tiga kali 3. Turun menuju Marwah 4. Tatkala melintasi lembah[11], Rasul lari kecil. |
Marwah | 1. Naiki Marwah dengan membaca Qs.2: 158
2. Takbir, tahmid, tahlil di Marwah |
Shaf- Marwah | Melakukan sa’i antara shafa dan marwah sampai tujuh kali. Mulai dari shafa dan berakhir di Marwah |
Sebagian shahabat, oleh Rasul diperintah untuk tahalul. Dengan demikian prosesi yang telah dilaksanakan itu menjadi ibadah umrah. Sedangkan Rasul sendiri tidak bertahalul pada saat itu dan tidak memotong rambut.[12] | |
5-6-7
Mekah |
1. Ali Bin Abi Thalib tiba membawa seratus ekor hewan. (tanggalnya tidak diterangkan).
2. Selama menunggu tanggal 8, Rasul SAW dan shahabat yang telah umrah tidak melakukan kegiatan di Masjid al-haram. |
8- Dzul- Hijjah
di Mina |
1. Berihram untuk haji bagai shahabat yang telah tahalul,
2. pagai-pagi menuju Mina |
1. Shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Shubuh
2. Mabit hingga pagi |
|
9 Dzul-Hijjah (pagi) | Pagi-pagi Menuju Arafah |
9-Dzul-Hijjah (Zhuhur)
Arafah |
1. Tatkala menjelang tergelincir matahari, Rasul berkhuthbah
2. Adzan Zhuhur tatkala tiba waktunya 3. Iqamah dan shalat Zhuhur dua rakaat 4. Iqamah dan shalat Ashar dua rakaat 5. Wuquf di Arafah hingga maghrib |
Maghrib
Menuju Muzdalifah |
1. Berangkat setelah waktu Maghrib tiba, tapi sebelum shalat.
2. Meninggalkan Arafah |
sampai di Muzdalifah
(Tanggal 9 malam 10) |
1. Adzan
2. Iqamah 3. Shalat Maghrib Jama Takhir 4. Iqamah 5. Shalat Isya qashar 6. Istirahat di Muzdalifah hingga shubuh |
10 Dzul-Hijah
(Shubuh) Muzdalifah |
1. Adzan, Iqamah
2. Shalat Shubuh 3. Naik Bukit Masy’ar al-Haram dan berdu’a, takbir, tahlil 4. Sebelum matahari terbit berangkat menuju Mina |
Dluha
di Mina |
1. Melontar Jumrah Aqabah dengan tujuh kali lemparan batu kerikil
2. Bertakbir setiap kali lemparan 3. Berangkat menuju tempat penyembelihan hewan. 4. Rasul menyembelih 63 ekor hewan 5. Ali bin Abi Thalib menyembelih sisanya 6. Memasak dagingnya dan memakan sebagian serta menyedekahkannya sebagian lagi. 7. di antara shabat ada yang melakukan thawaf ifadlah terlebih dahulu; ada yang jumrah dulu, ada yang qurban dulu, ada juga yang bercukur lebih dahulu. Semua disetujui rasul SAW |
Siang
ke Makah (siang tanggal 10) |
1. Berangkat menuju Makah
2. Thawaf Ifadlah di Masjid al-Haram 3. Shalat Zhuhur 4. Minum air zamzam 5. Kembali meninggalkan Mekah, sebelum Maghrib sudah sampai di Mina |
Mina
11-12-13 Dzulhijah di Mina |
1. Mabit di Mina
2. Setiap ba’da Zhuhur melontar jumrah ‘ula, wustha, dan Aqabah, masing-masing tujuh lemparan 3. Sore hari menuju Masjid Haram untuk thawaf wada, kemudian meninggalklan Mekah untuk kembali ke Madinah. 4. Ada shahabat yang minta izin dari Rasul untuk tinggal dulu di Mekah guna banyak ibadah. Rasul SAW mengizinkannya selama tiga hari. |
Prosesi selanjutnya tidak diterangkan oleh Jabir bin Abdillah dalam hadits di atas, melainkan hanya sampai minum air zam-zam di Mekah.
Adapun umrah yang dijalankan Rasul berjumlah empat kali, yang semuanya terjadi pada bulan Dzul-Qa’dah kecuali yang menyatu dengan haji yang dilakukan pada bulan Dzul-Hijjah. Anas bin Malik menerangkan sebagai berikut:
اعْتَمَرَ أَرْبَعَ عÙمَر٠ÙÙÙŠ ذÙÙŠ الْقَعْدَة٠إÙلَّا الَّتÙÙŠ اعْتَمَرَ مَعَ ØÙŽØ¬Ù‘َتÙه٠عÙمْرَتَه٠مÙنْ الْØÙدَيْبÙيَة٠وَمÙنْ الْعَام٠الْمÙقْبÙÙ„Ù ÙˆÙŽÙ…Ùنْ Ø§Ù„Ù’Ø¬ÙØ¹Ù’رَانَة٠ØÙŽÙŠÙ’ث٠قَسَمَ غَنَائÙÙ…ÙŽ ØÙنَيْن٠وَعÙمْرَةً مَعَ ØÙŽØ¬Ù‘َتÙÙ‡Ù
Rasul SAW berumrah empat kali yang semuanya dilakukan pada bulan Dzul-Qa’dah kecuali yang berbarengan dengan ibadahj haji. Umrah yang dilakukan beliau adalah (1) umrah hudzaibiyah, (2) umrah tahun berikutnya, (3) umrah dari Ji’ranah berkaitan dengan pembagian ghanimah setelah perang Hunain, dan (4) umrah yang berbarengan dengan ibadah haji. Hr. Al-Bukhari.[13]
Qatadah pernah bertanya kepada Anas bin Malik berapa kali Rasul SAW berhaji? Anas menjawab وَاØÙدَةً hanya satu kali saja.[14]
Adapun cara Rasul SAW berumrah, secara ringkas berdasar hadit riwayat Muslim dari jabir bin Abd Allah, adalah:
- Bersuci dari hadats dan najis di tempat yang memungkinkan.
