6. TARGET IBADAH HAJI (kajian tafsir al-Baqarah:200-202)

- Fiqih Qs.2: 200-202 tentang Target Ibadah Haji
- Teks Ayat dan Tarjamahnya
فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آَبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ () وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ () أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdo`a: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.. Qs.2:200-202
- Kaitan dengan ayat sebelumnya
- Ayat 198 memberikan bimbingan agar jamaah haji bergerak yang disertai istighfar dalam ibadah haji pasca Arafah, ayat berikutnya memesankan agar mereka tetap berdzikir walau manasik udah selesai.
- Dalam Ayat 198-199 yang lalu tersirat bahwa jamaah haji tidak dilarang untuk mencari karunia Allah dengan berniaga, asalkan tidak mengganggu pelaksanaan manasik, baik yang bersifat gerakan badan maupun lisan, asalkan ditujukan untuk mencari rido Allah SWT. Kenyataannya, tidak sedikit jamaah yang secara lahiriyah kegiatannya penuh dengan yang bersifat ritual seperti dzikir, shalat, thawaf dan membaca al-Qur`an, sehingga melepaskan diri dari yang bersifat ekonomi. Namun semua kegiatan ritual tersebut bertujuan mencapai kebahagiaan duniawi. Ayat 200 menandaskan bahwa orang yang berdo’a hanya untuk dunia tidak akan mendapatkan apa pun di akhirat kelak.
- Ayat sebelumnya mempersilakan bernia’aga dalam haji yang bertujuan mencari ridlo Allah. Ayat berikutnya mengeritik jamaah yang memusatkan perhatian pada berdo’a dan berdzikir meninggalkan kegiatan duniawi, tapi yang dituju adalah kepentingan duniawi. Sementar yang lain dalam ibadah haji tidak meninggalkan perniagaan tapi hasilnya untuk kepentingan ukhrawi. Tegasnya berniaga untuk kepentingan akhirat lebih baik daripada berdo’a untuk kepentingan duniawi.
- Tinjauan Historis
- Ibn Abbas menerangkan
كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ يَقِفُونَ فِي الْمَوَاسِمِ، فَيَقُولُ الرَّجُلُ مِنْهُمْ: كَانَ أَبِي يُطْعِمُ وَيَحْمِلُ الْحَمَالاتِ، وَيَحْمِلُ الدِّيَاتِ، لَيْسَ لَهُمْ ذِكْرٌ غَيْرَ فِعَالِ آبَائِهِمْ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى عَلَى نَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آبَاءَكُمْ ” يَعْنِي: ذِكْرُ آبَائِهِمْ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًا” Masyarakat jahiliyah pada musim haji suka berkumpul di tempat tertentu. Seseorang mengatakan untuk memuji nenek moyangnya yang suka memberi makan, memikul barang dan berbagai beban diyat. Mereka hanya memngingat-ingat jasa nenek moyahnya. Allah SWT menurunkan ayat ini agar mereka berdzikir mengingat nama Allah, sebagaimana mereka mengingat nama nenek moyang. Abi Hatim.[1]
Dengan demikian, secara historis ayat ini turun sebagai koreksi terhadap kebiasaan jahiliyah yang lebih mengingat karuhun di banding mengingat Allah SWT.
- Kaum jahiliyah setelah melakukan haji suka menyembut jasa dan kebanggaan suku serta ras masing-masing. Menurut mereka melakukan hal tersebut sebagai bukti perbuatan baik pada leluhurnya. Aayat ini turun memerintahkan dzikir pasca haji dengan mengingat nama Allah SWT, bukan membangga-banggakan ras atau turunan.[2]
- Tafsir Kalimat
- فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْApabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu. Makna قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ pada ayat ini menurut Mujahid adalah selesai menyembelih hewan. Namun kata al-Tsa’alibi pengertian mansik di sini mencakup segala ibadah dalam ibadah haji.[3] Pangkal ayat ini menunjukkan bahwa pelaksanaan manasik mesti ada tindak lanjutnya. Usai ibadah haji bukan berarti selesai segalanya, melainkan ada tugas yang mesti dilaksanakan pasca ibadah manasik, baik yang bersifat ritual seperti dzikir maupun sosial.
