al-Nisa:29-30 (LARANGAN TRANSAKSI YANG BATIL) bagian pertama
LARANGAN TRANSAKSI YANG BATHIL
kajian tafsir al-nisa:29-30 bagian pertama
A. Teks Ayat dan tarjamahnya
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا(*)وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ عُدْوَانًا وَظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيهِ نَارًا وَكَانَ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا(*)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Qs.4:29-30
B. Kaitannya dengan Ayat Sebelumnya
Pada ayat sebelumnya ditegaskan bahwa segala aturan syari’ah, baik yang berkaitan dengan urusan materi atau pun kehidupan berkeluarga, telah ditetapkan Allah SWT untuk memberi keringanan bagi umat. Ayat 29 berikut memberikam bimbingan tentang syari’ah yang berkaitan dengan cara transaksi yang benar. Setiap umat mesti menghormati milik orang lain, jangan sampai mengambilnya dengan cara yang salah. Transaksi yang benar adalah dengan cara jual beli yang saling menguntungkan dan memberikan kepuasan bagi semua fihak.
C. Tafsir Kalimat
1. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
Perkataan لَا تَأْكُلُوا (jangan memakan) pada pangkal ayat ini mengandung arti لاَتَأْخُذُوا (jangan mengambil atau menggunakan). Dalam beberapa bahasa, bisa menggunakan istilah makan pada berbagai bentuk penggunaan. Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah makan waktu, makan biaya, makan tenaga. Dalam bahasa juga sering digunakan istilah أكل – يأكل dalam arti menggunakan. Pangkal ayat melarang keras memakan atau mengambil harta orang lain dengan cara yang bathil. Cara yang bathil adalah بِالحَرَام فِي الشَّرْع كالرِّبا وَالقِمَار والغَصب (apa yang dharamkan syari’ah seperti riba, judi, merampas atau mencuri).[1]
Banyak sekali contoh teransaksi yang dilarang oleh al-Qur`an dan hadits antara lain:
a. Mengandung unsur riba
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Qs.3:130
b.Jual beli barang haram, dan judi
Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khaar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Qs.5:90
Dalam ayat ini tersirat bahwa khamr, judi, mengadu nasib persembahan berhala itu haram, tanpa kecuali apakah memakan hasilnya, atau pun cara mendapatkannya, bahkan yang menyediakan fasilitasnya.
c. Jual beli anjing, pedukunan dan fasilitas ma’siat
Dalam hadits ditandaskan:
عن أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ *متفق عليه
Dari Abi Mas’id al-Anshari diterangkan bahwa Rasulullah SAW melarang mencari penghasilan dari jual beli anjing, upah perzinahan dan honor perdukunan. Muttafaq alaih.[2]
d. Yang merugikan orang lain
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. Qs.2:188
e. Jual beli barang yang haram dimakan
Ulama berbeda pendapat tentang hukum menjual belikan barang yang haram dimakan seperti tulang/ kulit/ lemak/ bulu/ tanduk bangkai, karena ada hadits:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : بَلَغَ عُمَرَ أَنَّ سَمُرَةَ بَاعَ خَمْرًا فَقَالَ قَاتَلَ اللَّهُ سَمُرَةَ أَلَمْ يَعْلَمْ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ الشُّحُومُ فَجَمَلُوهَا فَبَاعُوهَا *متفق عليه
Ibnu Abbas menerangkan telah sampai berita pada Umar bahwa Samurah menjual khamr. Umar berkata Allah memerangi Samurah. Apakah dia tidak tahu bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah mengutuk orang yahudi karena telah diharamkan atas mereka bangkai kemudian mereka merekayasa lemaknya, lalu mereka jual belikan. Hr,. Muttafaq alaih. [3]
Hadits ini mengandung arti bahwa barang yang haram dimakan dilarang dijual belikan dan dilarang pula memakan hasilnya. Namun merekayasa lemak tersebut mengandung arti untuk dimakan.
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمُ الشُّحُومَ فَبَاعُوهَا وَأَكَلُوا أَثْمَانَهَا
Dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT mengutuk orang yahudi tatkala Allah mengharamkan bangkai lalu mereka jual dan memakan hasil penjualannya. Hr. Muttafaq alaih. [4]
f. Muzabanah dan Muhafalah
عن أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمُزَابَنَةِ وَالْمُحَاقَلَةِ
Diriwayatkan daripada Abu Said al-Khudri r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah melarang muzabanah dan muhaqalah * Hr. Muslim.[5]
Muzabanah ialah jual beli buah sebelum matang atau belum jelas ukuran dan kualitasnya. Orang sunda menyebutnya jual kempalangan. Sedangkan Muhafalah ialah menyewa kebun atau ladang dengan hasilnya. Kedua mu’amalah tersebut mengandung unsur spekulasi mana yang paling diuntungkan. Dalam muzabanah terdapat spekulasinya jika buahnya itu tumbuh dengan baik maka pembeli akan untung. Jika ternyata kena hama atau busuk, maka penjual untung pembeli rugi. Oleh karena itu lebih baik menunggu jelas hasilnya. Perhatikan hadits berikut:
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَبْتَاعُوا الثِّمَارَ حَتَّى يَبْدُوَ صَلَاحُهَا * متفق عليه
Dari Abi Hurairah. Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kamu menjual buah sebelum jelas kualitasnya. Hr. Muttafaq alaih no.893
Sedangkan dalam muhafalah, hasil yang bakal diperoleh oleh pemilik tanah tidak jelas, karena tergantung pada musim atau subur dan tidaknya.