- Miqat yang telah ditetapkan Rasul SAW tempatnya yaitu bisa memilih (1) Dzul-Hulaifah, jaraknya 450 Km dari Mekah, (2) Yulamlam, 54 Km dari Mekah, (3) Qarn al-Manazil, Qarnul-Manazil – Makkah = 94 Km; (4) Dzatu Irqi, Dzatu-Irqi-Makkah = 94 Km; (5) Juhfah; yang Juhfah – Makkah = 187 Km. Sedangkan untuk penduduk mekah yang berada di area Miqat, maka mesti ke luar dari Mekah, bisa ke Tan’am, atau Ji’ranah untiuk bermiqat.
- Di Miqat menggunakan pakaian Ihram, dan mengiqrarlkan ni’at ihram dengan talbiyah untuk berumrah.
- Menjaga hal-hal yang diharamkan ketika berihram, kemudian memperbanyak talbiyah.
- Sampai di Mekah, bersuci dari hadats dan najis.
- Masuk al-Masjid al-Haram, terus melakukan thawaf mengelilingi ka’bah, tujuh putaran.
- Menuju belakang Maqam Ibrahim untuk melaksanakan shakat dua raka’at.
- Istilam ke hajar Aswad
- Menuju Bab Shafa untuk bertakbir dan berdo’a
- Melakukan sa’iy tujuh kali anatra shafa dan marwah. Diawali dari Shafa dan berakhir di Marwah
- Bertahalul
- Berucukur kepala denbgan menggundulinya atau memendekannya. Bagi perempuan hanya memotong sebagian rambutnya.
Adapun prosesi haji ditempu langkah sebagai berikut:
- Tanggal delapan Dzul-Hijjah pagi hari bersuci dari hadats dan najis.
- Berpakaian ihram dari tempat di mana kita berada dengan talbiyah untuk haji.
- Berangkat menuju Mina untuk mabit, melaksanakan shalat zhuhur, ashar, maghrib, isya dan shubuh di Mina, secara qashr tanpa lama.
- Pagi2 tanggal 9 Dzul-Hijah menuju Arafah
- Waktu zhuhur berada di Arafah melaksanakan shalat zhuhur dan ashar jama taqdim qashar.
- Wuquf di Arafah hingga maghrib.
- Meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah, melaksanakan shalat maghrib dan Isya jama takhhir di Muzdalifah
- Nginap di Muzdalifah hingga shubuh.
- Tanggal 10 pagi menuju Mina.
- jumrah Aqabah dengan tjuh batu
- Menyembelih hewan
- Bercukur dan tahalul Awal
- Thawaf Ifadlah di Masjid al-Haram
- Bermalam di mina hingga tanggal 13, atau 12 Dzul-Hijjah yang setiap hari selema di Mina melakukan tiga jumrah.
- Meninggalkan Mina.
- Menuju mekah untuk Thawaf Wada
- meninggalkan kota mekah
- ÙÙŽØ¥Ùنْ Ø£ÙØÙ’ØµÙØ±Ù’تÙمْ Ùَمَا اسْتَيْسَرَ Ù…ÙÙ†ÙŽ الْهَدْيÙJika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat,
Perkataan Ø£ÙØÙ’ØµÙØ±Ù’تÙمْ berasal dari Ø£ØÙ’صر -Â ØØµØ± menurut bahasa ضيق عليه kesulitan, kesempitan, atau terkepung.[15] Maksud kesulitan dalam ayat ini bila terkendala atau sesuatu yang menghalangi peneympurnaan ibadah haji atau umrah. Menurut mujahid, penghalang tersebut bisa berupa penyakit, atau kejadian apapun yang menyulitkan peenyempurnaan ibadah umrah atau haji. [16] Namun adapula ulama yang berpendapat kalimat Uhshirtum itu hanya berlaku tatkala terancam musuh, seperti dikemukakan Ibn Umar, Ibn Abbas, Malik, Syafi’I dan Ahmad.[17] Alasan pendapat kedua ini, karena sambungannya berbunyi ÙÙŽØ¥ÙØ°ÙŽØ§ Ø£ÙŽÙ…ÙنْتÙمْApabila kamu telah (merasa) aman. Tegasnya bila terancam musuh sehingga terpaksa harus membatalkan ihram, atau membatalkan niat hajai atau umrah, maka ada konsekuensinya. Konsekuensi tersebut ditegaskan dalam ayat berikutnya:  Ùَمَا اسْتَيْسَرَ Ù…ÙÙ†ÙŽ الْهَدْيÙ maka wajib hukumnya mengganti yang tidak bisa dilaksanakan itu dengan melaksanakan al-Hadyu dari yang mudah didapat. Adapun yang dimaksud al-Hadyu adalah sembelihan hewan karena ibdaha pada Allah yang dagingnya dibagikan bagi umat yang berada di sekitar Baitullah sebagai hadiyah. Oleh karena itu sering disebut
