ALI IMRAN: 01-04 (iman pada Allah dan kitab-Nya)
IMAN PADA ALLAH DAN KITAB-NYA
(kajian ali-imran:01-04)
A. Muqaddimah Ali Imran
Surat Ali Imran yang berjumlah dua ratus ayat, merupakan surat ketiga dari urutan mushhaf, diturunkan di Madinah setelah surat al-Anfal. Kaitan surat ali Imran dengan al-Baqarah antara lain (1) keduanya diawali dengan huruf muqatha’ah yang dirangkaikan dengan kedudukan al-Qur`an. (2) Derajat manusia pada awal al-Baqarah disebut mu`min, kafir, munafiq dan fasiq, maka pada awal surat ini dikemukakan manusia yang زَيْغٌ al-Zaigh dan وَالرَّاسِخُونَ al-Rasih. (3) Awal surat al-Baqarah mengungkap bahwa al-Qur`an tidak diragukan lagi menjadi petunjuk bagi muttaqin, awal surat ali Imran menyebut adanya ayat muhkamat dan mutasyabihat. (4) Pada surat al-Baqarah diungkap penciptaan Adam yang tidak punya ayah dan ibu, pada surat ini diungkap penciptaan Isa yang tidak punya ayah, yang keduanya mempunyai keistimewaan. (5) Surat al-Baqarah banyak membantah kaum Yahudi, surat ini banyak membantah kaum nashrani. (6) Pada awal surat al-Baqarah menerangkan sifat manusia yang meraih kebahagiaan (al-Muflihun), pada akhir ali Imran diserukan agar meraih al-falah. (7) Akhir al-Baqarah berisi do’a memohon keringanan dalam melaksanakan syari’ah dan minta pertolongan mengalahkan kafirin, akhir surat Ali Imran berisi do’a ditetapkan diri dalam kedudukan mu`min.
B. Teks Ayat dan Tarjamahnya
الم () اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ () نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ () مِنْ قَبْلُ هُدًى لِلنَّاسِ وَأَنْزَلَ الْفُرْقَانَ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآَيَاتِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ ()
Alif laam miim. Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya. Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil. Sebelum (Al Qur’an), menjadi petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al Furqaan. Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat; dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa). Qs.3:01-04
C. Tinjauan Historis
Surat ali Imran ini hingga 80 ayat, turun dilatar belakangi kaum nashara dari Najran yang berselisih tentang kedudukan Isa.[1] Jumlah mereka berjumlah enam puluh orang terdiri atas pembesarnya yang berjumlah empat belas orang menghadap Rasul SAW. Mereka mempertanyakan tentang Nabi Isa, siapa bapaknya dan kenapa berbeda dengan yang lain. Di antara mereka ada yang beranggapan Isa sebagai tuhan ketiga, ada yang menganggap jelmaan tuhan, ada yang menganggap sebagai anak tuhan. Awal surat Ali imran hingga delapan puluh ayat mengungkap kedudukan Isa sebagai nabi, dan anggapan nashrani adalah keliru.[2] Peristiwa tersebut, menurut Ibn katsir terjadi pada tahun 9 Hijri.[3]
D. Tafsir Kalimat
1. المalif lam mim
Sebagai mana dijelaskan pada kajian awal surat al-Baqarah, di kalangan ulama mufasirin, berbeda-beda menyikapi huruf muqatha’ah (singkatan) yang tertera pada awal beberapa surat, termasuk pada surat Ali Imran ini. Ada yang memahami sebagai singkatan dari Allah, Lathif, Majid, ada yang menyebutkan dari Allah, Jibril, muhammad. Ada pula yang menyorotinya dari sudut bunyi huruf, alif lambang bacaan A (hurum belakang), lal dari L (huruf tengah), dan Mim lambang bacaam M (huruf depan), maknya bahwa al-Qur`an bicara masa lalu, masa kini, dan masa depan.[4]
Ahmad Mushthafa al-Maraghi berpendapat bahwa salah satu fungsi huruf Muqatha’ah adalah sebagai awal kata perhatian, panggilan, peringatan, seperti أَلاَ (ingatlah), kepada pembaca atau yang mendengarkan bacaan. Kalimat semacam ini tak ubahnya dengan bilangan yang berfungsi sebagai aba-aba untuk memulai perbuatan, seperti satu, dua, tiga….. atau tiga, dua, satu….[5]
2. اللهُ لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya.
