al-Nisa:49-50 (JANGAN BERLAGA SUCI)
JANGAN BERLAGA SUCI
(kajian tafsir al-nisa:49-50)
A. Teks Ayat dan tarjamahnya
أَلَمْ تَرَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ الَّذÙينَ ÙŠÙØ²ÙŽÙƒÙ‘Ùونَ أَنْÙÙØ³ÙŽÙ‡Ùمْ Ø¨ÙŽÙ„Ù Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù ÙŠÙØ²ÙŽÙƒÙ‘ÙÙŠ مَنْ يَشَاء٠وَلَا ÙŠÙØ¸Ù’Ù„ÙŽÙ…Ùونَ ÙَتÙيلًا () Ø§Ù†Ù’Ø¸ÙØ±Ù’ كَيْÙÙŽ ÙŠÙŽÙْتَرÙونَ عَلَى Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù Ø§Ù„Ù’ÙƒÙŽØ°ÙØ¨ÙŽ ÙˆÙŽÙƒÙŽÙÙŽÙ‰ بÙÙ‡Ù Ø¥ÙØ«Ù’مًا Ù…ÙØ¨Ùينًا ()
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih? Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan dusta terhadap Allah? Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka). “.Qs.4:49-50
B. Tinjauan Historis
1. Diriwayatkan dari al-Hasan al-Bashri, bahwa ayat ini turun berkaitan dengan pengakuan palsu dari kalangan yahudi dan nsharani yang mengatakan Ù†ÙŽØÙ’ن٠أَبْنَاء٠اللَّه٠وَأَØÙبَاؤÙÙ‡Ù bahwa mereka anak tuhan dan kekasihnya, لَنْ يَدْخÙÙ„ÙŽ الْجَنَّةَ Ø¥Ùلا مَنْ كَانَ Ù‡Ùوداً أَوْ نَصَارَى tidak akan masuk surga siapa pun selain golongan mereka. Sedangkan menurut riwayat al-Dlhak, ayat ini turun berkaitan dengan perkataan yahudi لَيْسَ لَنَا ذÙÙ†Ùوبٌ كَمَا أَنَّه٠لَيْسَ لآبَائÙنَا ذÙÙ†Ùوبٌ  (kami tidak berdosa, sebagaimana anak-anak kami tidak berdosa). Riwayat ini dikutip oleh Ibn Jarir, Ibn Abi Hatim[1]
2. al-Kalabi menerangkan ayat ini turun berkaitan dengan kaum yahudi datang kepada Rasul SAW berkata يا Ù…ØÙ…د هل على أولادنا هؤلاء من ذنب؟ Rasul SAW bersabda لا (sama sekali tidak). Lalu mereka mengatakan والذي ÙŠØÙ„٠به ما Ù†ØÙ† Ùيه إلا كهيئتهم ما من ذنب نعمله بالنهار إلا ÙƒÙØ± عنا بالليل وما من ذنب نعمله بالليل إلا ÙƒÙØ± عنا بالنهار (demi yang orang bersumpah dengannya, tidaklah kami kecuali seperti keadaan mereka. Tidaklah dosa yang kami lakukan di siang hari kecuali terhapus di malamnya. Tidak ada dosa yang kami lakukan di malam hari, kecuali terhapus di siang hari). Begitulah mereka merasa dirinya telah bersih. Ayat ini sebagai bantahan terhadap mereka. Riwayat ini dikutip oleh al-Wahidi, al-Suyuthi, al-Asqalani, Al-Alusi, dan Wahbah al-Zuhayli. [2] Menurut al-Baghawi (w.510) masih dari al-Kalabi yang mengahadap Rasul saat itu adalah Bahry bin Amr, Nu’man bin Aufa dan Marhab bin Zaid dengan memboyong anak-anaknya.[3]
C. Kaitan dengan Ayat Sebelumnya
Ayat 48 yang lalu menegaskan bahwa dosa musyrik merupakan kezhaliman yang besar. Ayat selanjutnya mengungkap kezhaliman dalam bentuk lain, yaitu merasa diri telah bersih dari dosa dan kesalahan. Tidak ada manusia yang terlepas dari kesalahan, kecuali yang telah Allah SWT bersihkan dengan ampunannya.
