SYAHADAT MEMBAWA KE SURGA seri 01
SYAHADAT MEMBAWA KE SURGA
(kajian hadits riwayat al-Bukhari dari Anas bin Malik)
A. Teks Hadits dan Tarjamah
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ قَتَادَةَ قَالَ حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمُعاذٌ رَدِيفُهُ عَلَى الرَّحْلِ قَالَ يَا مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ قَالَ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ قَالَ يَا مُعَاذُ قَالَ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ ثَلَاثًا قَالَ مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُخْبِرُ بِهِ النَّاسَ فَيَسْتَبْشِرُوا قَالَ إِذًا يَتَّكِلُوا وَأَخْبَرَ بِهَا مُعَاذٌ عِنْدَ مَوْتِهِ تَأَثُّمًا
Ishaq bin Ibrahim telah menyampaikan hadits pada kami yang mengatakan Mu’adz bin Hisyam menyampiakan hadits pada kami. Katanya Bapaku menyampaikan hadits padaku dari Qatadah. Dia berkata Anas bin Malik telah meriwayatkan hadits: sesungguhnya Nabi SAW ketika Mu’adz berbonceng dalam perjalanan dengannya bersabda: Wahai Mu’adz bin jabal! Kata Mu’adz Labbaik ya Rasul Allah wa Sa’daik. Lalu Rasul SAW memanggilnya hingga tiga kali, dan Mu’adz menjawab لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ. Kemudian Rasul SAW bersabda: مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ (tiada seseorang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad sebagai Rasul ALLAH dengan sebenar-benarnya dari hati sanubari, kecuali Allah mengharamkan baginya neraka). Mu’adz bertanya قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُخْبِرُ بِهِ النَّاسَ فَيَسْتَبْشِرُوا (apakah tidak sebaiknya aku bertahukan kepada halayak orang, supaya mereka berbahagia?). Rasul SAW bersabda إِذًا يَتَّكِلُوا (jangan-juangan mereka akan berpangku tangan tanpa usaha!). Kemudian Mu’adz menympaikannya tatkala beliau menghadapi kematian, karena merasa takut berdosa bila tidak menyampaikannya pada halayak. Hr. al-Bukhari (194-256H)[1].
B. Takhrij
a. Sekilas Sanad
b. Perbandingan Matan
MUKHRIJ |
REDAKSI/MATAN |
TARJAMAHNYA |
Ahmad (164-241H). |
مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُخْلِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ يَقِينًا مِنْ قَلْبِهِ لَمْ يَدْخُلْ النَّار |
Barangsia yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dengan dalam hati, atau penuh keyakinan, maka tidak akan masuk neraka |
al-Bukhari (194-256H)[2] |
مَا مِنْ أَحَدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُخْبِرُ بِهِ النَّاسَ فَيَسْتَبْشِرُوا قَالَ إِذًا يَتَّكِلُوا وَأَخْبَرَ بِهَا مُعَاذٌ عِنْدَ مَوْتِهِ تَأَثُّمًا |
tiada seseorang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad sebagai rasul ALLAH dengan sebenar-benarnya dari hati sanubari, kecuali Allah mengharamkan baginya neraka). Mu’adz bertanya (apakah tidak sebaiknya aku bertahukan kepada halayak orang, supaya mereka berbahagia?). Rasul SAW bersabda (jangan-juangan mereka akan berpangku tangan tanpa usaha!). Kemudian Mu’adz menympaikannya tatkala beliau menghadapi kematian, karena merasa takut berdosa bila tidak menyampaikannya pada halayak |
Muslim (206-261H).[3] |
مَا مِنْ عَبْدٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُخْبِرُ بِهَا النَّاسَ فَيَسْتَبْشِرُوا قَالَ إِذًا يَتَّكِلُوا |
tiada seseorang hamba yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad sebagai rasul ALLAH kecuali Allah mengharamkan baginya neraka). Mu’adz bertanya (apakah tidak sebaiknya aku bertahukan kepada halayak orang, supaya mereka berbahagia?). Rasul SAW bersabda (jangan-juangan mereka akan berpangku tangan tanpa usaha!). Kemudian Mu’adz menympaikannya tatkala beliau menghadapi kematian, karena merasa takut berdosa bila tidak menyampaikannya pada halayak |
Al-Tirmidzi (209-279H).[4] |
مَنْ شَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ النَّارَ |
Barangsiapa yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusn Allah, maka haram baginya neraka |
C. Syarh Sekilas
1. أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمُعاذٌ رَدِيفُهُ عَلَى الرَّحْلِ sesungguhnya Nabi SAW dan Mu’adz sedang berboncengan di atas kendaraannya.