Lafazh ألله menurut sebagian ahli bahasa berasal dari الإله (tuhan yang benar), dan menurut yang lain merupakan jamid kata asli sebagai nama keagunggan bagi-Nya. . الله لا إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya);
Allah satu-satunya yang berhak dipertuhankan. Dia yang Maha Hidup, tidak pernah mati, yang bergantung pada-Nya segala yang ada. Dia memiliki kekuasaan yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Sifat الْحَيُّ melambangkan pemilik kehidupan abadi, mempunyai iradat (kehendak), tahu segalanya dan berkuasa atas segala sesuatu. Sifat الْقَيُّوم berma’na دَائِم القِيَام memimpin, mengurus, memelihara dan menegakkan aturan-Nya tanpa henti. [6] Sifat ini juga melambangkan berdirinya atas dirinya sendiri, tidak terikat oleh selain-Nya. Karena-Nya yang lain bisa berdiri, dan tergantung pada-Nya. Inilah puncaknya keagungan dan kekuasaan serta kegagahan Allah SWT.[7] Oleh karena itu ayat ini dinamakan al-Ism al-A’zham (nama Allah yang melambangkan keagungan-Nya).
عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي هَذَيْنِ الْآيَتَيْنِ اللهُ لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ وَ الم اللهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ إِنَّ فِيهِمَا اسْمَ اللهِ الْأَعْظَمَ
Diriwayatkan dari Asma binti Yazid[8] yang mengatakan bahwa ia mendengar Rasul SAW bersabda “dalam kedua ayat ini (اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ dan ( الم اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ إِنَّ فِيهِمَا terdapat nama Allah yang melambangkan keagungan-Nya. Hr. Ahmad (164-241H).[9]
Dalam ayat ini ditegaskan bahwa tiada tuhan selain Allah, berfungsi membatalkan anggapan kaum nshrani yang memeprtuhan Isa, yahudi yang mempertuhankan Uzair, kaum musyrikin yang memeprtuhankan lata, Uzza, serta membatalkan keyakinan masyarakat yang mempertuhankan selain Allah.
3. نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya;
Perkataan نَزَّل – يُنَزِّل – تنْزِيْل mengaisyaratkan diturunkan al-Qur`an itu secara berangsur tidak sekaligus yang disesuaikan dengan peristiwa yang terjadi, yaitu dalam waktu dua puluh tiga tahun.[10] Allah menurunkan al-Kitab, yaitu al-Qur`an, بِالْحَقّ ada yang mengartikan بِالصِّدْق (dengan sebenarnya) ada pula yang mengartikan بِالْحُجَّة الْبَالِغَة dengan argumentasi yang kuat mengalahkan yang lainnya (kebenaran mutlak).[11] Perkataan بِالْحَق juga diartikan dengan membawa kebenaran yang mutlak, karena menjelaskan mana yang benar di antara yang diperselisihkan oleh kaum yahudi, nashrani dan musyrikin.[12] Semua umat manusia di dunia ini mengaku akan adanya tuhan, tapi mereka berselisih tentang siapa tuhan, dan bagaimana cara beribadah pada-Nya, maka al-Qur`an turun dengan membawa kebenaran yang mesti diikuti oleh semua fihak.
4. مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya
Al-Qur`an sebagai مُصَدِّقًا menjadi saksi kebenaran kitab yang lalu, dan mengoreksinya bila ada campuran dengan yang bukan wahyu.[13] Menurut Mujahid (21-104H), kalimat لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ mencakup kitab dan para rasul yang diutus sebelum al-Qur`an.[14] Kitab-kitab sebelumnya yang asli merupakan kebenaran. Rasul yang diutus juga membawa agama yang benar. Namun kaum yahudi telah menambah kitab mereka dengan beberapa protokol. Kaum nashrani mencampurkan antara wahyu dengan dongeng dan ceritra umat. Al-Qur`an turun di samping sebagai pedoman hidup, juga meluruskan yang salah menjadi saksi yang benar.
5. وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ dan menurunkan Taurat dan Injil.
Jika untuk al-Qur`an terkadang menggunakan kata نَزَّل dan terkadang menggunakan kata أنْزَل , maka untuk Taurat dan Injil selalu menggunakan kata أَنْزَلَ, karena diturunkannya sekaligus, tidak berangsur. Taurat diturunkan kepada Nabi Musa dan injil kepada nabi Isa. Istilah التوْراة menurut bahasa ibrani berma’na berbagai ketentuan dan hukum-hukum syari’ah yang mesti diamalkan. Sedangkan istilah إنْجِيل berasal dari bahsa Yunani yang berarti berbagai pengajaran.[15]
6. مِنْ قَبْلُ هُدًى لِلنَّاسِ Sebelum (Al Qur’an), menjadi petunjuk bagi manusia,
Kitab sebelumnya pun sama-sama memberi petunjuk ke jalan yang benar, satu sama lain tidak ada pertentangan. Tangan manusia yang mengubahnya hingga terjadi perselisihan. Taurat dan injil diturunkan Allah kepada nabi-Nya berperinsip tauhid dan menentang syrik,[16] tapi umatnya menambah dan mengurangi serta mengacaukannya.
7. وَأَنْزَلَ الْفُرْقَانَ dan Dia menurunkan Al Furqaan.
Al-Qur`an diturunkan untuk meluruskan yang keliru, memisahkan antara yang benar dan yang salah. Jika pada kalimat sebelumnya dengan menggunakan istilah نَزَّل (turun berangsunr), maka pada kalimat ini menggunakan kata أنْزَل (menurunkan dari atas). Turun Al-Qur`an terkadang menggunakan kata أَنْزَل – يُنْزِلُ – إنْزَال menunjukkan bahwa wahyu kedudukannya lebih tinggi dari yang menerimanya. Untuk al-Qur`an juga digunakan kata أنْزَلَ yang berma’na menurunkannya secara keseluruhan, karena dari al-Lauh al-Mahfuzh ke Bait al-Izzah turun sekaligus.[17] Kemudian Al-Qur`an, pada ayat ini disebut al-Firqan. Ibn Jarir al-Thabari mengartikan al-Furqan dengan الفَصْل بَيْنَ الْحَقِّ وَالْبَاطِل فِيْمَا اخْتَلَفَت فِيْهِ الأحْزَاب وَأهْلُ الْمِلَل فِي أمْرِ عِيْسى وَغَيْره (pemisah antara yang haq dan yng bathil yang diperselisihkan oleh beberapa kelompok pemeluk agama utamnaya dalam masalah isa dan lainnya).[18] Secara historis, kalimat ini menunjukkan bahwa dalam kitab yang dipegang oleh nashrani tercampur antara yanag haq dan yang bathil, antara wahyu dan bukan wahyu, maka al-Qur`an turun untuk memisahkannya.
8. إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ Sesungguhnya orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh siksa yang berat;
Menurut Muqatil bin Sulaiman sebagaimana dikutip Ibn Hajar (773-852H), secara historis, ayat ini ditujukan kepada kaum yahudi seperti Ka’b bin Asyraf, Zaid bin Tabut, Abu Yasir, yang menentang al-Qur`an dengan mendustakan sebagian keterangan kitab sebelumnya.[19] كَفَرُوا بِ merupakan lawan kata ءَامَنُوا بِ .
Orang yahudi menolak kebenran apa yang dikemukakan al-Qur`an tentang ke-Esaan Allah, dan nashrani menolak al-Qur`an tentang berita nabi Isa yang menegaskan sebagai rasul dan hamba-Nya, berarti mereka telah kufur.[20]
Perkataan كَفَروا berasal dari كَفَر – يَكْفُرُ – كُفْرًا = كُفُوْرًا = كُفْرَانًا terkadang berma’na menutup, membantah, menolak atau membangkang.[21]
Menurut ayat ini orang yang kufur terhadap ayat Allah akan disiksa dengan siksaan yang amat berat. Allah SWT, seperti diterangkan pada ayat sebelumnya telah menurunkan petunjuk yang benar, meluruskan yang salah. Jika ternyata ada manusia yang tidak mau mengimaninya, maka patut dihukum dengan hukuman yang berat.
9. وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ dan Allah Maha Perkasa lagi mempunyai balasan (siksa).
Allah SWT Maha perkasa untuk menentukan keputusan-Nya, menegakkan syari’ah-Nya, dan menghukum hamba yang melangggar aturan-Nya. Dia juga mempunyai balasan yang akan diberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang diperbuatnya.
E. Beberapa Ibrah
1. Surat ali-Imran berkaitan dengan surat al-baqarah antara lain dalam kisah para nabi dan Rasul terdahulu, kitab yang diturunkan Allah, dan aneka sifat manusia.
2. surat ali-Imran diawali dengan huruf Muqatha’ah yang mesti diimani, baik difahami maknanya ataupun belum difahami. Iman tidak hanya percaya pada yang difahami, tapi juga pada segala yang diturunkan dalam al-Qur`an. Aapa yang dipaparkan al-Qur`an pasti mutlak benar. Iman pada al-Qur`an tidak menunggu faham dulu, tapi percaya dulu.
3. Allah SWT adalah satu-satunya yang berhak dipertuhankan. Dia yang Maha Hidup tak terbatas ruang dan waktu. Dia Maha Berdiri Sendiri tak terpengaruh oleh apa dan siapapun, serta memiliki kekuasaan tak terbatas, memiliki wewenang tak terhingga.
4. Orang yang tidak mempercayai kebenaran al-Qur`an termasuk kafir, walau mempercayai kitab lainnya. Konsekuensi kufur pada al-Qur`an, akan memikul akibat berat, karena hukuman dari Allah SWT yang Maha Perkasa.
5. Diturunkan al-Qur`an sama halnya dengan diturunkan kitab sebelumnya, membenarkan apa yang dibenarkan kitab yang telah lalu, dan memperbaiki kekeliruan umat dalam memahaminya.
[1] Al-Suyuthi (849-911H), Lubab al-Nuqul, I h.51
[2] Wahbah al-Zuhayli, al-tafsir al-Munir, III h.145
[3] Abu al-Fida, Isma’il bin Umar, Ibn Katsir (w.774H), Tafsir ibn katsir, I h.344
[4] baca kembali uraian penulis dalam buku Percikan Mutiara al-Qur`an seri 02 (kajian al-Baqarah: 01-29)
[5] Tafsir al-Maraghi, III h.92
[6] Wahbah al-Zuhayli, al-Tafsir al-Munir, III h.14
[7] al-Ghazali, Jawahir al-Qur`an, I h.74
[8] shahabat Anshar, nama lengkap Asma binti Yazid bin al-Sukn, dikenal juga dengan mama Umma Salamah, berkedudukan di Madinah
[9] Musnad Ahmad, VI h.461
[10] Tafsir al-Maraghi, III h.92
[11] Abu Abd Allah al-Qurthubi (w.671H), al-Jami li Ahkam al-Qur`an, IV h.5
[12] Jami al-bayan, III h.166
[13] Tafsir al-Baydlawi, II h.331
[14] Mujahid bin Jibr (Tabi’in), Tafsir Mujahid, I h.121
[15] tafsir al-Marghi, III h.92
[16] al-Husain bin Mahmud al-Baghawi, Ma’alim al-Tanzil (Tafsir al-Baghawai), I h.277
[17] perhatikan kembali uraian kami pada kajian tafsir Qs.2:185 yang lalu
[18] Muhammad ibn Jarir al-Thabari (224-310H), Jami al-Bayan, III h.167
[19] ibn Hajar al-Asqalani, al-‘Ijab fi Bayan al-Asbab, II h.658
[20] al-Thabari, jami al-Bayan, III h.167
[21] Ibn Manzhur(630-711H), Lisan al-Arab, V h.144