al-Nisa:11 (KETENTUAN MEMBAGI WARIS)
IV. KETENTUAN PERWARISAN
A. Hukum Waris jahiliyah yang dikoreksi Syari’ah
Orang jahiliyah masa lalu telah memiliki aturan perwarisan antara lain: (1) harta diwariskan hanya pada laki-laki dewasa, maka dikoreksi oleh syari’ah yang menetapkan bahwa laki-laki maupun wanita mempunyai hak waris, (2) anak angkat atau adopsi menimbulkan hak waris yang sama dengan anak kandung, dokereksi oleh surat al-Ahzab bahwa anak angkat tidak sama dengan anak kandung, (3) perjanjian perwarisan menimbulkan hak waris, dikoreksi oleh syari’ah bahwa yang mendapat warisan akibat perjanjian adalah suami istri.[1]
Adapun ayat yang mengoreksi hukum jahiliyah tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Anak angkat tidak sama haknya dengan anak kandung, sebagai koreksi terhadap hukum jahiliyah yang berpandangan adopsi sama dengan punya anak. Firman-Nya:
وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ
Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Qs.33:4
2. Ahli waris bukan hanya laki-laki, sebagai koreksi terhadap hukum jahiliyah yang hanya memberikannya pada kaum pria dewasa. Allah berfirman:
وَلِكُلٍّ جَعَلْنَا مَوَالِيَ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَالَّذِينَ عَقَدَتْ أَيْمَانُكُمْ فَآتُوهُمْ نَصِيبَهُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدًا
Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. Qs.4:33
3. Perjanjian perwarisan dimungkinkan, tapi haknya tidak sama dengan pembagian waris. Perjanjian yang menimbulkan hak waris hanya melalui proses pernikahan.
وَالَّذِينَ عَقَدَتْ أَيْمَانُكُمْ فَآتُوهُمْ نَصِيبَهُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدًا
Dan (jika ada) orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala sesuatu. Qs.4:33
B. Al-Qur`an Surat al-Nisa: 11 tentang waris
a. Teks Ayat dan tarjamahnya
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ ءَابَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Allah mewsiatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa`atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Qs.4:11
b. Tinjauan Historis
Historis ayat ini dapat dilihat dalam hadits beikut:
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ عَادَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ فِي بَنِي سَلِمَةَ مَاشِيَيْنِ فَوَجَدَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ أَعْقِلُ شَيْئًا فَدَعَا بِمَاءٍ فَتَوَضَّأَ مِنْهُ ثُمَّ رَشَّ عَلَيَّ فَأَفَقْتُ فَقُلْتُ مَا تَأْمُرُنِي أَنْ أَصْنَعَ فِي مَالِي يَا رَسُولَ اللَّهِ فَنَزَلَتْ يُوصِيكُمْ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ
Dari Jabir bin Abd Allah diriwayatkan bahwa dia berkata: Rasul SAW dan Abu Bakar mengunjungi saya di Bani Salimah. Rasul mendapatkanku dalam kedaan setengah sadar. Kemudian beliau minta air wudlu dan berwudlu, lalu menyiramkan air padaku, dan tiba-tiba aku sadar. Saya bertanya pada beliau: apa yang mesti saya perbuatn tentang harta saya wahai rasul? Tidak lama kemudian turunlah ayat يُوصِيكُمْ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ (Qs.4:11). Hr. al-Bukhari, dan Muslim.[2]
Dengan demikian ayat ini turun berkaitan dengan pertanyaan Jabir Bin Abdillah ketika sakit dan dijenguk oleh Rasul SAW dan Abu Bakr. Jabir bertanya kepada Rasul SAW tentang bagaimana cara membagi waris untuk anak bila seorang ayah meninggal dunia.[3] Tak lama kemudian turun ayat ini yang menentukan bagian anak yang ditinggal ayah ibunya, dan sekaligus bagian ayah dan ibu yang ditinggal wafat oleh anaknya.
