al-Nisa:136 (MENINGKATKAN IMAN MENJAUHI KEKUFURAN)
MENINGKATKAN IMAN MENJAUHI KEKUFURAN
(Kajian tafsir an-Nisa:136)
A. Teks Ayat dan Tarjamahnya
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا آَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya…Qs.4:136
B. Kaitan Ayat
1. Ayat sebelumnya menyerukan agar orang mu`min tetap menegakkan keadilam dalam segala aspek kehidupan baik pada orang lain maupun pada diri sendiri. Ayat berikutnya menyeru agar mu`min selalu meningkatkan keimanannya. Keterkaitan kedua ayat tersebut menyisyaratkan bahwa dalam menegakkan keadilan mesti berlandaskan iman.
2. Ayat sebelumnya memerintahkan untuk adil dalam segala hal yang berkaitan dengan sesama manusia seperti pada orang tua, kerabat maupun diri sendiri. Ayat berikutnya memerintahkan adil pada Allah, Rasul-Nya, kitab yaitu dengan mengimaninia secara tepat. Adil pada prinsipnya adalah menempatkan susuatu pada proporsinya. Oleh karena itu tempatkanlah rasul sebagai utusan Allah dan al-Qur`an sebagai pedoman hidup.
C. Tinjauan Historis
Menurut riwayat Abu Shalih dari Ibn Abbas ayat ini turun berkaitan dengan imannya kaum yahudi yang bernama Abd Allah bin Salam, Asad bin Ka’b, Usaid binj Ka’b, Tsa’labah bin Qais, Salam keponakan Abdullah bin Salam, dan Yamin bin Yamin. Mereka setelah masuk Islam menghadap Rasul SAW dan menyatakan يا رسولا الله نؤمن بك ، وبكتابك ، وبموسى ، والتوراة ، وعزير ، ونكفر بما سوى ذلك من الكتب والرسل (Wahai Rasul Allah kami beriman padamu, pada kitabmu, pada Musa, Taurat, dan Uzair. Namun kami menolak pada yang lain dari itu baik kitab-kitab, maupun para rasul yang lain). Tidak lama kemudian turun ayat ini sebagai teguran pada mereka seharusnya mereka iman pada seluruhnya.[1]
D. Tafsir Kalimat
1. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا Wahai orang-orang yang beriman,
Ditinjau dari sudut histories ayat ini sasarannya adalah pada orang yang mengaku beriman tapi masih belum sempurna keimanannya. Menurut sebgian riwayat yang diseur oleh pangkal ayat ini adalah ahlul-Kitab yang sudah menyatakan beriman pada Nabi Muhammad SAW tapi belum mengakui aturannya secara keseluruhan. Ada juga diantara mereka yang hanya mengimani sebagiannya saja, dan menolak sebagiannya lagi. Namun menurut sebagian ulama pangkal ayat ini menyru seluruh orang yang sudah mengaku beriman, baik yang belum sempurna imannya maupun yang telah benar-benar beriman.[2]
2. آَمِنُوا بِاللَّهِtetaplah beriman kepada Allah
Jika seruan iman pada ayat ini diarahkan pada yang belum menjadi mu’min sempurna, mengandung beberapa makna antara lain: (1) yahudi dan nashrani yang mengaku iman pada Musa dan Isa, maka ayat ini menyeru mereka supaya beriman kepada Nabi Muhammad SAW dan al-Qur`an. (2) ada ahlul-kitab yang mengajak temannya untuk beriman kadang-kadang seperti dikisahkan dalam firman-Nya (qs.3:72):
وَقَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ آَمِنُوا بِالَّذِي أُنْزِلَ عَلَى الَّذِينَ آَمَنُوا وَجْهَ النَّهَارِ وَاكْفُرُوا آَخِرَهُ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu’min) kembali (kepada kekafiran). (3) ada ahlul-kitab yang mengaku beriman tapi baru dimulutnya belum masuk di lubuk hatinya seperti dikisahkan dalam firman-Nya (Qs.5:41) مِنَ الذين قَالُواْ ءامَنَّا بأفواههم وَلَمْ تُؤْمِن قُلُوبُهُمْ Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: “Kami telah beriman”, padahal hati mereka belum beriman;Qs.5:41.
