ali-Imran:160 PERTOLONGAN ALLAH TIDAK TERKALAHKAN
TAK ADA YANG DAPAT MENGALAHKAN YANG MENDAPAT PERTOLONGAN ALLAH
(Kajian ALi-Imran:160)
- Teks Ayat dan tarjamahnya
Ø¥Ùنْ ÙŠÙŽÙ†Ù’ØµÙØ±Ù’ÙƒÙم٠اللَّه٠Ùَلَا ØºÙŽØ§Ù„ÙØ¨ÙŽ Ù„ÙŽÙƒÙمْ ÙˆÙŽØ¥Ùنْ يَخْذÙلْكÙمْ Ùَمَنْ ذَا الَّذÙÙŠ ÙŠÙŽÙ†Ù’ØµÙØ±ÙÙƒÙمْ Ù…Ùنْ بَعْدÙه٠وَعَلَى اللَّه٠ÙÙŽÙ„Ù’ÙŠÙŽØªÙŽÙˆÙŽÙƒÙ‘ÙŽÙ„Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ¤Ù’Ù…ÙÙ†Ùونَ
Jika Allâh menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allâh membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allâh sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allâh saja orang-orang mu’min bertawakkal. Qs.3:160
- Kaitan dengan ayat sebelumnya
Ayat 159 menerangkan tentang sifat Rasûl SAW yang lemah lembut kepada shahabat, walau yang pernah melakukan kekeliruan di perang Uhud. Pada ayat tersebut diperintahkan pula untuk banyak musyawarah dalam mengambil keputusan. Jika keputusan telah disepakati maka semua fihak tawakkal kepada Allâh dalam menjalankan keputusan yang telah disepakati itu. Pada ayat 160 ini seakan-akan menjanjikan bahwa orang yang berpegang teguh pada kesepakatan sambil tawakkal kepada Allâh, akan mendapat pertolongan-Nya. Jika Allâh SWT memberikan pertolongan, maka siapa pun tidak akan mampu mengalahkannya.
- Tinjauan Historis
Secara historis ayat ini ada kaitannya dengan perang Badr dan perang Uhud. Kedua perang tersebut menunjukkan bahwa menang ataupun kalah sangat berkaitan dengan ada atau tidaknya pertolongan Allâh SWT. Jika Allâh SWT memberikan pertolongan, siapa pun tidak bisa mengalahkannya seperti pada peristiwa perang Badar. Namun jika Allâh membiarkannya, siapa pun tidak bisa memberikan pertolongan, seperti pada peristiwa perang Uhud.[1] Perang Badr terjadi tanggal 17 Ramadlan tahun 2 H, muslim berjumlah 314 bisa mengalahkan tentara musyrik yang jumlah pasukannya lebih dari seribu orang.[2]
Perang Uhud terjadi pada tanggal 7 syawal tahun 3 H, kaum musyrikin dengan dana seribu ekor unta dan lima puluh ribu dinar dapat mengacaukan pasukan muslimin. Kaum muslimin pada perang Uhud menderita kerugian, terutama dengan terbunuhnya panglima perang yaitu Hamzah bin Abd al-Muthallib.
- Tafsir Lafzhiyah
- Ø¥Ùنْ ÙŠÙŽÙ†Ù’ØµÙØ±Ù’ÙƒÙم٠اللَّهÙ  Jika Allâh menolong kamu
Dengan kata “jika” menunjukkan bahwa Allâh SWT mempunyai kekuasaan untuk menolong siapa pun, ataukah tidak. Namun walau Dia memiliki kewenangan mutlak untuk menghendaki sesuatu, tapi selalu sesuai dengan janji-Nya. Sebagai bukti, pertolongan Allâh SWT diberikan kepada pejuang Badr, karena mereka shabar dan disiplin mentaati syari’ah. Allâh SWT juga menjamin, membela yang shabar dan taqwa sebagaimana ditandaskan pada ayat yang lalu:
ya (cukup), jika kamu bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allâh menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda. Qs.3:125
Ayat ini berkaitan dengan perang Badr, yang dimenangkan kaum muslimin. Pertolongan saat itu diberikan Allâh kepada kaum muslimin yang bershabar dan bertakwa. Oleh karena itu perlu diyakini, sebagaimana telah ditandaskan apada ayat yang lalu, bahwa pertolongan yang mutlak hanya datang dari Allâh SWT.