Menurut riwayat lain, ayat ini turun sebagai koreksi terhadap kebiasaan jahiliyah yang tidak memberikan hak waris kepada anak yang masih kecil. Dikabarkan bahwa ketika Tsabit Bin Qais meninggal dunia, yang ahli warisnya terdiri atas dua anak perempuan, istri dan saudara laki-laki. Kemudian harta al-marhum langsung dikuasai oleh saudaranya. Istri Almarhum mengadu pada Rasul SAW, maka turunlah ayat ini yang menetapkan bahwa anak baik laki-laki, maupun perempuan, kecil atau pun besar tetap mendapat bagian warisan.[4]
c. Tafsir Sekilas
1. يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ Allah mewasiatkan pada dalam membagikan harta warisan bahwa bagian anak laki-laki dua kali bagian anak perempuan
Kalimat يُوصِيكُمُ اللَّهُ sangat berkaitan dengan Qs.2:180 yang memerintah wasiat pada orang tua dan kaum kerabat agar dilakukan secara ma’ruf. Dengan demikian wasiat secara ma’ruf adalah mengikuti apa yang telah ditetapkan Allah SWT dalam pembagian waris. Oleh karena itu isi wasiat tidak boleh bertentangan dengan hukum waris.[5] Karena ayat ini turun lebih akhir dibanding Qs.2:180, maka ada ulama yang berpendapat berfungsi memansuh, ada pula yang berpendapat mengecualikan atau menjelaskan ketentuan wasiat.[6] Ma’na يُوصِيكُمُ اللَّهُ menurut al-Nuhas (w.338H) adalah يُفَرِّضُ الله عَلَيْكُم (Allah memfardlukan, menetapkan pada kalian).[7] Dengan kata lain, membagi waris berdasar ketetapan Allah SWT adalah suatu kewajiban atau fardlu yang tidak bisa ditinggalkan.
Kalimat فِي أَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ menetapkan bahwa hak anak laki-laki adalah dua kali lipat hak anak perempuan. Tegasnya jika seseorang meninggal dunia dan mempunyai anak terdiri atas laki-laki dan wanita, maka bagian anak wanita adalah setengah dari hak anak laki-laki. Menurut al-Suyuthi (w.911H), perkataan أَوْلَادِكُمْ (anak-anak) mencakup cucu dari anak laki-laki, bila almarhum tidak meninggalkan anak laki-laki yang masih hidup.[8] Jika almrahum masih memiliki anak laki-laki, maka cucu tidak mendapat bagian. Hikmah dibedakannya antara hak anak laki-laki melebihi anak perempuan antara lain bahwa laki-laki berkewajiban menafkahi dirinya serta menafkahi anak dan istrinya. Namun ketetapan ini tidak membedakan antara anak yang dewasa atau masih kecil, sudah menikah ataupun belum menikah, karena dipersiapkan untuk itu. Secara historis ayat ini berfungsi koreksi terhadap hukum jahiliyah yang mewariskan harta hanya untuk anak laki-laki dewasa.[9] Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa (1) jika anak itu semua laki-laki, maka haknya dibagi rata, (2) jika tidak ada ahli waris lain, maka anak laki-laki mewarisi secara keseluruhan.
2. فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَjika anakmu itu semua perempuan yang jumlahnya di atas dua orang, maka hak mereka adalah dua pertiga dari harta yang ditinggalkan.
Menurut al-Wahidi (w.468H), فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً berma’na jika anak-anak itu semua wanita, tidak meninggalkan anak laki-laki, فَوْقَ اثْنَتَيْنِ berarti lebih dari dua orang, فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ adalah dua pertiga harta yang ditinggalkan ayahnya dibagi rata.[10] Ayat ini memberi isyarat bahwa anak perempuan, berapa pun jumlahnya tidak bisa mewarisi semua harta.
3. وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُjika anakmu itu hanya wanita seorang diri, maka bagiannya adalah setengah.
Pada kalimat ini disebutkan وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً sebagai penjelas kalimat sebelumnya.[11] Pada ayat ini tidak disebutkan tentang hak anak perempuan yang berjumlah dua orang, sehingga muncul perbedaan pendapat apakah masuk pada kategori satu (mendapat dua pertiga dibagi rata) ataukah ke kategori dua (mendapat setengah dibagi rata)? Mayoritas shahabat berpendapat hak anak perempuan yang berjumlah dua orang adalah dua pertiga harta dibagi rata, karena mendapat setengah itu bila sendirian. Dengan demikian bahwa bagian anak wanita yang tidak bersama anak laki-laki terdapat dua macam, yaitu: (a) dua pertiga, atau (b)setengah. Jika dua orang atau lebih bagiannya dua pertiga dibagi rata, dan jika sendirian (tunggal), bagiannya setengah.
4. وَلِأَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ bagian ayah ibunya, masing-masing seperenam dari harta peninggalan almarhum yang meningalkan anak
Dengan demikian jika yang meninggal itu meninggalkan anak maka hak ayah ibu itu sepernam. Ketentuan ini berlaku jika almarhum (a) meninggalkan anak laki-laki, atau (b) meninggalkan anak laki-laki dan perempuan, atau (c) meninggalkan anak perempuan saja lebih dari satu.[12]
5. فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلِأُمِّهِ الثُّلُثُ jika al-marhum itu tidak meninggalkan anak, maka ahli warisnya adalah ayah dan ibunya. Hak ibunya adalah sepertiga.
Ayat ini menetapkan bahwa jika almarhum tidak maninggalkan anak, harta peninggalannya itu untuk ayah ibunya. Ibunya mendapat bagian sepertiga, dan ayahnya mendapat bagian sisa. Ayat ini juga memberi isyarat bahwa ayah dapat mewarisi semua harta yang ditinggalkan anaknya, bila tidak ada ahli waris lain yang masih hidup. Sedangkan ibu tidak bisa mewarisi semua harta, walau tidak ada ahli waris lain.
6. فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ jika almarhum itu meninggalkan beberapa orang saudara, maka hak ibunya menjadi seperenam.
Artinya jika almarhum meninggalkan ayah ibu disertai beberapa saudara, maka hak ibunya bukan sepertiga, tapi seperenam. Bagaimana jika saudaranya itu hanya dua orang? Ibn Abbas pernah mendiskusikannya dengan Utsman bin Affan apakah kalau dua orang itu haknya sama dengan satu orang ataukah sama dengan yang banyak? Utsman bin Affan menandaskan bahwa pendahulunya telah menyimpulkan kedudukan dua orang sama dengan banyak. Dengan demikian jika almarhum itu meninggalkan saudara yang berjumlah dua orang atau lebih, baik laki-laki atau pun perempuan, maka hak ibunya menjadi seperenam.[13] Timbul pertanyaan: Berapa bagian hak ayahnya? Karaena dalam ayat ini tidak disebutkan, maka memberi isyarat bahwa hak ayah tidak terpengaruh oleh adanya saudara.
7. مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ setelah memenuhi wasiat yang diwasiatkan almrhum dan/atau utang
Pembagian harta waris baru dilakukan apabila telah memenuhi wasiat, dan/atau utang. Oleh karena itu bila almarhum mempunyai utang, harta peninggalannya mesti dikeluarkan dulu untuk melunasinya. Demikian pula jika terdapat wasiat yang memenuhi syarat, mesti dipenuhi terlebih dahulu sebelum membagi waris. Syarat wasiat yang mesti dipenuhi, sebagaimana dijelaskan terdahulu, antara lain tidak boleh bertentangan dengan hukum waris, dan tidak melebihi sepertiga.[14] Bagaimana jika terdapat keduanya (almarhum punya utang, juga berwasiat)? Mana yang lebih didahulukan apakah utang ataukah wasiat? Tentu saja yang mesti dibayar terlebih dahulu adalah utang. Wasiat hanya dipenuhi dari harta milik almarhum, dan utang mengurangi hak miliknya, karena mesti dibayar. Al-Thabari (224-310H), meriwayatkan hadits melalui beberapa jalur bahwa Rasul SAW menetapkan untuk membayar utang terlebih dahulu sebelum memenuhi wasiat.[15]
8. ءَابَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لَا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa`atnya bagimu.
Penggalan ayat ini berfungsi penegasan bahwa manusia tidak akan sama pendapatnya tentang siapa yang berhak menerima warisan lebih besar, apakah orang tua ataukah anak. Manusia tidak tahu hakikatnya mana yang paling tepat mendapat bagian lebih besar, tidak akan tahu juga mana yang paling bermanfaat dari warisan itu, baik ditinjau dari kehidupan duniawi maupun kehidupan ukhrawi.[16] Oleh karena itu, tidak sepatutnya menolak apa yang ditetapkan Allah SWT. Manusia tidak perlu mempertimbangkan dengan akal fikiran, perasaan atau pun lainnya dalam membagi waris, melainkan taatilah apa yang telah diwasiatkan Allah SWT.[17] Al-Alusi (w.1270H) berpandangan bahwa dengan ayat ini, manusia tidak sepatutnya mempertanyakan hukum Allah tentang warisan, mengapa yang satu lebih besar bagiannya di banding yang lain, atau mengapa ada yang mendapat bagian ada pula yang tidak.[18]
9. فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ Ini adalah ketetapan dari Allah.