D. Tafsir tiap Ayat
1. أَلَمْ تَرَ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ الَّذÙينَ ÙŠÙØ²ÙŽÙƒÙ‘Ùونَ أَنْÙÙØ³ÙŽÙ‡Ùمْ Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?
Ibn Jarir al-Thabari (224-310H), [4]  mengungkapkan beberapa pendapat tentang kaum yahudi yang merasa dirinya sebagai orang suci antara lain (1) menurut Qatadah, karena mereka mengaku anak dan kecintaan tuhan serta merasa tidak mempunyai dosa, (2) menurut al-Hasan, Ibn Zaid; karena mengaku sebagai anak dan kecintaan tuhan serta tidak akan masuk surga selain yahudi dan nashrani, (3) menurut al-Dlahak, al-Suddi; karena mereka merasa seperti bayi, jika berbuat dosa siang hari mendapat ampunan malamnya, jika dosa di malam hari mendapat ampunan siangnya, (4) menurut Ibn Juraij, Ikrimah, Mujahid; mereka berdo’a di belakang anak-anak yang masih suci hingga menurut mereka dapat menghapus dosa, (5) diriwayatkan dari Ibn Abbas, ada di antara yahudi yang beranggapan bahwa mereka bakal disyafaati oleh orang tua dan anak-anaknya. Riwayat ini dikutip pula oleh al-Qurthubi (600-671H),[5] menurut al-Zuhayli, kalimat   أَلَمْ تَرَpada ayat ini berfungsi إستÙÙْهَام تَعَجبÙÙŠ (kata tanya yang berma’na keheranan).[6] Tidakkah mengherankan ada orang yang mengaku sudah suci tanpa bukti? Mengaku sebagai anak tuhan dan kekasihnya padahal Allah tidak berputra. Mereka mengaku tidak berdosa, padahal terus menerus berbuat ma’siat?
2. Ø¨ÙŽÙ„Ù Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù ÙŠÙØ²ÙŽÙƒÙ‘ÙÙŠ مَنْ يَشَاء٠Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya
Menurut al-Samarqandi (w.375H), ma’na ayat ini, ÙŠØµÙ„Ø ÙˆÙŠØ¨Ø±Ù‰Ø¡ من يشاء من  الذنوب (Allah SWT memperbaiki dan memisahkan orang yang dikehendaki-Nya dari dosa).[7] Menurut Ibn al-Jawzi (w.597H), ÙŠÙØ²ÙŽÙƒÙ‘ÙÙŠ berma’na جعله زاكياً  (menjadikan ia suci).[8] Tegasnya hanya Allah SWT yang dapat menjadikan manusia suci. Kesucian tidak bisa terwujud tanpa kehendak Allah SWT. Sedangkan kehendak Allah SWT sangat berkaitan dengan usaha manusia untuk menyucikan diri dari perbuatan dosa. Menurut istilah al-Razi, Allah SWT hanya akan menyucikan orang yang berhak disucikan.[9] Firman-Nya Ø¨ÙŽÙ„Ù Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù ÙŠÙØ²ÙŽÙƒÙ‘ÙÙŠ مَنْ يَشَاء ini merupakan bantahan terhadap yahudi yang mengaku telah bersih diri. Allah SWT hanya mengakui kebersihan manusia pada yang telah ini anggap suci sesuai dengan kehendak-Nya. Kebersihan diri bukan atas dasar pengakuan individu, tapi atas dasar pengakuan Allah SWT. Dia hanya mengakui orang itu bersih, bila benar-benar telah bertaubat dan menjauhi ma’shiat.[10] Siapa yang benar dapat dianggap bersih dan siapa pula yang hanya dalam omongan, hanya Allah SWT yang tahu.[11] Kesucian diri sangat tergantung pada kualitas ketakwaan. Menurut istilah al-Razi (w.606H), أن التزكية متعلقة بالتقوى ØŒ والتقوى ØµÙØ© ÙÙŠ الباطن ØŒ ولا يعلم ØÙ‚يقتها إلا الله ØŒ Ùلا جرم لا ØªØµÙ„Ø Ø§Ù„ØªØ²ÙƒÙŠØ© إلا من الله  (kesucian sangat terkait dengan taqwa. Sedangkan kualitas taqwa sangat rahasia, siapa pun tidak mengetahuinya selain Allah SWT. Tegaslah bahwa kesucian seseorang tidak akan didapat selain dari Allah SWT).[12] Firman-Nya:
