ali imran 59-63 – KEESAAN ILAHI DALAM KISAH ADAM DAN ISA
KEESAAN ILAHI DALAM KISAH ADAM DAN ISA
(kajian tafsir ali-imran: 59-63)
A. Teks dan Tarjamah Ayat
إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ ءَادَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ(*)الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ(*)فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ(*)إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ(*)فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِالْمُفْسِدِينَ(*)
Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia. (Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu. Siapa yang membantahmu tentang kisah `Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la`nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kemudian jika mereka berpaling (dari kebenaran), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan.Qs.3:59-63
B. Kaitan dengan Ayat Sebelumnya
Pada ayat sebelumnya terungkap kisah (1) istri Imran sebagai Ibunda Maryam, (2) Maryam sebagai Ibunda Nabi Isa, (3) Nabi Isa itu sendiri dengan berbagai mu’jizat dan tugasnya. Kemudian dirangkaikan dengan pengungkapan tentang bagaimana umat Nabi Isa terhadap da’wahnya, ternyata ada yang beriman seperti kaum Hawari, ada pula yang kufur seperti kaum yahudi. Di samping itu terdapat kaum yang tertipu oleh yahudi, seperti kaum nashrani. Mereka terpedaya oleh kaum yahudi sehingga menganggap bahwa Nabi Isa itu sebagai anak tuhan, ada pula yang beranggapan sebagai penjelmaan-Nya. Ayat berikut ini meluruskan anggapan mereka yang keliru.
C. Tinjauan Historis
Terdapat beberapa riwayat yang mengisahkan historis ayat ini antara lain sebagai berikut.
1. Ibn Jarir al-Thabari (224-310H),[1] meriwayatkan dari Ibn Abbas, bahwa sekelompok orang dari Najran menghadap Rasul SAW bertanya ما شأنك تذكر صاحبنا (apa urusanmu menyebut-nyebut shahabat kami?). Rasul bertanya من هو (siapa yang kalian maksud?). Mereka berkata: عيسى تزعم أنه عبد الله (apakah anda menganggap Isa sebagai hamba Allah?). Rasul bersabda: أجل إنه عبد الله (betul, bahwa Isa itu hamba Allah!). mereka bertanya فهل رأيت مثل عيسى (apakah ada yang anda anggap seperti Isa?). Rasul SAW tidak menjawabnya secara langsung, tapi tidak lama kemudian turunlah ayat ini. Riwayat ini diungkap pula oleh al-Suyuthi (849-911H), [2]
2. al-Wahidi (w.468H),[3] menerangkan bahwa ayat ini turun membantah kaum Najran menghadap Rasul SAW mengatakan هل رأيت ولدا من غير ذكر (apakah anda lihat ada anak dilahirkan tanpa sentuhan laki-laki?). Ayat ini seakan menegaskan, jangankan tanpa senutuhan laki-laki, tanpa melalui peroses dikandung pun, ada manusia yang hidup di dunia ini, seperti Adam. Lebih mena’jubkan mana antara Isa dan Adam?
3. Ibn Hajar al-Asqalani (773-852H),[4] meriwayatkan kisah dari al-Azraq bin Qais yang menerangkan bahwa Uskuf Najran dan Wakilnya menghadap Rasul SAW. Rasul SAW pada sat itu mengajak mereka untuk memeluk al-Islam. Mereka mengatakan قد كنا مسلمين قبلك (kami sudah muslim sebelum anda). Rasul bersabda: كذبتما منع الإسلام منكما ثلاث قولكما اتخذ الله ولدا وسجودكما للصليب وأكلكما لحم الخنزير (anda mendustakan apa yang dilarang al-Islam dalam tiga hal: anda mengatakan Allah mempunyai anak, anda menyembah patung Salib, dan anda memakan daging babi?). Mereka berkata فمن أبو عيسى (kalau begitu siapa ayahnya Isa?). Rasul SAW tidak langsung menjawab pertanyaan mereka, tapi tidak lama kemudian turunlah ayat ini yang menegaskan bahwa Nabi Isa itu di sisi Allah tidak ada bedanya dengan Adam yang diciptakan dari tanah.
D. Tafsir Kalimat
1. إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ ءَادَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ Sesungguhnya misal (penciptaan) `Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah” (seorang manusia), maka jadilah dia.
