ZUHUD seri 01
ORANG ZUHUD BAKAL DICINTAI
(kajian hadits riwayat Ibn Majah dari Abi al-Abbas) bagian pertama
A. Teks Hadits dan Tarjamahnya
حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ أَبِي السَّفَرِ حَدَّثَنَا شِهَابُ بْنُ عَبَّادٍ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ عَمْرٍو الْقُرَشِيُّ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِي اللَّهُ وَأَحَبَّنِي النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّوكَ
(Ibn Majah menerangkan) telah menyampaikan hadits pada kami, Abu Ubaidah bin Abi al-Safar; Syihab bin Abbad telah menyampaikan hadits pada kami. Khalid bin Amr al-Qurasyi meyampaikan hadits pada kami dari Sufyan al-Tsauri, dari Abi Hazim, dari Sahl bin Sa’d al-Sa’idi yang menerangkan: Seorang laki-laki menghadap Nabi SAW. dia berkata Wahai Rasul! Tunjukkan padaku amal yang bila ku kerjakan, Allah akan mencintaiku, manusia pun mencintaiku. Rasul SAW bersabda: Zuhudlah dalam masalah dunia, tentu Allah SWT akan mencintaimu, dan Zuhudlah apa yang di tangan orang lain, maka manusia mencintaimu. Hr. Ibn Majah.[1]
B. Takhrij Hadits
1. Popularitas Hadits
Hadits ini sangat popular, baik dilakang muhadits selain Ibn Majah, juga al-Thabarani (260-360H)[2], dalam al-Mu’jam al-Kabir, al-Qadla’iy (w.454H),[3] dalam al-Bayhaqi (364-458H),[4] al-Daylami (445-509H),[5] dikalangan fiqh al-Hadits seperti al-Nawawi (w.676H),[6] Ibn Rajab (w.750H),[7] Isma’il al-Kannani (762-840H),[8] al-Asqalani (773-852H),[9]
2. Mata Rantai Riwayat Ibn Majah
Dalam tekas hadits di atas, sanadnya diungkapkan diungkapkan sebagai berikut: حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ أَبِي السَّفَرِ حَدَّثَنَا شِهَابُ بْنُ عَبَّادٍ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ عَمْرٍو الْقُرَشِيُّ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ أَبِي حَازِمٍ عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ berdasar ungkapan Ibn Majah tersebut maka sejak Sahl, Abu al-Abbas sebagai shabat Rasul hingga Ibn Majah sebagai Muhkarrij, mata rantainya dapat digambarkan seperti berikut:
3. Kualitas Hadits
Dalam mata rantai riwayat Ibn Majah terdapat rawi yang bernama Khalid bin Amr yang menurut Ahmad, dan Ibn Ma’in suka meriwayatkan hadits maudlu. Imam al-Bukhari menilai Munkar al-Hadits.[10] Menurut al-Kannani hadits ini tidak sampai ke al-Tsauri.[11] Al-Nawawi,[12] al-Asqalani,[13] al-Tirmidzi menilai hadits ini sebagai hadits hasan karena terdapat beberapa hadits yang senada melalui jalur lainnya. [14] Al-Hakim (321-405H) menganggapnya sebagai hadits yang shahih, dan menyatakan memenuhi syarat al-Bukhari dan Muslim tapi meliau berdua tidak meriwayatkannya.[15] Isma’il al-Jarahi (w.1162H), setelah mengutip berbagai pandangan, menilai hadits ini sebagai hadits hasan. Abu Ya’la (367-446H) meriwayatkan hadits ini melalui jalur Abu Nu’aim al-Jurjani hingga al-Thabari yang meneganggapnya sebagai mata rantai yang shahih.[16] Al-Syaukani menandaskan bahwa hadits ini dikuatkan oleh hadits lainnya seperti jalur Abu Nu’aim sampai kepada Anas bin Malik yang sanadnya tsiqat (dapat dipercaya).[17] Jika ada hadits yang salah satu riwayatnya dianggap dla’if, tapi ada hadits lain yang tidak sama jalurnya, yang isinya sama dan tidak terlalu rendah kualitasnya, maka derajatnya menjadi hadits hasan. Itulah mungkin salah satu alas an mengapa Ibn Hajar al-Asqalani, dan al-Nawawi menilai hadits ini sebagai hadits hasan.