الَّذÙينَ ÙŠÙŽØ¬Ù’ØªÙŽÙ†ÙØ¨Ùونَ ÙƒÙŽØ¨ÙŽØ§Ø¦ÙØ±ÙŽ Ø§Ù„Ù’Ø¥ÙØ«Ù’م٠وَالْÙَوَاØÙØ´ÙŽ Ø¥Ùلَّا اللَّمَمَ Ø¥Ùنَّ رَبَّكَ ÙˆÙŽØ§Ø³ÙØ¹Ù الْمَغْÙÙØ±ÙŽØ©Ù Ù‡ÙÙˆÙŽ أَعْلَم٠بÙÙƒÙمْ Ø¥ÙØ°Ù’ أَنْشَأَكÙمْ Ù…ÙÙ†ÙŽ Ø§Ù„Ù’Ø£ÙŽØ±Ù’Ø¶Ù ÙˆÙŽØ¥ÙØ°Ù’ أَنْتÙمْ أَجÙنَّةٌ ÙÙÙŠ Ø¨ÙØ·Ùون٠أÙمَّهَاتÙÙƒÙمْ Ùَلَا ØªÙØ²ÙŽÙƒÙ‘Ùوا أَنْÙÙØ³ÙŽÙƒÙمْ Ù‡ÙÙˆÙŽ أَعْلَم٠بÙمَن٠اتَّقَى
orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunanNya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. Qs.53:32
Berdasar ayat ini, janganlah manusia itu merasa diri suci, bila masih melakukan perbuatan dosa. Allah SWT yang mengetahui betul dan menghitung nilai kesucian manusia. Dialah satu-satunya yang mengetahui rahasia lahir dan bathin.[13] Yang dianggap suci oleh Allah adalah yang bersih dari dosa dan selalu meningkatkan taqwa.
3. وَلَا ÙŠÙØ¸Ù’Ù„ÙŽÙ…Ùونَ ÙَتÙيلًا dan mereka tidak dianiaya sedikitpun.
Perkataan ÙَتÙيلاً mempunyai arti yang sama dengan Ù…ÙØ«Ù’قَالَ ذَرَّة٠(barang yang paling kecil ukurannya dan paling ringan timbangannya). Menurut Ibn Adil,[14] pengunci ayat ini mempunyai arti yang sama dengan firman-Nya Ø¥Ùنَّ اللَّهَ لَا يَظْلÙÙ…Ù Ù…ÙØ«Ù’قَالَ ذَرَّة٠وَإÙنْ تَك٠ØÙŽØ³ÙŽÙ†ÙŽØ©Ù‹ ÙŠÙØ¶ÙŽØ§Ø¹ÙÙْهَا ÙˆÙŽÙŠÙØ¤Ù’ت٠مÙنْ لَدÙنْه٠أَجْرًا عَظÙيمًا Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. Qs.4:40. Tegasnya setiap perbuatan baik maun yang buruk akan diperhitungkan secara seksama oleh Allah SWT, tidak akan ada yang dirugikan sedikit pun. Perbuatan buruk tidak akan dilebihkan, tapi kalau perbuatan baik nilainya akan dilipatgandakan. Ada pula ulama yang mengartikan ÙَتÙيلاً berupa (1) kotoran kecil yang terdapat pada jari jemari, (2) serat kecil yang terdapat pada buah-buahan, (3) biji sawi, (4) atau barang terkecil lainnya.[15]
4. Ø§Ù†Ù’Ø¸ÙØ±Ù’ كَيْÙÙŽ ÙŠÙŽÙْتَرÙونَ عَلَى Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù Ø§Ù„Ù’ÙƒÙŽØ°ÙØ¨ÙŽ Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan dusta terhadap Allah?  Menurut Abu al-Su’ud, kata Â Ø§Ù†Ù’Ø¸ÙØ±Ù’ كَيْÙÙŽ (lihatlah bagaimana) berfungsi تعجيبٌ وتنبيه (peringatan dan keheranan).[16] Oleh karena itu ma’nanya ” lihatlah olehmu bagaimana tidak mengherankan, bisa-bisanya mereka berbuat seperti itu?”. Menurut al-Thabari, Ø§Ù†Ù’Ø¸ÙØ±Ù’ berma’na perhatikanlah olehmu hai Muhammad, betapa buruknya perangai kaum yahudi yang berbuat kebohongan seperti mengaku anak tuhan, memastikan masuk surga, atau merasa tidak berdosa?.[17] Perkataan ÙŠÙŽÙْتَرÙونَ menurut ibn Abbas berarti ÙŠÙŽÙƒÙ’Ø°ÙØ¨Ùون (membuat kedustaan) dan menurut Qatadah berarti ÙŠÙØ´Ù’رÙÙƒÙون (menyekutukan).[18] Sungguh termasuk kebohongan besar, orang yang merasa diri telah suci, padahal berakidah palsu dan berbuat ma’siat.