Kalimat ini bisa dihfahami secara mandiri, berma’na فَرضَ الله ذلك فَرْضًا (Allah SWT telah memfadlukan untuk membagi waris sesuai ketetapan-Nya yang tidak boleh diubah), bisa juga merupakan sambungan dari pangkal ayat يُوصيكُم الله (Allah SWT telah mewasiatkan) yang berma’na يَأمُرُكُم الله و يُفَرِّضُ عَلَيْكُم Allah memerintahmu dan memfardlukan atasmu untuk menaati aturan waris sebagai kewajiban yang mesti dipatuhi).[19]
10. إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana
Allah SWT lebih mengetahui tentang makhluq-Nya, dan maha Bijaksana atas segala keputusan-Nya.[20] Oleh karena itu aturan ini merupakan bukti keadilan dan kebijaksanaan yang sudah pasti membawa kemashlahatan bagi seluruh umat manusia.
d. Pembagian waris berdasar Qs.4:11
Setelah mengkaji tafsir al-Nisa : 11, maka terdapat beberapa ketentuan hukum waris antara lain sebagai berikut:
1. Ketentuan tentang hak anak:
a. Jika anak yang ditinggal wafat itu terdiri atas laki-laki dan perempuan, maka hak anak laki-laki adalah dua kali bagian anak perempuan.
b. Jika ahli waris itu terdiri anak perempuan saja, dua orang atau lebih, maka hak mereka adalah dua pertiga harta warisan almarhum dibagi rata, tidak membedakan antara anak pertama, kedua dan seterusnya.
c. Jika yang ditinggal wafat itu hanya anak perempuan tunggal, maka baginya adalah setengah harta peninggalan almarhum.
d. Bila yang yang ditinggal wafat itu terdiri atas anak laki-laki, maka bagiannya adalah sisa harta yang ditinggalkan ditegaskn pula dalam Hadits :
أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ
Berikan harta warisan kepada yang berhak mendapat bagian. Jika masih ada sisa maka untuk keluarga yang mempunyai hubungan turunan jalur laki-laki[21].
Anak laki-laki adalah ahli waris yang terdekat, dan menghabiskan harta milik al-marhum yang tidak mempunyai ayah, ibu, atau istri. Ahli waris yang dapat mengurangi hak anak laki-laki adalah ayah, ibu, dan istri.
Lebih jelasnya tentang hak waris, anak bisa dilihat pada tabel berikut:
BAGAN HAK WARIS BAGIAN ANAK |
||
AHLI WARIS |
HAKNYA |
SYARAT-SYARAT |
Anak laki-laki |
Semuanya |
*Tidak ada ahli waris lain * Semua sisa bila ada ahli waris lain |
2X hak anak wanita |
terdiri anak laki dan wanita |
|
Anak Wanita |
1/2 harta |
Tunggal tak ada anak lain |
1/2 dari hak laki2 |
Terdiri atas anak laki-laki dan wanita |
|
Serikat pada 2/3 |
*almarhum tidak meninggalkan anak laki-laki *jumlah anak wanita dua orang atau lebih |
2. Ketentuan hak ayah dan ibu:
a. Ayah dan ibu merupakan ahli waris dari anak yang meninggal dunia, bila tidak ada ahli waris lain seperti anak.
Tegasnya, jika seseorang meninggal dunia, tidak meninggalkan anak, tidak pula meninggalkan suami/istri, maka seluruh harta warisan menjadi hak ayah dan ibunya. Hak ibunya adalah sepertiga dan sisa untuk ayahnya.
b. Jika almarhum itu meninggalkan anak laki-laki, maka hak ayah dan ibu masing-masing seperenam.
c. Jika yang meninggal itu tidak punya anak sama sekali, maka ibunya mendapat sepertiga harta peninggalan, dan sisanya untuk ayah. Namun jika yang almarhum itu meninggalkan beberapa saudara, maka hak ibunya menjadi seperenam.
d. Hak waris ayah tidak terpengaruh oleh adanya saudara. Hak saudara belum ditetapkan pada ayat ini, melainkan ditetapkan pada ayat selanjutnya.
e. Jika almarhum itu tidak meninggalkan anak laki-laki, tapi meninggalkan anak perempuan, maka ibunya mendapat seperenam dan ayah mendapat bagian sisanya.