مَا يَهْدÙÙ‰ Ø¥Ùلىَ البَيْت٠الØÙŽØ±ÙŽØ§Ù…Ù Ù…ÙÙ†ÙŽ Ø§Ù„Ù†Ù‘ÙŽØ¹ÙŽÙ…Ù Ù„ÙØªÙنْØÙŽØ±
penyebilhan hewan sebagai qurban hadiah bagi Baitullah. [18] Â Wahbah Zuhali menerangkan bahwa hadyu ialah:
ÙƒÙلّ٠مَا يَهْدÙيه٠الØÙŽØ¬Ù‘Ù ÙˆÙŽØ§Ù„Ù’Ù…ÙØ¹Ù’تَمر Ø¥Ùلىَ البَيْت٠الØÙŽØ±ÙŽØ§Ù…Ù Ù…ÙÙ†ÙŽ النَّعَم٠لÙÙŠÙØ°Ù’Ø¨ÙŽØ ÙˆÙŽÙŠÙÙَرَّقَ عَلى الْÙÙقَرَاء
Segala yang diberikan jamaah haji dan umrah ke Bait Allah, berupa hewan untuk disembelih dan diberikan kepada yang membutuhkan.[19]
Hewan yang bisa digunakan untuk hadyu
(1) unta atau sapi, sebagaimana dikemukakan oleh Ibn umar, A’isyah dan al-Qasim.
(2) kambing atau domba, sebagaimana dikemukakan oleh Ali binAbi Thalib, Ibn Abbas, al-Hasan, Atha dan al-Dlahak.
(3) apa saja yang mudah didapat asalkan memenuhi syarat, sebagaimana dikemukakan oleh Thawus. Menurut Hanafi, Malik, Syafi’y dan Ahmad, hewan yang bisa digunakan untuk hadyu hanyalah Unta, Sapi dan kambing atau domba.[20] Dengan demikian Ibadah haji dan umrah mesti dilaksanakan secara sempurna, sebagaimana ditandaskan pangkal ayat وَأَتÙمّÙوا الْØÙŽØ¬Ù‘ÙŽ وَالْعÙمْرَةَ Ù„Ùلَّه٠  Tidak boleh ada perosesi atau manasik Rasul SAW yang ditinggalkan atau dikurangi. Ibadah dan umrah yang sempurna adalah mengikuti apa yang telah diperaktikan oleh Rasul SAW dan para sahabatnya. Jika dalam keadaan terpaksa, seperti terancam musuh, tidak aman, sakit atau sebab lain, yang tidak memungkinkan melakukan haji dan umrah secara sempurna, maka ada konsekuensinya dengan menyembelih hadyu tambahan. Ketantuan ini berlaku pula bagi yang membatalkan haji atau umrah, karena keadaan terapksa, padahal sudah berihram. Seperti telkah diungkapkan di atas bahwa ayat ini secara histories berkaitan pula dengan perisiwa hudzaibiyah. Dalam riwayat Ahmad diterangkan bahwa Ka’b bercerita bahwa rasul dan shahabatnya sudah berihram untuk umrah, tapi sebelum sampai di Masjid al-Haram dikepung kaum musyrikin. Akhirnya ihram dibatalkan dan mengedakan perjanjian untuk ditangguhkan pada tahun berikutnya. Konsekuensi dari pembaralan ohram itu adalah dengan menyembelih hewan al-Hadyu yang dihadiahkan kepada faqir miskin.
- وَلَا تَØÙ’Ù„ÙÙ‚Ùوا Ø±ÙØ¡ÙوسَكÙمْ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ ÙŠÙŽØ¨Ù’Ù„ÙØºÙŽ Ø§Ù„Ù’Ù‡ÙŽØ¯Ù’ÙŠÙ Ù…ÙŽØÙلَّهÙdan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya.
Kalimat وَلَا تَØÙ’Ù„ÙÙ‚Ùوا Ø±ÙØ¡ÙوسَكÙمْ merupakan istilah bagi membatalkan ihram, atau yang dikenal dengan tahalul ihram. Dengan demikian kalimat ini mengandung ma’na jangan terburu-buru tahalul atau membatalkan ihram, baik karena terhalang musuh ataupun lainnya sebelum tiba waktunya. Waktu yang tepat untuk tahalul adalah ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ ÙŠÙŽØ¨Ù’Ù„ÙØºÙŽ Ø§Ù„Ù’Ù‡ÙŽØ¯Ù’ÙŠÙ Ù…ÙŽØÙلَّه٠korban sampai di tempat penyembelihannya. Menurut al-Syafi’iy bila tahalul itu terpaksa dilakukan demi membatalkan ihram diakibatkan terkepung musuh, maka waktunya adalah ketika binatang sembelihan sampai di tempat terhalang tersebut. Sedangkan menurut Abu Hanifah adalah sampai di tanah haram.