- فَاذْكُرُوا اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آَبَاءَكُمْ أَوْ أَشَدَّ ذِكْرًاmaka berzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Ayat ini memerintah dzikir pasca ibadah haji, sebagai salah satu tindak lanjutnya. Dalam ayat ini juga tersirat bahwa menindak lanjuti ibadah selain dzikir pada Allah sebanyak-banyaknya, juga meninggalkan kebiasaan jahiliyah yang lebih mengagungkan nenek moyang di banding mengangungkan Allah SWT. Al-Baydlawi menerangkan bahwa orang jahiliyah kalau sudah menunaikanm haji berdasar ajaran nenek moyangnya, kemudian suka berkumpul di kawasan mina antara al-Khaif dan gunung. Dalam perkumpulan itu mereka mengungkap kebesaran nenek moyangnya.[4] Ayat ini memerintahkan agar jamaah haji lebih mengangungkan Allah, termasuk ajarannya di banding ajaran nenek moyang. Kaum muslimin pasca menunaikan haji seharusnya berani meninggalkan tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Rasul SAW. Rasul SAW ketika di Mina, tepatnya pada hari tasyrik memberikan ceramah sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَلَا إِنَّ رَبَّكُمْ وَاحِدٌ وَإِنَّ أَبَاكُمْ وَاحِدٌ أَلَا لَا فَضْلَ لِعَرَبِيٍّ عَلَى أَعْجَمِيٍّ وَلَا لِعَجَمِيٍّ عَلَى عَرَبِيٍّ وَلَا لِأَحْمَرَ عَلَى أَسْوَدَ وَلَا أَسْوَدَ عَلَى أَحْمَرَ إِلَّا بِالتَّقْوَى أَبَلَّغْتُ قَالُوا بَلَّغَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ أَيُّ يَوْمٍ هَذَا قَالُوا يَوْمٌ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ أَيُّ شَهْرٍ هَذَا قَالُوا شَهْرٌ حَرَامٌ قَالَ ثُمَّ قَالَ أَيُّ بَلَدٍ هَذَا قَالُوا بَلَدٌ حَرَامٌ قَالَ فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ بَيْنَكُمْ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ
Wahai manusia! Sesungguhnya Tuhan kamu ada Esa! Bapakmu adalah satu. Ingatlah tidak ada keunggulan untuk bangsa Arab atas bukan Arab. Tidak ada keunggulan bukan Arab atas bangsa Arab. Tidak ada keunggulan untuk orang berkulit hitam atas kulit merah. Tidak ada keunggulan untuk orang berkulit merah atas yang berkulit hitam. Keunggulan meraka hanyalah dengan taqwa! Apakah sudah aku sampaikan hal ini? Shahabat menjawab: Rasul SAW telah menyampaikan. Kemudian beliau bersabda: Hari apakah ini? Shahabat menjawab: Hari Haram (suci)! Beliau bersabda: Bulan apakah ini? Shahabat menjawab: Bulan suci! Rasul SAW bersabda: Negeri apa ini? Shahabat menjawab: Negeri haram (suci)! Rasul SAW bersabda: Sesungguhnya Allah telah mengharamkan (mesti saling menhormati hak kepemilikan) di antara kalian; darah dan harta kalian!. Hr. Ahmad.[5]
Ada beberapa ibrah dari isi nasihat Rasul SAW di Mina tersebut antara lain (1) Selama di Ibadah haji, Rasul SAW selalu menggunakan kesempatan untuk memberikan bimbingan pada jamaahnya, (2) materi nasihat ceramah dalam ibadah haji mencakup berbagai aturan syari’ah, (3) cara memberikan bimbingan jamaah dengan menggunakan metoda ceramah dan dialog, (4) tindak lanjut ibadah haji mencakup ibadah ritual dan social, (5) hak sesame muslim mesti dihormati, baik dalam urusan darah maupun harta, (6) kemuliaan atau derajat manusia bukan terletak pada suku, bangsa atau wana kulit, tapi ditentukan oleh derajat taqwa, (7) tradisi yang tidak sesuai dengan syari’ah mesti ditinggalkan dan dibersihkan.
- فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَاMaka di antara manusia ada orang yang berdo`a: “Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”,
Ibn Jarir al-Thabari mengutip beberapa riwayat, baik yang mata rantainya dari Anas bin Malik maupun Ibn Abbas dan Abi Wa`il, yang menerangkan bahwa banyak orang yang berdo’a dalam haji untuk mendapatkan kekayaan duniawi. Ketika sampai di Mina mereka berdo’a agar mendapatkan rejeki, ternaknya beranak, tanamannya tumbuh secara baik. Tidak tersirat dalam do’a mereka untuk meraih kebahagiaan di akhirat, padahal yang mereka sebut nama Allah dan bermohon pada-Nya.[6] Ayat ini mengungkap kelemahan mereka, yang hanya berharap duniawi.
- وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍdan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.
Banyak orang yang beribadah haji, yang kegiatannya dipenuhi dengan ibadah yang sifatnya ritual seperti berdzikir, baca al-Qur`an, shalat, thawaf, tapi do’anya untuk kepentingan dunia. Orang yang seperti itu, tidak akan mendapat bagian apa pun di akhirat. Tegasnya walau praktiknya seperti ibadah ritual untuk akhirat, kalau do’a dan tujuannya hanya untuk dunia, maka di akhirat nihil, tidak akan mendapat bagian apa pun. Sebaliknya walau kelihatan lahiriyahnya mencari harta seperti berniaga, kalau tujuannya untuk kepentingan akhirat, maka akan mendapatkan dunia akhirat. Allah SWT berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا () وَمَنْ أَرَادَ الْآَخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik. Qs.17:18-19
- وَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.