Dan Allâh tidak menjadikan pemberian bala-bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan) mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allâh Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Qs.3:126
- Ùَلَا ØºÙŽØ§Ù„ÙØ¨ÙŽ Ù„ÙŽÙƒÙمْ maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu;
Siapa pun tidak ada yang mampu melawan kehendak Allâh SWT. Al-Shabuni mengomentari kalimat ini dengan mangatakan:
إذَا أَرَاد الله نَصْرَكÙÙ… Ùَلاَ ÙŠÙمْكÙÙ†Ù ÙلأَØÙŽØ¯Ù أَنْ ÙŠÙŽØºÙ’Ù„ÙØ¨ÙŽÙƒÙÙ…
Jika Allâh SWT berkehendak untuk menolong kalian, maka seorang pun tidak mungkin bisa mengalahkan kalian.[3] Jika pertolongan Allâh tiba, seperti pada perang Badar, maka tidak ada yang mampu mengalahkannya. Pertolongan Allâh itu diberikan kepada orang mu`min yang menolong agama Allâh SWT, sebagaimana ditandaskan:
يَا أَيّÙهَا الَّذÙينَ Ø¢ÙŽÙ…ÙŽÙ†Ùوا Ø¥Ùنْ ØªÙŽÙ†Ù’ØµÙØ±Ùوا اللَّهَ ÙŠÙŽÙ†Ù’ØµÙØ±Ù’ÙƒÙمْ ÙˆÙŽÙŠÙØ«ÙŽØ¨Ù‘ÙØªÙ’ أَقْدَامَكÙمْ
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allâh, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. Qs.47:7
Oleh karena itu, jika ingin mendapat pertolongan Allâh, mesti menolong agama Allâh SWT.
- ÙˆÙŽØ¥Ùنْ يَخْذÙلْكÙمْ  jika Allâh membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan),
Perkataan خَذَلَ – يَخْذÙل٠– خَذْلاً mempunyai arti membiarkan dengan tidak memberi pertolongan atau menelantarkan.[4] Menurut al-Zuhayli:
الخذْلان هو تَرْك٠العَون الإلهÙÙŠ Ù…ÙØªÙŽØ¸ÙŽØ± عÙنْدَ Ø§Ù„Ø¹ÙØµÙ’يَان ÙˆØ§Ù„Ù…ÙØ®ÙŽÙ„ÙÙŽØ©[5]
الخذْلان ialah tidak adanya pertolongan dari Allah yang diakibatkan terjadinya pelanggaran atau penyimpangan dari ketentuan Allah SWT.
- Ùَمَنْ ذَا الَّذÙÙŠ ÙŠÙŽÙ†Ù’ØµÙØ±ÙÙƒÙمْ Ù…Ùنْ بَعْدÙه٠ maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allâh sesudah itu?
Menurut al-Qâsimi, kata مَنْ (siapa) dalam ayat ini berfungsi Istifhâm inkâri[6], siapa berma’na tidak ada. Ayat ini sebagai penegasan bahwa pertongan mutlak itu hanya dari Allâh. Hal ini juga merupakan dorongan untuk taat pada Allâh SWT, supaya mendapat pertolongan, serta jangan melanggarnya supaya tidak dibiarkan menderita kekalahan. [7] Allâh SWT menyiksa orang kafir di dunia ini adalah dengan kekuatan orang mu`min (9:14).
قَاتÙÙ„ÙوهÙمْ ÙŠÙØ¹ÙŽØ°Ù‘ÙØ¨Ù’Ù‡ÙÙ…Ù Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù Ø¨ÙØ£ÙŽÙŠÙ’دÙيكÙمْ ÙˆÙŽÙŠÙØ®Ù’زÙÙ‡Ùمْ ÙˆÙŽÙŠÙŽÙ†Ù’ØµÙØ±Ù’ÙƒÙمْ عَلَيْهÙمْ وَيَشْÙÙ ØµÙØ¯Ùورَ Ù‚ÙŽÙˆÙ’Ù…Ù Ù…ÙØ¤Ù’Ù…ÙÙ†Ùينَ
Perangilah mereka, niscaya Allâh akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allâh akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, Qs.9:14
Oleh karena itu, jika orang mu`min menghendaki kemenangan, mesti siap melawan  dan mengalahkan orang kafir.
- وَعَلَى اللَّه٠ÙÙŽÙ„Ù’ÙŠÙŽØªÙŽÙˆÙŽÙƒÙ‘ÙŽÙ„Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ¤Ù’Ù…ÙÙ†Ùونَ Karena itu hendaklah kepada Allâh saja orang-orang mu’min bertawakkal
Tawakkal adalah menyerahkan kepercayaan sepnuhnya kepada Allâh SWT dan menghindari penyerahan secara penuh kepada selain-Nya.[8] Karena pertolongan itu hanya milik Allâh SWT, maka setiap mu`min jangan menyerahkan atau mempercayakan urusannhya secara penuh kepada selain Allâh. Tawakkal yang berma’na penyerahan penuh kepercayaan, hanya boleh kepada Allâh SWT. Jika menyerahkan diri kepada selain-Nya, maka akan jauh dari pertolongan Allâh. Sedangkan jika tawakkal kepada Allâh akan meraih kemenangan, perlindungan dan rejeki.