- Ùَمَنْ كَانَ Ù…ÙنْكÙمْ مَرÙيضًا أَوْ بÙه٠أَذًى Ù…Ùنْ رَأْسÙÙ‡Ù ÙÙŽÙÙØ¯Ù’يَةٌ Ù…Ùنْ صÙيَام٠أَوْ صَدَقَة٠أَوْ Ù†ÙØ³ÙÙƒÙJika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: shaum atau bersedekah atau berkorban. Setelah diungkapkan penyebab yang memungkinkan membatalkan ihram, yang konsekuensinya mesti mengganti dengan qurban, maka pada ayat ini diungkapkan konsekuensi melanggar wajib haji. Bila setelah ihram, tapi terpaksa harus melanggarnya disebabkan sakit, atau terkena penyakit mendadak, maka mesti menggantinya dengan kafarat. Dalam ayat ini dicontohkan pelanggaran ihram berupaka memotong rambut, yang dilarang ketika ihram. Bila dalam keadaan ihram memotong rambut sebelum waktu tahalul, apakah disebabkan karena penyakit, gatal atau karena kutu maka wajib membayar kafarat dengan memilih salah satu dari tiga hal. Diriwayatkan dari Ka’b bin Ujrah, Rasul SAW bersabda:, “sepertinya kamu menderita sakit? Jawab Ka’b نَعَمْ يَا رَسÙولَ اللَّه٠betul wahai Rasul! Kemudian beliau bersabda:
اØÙ’Ù„Ùقْ رَأْسَكَ وَصÙمْ ثَلَاثَةَ أَيَّام٠أَوْ أَطْعÙمْ Ø³ÙØªÙ‘َةَ مَسَاكÙينَ أَوْ انْسÙكْ Ø¨ÙØ´ÙŽØ§Ø©Ù
Cukurlah rambutmu, shaumlah tiga hari, atau mengasih makan enam orag miskin atau sembelih hewan.
Dalam riwayatlain diterangkan Ka’ab Bin Ujrah sewaktu ihram, kepalanya penuh kutu sehingga merasa gatal dan hendak memotong sebagian rambutnya dan bertanya kepada Rasulullah SAW. Rasul bersabda:
هَلْ ØªÙŽØ¬ÙØ¯Ù شَاةً Apakah anda bisa mendapatkan seekor domba ? Ka’ab menjawab: لاَ (Tidak) Rasul bersabda:
ÙَصÙمْ ثَلاَثَةَ Ø£ÙŽÙŠÙ‘ÙŽØ§Ù…Ù Ø£ÙŽÙˆÙØ§Ø·Ù’عَمْ Ø³ÙØªÙ‘َةَ مَسَاكÙيْنَ Ù„ÙÙƒÙÙ„Ù‘Ù Ù…ÙØ³Ù’ÙƒÙÙŠÙ’Ù†Ù Ù†ÙØµÙ’Ù٠صَاعÙ
Kalau begitu shaumlah tiga hari, atau memberi makan enam orang miskin, yang setiap miskin setengah Sha’. (HR. Bukhari, dan Muslim ).[21]
Menurut Hadits ini, orang yang melanggar kewajiban haji wajib kifarat. Dengan demikian jika salah satu pekerjan haji dilanggar, maka lakukan yang lainnya dan sempurnakan dengan membayar dam atau kafarat. Di samping itu ada pelanggaran lain yang mesti ditebus yaitu bila membunuh binatang, padahal sedang ihram. Orang yang sedang ihram lalu membunuh binatang buruan maka wajib kifarat dengan memilih satu diantara yang tercantum dalam ayat berikut:
يَا أَيّÙهَا الَّذÙينَ Ø¢ÙŽÙ…ÙŽÙ†Ùوا لَا تَقْتÙÙ„Ùوا الصَّيْدَ وَأَنْتÙمْ ØÙرÙÙ…ÙŒ وَمَنْ قَتَلَه٠مÙنْكÙمْ Ù…ÙØªÙŽØ¹ÙŽÙ…Ù‘ÙØ¯Ù‹Ø§ Ùَجَزَاءٌ Ù…ÙØ«Ù’ل٠مَا قَتَلَ Ù…ÙÙ†ÙŽ النَّعَم٠يَØÙ’ÙƒÙم٠بÙه٠ذَوَا عَدْل٠مÙنْكÙمْ هَدْيًا Ø¨ÙŽØ§Ù„ÙØºÙŽ Ø§Ù„Ù’ÙƒÙŽØ¹Ù’Ø¨ÙŽØ©Ù Ø£ÙŽÙˆÙ’ ÙƒÙŽÙَّارَةٌ طَعَام٠مَسَاكÙينَ أَوْ عَدْل٠ذَلÙÙƒÙŽ صÙيَامًا Ù„ÙيَذÙوقَ وَبَالَ أَمْرÙه٠عَÙَا اللَّه٠عَمَّا سَلَÙÙŽ وَمَنْ عَادَ ÙَيَنْتَقÙم٠اللَّه٠مÙنْه٠وَاللَّه٠عَزÙيزٌ ذÙÙˆ انْتÙقَامÙ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu, sebagai had-ya yang di bawa sampai ke Ka`bah, atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya. Allah telah mema`afkan apa yang telah lalu. Dan barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa. (Qs.5:95).