C. Syarh Sekilas
Sahl bin Sa’d al-Sa’idi, sebelumnya bernama Hazan, kemudian diganti oleh Rasul menjadi Sahl. Dikenal dengan Nama Abu al-Abbas al-Anshari al-Khazraji al-Sa’idi, wafat di Madinah tahun 88H. [18] Beliau adalah shahabat Rasul yang meriwayatkan hadits. Dia menyaksikan ada seorang laki-laki menghadap Rasul dan meminta nashihat. Siapa nama laki-laki yang menghadap Rasul SAW itu, tidak diterangkan oleh Sahl.
2. فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِي اللَّهُ وَأَحَبَّنِي النَّاسُ laki-laki itu berkata: wahai Rasul tunjukkan padaku amal yang bila saya amalkan, Allah akan mencintaiku. Demikian pula dengan amal tersebut, aku akan dicintai manusia.
Kalimat ini mengisyaratkan bahwa laki-laki tersebut mendambakan sesuatu yang sangat berharga nilainya, yaitu dicintai Allah dan dicintai manusia. Tiada kebahagiaan yang paling sempurna selain dicintai Allah dan dicintai makhluq-Nya. Orang yang dicintai Allah dan dicintai makhluq-Nya, hidupnya akan tenteram lahir bathin, di dunia maupun di akhirat kelak. Siapa pun tidak akan masuk surga kalau tidak dicintai Allah. Rasul SAW bersabda: لَا يُدْخِلُ أَحَدًا مِنْكُمْ عَمَلُهُ الْجَنَّةَ وَلَا يُجِيرُهُ مِنْ النَّارِ وَلَا أَنَا إِلَّا بِرَحْمَةٍ مِنْ اللَّهِ amal seseorang tidak menjadikan ia masuk surga dan membebaskannya dari neraka, termasuk diriku kecuali dengan rahmat dari Allah SWT. Hr.Muslim.[19] Berdasar hadits ini, yang dapat memasuk seseorang ke surga bukan amal, tapi rahmat dan kasih sayang Allah SWT. Sedangkan Allah SWT mencurahkan rahmat-Nya hanya kepada yang Dia cintai. Inilah pentingnya dicintai Allah SWT. Wajar shahabat yang menghadap Rasul SAW itu minta petunjuk tetang amal yang menghasilkan kecintaan dari Allah SWT.
3. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ . Rasul SAW bersabda: Zuhudlah dalam masalah dunia, tentu Allah SWT akan mencintaimu. Rasul SAW memberi petunjuk tentang amal yang dapat mendtangkan kecintaan Allah pada yang melakukannya, dengan menandaskan ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا zuhudlah dalam urusan dunia. Apa yang dimaksud dengan zuhud? , Zuhud menurut bahasa berasal dari زَهََد = زَهِدَ – يَزْهَدُ – زَهْدًا = زَهَدًا = زُهْدًا merupakan lawan kata dari رَغِب – يرغَب – رغبَة. [20] Kata al-Shan’ani (1059-1182H); الزهد هو قلة الرغبة في الشيء وإن شئت قلت قلت الرغبة عنه وفي اصطلاح أهل الحقيقة بغض الدنيا والإعراض عنها وقيل ترك راحة الدنيا لراحة الآخرة zuhud ialah kurang mencintai sesuatu, atau juga bisa dikatakan tidak begitu benci pada sesuatu. Kaum sufi beranggapan bahwa zuhud itu adalah membenci dunia dan berpaling darinya, ada juga yang mengatakan meninggalkan kesenagang dudnia demi mengejar kesenangan akhirat.[21] Ada pula yang mengartikan zuhud dengan mengosongkan hati dari ketrikatan dengan sesuatu yang tidak berada di tangan. Al-Jurjani mengartikan zuhud dengan في اللغة: ترك الميل إلى الشيء menrut bahasa berarti meninggalkan kecenderungan pada sesuatu, sedangkan menurut istilah, ada yang mengartikan ترك الأسف على معدوم ونفي الفرح بمعلوم tidak menyesal dengan yang hilang dan tidak terlalu girang oleh apa yang diraih.