Abu hayan al-Andalusi (w.745H) berpendapat bahwa ayat 49-50 ini sasaranya kepada Rasul SAW, agar melihat kebohongan yahudi dan nashrani yang mesti diambil pelajaran. Pada ayat 49 diungkap kebohongan mereka dalam berakidah, dan pada ayat 50 dikemukakan bagaimana cara mereka berbuat bohong serta akibat yang bakal mereka pikul. Ayat 49, seakan menegaskan; apakah engkau tidah meresa heran orang yang mengaku diri sudah suci? Ayat 50 menegaskan perlunya menjadi perhatian tentang betapa besarnya dosa orang yang berbuat kebohongan itu.[19]
5. ÙˆÙŽÙƒÙŽÙÙŽÙ‰ بÙÙ‡Ù Ø¥ÙØ«Ù’مًا Ù…ÙØ¨Ùينًا Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka).”
Pengunci ayat ini berma’na ذنب أعظم ممن ÙŠÙØªØ±ÙŠ Ø¹Ù„Ù‰ الله الكذب (betapa besar dosa yang berbuat kebohongan atas nama Allah SWT). Banyak ayat yang mengecam dan mengancam orang yang berbut kebohongan atas nama Allah SWT, antara lain:
وَمَنْ أَظْلَم٠مÙمَّن٠اÙْتَرَى عَلَى Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù ÙƒÙŽØ°ÙØ¨Ù‹Ø§ أَوْ كَذَّبَ Ø¨ÙØ¢ÙŠÙŽØ§ØªÙه٠إÙنَّه٠لَا ÙŠÙÙÙ’Ù„ÙØÙ Ø§Ù„Ø¸Ù‘ÙŽØ§Ù„ÙÙ…Ùونَ
Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat keberuntungan.. Qs.6:21
Ùَمَنْ أَظْلَم٠مÙمَّن٠اÙْتَرَى عَلَى Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù ÙƒÙŽØ°ÙØ¨Ù‹Ø§ أَوْ كَذَّبَ Ø¨ÙØ¢ÙŠÙŽØ§ØªÙه٠أÙولَئÙÙƒÙŽ يَنَالÙÙ‡Ùمْ نَصÙيبÙÙ‡Ùمْ Ù…ÙÙ†ÙŽ Ø§Ù„Ù’ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ جَاءَتْهÙمْ Ø±ÙØ³ÙÙ„Ùنَا يَتَوَÙَّوْنَهÙمْ قَالÙوا أَيْنَ مَا ÙƒÙنْتÙمْ تَدْعÙونَ Ù…Ùنْ دÙون٠اللَّه٠قَالÙوا ضَلّÙوا عَنَّا ÙˆÙŽØ´ÙŽÙ‡ÙØ¯Ùوا عَلَى أَنْÙÙØ³ÙÙ‡Ùمْ أَنَّهÙمْ كَانÙوا كَاÙÙØ±Ùينَ
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Orang-orang itu akan memperoleh bahagian yang telah ditentukan untuknya dalam Kitab (Lauh Mahfuzh); hingga bila datang kepada mereka utusan-utusan Kami (malaikat) untuk mengambil nyawanya, (di waktu itu) utusan Kami bertanya: “Di mana (berhala-berhala) yang biasa kamu sembah selain Allah?” Orang-orang musyrik itu menjawab: “Berhala-berhala itu semuanya telah lenyap dari kami,” dan mereka mengakui terhadap diri mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir. Qs.7:37
وَمَنْ أَظْلَم٠مÙمَّن٠اÙْتَرَى عَلَى Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù ÙƒÙŽØ°ÙØ¨Ù‹Ø§ أَوْ كَذَّبَ Ø¨ÙØ§Ù„Ù’ØÙŽÙ‚ّ٠لَمَّا جَاءَه٠أَلَيْسَ ÙÙÙŠ جَهَنَّمَ مَثْوًى Ù„ÙلْكَاÙÙØ±Ùينَ
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir? Qs.29:68.