Kalimat ini mengisyaratkan bahwa Anas bin Malik menceritrakan keadaan Mu’adz bersama Rasul tatkala menerima hadits.
Mu’adz bin Jabal bernama أبو عبد الرحمن الأنصاري الخزرجي nama lengkapnya معاذ بن جبل: بن عمرو بن أوس بن عائذ بن عدي بن كعب بن عمرو بن أدي بن علي بن أسد بن ساردة بن يزيد بن جشم بن عدي بن نابي بن تميم بن كعب yang masuk Islam sejak Rasul sebelum Hijrah ke Madinah. Dia berbai’at kepada Rasul SAW pada baiat al-Aqabah kedua. Oleh karena itu termasuk السابقون الأولون yang telah dijamin masuk surga rombongan paling depan. [5] Beliau pernah diutus menjadi gubernur di Yaman dengan membawa surat dari Rasul untuk masyarakat di sana, yang menegaskan إني بعثت لكم خير أهلي (aku mengutus keluargu terbaik untuk kalian).[6] Dalam berbagai hadits sering dijuluki أمير و معلم pemimpin dan guru umat. Beliau wafat di negeri Syam tahun 17 H menurut riwayat lain tahun 18H.
2. قَالَ يَا مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ قَالَ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ قَالَ يَا مُعَاذُ قَالَ لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ ثَلَاثًا sampai tiga kali Rasul SAW memanggil Mu’adz, walau sudah menyahutnya dengan kalimat لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَسَعْدَيْكَ (ku sambut panggilanmu ya Rasul dengan bahagia). Panggilan berulang semacam ini mengisyaratkan betapa pentingnya apa yang akan disampaikan Rasul dan betapa beliau menyayangi Mu’adz. Dalam kesempatan lain Rasul SAW pernah memujinya dengan sabdanya وأعْلَمُهُم بِالحَلال والحَرَام مُعَاذ (shahabat yang paling tahu tentang hukum halal dan haram).[7] Mu’adz juga termasuk shahabat yang mendapat referensi langsung dari Rasul SAW tentang rujukan membaca al-Qur`an. Sabdanya:
اسْتَقْرِئُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ مِنْ ابْنِ مَسْعُودٍ وَسَالِمٍ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ وَأُبَيٍّ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ
Mintalah bacaan al-Qur`an dari empat shahabat yaitu Ibn Mas’ud, Salim ajudan Hudzaifh, Ubay bin Ka’b dan Mu’adz bin Jabal. Hr.al-Bukhari.[8]
Hadits ini mengisyaratkan bahwa empat shahabat tersebut direferensikan Rasul sebagai rujukan al-Qur`an, baik dalam bacaan maupun kelengkapan pembendaharaannya.
3. قَالَ مَا مِنْ أَحَدٍ Rasul SAW bersabda: tiada seorang pun
Kalimat nafi semacam ini berfungsi menegaskan kepastian, karena tercantum perkataan إلا setelahnya. Oleh karena itu susunan kalimat semacam ini sering berfungsi sebagai al-Hasyr men-generalisasi.
4. يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ bersyahadat bahwa tiada tuhan selain Allah.