Ø£ÙØÙلَّ Ù„ÙŽÙƒÙمْ صَيْد٠الْبَØÙ’ر٠وَطَعَامÙه٠مَتَاعًا Ù„ÙŽÙƒÙمْ ÙˆÙŽÙ„Ùلسَّيَّارَة٠وَØÙرّÙÙ…ÙŽ عَلَيْكÙمْ صَيْد٠الْبَرّ٠مَا دÙمْتÙمْ ØÙرÙمًا وَاتَّقÙوا اللَّهَ الَّذÙÙŠ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙŠÙ’Ù‡Ù ØªÙØÙ’Ø´ÙŽØ±Ùونَ
Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. Qs.5:96
Ulama fiqih merumuskan bahwa yang mengharuskan bayar kafarat dalam ibadah haji atau umrah itu bisa disebabkan melanggar ihram, bisa juga disebabkan tidak memunuhi kewajiban haji secara sempurna.
Adapun bentuk pelanggaran yang harus ditebus dengan denda antara lain:
- Melanggar wajib haji, seperti:
- Melewati Miqat sebelum Ihram
- Tidak mabit di Mina.
- Tidak mabit di Muzdalifah
- Melontar jumrah tidak tepat waktu
- Tidak bercukur tatkala tahalul
- tidak mampu melempar jumrah karena sakit
- Melanggar Ihram, seperti:
- memotong kuku, memotong rambut masih ihram
- membunuh binatang
- memakai wangi-wangian sebelum tahalul
- laki-laki menutup kepala
- membuka aurat di depan orang
- pria memakai pakaian bukan pakaian ihram
- meminang
- rafats, jidal, fusuq
- memetik daun atau bunga pepohonan
- pria memakai sepatu yang menutup mata kaki
Bila yang diharamkan ketika ihram itu dilakukan maka mesti membayar kafarat. Adapun kafaratnya sebagaimana dikemukakan di atas, bisa hadyu, bisa shaum, bisa shadaqah. Sedangkan jumlah dan kadar yang mesti dikeluarkan dapat dipertimbangkan oleh pemimpin haji, sebagaimana tersirat pada Qs.5:95-96 di atas.
- ÙÙŽØ¥ÙØ°ÙŽØ§ Ø£ÙŽÙ…ÙنْتÙمْApabila kamu telah (merasa) aman,
Perkataan ini mencakup rasa aman dariÂ Ø£ÙØÙ’ØµÙØ±Ù’تÙمْ (kepungan, atau ancaman musuh), dan dari مَرÙيضًا penyakit yang diperkirakan menganggu kesempurnaan haji atau umrah. Tegasnya haji dan umrah mesti dilakukan secara sempurna selama tidak ada gangguan yang menghambatnya. Jika ada gangguan atau hambatan maka mesti membayar hadyu atau kafarat sebagaimana ditegaskan pada kalimat sebelumnya. Menurut al-Shan’ani kalimat ini mengandung perintah agar setiap muslim yang sudah berihram, untuk melanjutkan prosesi haji dan umrah secara sempurna selama tidak ada ancaman.[22] Jangan membatalkan ihramnya, kecuali bila terjadi sesuatu yang tidak memungkinkan. Jangan pula melaanggar larang ihram dengan sengaja tanpa lasan syar’iy.
- Ùَمَنْ تَمَتَّعَ Ø¨ÙØ§Ù„ْعÙمْرَة٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ الْØÙŽØ¬Ù‘Ù Ùَمَا اسْتَيْسَرَ Ù…ÙÙ†ÙŽ الْهَدْيÙmaka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (didalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat.
Perkataan تَمَتَّعَ berasal dari متَاع mengandung arti mangmbila yang menyenangkan. Maksud تَمَتَّعَ Ø¨ÙØ§Ù„ْعÙمْرَة٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ الْØÙŽØ¬Ù‘Ù dalam ayat ini adalah mengambil cara yang mendapat kemudahan dalam melakukan ibadah haji dan umrah, karena ada jeda di antara keduanya dengan tahalul. Pelaksanaan ibadah haji secara tamattu ialah diawali ibadah umrah pada bulan haji, kemudian tahalul sambil menunggu musim haji. Tatkala tanggal 8 Dzul-Hijjah baru ihram untuk berhaji. Diistilahkan Tamattu’ menurut al-Suyuthi, karena mengambil cara yang menyenangkan, bisa bebas dari larangan ihram tatkala menunggu tanggal 8 dzulhijjah sebagai dampak dari tahalul.[23] Ùَمَا اسْتَيْسَرَ Ù…ÙÙ†ÙŽ الْهَدْيÙmaka hendaklah menyembelih hadyu yang dianggap mudah. Konsekuensi dari cara tamattu’ dalam haji adalah mesti menyembelih hadyu atau dam, walau bukan pelanggaran. Ini hanya merupakan ketentuan sebagai penyempurna dari bebasnya larangan ihram selama berthalul. Pasca thawaf dan sa’iy, Rasul SAW bersabda kepada jamaah haji yang tamattu’:
Ùَمَنْ كَانَ Ù…ÙنْكÙمْ لَيْسَ مَعَه٠هَدْيٌ ÙَلْيَØÙلَّ وَلْيَجْعَلْهَا عÙمْرَةً
barangsiapa yang tidak membawa hewan dari tempat tinggalnya maka hendaklah tahalul dan jadikanlah apa yang telah dilaksanakan (thawaf dan sa’iy) sebagai umrah. Hr. Muslim, Abu dawud.[24]
عَنْ ابْن٠عَبَّاس٠رَضÙÙŠÙŽ اللَّه٠عَنْهÙمَا Ø£ÙŽÙ†Ù‘ÙŽÙ‡Ù Ø³ÙØ¦ÙÙ„ÙŽ عَنْ Ù…ÙØªÙ’عَة٠الْØÙŽØ¬Ù‘Ù Ùَقَالَ أَهَلَّ الْمÙÙ‡ÙŽØ§Ø¬ÙØ±Ùونَ وَالْأَنْصَار٠وَأَزْوَاج٠النَّبÙيّ٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ÙÙÙŠ ØÙŽØ¬Ù‘َة٠الْوَدَاع٠وَأَهْلَلْنَا Ùَلَمَّا قَدÙمْنَا مَكَّةَ قَالَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ اجْعَلÙوا Ø¥ÙهْلَالَكÙمْ Ø¨ÙØ§Ù„Ù’ØÙŽØ¬Ù‘٠عÙمْرَةً Ø¥Ùلَّا مَنْ قَلَّدَ الْهَدْيَ ÙÙŽØ·ÙÙْنَا Ø¨ÙØ§Ù„Ù’Ø¨ÙŽÙŠÙ’ØªÙ ÙˆÙŽØ¨ÙØ§Ù„صَّÙَا وَالْمَرْوَة٠وَأَتَيْنَا Ø§Ù„Ù†Ù‘ÙØ³ÙŽØ§Ø¡ÙŽ ÙˆÙŽÙ„ÙŽØ¨ÙØ³Ù’نَا الثّÙيَابَ وَقَالَ مَنْ قَلَّدَ الْهَدْيَ ÙÙŽØ¥Ùنَّه٠لَا ÙŠÙŽØÙلّ٠لَهÙ{ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ ÙŠÙŽØ¨Ù’Ù„ÙØºÙŽ Ø§Ù„Ù’Ù‡ÙŽØ¯Ù’ÙŠÙ Ù…ÙŽØÙلَّه٠}Ø«Ùمَّ أَمَرَنَا عَشÙيَّةَ التَّرْوÙيَة٠أَنْ Ù†ÙÙ‡Ùلَّ Ø¨ÙØ§Ù„Ù’ØÙŽØ¬Ù‘Ù ÙÙŽØ¥ÙØ°ÙŽØ§ Ùَرَغْنَا Ù…Ùنْ الْمَنَاسÙÙƒÙ Ø¬ÙØ¦Ù’نَا ÙÙŽØ·ÙÙْنَا Ø¨ÙØ§Ù„Ù’Ø¨ÙŽÙŠÙ’ØªÙ ÙˆÙŽØ¨ÙØ§Ù„صَّÙَا وَالْمَرْوَة٠Ùَقَدْ تَمَّ ØÙŽØ¬Ù‘Ùنَا وَعَلَيْنَا الْهَدْي
Ibn Abbas menerangkan “Sesungguhnya ia ditanya tentang Haji tamattu, ia men-jawab: “Para Muhajirin, Anshar dan istri-istri Nabi SAW berihram pada haji wada’, dan kami juga. Tatkala kami sampai di Mekkah bersabda Rasulullah SAW: “Jadikanlah ihram haji kamu untuk umrah, kecuali mereka yang membawa hadyu”. Kami thawaf di Baitullah, dan antara Shafa dengan Marwah, kemudian kami mendatangi istri-istri kami dan memakai baju kami. Nabi bersabda: “Sesungguhnya barangsiapa yang membawa hadyu tidak halal baginya, hingga sampai hadyu ke tempatnya. Kemudian Nabi menyuruh kami untuk ihram haji, tatkala kami selesai manasik kami, kami datang lalu thawaf di Baitullah dan antara Shafa dan Marwah, maka selesailah haji kami dan kami wajib menyembelih hadyu.†Hr.Bukhari[25]
Sebagaimana dikemukan di atas, Hadyu adalah sembelihan hewan yang hadiyahkan kepada faqir miskin di sekitar tanah haram. Hewan yang bisa digunakan hadyu dikemkakan oleh jabir bin Abd Allah sebagai berikut:
Ù†ÙŽØÙŽØ±Ù’نَا مَعَ النَّبÙيّ٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ عَامَ الْØÙدَيْبÙيَة٠الْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَة٠وَالْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةÙ
Kami berkurban bersama Nabi SAW pada tahun perjanjian Hudzaibiyah; seekor sapi untuk tujuh orang, dan seekor unta biasa tujuh orang juga. Hr.Muslim
عَنْ النَّبÙيّ٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ أَنَّ الْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَة٠وَالْجَزÙورَ عَنْ عَشَرَةÙ
Diriwayatkan dari Nabi SAW : seekor sapi untuk kurban tujuh orang, dan unta super atasnama sepuluh orang. Hr. al-Tirmidzi, [26]
Ubn Abbas juga menandaskan:
ÙƒÙنَّا مَعَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ÙÙÙŠ سَÙَر٠ÙÙŽØÙŽØ¶ÙŽØ±ÙŽ Ø§Ù„Ù’Ø£ÙŽØ¶Ù’ØÙŽÙ‰ Ùَاشْتَرَكْنَا ÙÙÙŠ الْجَزÙور٠عَنْ عَشَرَة٠وَالْبَقَرَة٠عَنْ سَبْعَةÙ
Kami bersama Rasul SAW di perjalanan, kemudian tiba waktu berkurban, maka berserikat sepuluh orang dalam kurban unta super dan tujuh orang dalam kurban seekor sapi. Hr. Ibn Majah.[27]
Berdasar hadits di atas dan banyak hadits lainnya, dam, kuÙ‚ban atau pun hadyu boleh dilakukan secera berserikat. Seekor kam,bing untuk satu orang, unta biasa atau sapi untuk tujuh orang sedangkan unta yang sangat besar yang diistilahkan al-Jazur atu al-Naqah bisa untuk sepuluh orang.