Golongan yang tepat adalah yang mencari kebaikan di dua alam yaitu dunia dan akhirat. Itulah salah satu makna beberapa khuthbah Rasul SAW selama ibadah haji. Beliau tidak memisahkan antara aturan syari’ah yang berkaitan dengan ibadah dengan aturan yang berkaitan dengan urusan duniawi. Hal ini sebagai bukti pula hikmah dari dibolehkannya berniaga di musim haji. Tidak satu pun priode ibadah berdasar syari’ah yang meninggalkan urusan duniawi. Hakikat kebahagiaan hidup berdasar ayat ini adalah (1)hasanah di dunia, (2) hasanah di akhirat, (3) terbebas dari api neraka. Tentu saja tujuan hidup ini akan tercapai bila segala sebab dan jalannya ditempuh secara hasanah pula, dan menjauhi hal-hal yang menjerumuskan diri ke neraka. Anas Bin Malik menerangkan bahwa Rasul SAW pernah memanggil seorang shahabat yang menderita penyakit hingga bagaikan ayam yang dicabuti bulunya. Beliau bertanya padanya:
هَلْ كُنْتَ تَدْعُو بِشَيْءٍ أَوْ تَسْأَلُهُ إِيَّاهُ قَالَ نَعَمْ كُنْتُ أَقُولُ اللَّهُمَّ مَا كُنْتَ مُعَاقِبِي بِهِ فِي الْآخِرَةِ فَعَجِّلْهُ لِي فِي الدُّنْيَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُبْحَانَ اللَّهِ لَا تُطِيقُهُ أَوْ لَا تَسْتَطِيعُهُ أَفَلَا قُلْتَ اللَّهُمَّ { آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ }قَالَ فَدَعَا اللَّهَ لَهُ فَشَفَاهُ
Apakah anda berdo’a sesuatu, atau bermohon pada-Nya yang berkaitan dengan nasibmu kini? Ia menjawab: Betul aku berdo’a, yang aku ucapkan: Ya Allah aku tidak ingin tersiksa di kahirat. Jika Engkau akan siksa diriku, lebih baik di dunia ini secepatnya! Rasul SAW bersabda “Subhana Allah” mengapa kamu berdo’a demikian, maka kamu tidak akan kuat menghadapinya. Mengapa kamu tidak berdo’a dengan mengatakan: “Ya Allah berikanlah padaku kebaikan di dunia, dan kebaikan di akhirat, serta jauhkanlah aku dari adzab neraka” . Kemudian orang tersebut berdo’a seperti apa yang dinasihatkan Rasul SAW pada nya, maka Allah SWT menyembuhkannya. Hr. Muslim.[7]
- أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan;
Orang yang menghendaki kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat, serta menempuh segala syaratnya, maka Allah akan memberikan sesuai dengan apa yang mereka usahakan. Penegasan kalimat مِمَّا كَسَبُوا mengisyaratkan bahwa dikabulkan atau tidak, doa seseorang tidak hanya ditentukan oleh kekhusyuan, tapi juga sangat terkait dengan usahanya yang dijalankan. Manusia yang berusaha dan berdo’a, maka Allah yang mengabulkan dan memberikan pahala.
- وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya
Allah SWT akan tepat dan cepat memperhgitungkan amal manusia. Amal baik maupun amal buruk manusia akan, dihitung dan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Tidak satu ucap, atau tindakan apa pun yang tidak ada perhitungannya.
- Beberapa Ibrah
- Usai ibadah haji bukan berarti telah selesai tugas lainnya. Ibadah haji mesti ditindaklanjuti dengan ibadah yang lainnya baik yang bersifat ritual seperti dzikir, maupun yang bersifat social, seperti yang dopesankan Rasul SAW dalam berbagai khuthbah selama manasik.
- Muslim yang beribadah haji dan umrah ada yang bertujuan mencari kebahagiaan di dunia saja; ada pula yang mengharap akhirat saja, ada pula yang mengharap kebahagiaan dunia dan akhirat. Semuanya itu akan diberikan ketercapaian oleh Allah SWT.
- Nasib di akhirat sangat terkait dengan usaha dan do’a manusia. Bila ibadahnya itu hanya mengharap dunia, maka dunialah yang akan didapat. Jika hanya untuk akhirat saja, maka akhiratlah yang bakal didapat. Demikian pula yang mengharap kebahagiaan dunia dan akhirat, maka kebahagiaan keduanya akan didapat. Namun perlu diingat bahwa semua yang dinginkan itu tidak cukup hanya dengan berdo’a melainkan mesti usaha. Bahkan kalau memperhatikan kalimat أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا ternyata Allah SWT menentukan nasib manusia berdasar apa yang mereka usahakan. Perhatikan gambar berikut:
[1] Tafsir Ibn Abi Hatim, II h.43
[2] Ibn hajar al-Asqalani, al-I’jab fi Bayan al-Asbab, I h.511
[3] Tafsir al-Tsa’alibi, I h.158
[4] Tafsir al-Baydlawi,
[5] Musnad Ahmad, V h.30
[6] Tafsir al-Thabari, II h.298
[7] Shahih Muslim, hadits no.4853