عَنْ عÙمَرَ بْن٠الْخَطَّاب٠قَالَ قَالَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ لَوْ أَنَّكÙمْ ÙƒÙنْتÙمْ تَوَكَّلÙونَ عَلَى اللَّه٠ØÙŽÙ‚Ù‘ÙŽ تَوَكّÙÙ„ÙÙ‡Ù Ù„ÙŽØ±ÙØ²ÙقْتÙمْ كَمَا ÙŠÙØ±Ù’زَق٠الطَّيْر٠تَغْدÙÙˆ Ø®Ùمَاصًا وَتَرÙÙˆØÙ Ø¨ÙØ·ÙŽØ§Ù†Ù‹Ø§
Hadits dari Umar bin Khaththab, Rasûl bersabda: Jika kalian tawakkal kepada Allâh dengan sebenar-benarnya tawakkal, maka pasti mendapat rejeki seperti burung yang pergi pagi dalam keadaan perut kosong dan pulang di sore hari dalam keadaan perut kenyang. Hr. Ahmad (164H-241H), al-Turmudzi (209H-270) dan Ibn Majah (207H-275H).[9]
Tawakkal, bukan berarti penyerahan diri tanpa usaha, tapi sebagaimana diumpamakan seekor burung yang lapar, pergi meninggalkan sarangnya. Burung yang lapar tersebut, tidak menyerahkan diri sambil diam di sarang, melainkan pergi usaha, walau tidak mengetahui rejeki itu di mana tempatnya. Atas pertolongan Allâh SWT, burung yang berusaha itu, kembali di sore hari mendapat rejeki hingga kenyang. Itulah perumpamaan tawakkal yang mesti dijadikan pelajaran.
Pada suatu hari, Rasûl SAW. didatangi seseorang bernama Amr bin Umayyah yang berkendaraan unta. Ketika orang tersebut ditanya mengapa untanya dibiarkan lepas, ia menjawab tawakkal kepada Allâh SWT. Rasûl SAW bersabda kepada orang tersbut:
بَلْ  قَيÙّدْهَا وَتَوَكَّل
Yang benar adalah, ikat dulu, kemudian tawakkal. Hr. al-Hakim (321H-405H), al-Bayhaqi (384-458H).[10]
Menurut al-Haytsami (w.807H), hadits ini diriwayatkan pula oleh al-Thabarani dengan berbagai jalur, dan para rawinya dapat dipercaya.[11]
Hadits ini menunjukkan bahwa tawakkal mesti disertai usaha semaksimal mungkin. Ibn Umayyah diperintah Rasûl Allâh SAW untuk menambat hewan kendaraanya terlebih dahulu, baru meninggalkan sambil tawakkal. Dengan demikian mengunci kendaraan dengan kunci yang kuat, tidak mengurangi nilai tawakkal. Justru untuk ketentraman hati dalam tawakkal kepada Allâh SWT, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, mesti disertai usaha semaksimal mungkin.[12]
- Beberapa Ibrah
- Pertolongan Allah SWT bersifat mutlak, jika diberikan kepada hamba-Nya, maka tidak akan bisa mengalahkannya.
- Jika Allah tidak memberi pertolongan maka, siapa pun tidak akan bisa menolongnya.
- Allâh SWT memberikan pertolongan atau tidak bukan tanpa alasan.
- Kemenangan Perang Badar sebagai bukti kuatnya pertolongan Allah diberikan kepada yang bershabar dan bertaqwa.
- Kerugian di Perang Uhud sebagai bukti, bahwa Allah SWT bersifat adil kepada hamba-Nya.
- Minta pertolongan dalam mengalahkan hafir mesti disertai kekuatan perang dengan mereka, karena Allah SWT menyiksa kafir dengan kekuatan mu`min.
- Tidak sepatutnya mu`min menyerahkan kepercayaan urusannya kepada selain Allah SWT.
- Berkaitan dengan ayat sebelumnya tawakkal mesti disertai musyawarah dan usaha.
- Orang yang bertawakkal mendapat jaminan dari Allah SWT, baik rejeki maupun pertolongan lainnya.
[1] Abd Allâh bin Ahmad al-Nasafi, Tafsir al-Nasafî, I h.191
[2] Shafiy al-Rahmân al-Mubârakfûri, al-Rahîq al-Mahtûm, h.225-306
[3] Muhammad Ali Al-Shabuni, Shafwat al-Tafâsîr, I h.240
[4] Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab-Indonesia, h.354
[5] Wahbah al-Zuhayli, al-Tafsir al-Munir, IV h.144
[6] kata tanya, tapi berma’na menyangkal.
[7] Jamal al-Dîn al-Qâsimî (1283H-1332H), Mahâsin al-Ta`wîl, IV h.279
[8] Ali al-Jurjani (740H-816H), al-Ta’rîfât, h.97, Muhammad al-Munâwî (952-1031H), al-Ta’ârîf, I h.217
[9] Musnad Ahmad, I h.30, Sunan al-Turmudzi, VI h.573, Sunan Ibn Majah, II h.1394, Musnad al-Thayalisi, I h.11
[10] Abu Abd Allâh al-Hakim al-Naysaburi, al-Mustadrak Bayna al-Shahihayni, III h.722, al-Bayhaqi, Syu’b al-`Iman, II h.80
[11] Ali bin Abu Bakr al-Haytsami, Majma’ al-Zawa`id, X h.303