Ùَمَنْ أَظْلَم٠مÙمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّه٠وَكَذَّبَ Ø¨ÙØ§Ù„ØµÙ‘ÙØ¯Ù’Ù‚Ù Ø¥ÙØ°Ù’ جَاءَه٠أَلَيْسَ ÙÙÙŠ جَهَنَّمَ مَثْوًى Ù„ÙلْكَاÙÙØ±Ùينَ
Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? Qs.39:32
وَمَنْ أَظْلَم٠مÙمَّن٠اÙْتَرَى عَلَى Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù Ø§Ù„Ù’ÙƒÙŽØ°ÙØ¨ÙŽ ÙˆÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ ÙŠÙØ¯Ù’عَى Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ Ø§Ù„Ù’Ø¥ÙØ³Ù’لَام٠وَاللَّه٠لَا يَهْدÙÙŠ الْقَوْمَ الظَّالÙÙ…Ùينَ
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. Qs.61:7
E. Beberapa Ibrah
1. Janganlah berlaga diri sebagai orang suci, karena hanya Allah SWT yang mengetahui. Hanya Allah yang bisa menilai seseorang itu apakah sudah ataukah masih banyak dosa. Manusia hanya bisa melihat lahiriyah belaka, sedangkan bathiniyah hanya diketahui oleh Allah.
2. Bagi Allah tidak ada yang tersembunyi sedikit pun. Ma’siat maupun taat manusia, baik yang nampak maupun yang tersembunyi pasti diperhitungkan. Tidak ada suatu apa pun yang dirugikan, baik besar maupun kecil. Amal sekecil apapun yang baik, pasti ada pahalanya. Amal buruk apa pun yang dilakukan manusia pasti ada perhitungannya.
3. Ada sementara orang yang menmgadakan kebohongan, dengan pura-pura baik di depan orang, padahal hatinya busuk. Manusia tidak akan bisa mengetahui mana yang bohong mana pula yang jujur, tapi Allah SWT mengetahuinya. Oleh karena itu janganlah membuat kedustaan, karena kebohongan bakal ditampakkan keburukannya.
[1] Ifasir Ibn Jarir, VII h.452, Tafsir Ibn Abi hatim, IV h.193
[2] Asbab al-Nuaul, h.148, Kubab al-Nuqul, h.167, al-Dyr al-Mantsur, II h.560, al-Kafi, h.44-45, Ruh al-Ma’ani, IV h.86, al-Tafsir al-Munir, V h.109
[3] Ma’alim al-Tanzil (Tafsir al-Baghawi), II h.233
[4] Ibn Jarir al-Thabari, tafsir al-Thabari, Â VIII h.452-454
[5] al-Jami li Ahkam al-Qur`an, V h.246
[6] al-tafsir al-Munir, V h.108
[7] Abu al-Laits al-Samarqandi (w.375H), Bahr al-Ulum, I h.391
[8] Zad al-Masir, II h.43
[9] Tafsir al-Razi, V h.228
[10] Ibn jarir al-Thabari, Tafsir al-thabari, VIII h.456
[11] Tafsir Ibn katsir, II h.333
[12] Tafsir al-Razi, V h.230
[13] al-bahr al-Muhith, IV h.162
[14] Tafsir al-Lubab, I h.146
[15] Tafsir al-Thabari, VIII h.453-490
[16] Tafsir ab al-Su’ud, II h.97
[17] Tafsir al-Thabari, VIII h.456
[18] Tafsir Ibn Abi Hatim, IV h.195
[19] al-Bahr al-Muhith, IV h.162