g. Menyembunyikan kecacatan barang yang dijual
عن حَكِيمِ بْنِ حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا متفق عليه
Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam r.a katanya: Nabi S.a.w, bersabda: Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka belum berpisah. Sekiranya mereka jujur serta memberi penjelasan tentang barang yang dijual belikan, mereka akan mendapat berkat dalam jual beli mereka. Sekiranya mereka menipu dan merahasiakan apa-apa yang harus diterangkan akan terhapus keberkatannya . Muttafaq alaih no. 888
h. Membeli barang dengan mencegat harga pasaran
Contohnya tengkulak yang memborong barang dari orang kampung yang tidak mengetahui harga pasar, guna meraih keuntungan yang lebih besar. Cara mu’amalat semacam ini akan mengacaukan harga yang merugikan masyarakat.
عنُ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى أَنْ تُتَلَقَّى السِّلَعُ حَتَّى تَبْلُغَ الْأَسْوَاقَ وَهَذَا لَفْظُ ابْنِ نُمَيْرٍ و قَالَ الْآخَرَانِ إِنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ التَّلَقِّي *متفق عليه
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a katanya: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w melarang menahan barang dagangan sebelum tiba di pasaran. Ini adalah lafazh dari Ibnu Numair. Sedangkan menurut perawi yang lain, sesungguhnya Nabi s.a.w melarang pembelian barang dagangan sebelum dipasarkan *Muttafaq alaih 880
i. Jual beli dengan najsy
عن ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ النَّجْش متفق عليه
Hadits dari Ibnu Umar menerangkan bahwa Rasulullah saw melarang transaksi dengan cara najsy. Hr. al-Bukhari.[6]
Najsy ialah berpura-pura membeli barang dengan harga mahal, padahal untuk mengelabui calon pembeli supaya tertarik. Jual beli yang demikian mengandung unsur penipuan.
j. Menawar barang yang sedang ditawar orang lain
Seorang muslim tidak baik menawar barang yang sedang ditawar orang lain, melainkan hendaklah menunggu penawar pertama hingga selesai. Bila yang pertama telah meninggalkannya baru yang kedua mengadakan tawar menawar.
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَسُمِ الْمُسْلِمُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ * متفق عليه
Dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Janganlah sekali-kali seorang muslim menawar barang yang sedang ditawar orang lain. Hr. Muslim.[7]
k. Jual beli janin hewan yang masih dikandung
عن عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ نَهَى عَنْ بَيْعِ حَبَلِ الْحَبَلَة متفق عليه ِ *
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a katanya: Nabi s.a.w melarang jual beli Habalil-habalah(janin hewan yang masih dalam kandungan induknya). Hr. al-Bukhari.[8]
l. Mulamasah dan munabadzah
عن أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْمُلَامَسَةِ وَالْمُنَابَذَةِ *متفق عليه
Dari Abi Hurairah diterangkan bahwa Rasulullah SAW melarang mulamasah dan munabadzah. Hr. Muttafaq Alaih[9]
Mulamasah dan munabadzah termasuk jual beli yang mengandung spekulasi juga. Mulamasah seperti menjual pakaian dengan ketentuan mana yang tersentuh harus dibeli. Pembeli tidak bisa menolak harga atau pun menukar barangnya walau kecewa. Sedangkan munabadzah ialah membeli yang terlempar dengan sesuatu. Kedua cara tersebut mengandung unsur judi dan untung-untungan.
m. Bai’atain
عن أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : نَهَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ وَلِبْسَتَيْنِ نَهَى عَنِ الْمُلَامَسَةِ وَالْمُنَابَذَةِ فِي الْبَيْعِ
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Rasulullah s.a.w melarang kita melakukan dua cara dalam satu jual beli dan dua jenis jual pakaian. Beliau melarang jual beli Mulamasah dan Munabazah * Mutafaq alaih 876
Sebagian ulama memisahkan pengertian bai’atain dalam hadits dengan mulamasah atau munabadzah. Pengertian bai’atain menurut ulama tetrsebut ialah menetapkan dua harga dalam satu barang dan dalam satu penawaran. Contohnya membedakan harga kredit atau cicilan dengan harga tunai. Biasanya harga cicilan jauh lebih mahal dibanding harga tunai. Cara yang demikian menurut sebagian ulama mengandung unsur riba karena meningkatkan harga atau uang karena penangguhan. Dalam hadits lain ditandaskan:
عن أُسَامَةَ بِنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الرِّبَا فِي النَّسِيئَةِ * متفق عليه
Dari Usamah Bin Zaid diterangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya riba itu terletak pada penangguhan pembayaran. Hr. Muttafaq alaih 932.
Hadits ini dijadikan alasan bahwa menaikkan harga karena penangguhan pembayaran termasuk riba. Tentu saja berbeda dengan penurunan harga akibat mempercepat pembayaran.
Bersambung ke bagian kedua; makalah berikutnya insya Allah.
[1] Al-Tafsir al-Munir, V h.30
[2] Shahih al-Bukhari, V h.2045, Shahih Muslim, III h.1199
[3] Shahih Muslim, III h.1207
[4] Shahih al-Bukhari, II h.775
[5] Shahih Muslim, III h.1168
[6] Shahih al-Bukhari, VI h.2554
[7] Shahih Muslim, II h.1029
[8] Shahih al-Bukhari, II h.753
[9] Shahih al-Bukhari, V h.2191, Shahih Muslim, III h.1151