Kejadian Isa tanpa ayah, bisa dibadningkan dengan kajian Adam yang tanpa ayah dan ibu. Jika Isa dilahirkan tanpa ayah itu menimbulkan pertanyaan karen tidak masuk di akal, mengapa kelahiran Adam yang lebih tidak masuk akal dipercayai kebenarannya? Kemudian ditegaskan dengan خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ bahwa Adam diciptakan dari tanah bisa langsung jadi dengan firman-Nya كُنْ (jadilah), maka فَيَكُونُ (terjadilah).[5] Aneh sekali kaum nashrani itu mempertuhankan Isa, hanya karena lahirnya tanpa ayah. Mengapa mereka tidak mempertuhan Adam sekalian yang hidupnya tanpa ayah dan ibu. Perbandingan ini jelas, tegas dan mantap agar yang bertanya dan membantah kebenaran bisa dipatahkan argumentasinya.[6]
Berdasar ayat ini Isa itu mempunyai kesamaan dengan Adam dalam hal penciptaanya, yaitu tanpa proses seperti biasanya, karenan mempunyai kieistimewaan. Kejadian semua itu hanya dengan firman-Nya كُنْ (jadilah), maka فَيَكُونُ (terjadilah).
2. الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلَا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ(Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu.
Ditinjau dari sudut ilmu bahasa الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ berma’na هَذَ هُو الحَقُّ مِن ربِّك (ini adalah suatu kebenaran mutlak yang datang dari Tuhanmu). Inilah fakta yang benar, bahwa Isa adalah hamba dan Rasul Allah, bukan tuhan, bukan pula juru selamat.[7] Oleh karena itu فَلَا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ (janganlah menjadi orang yang ragu), walau mendengar informasi dari mana pun. Nashrani yang menganggap Isa sebagai tuhan adalah salah. Demikian pula anggapan yahudi yang mehuduh Maryam berbuat zina, adalah salah. Fakta yang benar adalah yang datang dari Allah SWT. Dalam penciptaan manusia terdapat perbedaan proses seperti kejadian (1) Adam tanpa unsur laki-laki, tanpa unsur perempuan, (2) Hawa diciptakan dari unsur laki-laki tanpa unsur perempuan, (3) Isa diciptakan dari unsur perempuan tanpa unsur laki-laki, (4) manusia pada umumnya yang diciptakan dari unsur laki-laki dan perempuan. Itu semua merupakan bukti kekuasaan Allah SWT yang mesti diimani, jangan diragukan, jangan pula mempertuhankan selain-Nya. Ketika ayat ini turun khithab (yang diajak bicara) adalah Rasul SAW, tapi isi seruannya mencakup kepada seluruh umatnya. Semua umat mesti meyakini bahwa yang benar itu hanyalah yang datang dari Allah, bukan yang diinformasikan berbagai fihak. Keyakinan tersebut bukan hanya dalam hati dan ucapan, tapi siap mempertanggung jawabkannya, sebagaimana dikemukakan pada ayat selanjutnya.
3. فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ Siapa yang membantahmu tentang kisah `Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): “Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la`nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.