Wahbah al-Zuhayli menafsirkan شَهِدَ-يَشْهَدُ – شَهَادَة sebagai berikut:
الشَّهَادَة : الإخْبَار الْمَقْرُون بِالعِلْمِ وَالإظْهَار وَالبَيَان إمَّابِالْمُشَاهَدَةِ الْحسِّيَّة وَإمَا بِالْمُشَاهَدَةِ الْمَعْنَوِيَّة وَ هِيَ الْحُجَّة وَالْبُرْهَان
Syahadat atau persaksian ialah mengungkapkan fakta dilandasi ilmu, bukti dan penjelasan, baik yang bersifat indrawi ataupun ma’nawi. Bukti ma’nawi ialah hujah, argumentasi dan dalil yang kuat. [9]
Ma’na kalimat أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّه secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar ini mengisyaratkan bahwa kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّه , mengandung dua ma’na; (1) menafikan, menolak, menentang ketuhanan selain Allah, baik dalam ucap, sikap, maupun tindakan atau perbuatan, (2) menetapkan, meyakini, mengikrarkan bahwa hanya Allah sebagai tuhan yang dibuktikan dalam ucapan, sikap maupun perbuatan.[10] Dengan demikian iman kepada Allah dengan tauhid, mesti dibarengi kufur terhadap tuhan lain-Nya. Tidak sah tauhid tanpa menolak kemusyrikan. Tidak sah iman kepda Allah tanpa kufur kepada selain-Nya. Perhatikan hadits yang tercantum dalam gambar di atas:
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللَّهِ
Barangsia yang menyatakan tiada tuhan selain Allah dan menolak apa yang dipertuhankan selain-Nya, maka haram harta dan darahnya untuk diganggu. Perhitungannya urusan Allah. Hr. Muslim.[11]
Utsaimin memahami kalimat لاَ إِلَهَ إِلا اللَّهُ dengan لاَإله حَقّ إلاَّ الله tiada yang berhak dipertuhankan, tiada tuhan yang benar selain Allah. Ada manusia yang mempertuhankan selain-Nya, maka termasuk bathil.[12] Allah SWT berfirman:
ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ هُوَ الْبَاطِلُ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. Qs.22:62
Dalam ayat ini tersirat bahwa yang dipertuhankan manusia itu cukup banyak, tapi yang benar hanyalah Allah. Yang dipertuhankan manusia selian Allah adalah bathal. Dengan demikian kalimah لاَ إِلَهَ إِلا اللَّهُ , bukan manfikan yang dipertuhankan manusia, tapi menolak mempertuhankan apa pun selain Allah. Inilah prinsip tauhid yang menjadi dasar keimanan, dan menjadi pokok pangkal dalam sigala ucap, sikap, serta perbuatan. Muhammad bin Abd al-Wahab (w.1206), menggariskan bahwa tauhid itu mencakup tiga hal (1) تَوحِيد الله فِي الأسماء والصفَات mengesakan Allah dalam al-Asma dan Sifat-sifatnya. Oleh karena itu yang termasuk al-Asma al-Husna tidak boleh diterapkan pada selain-Nya, serta sifat kesempurnaan Allah tidak boleh disamakan dengan yang lain-Nya. (2) تَوحيْد الرُّبُوبِيَّة mengesakan Allah dalam aturan. Kalimah لاَ إِلَهَ إِلا اللَّهُ pada tauhid ini mengandung arti tiada yang berhak menentukan haram, dan halal, atau cara hidup serta hukum lainnya selian Allah SWT. Oleh karena itu kalimah لاَ إِلَهَ إِلا اللَّهُ mesti diterapkan dalam menjalankan aturan-Nya, dan menolak kemutlakan aturan selain syari’ah Allah SWT. (3) تَوحيد فِي العِبَادة hanya berbakti, mengambdi dan menghambakan diri pada Allah dan bertujuan hanya untuk mencari rido-Nya. Oleh karena itu kalimat لاَ إِلَهَ إِلا اللَّهُ dalam tauhid ini menolak untuk tunduk dan menyembah kepada selain Allah SWT. Tiada yang berhak disembah dan ditakuti selain Allah SWT.[13]
Adapun prinsip syahadat tauhid berdasar beberapa ayat al-Qur`an dapat digambarkan sebagai berikut:
[1] Shahih al-Bukhari, I h.59
[2] Shahih al-Bukhari, I h.59
[3] Shahih Muslim, I h.57
[4] Sunan al-Tirimidzi (al-Turmudzi), V h.23
[5] Khalid Muhammad Khalid, Rijal Hawl al-Rasul, h.102
[6] Ibn Hajar al-Asqalani, al-Ishabah fi Ma’rifat al-Shahabah, III h.98
[7] Musnad Ahmad, III h.281, Sunan al-Tirmidzi, V h.665, al-Mustadrak, III h.477
[8] Shahih al-Bukhari, no.3534
[9] al-tafsir al-Munir, III h.177
[10] Abd al-Rahman bin Nashir (w.1376H), Kitab al-Qaul al-Sadid fi Maqasid al-Tauhid, h.31
[11] Shahih Muslim, I h.113
[12] Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Syarh al-Arba’in al-Nawawiyah (2004M), h.27
[13] Kitab al-Tauhid, h.11-14