AL-BAQARAH: 04-05 – Iman Kepada Kitab
3. AL-BAQARAH:04-05
A.Teks Ayat dan Terjemahnya
وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآَخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ () أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur’an) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. Qs.2:4-5
B.Kaitan dengan ayat sebelumnya
Pada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa sifat orang yang bertaqwa adalah yang beriman kepada yang ghaib, menegakkan shalat dan menginfaqkan sebagian dari yang Allâh rezekikan pada mereka. Ayat ini menginformasikan sifat selanjutnya yang dimiliki orang yang taqwa, yaitu beriman kepada kitab, baik al-Qu`an, maupun kitab-kitab sebelumnya. Pada ayat ke 5 ditegaskan bahwa yang memiliki sifat demikian itu termasuk yang mendapat hidayah Allâh SWT dan meraih keuntungan sempurna.
C.Tinjauan Historis
1. Sejak Rasûl SAW hijrah, manusia terdiri (1) yang beriman kepada kitab terdahulu tapi tidak beriman kepada Al-Qur`ân, (2) ada yang beriman kepada seluruh kitab, dan (3) ada pula yang tidak beriman kepada kitab apapun. Ayat ini menginformasikan bahwa yang benar adalah yang beriman kepada semua kitab baik yang diturunkan Allâh kepada Nabi terdahulu, maupun kepada Al-Qur`ân, yang disertai dengan keyakinan atas datangnya hari akhirat.
2. Ada ulama yang berpendapat, secara historis, bahwa ayat ini turun berkaitan dengan pujian bagi ahl al-Kitab (pengikut yahudi dan nashrani) yang menyatakan beriman kepada Al-Qur`ân .[1] Oleh karena itu ahl al-Kitab, baru diakui sebagai mu`min apabila mereka telah beriman kepada Al-Qur`ân . Jika mereka tidak beriman pada Al-Qur`ân, maka tidak diakui sebagai mu`min.
D.Tafsir Kalimat
1. وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ orang-orang yang beriman.
Seperti telah dijelaskan di atas, orang yang beriman adalah yang percaya penuh seratus persen tanpa ragu sedikit pun, dengan diyakini dalam hati, diucapkan secara lisan dan diwujudkan dalam amal perbuatan.
2. بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ pada apa yang diturunkan kepadamu. Kitab yang diturunkan kepadamu, ketika ayat ini turun adalah Al-Qur`ân . Dia adalah kitab terakhir yang diturunkan Allâh SWT. Namun kalimat مَا أُنْزِلَ إِلَيْك berma’na wahyu yang diturunkan kepada Muhammad, tidak hanya Al-Qur`ân tapi juga al-Sunah. [2] Itulah salah satu fungsi penggunaan kata بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْك tidak menggunakan kalimat بِالكِتَاب Iman kepada kitab. Iman kepada yang diturunkan kepada Muhammad berarti iman kepada Al-Qur`ân dan al-Sunnah. Antara Al-Qur`ân dan al-Sunnah tidak bisa dipisahkan, karena setiap ayat yang memerintah taat pada Allâh SWT selalu dirangkaikan dengan perintah taat pada Rasûl. Rasûl SAW bersabda:
أَلاَ إنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
Ingatlah sesungguhnya aku dituruni al-Kitab dan yang semisal dengannya bersamaan. (Ingatlah sesungguhnya aku di-turuni Al-Qur`ân dan yang semisal dengannya secara ber-samaan).Hr. Abu Dawud (202-275H), al-Marwazi (202-294H), Al-Thabarni (260H-360H)[3]
Dengan demikian, hadits yang telah diketahui keabsahannya, benar-benar datang dari Rasûl SAW, mesti diimani. Menolak sunnah Rasûl sama dengan menolak apa yang diturunkan kepadanya.
2. وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ dan apa yang diturunkan sebelum kamu. Yaitu kitab yang diturunkan sebelum Al-Qur`ân seperti taurat, Zabur, Shuhuf dan Injil.[4] Syarat sebagai mu`min bukan hanya beriman pada satu kitab, tapi kepada seluruh kitab yang diturunkan Allâh SWT kepada para Rasûl-Nya. Inilah yang membedakan antara mu`min dengan yahudi dan nashara. Tatkala mereka diseru iman kepada yang ghaib, menyatakan iman. Tatkala mereka diseru shalat dan infaq, mereka pun mau menunaikannya. Namun tatkala diseru untuk iman kepada Al-Qur`ân, yahudi dan nashrani, menolak. Oleh karena itu, yahudi dan nashara, tidak bisa dikategorikan mu`min.[5] Abu Dzar al-Ghifari (w.32H),[6] pernah bertanya kepada Rasûl SAW tentang jumlah kitab yang diturunkan Allâh SWT kepada para nabi-Nya:كَمْ كِتَابًا أنْزَلَهُ الله؟ Berapa jumlah kitab yang diturunkan Allâh SWT?. Rasûl SAW bersabda:
مِائَة كِتَاب وَأرْبَعَة كُتُب أُنْزِلَ عَلىَ شِيْث خَمْسُوْن صَحِيْفَة وأُنْزِلَ عَلىَ أخْنُوْخ ثَلاثُوْن صَحِيْفَة وأُنْزِلَ عَلىَ إبْرَاهِيْم عَشرُ صَحَائِف وأُنْزِل عَلَى مُوْسَى قَبْلَ التَّوْرَاة عَشرُ صَحَائِف وَأْنْزِلَ التَّوْرَاة وَالإنْجِيْل وَالزَّبُوْر وَالقُرْآن
Seratus empat kitab telah diturunkan Allâh kepada para nabi. Kepada Nabi Syits diturunkan lima puluh shuhuf, kepada Akhnukh (Idris)[7] berjumlah tiga puluh shuhuf, kepada Ibrahim sepuluh shuhuf, kepada Mûsâ sebelum taurat sepuluh shuhuf. Kemudian setelah itu diturnkan Taurat, Injil, Zabur dan Al-Qur`ân . Hr. Ibn Hibban (w.354H).[8]
Berdasar hadits ini rincilan pembagian kitab yang diturunkan Allâh kepada para Rasûl-Nya adalam sebagai berikut:
NO |
NAMA RASÛL |
NAMA KITAB |
JUMLAH |
01 |
Syits a.s |
shuhuf |
50 |
02 |
Akhnuh (Idris) a.s |
shuhuf |
30 |
04 |
Ibrahim a.s |
shuhuf |
10 |
05 |
Mûsâ a.s |
10 suhuf + Taurat |
11 |
06 |
Daud a.s |
Zabur |
1 |
07 |
Isa a.s |
Injil |
1 |
08 |
Muhammad SAW |
Al-Qur`ân |
1 |
Jumlah |
104 |
Kitab yang disebut dalam Al-Qur`ân adalah:
(1) Shuhuf Ibrahim, dalam ayat terakhir surat al-A’la (2) Shuhuf Mûsâ, pada ayat terakhir surat al-A’la, (3) Taurat, (4) Zabur, (5) Injil, dan Al-Qur`ân . Adapun cara membuktikan keimanan kepada semua kitab adalah dengan mengamalkannya selama hukum yang terkandung di dalamnya, masih berlaku. Nabi terdahulu dengan kitab-kitabnya telah memerintahkan agar umatnya beriman kepada Rasûl yang diutus berikutnya.[9] Karena hukum yang saat ini berlaku adalah hukum Al-Qur`ân, maka sebagai bukti keimanan kepada seluruh kitab, setiap umat mesti menjalankan Al-Qur`ân . Dengan demikian, saat ini, seseorang baru dikatakan beriman kepada seluruh kitab, bila telah menjalankan Al-Qur`ân . Peta tempat turun kita-kitab tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
3. وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ mereka kepada hari akhirat menyakininya.
Iman kepada akhirat dengan penuh keyakinan tanpa tersrirat dalam hatinya keraguan sedikit pun. Kehidupan akhirat merupakan suatu jaman terbacanya segala yang diperbuat selama hidup di dunia.[10] Menurut Ibn Katsir (w.774H), yang termasuk hari akhirat antara lain Bangkit dari kubur, kiamat, hisab, mizan, surga dan neraka. Semua itu dikatakan hari akhirat, karena terjadi pasca kehidupan dunia.[11] Yaqin terhadap akhirat berarti kepercayaan penuh yang disertai ilmu, mengerti betul secara rasa maupun rasio. Hari akhir dapat dibuktikan kebenaran secara rasio, karena diterima menurut filsafat kehidupan, dan dapat dibuktikan secara empiris karena terbukti segala makhluq mengalami kematian. Dengan demikian kebenaran hari akhir merupakan kebenaran yang filsafiyah, ilmiyah, syar’iyah; rasa, rasio dan iman. Keyakinan terhadap akhir adalah ‘ayn al-yaqin dapat dirasakan, dilihat, dan di alami), Ilm al-yaqin (dimengerti secara logis maupun empiris) dan Haq al-yaqin (dalilnya jelas tersurat dalam wahyu Allâh SWT baik Al-Qur`ân maupun al-Sunnah). Perkataan يَقِيْن yaqin diartikan percaya tanpa ragu disertai ilmu dengan mengetahui argumentasinya.[12]
4. ُأولَئِكَ عَلَى هُدًى مِنْ رَبِّهِمْ mereka itu atas hidayah dari tuhan mereka.Menurut al-Kasa`iy, perkataan أولَئِكَ merupakan bentuk jama dari kata ذَلِكَ yang berma’na isyarat jauh untuk yang banyak. Oleh karena itu kalimat ini merujuk pada apa yang diuraikan sebelumnya. Orang yang beriman kepada ghaib, menegakkan shalat, berinfaq, iman pada kitab dan yakin pada hari akhirat adalah orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allâh SWT.
5. وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ dan mereka itulah orang yang meraih kebahagiaan paripurna. Perkataan الْمُفْلِحُونَ diartikan oleh al-Wahidi dengan البَاقُون فِي النَّعِيْم المُقِيْم kekal dalam keni’matan yang tetap.[13] Kata الْمُفْلِحُونَ juga berma’na sebagai orang yang meraih sukses, keuntungan yang tiada terhingga karena meraih surga yang penuh ni’mat serta bebas dari neraka.[14] Menurut Al-Alusi, أي الكاملون في الفلاح yaitu orang yang meraih kesuksesan dan kebahagiaan yang sempurna.[15] Mereka dikatakan demikian karena meraih kebahagiaan kekal dan abadi, bukan hanya di akhirat kelak tapi juga di dunia kini. Orang yang mendapat petunjuk dari Allâh SWT meraih keuntungannya dunia dan akhirat.
E.Beberapa Ibrah
1. Iman kepada kitab mesti secara keseluruhan, termasuk apa yang diturunkan bersamanya, seperti sunnah Rasûl SAW. Iman kepada kitab dapat digambarkan seperti berikut
Gambar ini mengisyaratkan bahwa seluruh kitab yang diturunkan Allâh mesti diimani. Namun hukum yang dijalankan saat ini adalah hanya Al-Qur`ân, karena kitab terdahulu hanya berlaku pada jamannya.
2. Semua rukun iman merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Iman kepada Allâh mesti disertai iman pada Mala`ikat-Nya, kitab-Nya, Rasûl-Nya serta taqdir-Nya.
3. Iman kepada hari akhir sering disebut secara mandiri, karena berkaitan dengan dimensi waktu yang bakal terjadi. Segala iman tentu saja mesti dimanifestasikan dalam segala aspek kehidupan, utamanya mempersiapkan diri menghadapi hari depan.
4. Orang yang beriman, bertaqwa, dan mengikuti petunjuk Allâh, mendapat jaminan bakal meraih keberuntungan tiada terhinga.
[1] Ibn Jarir al-Thabari, Jami al-Bayan, I h.102
[2] Al-Jaza`iri, Aysar al-Tafasir, I h.21
[3] Sunan Abi Dawud, IV h.200, al-Sunnah li al-Marwazi, I h.71, Musnad al-Syamiyyin, II h.137
[4] al-Zuhayli, al-Tafsir al-Munir, I h.75
[5] al-Qurthubi, al-Jami li Ahkam al-Qur`an, I h.180
[6] Abu Dzar al-Ghifari, masuk Islam sejak masih awal kenabian, dikenal sebagai shahabat yang zuhud dan memiliki semangat jihad yang tinggi. Ia yang paling awal menyampaikan salam penghormatan Islam kepada Rasul SAW. (al-Ashbahani, Rijal Muslim, I h.119)
[7] pada redaksi sebelumnya ditndaskan bahwa Akhnukh itu adalah Idris, yang pertama mengajarkan menulis dengan kalam
[8] shahih Ibn Hibban, II h.77
[9] bandingkan dengan Qs.3:81 dan Qs.5:12
[10] Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwat al-tafasir, I h.33
[11] Abu al-Fida ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, I h.44
[12] al-Tibyan Fi tafsir Ygarib al-Qur`an, I h.55
[13] tafsir al-Wahihi, I h.91
[14] Tafsir al-Baghawi, I h.48, Fath al-Qadir, I h.37
[15] al-Alusi, Ruh al-Ma’ani, IV h.22