Lebih singkatnya lihat tabel berikut:
BAGAN HAK WARISAN BAGI AYAH DAN IBU |
||
AHLI WARIS |
HAKNYA |
SYARATNYA |
Ayah |
Semuanya |
Tidak ada ahli waris lain |
1/6 |
almarhum punya anak laki |
|
Sisa |
almarhum tidak meninggalkan anak laki-laki |
|
Ibu |
1/3 |
al-marhum tidak meninggalkan anak |
1/6 |
almarhum meninggalkan anak Atau meninggalkan saudara |
e. Beberapa contoh Pembagian waris berdasar Qs.4:11
1. Seseorang meninggal dunia. Ayah ibunya telah meninggal lebih dulu. Ahli waris yang masih hidup terdiri atas seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Pembagiannya adalah: anak laki-laki mendapat bagian dua pertiga harta, dan anak perempuan mendapat sepertiganya.
2. Seseorang meninggal dunia. Ayah ibunya masih ada. Al-marhum juga meninggalkan tiga orang anak perempuan. Harta peninggalannya menjadi: hak ayah seperenam, ibunya seper enam, dan dua pertiganya untuk anak perempuan dibagi rata.
3. Bagaimana kalau seseorang meninggal dunia, tidak punya anak sama sekali, tapi ayah dan ibunya masih ada? Harta warisnya adalah untuk ibu sepertiga, dan ayahnya dua pertiga.
4. Bagaimana jika seseorang meninggal dunia, tidak punya anak laki-laki, melainkan hanya anak perempuan tunggal, sedangkan ayah dan ibunya masih ada? bagikanlah dengan cara hak anak perempuan setengah (karena tunggal), ibunya seperenam, dan ayahnya mendapat sisa.
5. Seseorang meninggal dunia, tidak meninggalkan ahli waris, selain satu-satunya anak laki-laki. Kasus demikin, maka seluruh harta akan menjadi hak anak laki-laki tersebut.
6. Almarhum tatkala meninggal, tidak punya anak sama sekali, dan ibunya sudah wafat terlebih dahulu, yang ada tinggal ayahnya. Semua harta warisan menjadi hak ayahnya.
7. Almarhum meninggalkan satu anak perempuan, dua anak laki-laki dan ibunya masih ada. Pembagiannya adalah ibu mendapat bagian seperenam. Sisanya untuk anak dengan cara (1) dua anak laki-laki sama dengan empat, (2) satu anak perempuan sama dengan satu. Dengan demikian sisanya itu menjadi 5/5. Bagian anak laki-laki, masing-masing 2/5 kali sisa. Bagian anak perempuan adalah 1/5 dari sisa.
8. Almarhum tidak meninggalkan anak, dan ayah ibunya masih ada. Almarhum juga meninggalkan beberapa orang saudara. Bagaimana pembagian warisannya? Ibu mendapat seperenam dan ayahnya mempunyai hak seluruh sisanya.
[1] Wahbah al-Zuhayli, al-Tafsir al-Munir, IV h.272-273
[2] Shahih al-Bukhari, no.4211, Shahih Muslim, no.3031
[3] lihat: Lubab al-Nuqul, h. 64, Al-Jami li Ahkam al-Qur’an, V h. 58,
[4] Lihat : Ahkam al-Qur’an III h. 8, al-Ijab fi bayan al-Asbab II h.844
[5] al-Baydlawi (w.791H), Tafsir al-Baydlawi, I h.460
[6] Tafsir al-Baghawi, I h.397
[7] Ma’ani al-Qur`an, II h.27
[8] Al-Iklil fi Istinbat al-Tanzil, h.63
[9] Tafsir al-Tsa’alibi, I h.418
[10] al-Wajiz fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz (Tafsir al-Wahidi), I h.254
[11] Tafsir ibn Katsir, I h.459
[12] al-Suyuthi (w.911H), al-Dur al-Mantsur, II h.446
[13] Wahbah al-Zuhayli, al-Tafsir al-Munir, IV h.275
[14] Tanwir al-Miqbas min Tafsir Ibn Abbas, h.66
[15] Jami al-Bayan (tafsir al-Thabari), IV h.281
[16] al-Baghawi (w.516H), Ma’alim al-Tanzil.
[17] Abu al-Su’ud, Muhammad al-Imadi (w.951H), Irsyad al-Aql (Tafsir Abi al-Su’ud), II h.50
[18] Ruh al-Ma’ani, IV h.228
[19] Jamal al-Din al-Qasimi (1283-1332H), Mahasin al-T`wil (Tafsir al-Qasimi), V h.56
[20] Tafsir al-Jalalin, I h.100
[21]Shahih Muslim III h.1233, Jami Turmudzi, IV h. 418, Sunan al-Darimi, j 2 h. 464, Musnad Ahmad, I h. 292,