- Ùَمَنْ لَمْ ÙŠÙŽØ¬ÙØ¯Ù’ ÙَصÙيَام٠ثَلَاثَة٠أَيَّام٠ÙÙÙŠ الْØÙŽØ¬Ù‘Ù ÙˆÙŽØ³ÙŽØ¨Ù’Ø¹ÙŽØ©Ù Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ رَجَعْتÙمْ تÙلْكَ عَشَرَةٌ كَامÙلَةٌ Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib shaum tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna.
Perkataan Ùَمَنْ لَمْ ÙŠÙŽØ¬ÙØ¯Ù’ mengisyaratkan bahwa prioritas utama bagi jamaah haji yang tamattu adalah menyembelih hadyu. Kalau ternyata kesulitan untuk mendapatkan hewan yang bisa dijadikan hadyu, apakah disebabkan kurangnya persediaan atau ketidak mampuan biaya untuk membelinya, maka konesekuensi bagi jamaah haji itu mesti shaum tiga hari di musim haji dalam keadaan masih berihram dan tujuh hari setelah pulang ke tanah air masing-masing. Dalam ayat ini ditandaskan تÙلْكَ عَشَرَةٌ كَامÙلَةٌ hingga sepuluh hari yang sempurna, untuk menegaskan bahwa tiga dan tujuh itu adalah bilangan. Perlu diketahui bahwa dalam bahasa Arab perkataan سَبْعَة٠terkadang berma’na “beberapaâ€, maka dengan ditegaskan sepuluh yang sempurna menunjukkan bilangan tujuh, bukan dalam arti lain. Tegasnya usahakan melakukan penyembelihan hadyu, kalau tidak mendapatkannya baru mengambil jalan ibadah shaum tiga harei di dalam haji dan tujuh hari setelah kembali.
- ذَلÙÙƒÙŽ Ù„Ùمَنْ لَمْ ÙŠÙŽÙƒÙنْ أَهْلÙÙ‡Ù ØÙŽØ§Ø¶ÙرÙÙŠ Ø§Ù„Ù’Ù…ÙŽØ³Ù’Ø¬ÙØ¯Ù الْØÙŽØ±ÙŽØ§Ù…ÙDemikian itu bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil-haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah).
Terdapat perbedaan ulama dalam memahami ayat ini (1) ketentuan membayar hadyu tersebut adalah berlaku bagi orang yang keluarganya bukan penduduk sekitar masjid alHaram, karena bagi penduduk asli tidak perlu membayar hadyu.[28] (2) Ketentuan haji tamattu itu berlaku bagi yang bukan penduduk sekitar al-Haram, karena mereka tidak boleh mengambiul tamattu’.[29]
- وَاتَّقÙوا اللَّهَ وَاعْلَمÙوا أَنَّ اللَّهَ شَدÙيد٠الْعÙقَاب٠Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya
Pengunci ayat ini sebagai penekanan bahwa setiap jamaah mesti tetap bertaqwa dan tahu betul bahwa Allah SWT maha keras siksaan-Nya. Oleh karena itu pelaksanaan ibadah haji dan umrah mesti ditempuh secara baik dan sempurna. Taqwa dan ilmu terkandumng dalam ayat ini agar dijadikan bekal utama bagi jamaah haji dan umrah.
- Beberapa Ibrah
Ada beberpa hal yang tersurat dalam ayat ini dan patut digarisbawahi antara lain:
- Ibadah haji dan umrah mesti dilaksanakan secara sempurna, sebagaimana ditandaskan وَأَتÙمّÙوا الْØÙŽØ¬Ù‘ÙŽ وَالْعÙمْرَةَ Ù„Ùلَّه٠Tidak boleh ada perosesi atau manasik Rasul SAW yang ditinggalkan atau dikurangi. Ibadah dan umrah yang sempurna adalah mengikuti apa yang telah diperaktikan oleh Rasul SAW dan para sahabatnya.
- Jika dalam keadaan terpaksa, seperti sakit atau sebab lain, yang tidak memungkinkan melakukan haji dan umrah secara sempurna, maka ada konsekuensinya dengan menyembelih hadyu tambahan.
- Penyembelihan hadyu yang harus dilaksanakan oleh jamaah haji, terdiri dari hadyu tamattu dan qiran, serta hadyu denda pelanggaran.
- Dalam ayat ini tidak ditegaskan waktu penyembelihan hadyu, apakah mesti di saat musim qurban ataukah boleh di waktu yang lainnya. Kalimat Ùَمَا اسْتَيْسَر yang berarti apa yang mudah bersifat umum, kapan saja. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa seluruh penyembelihan hadyu, mesti pada hari nahar, yaitu tanggal 10, 11, 12 dan 13 dzulhijjah. Sedangkan menurut ulama lain, hadyu haji tamattu, dan qiran, yang paling afdlal dilakukan pada hari nahar’ dan hadyu denda pelanggaran bisa dilakukan kapan saja.[30]
- Jika ada jamaah haji tamattu atau qiran, tidak mampu membeli atau menyediakan hadyu, maka wajib baginya shaum tiga hari di muslim haji dan tujuh hari di tanah air masing-masing.