Seruan agar orang yang mengaku beriman untuk beriman mengandung beberapa makna antara lain (1) orang yang beriman secara taqlid, hendaklah mengimaninya secara argumentative dengan mengetahui dasar-dasar serta dalil-dalinya, (2) orang yang beriman secara gelobal, maka hendaklah meningkatkan keimanannya secara terinci dan detail, (3) orang yang masih beriman secara hati dan lisan hendaklah beriman secara keseluruhan baik rasa, rasio maupun raga; (4) orang yang sudah beriman secara sempurna, maka hendaklah terus disempurnakan keimanannya sehingga tidak lepas sedetikpun; (5) ahlul-kitab yang hanya mengimani sebagian rasul dan kitab, hendaklah beriman pada seluruh yang diutus dan diturunkan Allah SWT.[3]
3. وَرَسُولِهِ dan Rasul-Nya
Iman pada Allah, tidak bisa dipisahkan dengan iman pada Rasul SAW. Syahadat sebagai pintu masuk kembali pada al-Islam merupakan satu kesatuan antara persaksian bahwa tiada tuhan selain Allah yang tidak terpisahkan dengan bersaksi bahwa Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah. Oleh karena itu siapa pun yang megaku beriman pada Allah, belum diakui keimananya kecuali kalau sudah mengakui kerasunan Nabi Muhammad SAW.
4. وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya,
Beriman pula pada kitab yang ditrunkan kepada rasul-Nya, yaitu al-Qur`an. Setiap yang mengaku beriman pada rasul mesti mengimani pedoman hidup yang dibawa oleh yang diimaninya itu. Bagaimana mungkin seeorang diakui iman pada rasul tanpa mengimani ajarannya.
5. وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Karena iman kepada kita juga mesti secara keseluruhan, maka kitab yang diturunkan pun mesti diimani. Semua kitab yang diturunkan Allah mempunyai kedudukan yang sama, maka imannya pun tidak boleh berbeda. Adapun penggunaan kitab-kitab tersebut sebagai pedoman hidup, tentu saja hanya berlaku pada zamannya. Oleh karena itu setelah Nabi Muhammad SAW diutus, maka yang berlaku adalah hanya al-Qur`an.
6. وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya
Inilah yang mesti diimani dan tidak boleh dikufuri. Adapun secara keseluruhan yang mesti diimani itu berjumlah enam, sebagaimana Rasul SAW menandaskan tatkala ditanya tentang apa itu iman:
أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَبِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
Iman itu hendaklah mengimani Allah, mala`ikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir dan taqdir-Nya yang baik mapun buruk. Hr. Ahmad.[4]
Iman kepada Allah, mala`ikat, kitab-kitab-Nya, para rasul dan hari akhir merupakan satu-satunya jalan yang benar. Maka orang yang tidak beriman kepada semua itu termasuk jalan yang sesat. Orang yang kufur bakal jauh dari jalan yang benar. Pengunci ayat ini juga sekaligus sebagai penegasan bahwa iman itu mesti bersih dari kufur.
E. Beberapa Ibrah
1. Orang yang sudah mengaku beriman, mesti terus menerus berusaha menjadi mu`min yang sejati. Mu`min yang sejati adalah yang benar beriman pada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, rasul-Nya, taqdir-Nya dan hari akhir. Keimanan tersebut mesti dibuktikan dalam hati, ucap, sikap dan perbuatan.
2. Orang yang sudah beriman baik dalam rasa, rasio maupun raga mesti tetap meningkatkan kualitasnya jangan sampai menurun. Menjaga stabilitas iman dan meningkatkan kualitasnya merupakan cara agar terhindar dari kesesatan.
3. Orang yang tidak beriman alias kufur pasti jalan hidupnya akan tersesat. Oleh karena itu bila ingin menjadi mu`min yang kut iman mesti jauh dari jalan kekufuran.
.