Jika ada yang membantah kebenaran tersebut adakanlah mubahalah dengan melibatkan semua anggota keluarga. Katakan kepada mereka تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ (Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la`nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta). Perkataan نَبْتَهِل (kita bermubahalah), berma’na نلتعن ندعو الله سبحانه على الظالم (kita sama-sama berdo’a agar Allah mengutuk orang yang zhalim atau dusta).[8] Dengan kata lain ajaklah mereka المُبَاهَلَة mubahalah. Perkataan المُبَاهَلَة mempunyai kesamaan arti dengan المُلاَعَنَة (saling kutuk), yaitu mengadakan sumpah atas nama Allah dengan mengatakan siapa yang bohong berhak mendapat kutukan dari Allah,[9] dan yang benar mendapat rahmat-Nya. Al-Mubahalah juga berma’na الإبْتِهَال والتضّرُّع berdo’a secara khusyu secara bersama yang berselisih, agar Allah SWT mengutuk orang yang bohong di antara mereka.[10] Dengan demikian dalam pengertian sederhana mubahalah dapat diartikan sumpah adu nasib dengan musuh atau lawan perjuangn membela kebenaran. Rasul SAW pernah mengajak kaum nashrani yang membantah kebenaran al-Qur`an untuk mubahalah. Beliau telah mengumpul ahl-al-Bait untuk menghadiri mubahalah tersebut. Namun kaum nashrani menolaknya, tidak mau menghadiri mubahalah.[11] Kaum nashrani tidak berani mubahalah, karena sebenarnya mereka ragu atas kebenaran agamanya sendiri. Mereka mempertahankan agamanya itu hanya karena ikut-ikutan, bukan atas dasar ilmu yang bisa dibuktikan kebenarannya. Oleh karena itu mereka takut bila diajak mubahalah. Perhatikan hadits berikut:
عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ جَاءَ الْعَاقِبُ وَالسَّيِّدُ صَاحِبَا نَجْرَانَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرِيدَانِ أَنْ يُلَاعِنَاهُ قَالَ فَقَالَ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ لَا تَفْعَلْ فَوَاللَّهِ لَئِنْ كَانَ نَبِيًّا فَلَاعَنَّا لَا نُفْلِحُ نَحْنُ وَلَا عَقِبُنَا مِنْ بَعْدِنَا قَالَا إِنَّا نُعْطِيكَ مَا سَأَلْتَنَا وَابْعَثْ مَعَنَا رَجُلًا أَمِينًا وَلَا تَبْعَثْ مَعَنَا إِلَّا أَمِينًا فَقَالَ لَأَبْعَثَنَّ مَعَكُمْ رَجُلًا أَمِينًا حَقَّ أَمِينٍ فَاسْتَشْرَفَ لَهُ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ قُمْ يَا أَبَا عُبَيْدَةَ بْنَ الْجَرَّاحِ فَلَمَّا قَامَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذَا أَمِينُ هَذِهِ الْأُمَّةِ
Diriwayatkan dari Hudzaifah, seorang pelayan dan majikan dari Najran memberanikan diri datang kepada rasul SAW menyatakan siap bermubahalah. Namun salah seorang di antara mereka ada yang menyatakan: Janganlah kita lakukan hal tersebut. Jika ia benar seorang Nabi, celaka kita, tidak akan beruntung, janganlah mengadakan tuntutan apa apa lagi selamanya. Kemudian mereka berkata kepada Rasul SAW: “Kami akan memenuhi apa yang engkau minta!” kirimkanlah bersama kami orang yang dapat dipercaya! Rasul SAW bersabda: لَأَبْعَثَنَّ مَعَكُمْ رَجُلًا أَمِينًا حَقَّ أَمِينٍ (sungguh kami akan utus bersama kalian orang yang paling dapat dipercaya). Beliau bersabda: “Berdirilah wahai Abu Ubaidah bin al-Jarah!” tatkala ia berdiri, Rasul bersabda lagi: هَذَا أَمِينُ هَذِهِ الْأُمَّةِ (inilah orang yang dapat dipercaya di kalangan umat). Hr. al-Bukhari (194-256H).[12]
Akhirnya kaum nashrani maupun yahudi tidak berani mubahalah dengan Rasul SAW, karena takut mendapat kutukan Allah SWT. Rasul SAW saat itu sudah siap mengumpulkan keluarganya untuk dijadikan jaminan. Hal ini menunjukkan bahwa beliau sekeluarga merasa tentram dari tantangan apa pun, dan siap dalam segala hal demi menunjukkan kebenaran. Di samping itu, ayat ini memberi isyarat bahwa dalam perjuangan membela kebenaran memerlukan partisipasi seluruh anggota keluarga, bahkan kaum wanita. Rasul SAW berhasil mengumpulkan seluruh anggota keluarganya dapat menggebrag kaum yahudi dan nashrani, hingga ketakutan. Sementara para tokoh yahudi dan nashrani dilanda keraguan serta ketakutan, bahkan ada delapan orang utusan Najran yang menyarankan pada tokoh yahudi agar mengadakan perdamaian dengan Rasul SAW. Akhirnya mereka berdamai untuk mendapat perlindungan dari Rasul SAW, dan berkewajiban membayar Jizyah (semacam pajak) yang diserahkan untuk kepentingan kemaslahatan umat.[13]
4. إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar,
Apa yang dikisahkan dlam al-Qur`an ini adalah kebenaran mutlak yang tidak bisa dibantah. Kisah dalam al-Qur`an berbeda dengan apa yang diceritrakan oleh kaum yahudi dan nshrani, hanya bersumber dari dongeng dan ceritra fiktif. Buktinya, tatkala mereka diajak mubahalah, tidak ada yang siap. Fakta sejarah ini semestinya dijadikan pelajaran oleh semua fihak.
5. وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat ini mendaskan tentang ke-Esaan Allah, untuk menegaskan kembali bahwa anggapan nashani dan yahudi adalah salah dan tidak berdasar. Allah SWT tidak ada yang menyemai-Nya, apa pun dan siapa pun. Orang nasharani yang mengganggap Isa sebagai tuhan adalah salah. Allah yang maha perkasa dan bijaksana tidak berputra, tidak pula membutuhkan pendamping. Sekali gus juga mengandung perintah untuk menyampaikan keyakinan ini kepada yang bertentangan, seperti yahudi dan nashrani.
5. فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِالْمُفْسِدِينَ Kemudian jika mereka berpaling (dari kebenaran), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika setelah diajak kepada jalan yang benar, mereka tetap berpaling, serahkanlah hukumannya pada Allah SWT. Dia Maha tahu orang yang rusak, baik akidahnya, maupun perbuatannya.
E. Beberapa Ibrah
1. Bagi Allah SWT kejadian Nabi Isa yang dilahirkan dari seorang wanita yang belum pernah disentuh pria, hanyalah sesuatu yang mudah saja terjadi, karena tidak ada yang tidak mungkin atas kehendak-Nya. Kalau kita mengagumi kejdian Nabi Isa, bukankah Nabi Adam lebih mengagumkan lagi yang lahir tanpa ayah dan ibu.
2. Sungguh kejadian Isa tidak ada bedanya dengan Adam yang diciptakan oleh Allah SWT yanga Maha Segalanya. Oleh karena itu tidak sepantasnya manusia menyembah manusia. Kejadian yang mengagumkan, seharusnya dapat mempertebah tauhid, bukan malah menjadi musyrik.
3. Kejadian Isa memang menjadi perdebatan di kalangan manusia, sehingga menghebohkan sepanjang masa, maka seharusnya penegasan al-Qur`an yang mesti dipercayai sepenuhnya. Kebenaran mutlak hanyalah yang datang dari Allah SWT berupa wahyu, baik al-Qur`an maupun sunnah Rasul SAW. Oleh karena itu jangan ragu untuk meyakini kebenaran apa yang diberitakan wahyu Ilahi.
4. Bila ternyata ada manusia yang tetap mendebat atau meragukan kebenaran yang disampaikan Rasul SAW, tetaplah berpegang pada apa yang diwahyukan padanya, bila mana perlu harus siap bermubahalah dengan orang yang membantahnya.
5. Ketauhidan selain terpatri dalam keyakinan, mesti dibuktikan dalam ucapan dan perbuatan, serta siap membantah yang bertentangan dengannya. Jika dalam berda’wah tauhid itu tidak mendapat sambutan dari yang dida’wahi, karena mereka masih berpaling dari kebenaran, maka tetaplah jangan tergoyahkan, hukuman bagi mereka urusan Allah SWT. Orang yang berbuat kerusakan tatanan tauhid itu sangat diketahui oleh Allah SWT.
[1] Jami al-bayan ‘an Ta`wil Ay al-Qur`an (Tafsir al-Thabari), III h.295
[2] Lubab al-Nuqul, I h.52, al-Dur al-Mantsur, II h.228
[3] al-Wajiz Fi Tafsir al-Kitab al-‘Aziz (Tafsir al-Wahidi), I h.213-214
[4] al-‘Ijab Fi Bayan al-Asbab, II h.679
[5] bandingkan dengan Qs.23:12, Qs.32:7-8, Qs.55:14
[6] Tafsir al-Maraghi, III h.173
[7] Wahbah al-Zuhayli, al-Tafsir al-Munir, III h.245
[8] al-Jayani (w.815H), al-Tibyan Fi Tafsir Gharib al-Qur`an, I h.149
[9] Ibn al-Manzhur (630-711H), Lisan al-Arab, XI h.72
[10] al-Razi (w.721H), Mukhtar al-Shihah, h.27
[11] Mahmub Hijazi, al-Tafsir al-Wadlih, III h.66
[12] Shahih al-Bukhari, n.4029
[13] Ibn Katsir (w.774H), tafsir Ibn Katsir, I h.128