- Penyembelihan hewan yang berkaitan dengan ibadah haji terdiri atas (a) hadyu, (2) qurban, (3) kafarat pelanggaran. Menyembelih hewan dan atau bersedeqah jelas lebih diutamakan di banding dengan ibadah shaum. Ibadah shaum yang berkaitan dengan ibadah haji hanya berlaku bagi yang tidak mampu menyediakan dana untuk hadyu.
- Haji tamattu dilakukan oleh jamaah yang datang dari jauh dan tidak membawa hewan untuk kurban dari tempat tinggalnya. Adapun bagi penduduk asli di sekitar al-haram, tidak melakukan hji secara tamattu’, melainkan ibadah hajinya secara ifrad. Caranya adalah ibadah haji terlebih dahulu, kemudian tahalul pasca pelaksanaan jumrah, atau qurban atau thawaf ifadlah, kemudian tahalul. Baru setelah itu melaksanakan umrah.
- Ibadah haji mesti dibekali oleh taqwa dan ilmu. Taqwa dalam arti disiplin menaati aturan manasik, dan menjauhi larangannya, dan ilmu dalam arti tahu betul manasik rasul dan hikmahnya.
[1] Al-Asqalani, al-Ijab fi bayan al-Asbab, I h.486
[2] Tafsir Abi al-Su’ud, I h.205
[3]  Shahih Muslim, no.2286, Sunan Abi Dawud, no.1680, Sunan al-Nasa`iy, no3012, al-Bayhaqi al-Kubra, V h.125
[4] Perhatikan kembali kajian hadits tentang haji wada Rasul SAW
[5] Muslim bin hajaj (w.261H)Shahih Muslim, II h.886-892, Ibn al-Jarud (w.307H), al-Munthaqa, I h.123, Ibn Khuzaimah (w.354H), Shahih Ibn Khuzaimah, IX h.253
[6] Ibn Hajar al-Asqalani (773-852H), Fath al-Bari, j. VIII h. 103
[7] Sejak Rasul hijrah dari Mekah ke Madinah, selama sembilan tahun tidak sempat menunaikan ibadah haji, baru terlaksana tahun kesepuluh. Adapun ayat ibadah haji, Qs.2:196, turun sejak tahun 6 H. Namun menurut mayoritas ulama ayat yang memerintah haji secara langsung adalah Qs.3:97, yang turun pada ahir tahun 9 H saat itu belum bisa dilaksanakan, karena waktunya sudah lewat. Sedangkan tahun sebelumnya berbagai kendala yang menghalanginya yang menimbulkan peperangan. Namun Rasul berumrah sebelum haji hingga tiga kali (Umrah Hudaibiyah, umrah al-Qadla, Umrah Ji’ranah, semuanya dilakukan pada bulan Dzu al-Qa’dah di tahun yang berbeda) dan umrah keempatnya berbarengan dengan haji (4-Dzu al-Hijjah 10H). Umrah pada musim haji, baik oleh Rasul atau pun shahabatnya hanya dilakukan satu kali.
[8] Menurut riwayat Aisyah, Rasul sampai di Makkah, hari Ahad, Shubuh tanggal 4 Dzulhijjah.
[9] istilam bisa berarti mengecup, menyentuh, bisa juga hanya dengan isyarat pada hajar aswad.
[10] pada jaman Rasul bukit shafa berada di luar masjid. Saat ini sudah menyatu dengan bangunan masjid al-Haram.
[11] dulu antara Shafa dan Marwah itu terdapat lembah yang agak becek karena terlintasi air zam-zam. Saat ini sudah dibangun, tak becek lagi. Sebagai tandanya diberi lampu hijau.
[12] Menurut riwayat lain, jamaah haji yang ikut bersama Rasul itu terbagi kepada tiga kelompok; ada yang tamattu, ada yang ifrad dan ada pula yang qiran. Caranya akan dijelaskan pada bab mendatang.
[13] Shahih al-Bukhari, no.1655
[14] Shahih al-Bukhari, no.1654
[15] Al-Razi, Mukhtar al-Shihah, h.59
[16] Tafsir Mujahid, I h.99
[17] Zad al-Masir, I h.186
[18] Lisan al-Arab, XV h.359
[19] al-Tafsir al-Munir, j.II h.193
[20] Ibn al-Jawzi, Zad al-Masir, I h.195
[21] Shahih Bukhari, II h.645 / Shahih Muslim, II h.862
[22] Tafsir al-Shn’ani, I h.75
[23] Tafsir al-Jalalin, I h.41
[24] Shahih Muslim, no.2137, Sunan Abi dawud, no.1628
[25] Shahih al-Bukhari, I h.284
[26] sunan al-Tirmidzi, III h.248
[27] Sunan Ibn Majah, II h.1047
[28] Tafsir Mujahid, I h.101
[29] Tafsir al-Marahi, II
[30] al-Fiqh al-Islami wa adillatuh, j. III h.306