[22] Adapun perkataan الدُّنْيَا ditinjau dari sudat bahasa, bisa berasal dari (1) دنُوء – دُنُوءة yang berarti rendah dan hina, (2) دَنَا – يدنو – دنوَّا yang berarti dekat, (3) دَنِيَ – يَدْنى – دَنَايَة yang berarti rendah kualitasnya, murah harganya, hina derajatnya. Dunia diistilahkan demikian karena (1) derajat dunia sangat rendah dibanding akhirat. (2) hidup di dunia sangat singkat dan sangat dekat dengan akhirat. (3) harga dunia lebih rendah di banding akhirat. (4) untuk mencapai kebahagiaan dunia lebih mudah di banding mengejar kebahagiaan akhirat. Pengertian semacam ini tersirat pada beberapa hadits antara lain: (1) Rasul SAW bersabda مَوْضِعُ سَوْطٍ فِي الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا tempat cemeti di surga jauh lebih baik di banding dunia beserta isinya. Hr. al-Bukhari.[23] (2) Dari Aisyah diriwayatkan bahwa Rasul SAW bersabda رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا dua rakaat shalat fajr lebih baik di banding dunia beserta isinya. Hr. Muslim.[24] (3) Sabda Rasul SAW: رِبَاطُ يَوْمٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا وَمَوْضِعُ سَوْطِ أَحَدِكُمْ مِنْ الْجَنَّةِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا وَالرَّوْحَةُ يَرُوحُهَا الْعَبْدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ الْغَدْوَةُ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا sehari mempersiapkan diri berperang di jalan Allah lebih dari dunia dan seisinya. Tempat cemeti salah seorang di antaramu di surga, lebih baik dari dunia dan seisinya. Seorang hamba yang pergi di pagi hari atau sore untuk berjihad di jalan Allah lebih baik di banding dunia dan seisinya. Hr. Al-Bukhari.[25] Ketiga hadits tersebut menggambarkan betapa rendahnya derajat dunia di banding ke hidupan akhirat di seurga. Kebahagiaan di dunia sehari, berakhir dengan kesedihan di ahri berikutnya, kebugaran di dunia seminggu berakhir dengan kelelahan di hari lainnya. Betapa dunia ini singkat dirasakan kesenangannya. Suatu hari dunia ini menjadi beban, di hari lain menjadi hak dan membahagiakan. Di suatu saat penuh bahagia, di saat lain penuh duka. Betapa ruginya dan tersesat, orang yang hanya mencintai dunia, dengan tidak mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Allah SWT berfirman: الَّذِينَ يَسْتَحِبُّونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الْآَخِرَةِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh. Qs.14:3. Orang yang hanya mengejar dunia, akan mendapatkannya keni’matan sedikit dan singkat. Sedangkan orang yang mengejar kehidupan akhirat akan meraih bahagia paripurna. Allah SWT berfirman: مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الْآَخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ نَصِيبٍ Barangsiapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barangsiapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat. Qs.42:20. Firman-Nya juga: مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ () أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ Qs.11:15-16. Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan? Itulah sebabnya zuhud dalam dunia itu sangat penting. Persoalanya adalah: apa yang dimaksud dengan zuhud pada Dunia? Apakah, zuhud itu mesti melupakan dunia? Abu Dzar al-Ghifari meriwayatkan hadits لَيْسَ الزَّهَادَةُ فِي الدُّنْيَا بِتَحْرِيمِ الْحَلَالِ وَلَا فِي إِضَاعَةِ الْمَالِ وَلَكِنْ الزَّهَادَةُ فِي الدُّنْيَا أَنْ لَا تَكُونَ بِمَا فِي يَدَيْكَ أَوْثَقَ مِنْكَ بِمَا فِي يَدِ اللَّهِ وَأَنْ تَكُونَ فِي ثَوَابِ الْمُصِيبَةِ إِذَا أُصِبْتَ بِهَا أَرْغَبَ مِنْكَ فِيهَا لَوْ أَنَّهَا أُبْقِيَتْ لَكَ bukanlah zuhud pada dunia itu dalam arti mengharamkan yang halal, tidak pula mennyia-nyiakan atau menyepelakan harta. Zuhud pada dunia adalah menjadikan apa yang di tangan Allah lebih penting darimu dengan apa yang ditanganmu. Engkau menjadikan pahala mushibat yang menimpamu lebih kamu cintai andaikan tetap berada padamu (demi memperbanyak pahala). Hr.al-Tirmidzi dan Ibn Majah.[26] Menurut al-Tirmidzi[27] hadits ini gharib, dan terdapat rawi bernama Abi Idris al-Khawlani yang munkar al-Hadits.[28] Menurut al-Shan’ani hadits dari Abi Dzar ini marfu pada Nabi SAW. Beliau menandaskan فهذا التفسير النبوي يقدم على كل تفسير ini merupkan tafsiran Nabi SAW yang mesti lebih didahulukan atas segala tafsir.[29] Utsaimin memberikan komentar tentang arti zuhud pada dunia yaitu (1) tidak mencintai dunia secera berlebihan, (2) tidak mengambil dunia kecuali yang bermanfaat untuk kepentingan akhirat, (3) meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat, (4) meninggalkan yang kurang bermanfaat.[30] Pengertian tersebuit bersumber pula pada hadits مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan apa yang kurang bermanfaat baginya. Hr. Ahmad, Ibn Hibban.[31]
Kajian hadits ini belum tamat. Insya Allah bersambung ke syarah berikutnya:
[1] Muhamad bin Zaid Ibn Majah (207-275H)Sunan Ibn Majah, II h.1373
[2] al-Mu’jam al-Kabir, VI h.193
[3] Musnad al-Syihab, I h.373
[4] Syu’b al-Iman, VII h.344
[5] al-Firdaus, I h.431
[6] al-Arba’in al-Nawawiyah, no.31
[7] Jami al-Ulum wa al-Hikam, I h.299
[8] Misbah al-Zujajah, IV h.210
[9] Bulugh al-Maram, kitab al-Zuhud, h.334, al-Tarhib wa al-Trghib, IV h.74
[10] al-Dzhabi (w.748H), Mizan al-I’tidal, II h.419
[11] Misbah al-Zujajah, IV h.210
[12] al-Arba’in al-Nawawiyah, no.31
[13] Bulugh al-Maram, kitab al-Zuhud, h.334
[14] Ibrahim al-Husayni (1054-1120H), al-Bayan wa al-Ta’rif, I h.91
[15] al-Mustadrak, IV h.348
[16] al-Irsayad, II h.470
[17] Nail al-Awthar, V h.322
[18] al-Asqalani, Bulugh al-Maram, h.97
[19] Shahih Muslim, IV h.2171
[20] Lisan al-Arab, III h.196
[21] Subul al-Salam, IV h.170
[22] al-Ta’rifat, h.37
[23] Shahih al-Bukhari, no.5936
[24] Shahih Muslim, no.1193
[25] Shahih al-Bukhari, no.2678
[26] Sunan Ibn majah, no.4090
[27] Sunan al-Tirmidzi, no.2262
[28] Hadits munkar adalah yang dalam sanadnya terdapat orang yang pernah berbuat fasiq atau yang hafalannya sering salah atau kurang baik
[29] Subul al-Salam, IV h.171
[30] Syarah al-Hadits al-Arba’in al-Nawawiyah, h.346
[31] Musnad Ahmad, I h.201, Shahiah Ibn Hibban, I h.466