ALI-IMRAN : 92 (MERAIH KEBAJIKAN DARI HARTA YANG DI CINTAI)
MERAIH KEBAJIKAN DARI HARTA YANG DI CINTAI
(kajian tafsir ali-Imran:92)
A. Teks Ayat dan tarjamahnya
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. Qs.3:92
B. Tinjauan Historis
Di antara Bani Isra`il ada yang mengajarkan bahwa dalam rangka mendekat diri pada Allah, melakukan tirakat dengan menghindari suatu makanan, atau perbuatan tertentu. Ayat 92 ini mengajarkan bahwa untuk mendekatkan diri pada Allah bukan dengan cara memantang suatu makan, tapi dengan cara berinfaq di jalan Allah dari harta yang sangat dicintai.[1]
C. Kaitan dengan Ayat Sebelumnya
1. Pada ayat sebelumnya diserukan agar ahl al-Kitab mau iman secara benar kepada seluruh Rasul yang di utus dan kitab yang telah diturunkan. Orang yang sudah beriman kemudian kufur, bisa saja di terima taubatnya apabila memperbaiki diri. Syarat di terima taubatnya adalah tidak kembali pada kekufuran. Jika kufur lagi setelah beriman untuk kedua kali, maka taubatnya akan di tolak. Ayat 92 ini merupakan syarat keimanan yang di terima, yaitu rela mengorbankan apa yang dicintai untuk kepentingan rido Alllah SWT.
2. Pada pengunci ayat 91 ditegaskan bahwa orang kafir, tidak akan bisa menebus dosanya di akhirat kelak, walau dengan mengorbankan kekayaan emas sepenuh bumi. Ayat 92 ini menegaskan bahwa infaq selama di dunia untuk membebaskan diri dari ancaman siksa, tidak perlu senilai emas sepenuh bumi, melainkan cukup menginfakkan apa yang dicintai. Dalam ayat lain ditegaskan:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ(*)تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ(*)يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ(*)
Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga `Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Qs.61:10-12
Berdasar ayat ini, kalau ingin menebus dosa, lakukanlah segera ketika hidup di dunia yaitu dengan (1) beriman pada Allah dan rasul-Nya, (2) berjihad di jalan Allah baik dengan harta maupun dengan jiwa. Dengan iman, dan jihad di jalan Allah baik menggunakan jiwa maupun harta ampunan Allah SWT, akan diraih.
3. Ayat sebelumnya membantah kaum yahudi yang mengaku bahwa mereka akan terbebas dari neraka, karena turunan meraka adalah dicintai Allah SWT. Ayat 92 ini menegaskan yang dinilai baik oleh Alah bukan turunan atau ras tertentu, tapi kerelaan mereka mengorbankan apa yang dicintainya untuk kepentingan fi sabilillah.
D. Tafsir kalimat
1. لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna),
Al-Baydlawi menafsirkan pangkal ayat ini dengan لن تبلغوا حقيقة البر الذي هو كمال الخير أو لن تنالوا بر الله الذي هو الرحمة والرضى والجنة (tidak akan meraih nilai kebaikan yang hakiki, kebaikan yang sempurna. Tidak akan menggapai kebaikan Allah berupa rahmat, rido dan surga).[2]
Dalam hadits juga diterangkan pengertian al-Birr, sebagai berikut:
عَنْ النَّوَّاسِ بْنِ سِمْعَانَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ فَقَالَ الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
Diriwayatkan dari al-Nawas bin Sim’an al-Anshari mengatakan: Saya bertanya pada Rasul SAW tentang pengerti al-Bir dan al-Itsm. Beliau bersabda al-Birr itu adalah akhlaq yang baik. Sedangkan al-Itsm ialah apa yang terbetik di hatimu, yang kamu sendiri enggan diketahui orang. Hr.al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi
Dengan demikian pangkal ayat ini mengandung ma’na bahwa manusia belum masuk kepada kategori yang berakhlaq mulia.
2. حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai.
Menginfakkan harta yang sangat dicintai merupkanan syarat meraih kebajikan yang hakiki. Iman perlu dibuktikan dengan pengorbanan. Menginfakkan harta yang dicintai membuktikan bahwa kecintaan pada Allah dan agama melebihi kecintaan pada segalanya. Dalam ayat lain ditegaskan:
قُلْ إِنْ كَانَ ءَابَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. Qs.9:24
Berdasarkan ayat ini, orang yang mencintai keluarga dan harta melebihi cinta pada Allah, Rasul-Nya dan jihad dijalan-Nya, belum termasuk beriman yang hakiki, maka tunggu keputusan Allah SWT. Orang yang mencintai Allah dan rasul-Nya, tidak akan berat untuk membuktikannya dengan pengorbanan apapun. Perhatikan hadits berikut:
عن أَنَس بْن مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ كَانَ أَبُو طَلْحَةَ أَكْثَرَ الْأَنْصَارِ بِالْمَدِينَةِ مَالًا وَكَانَ أَحَبَّ أَمْوَالِهِ إِلَيْهِ بَيْرُحَاءَ وَكَانَتْ مُسْتَقْبِلَةَ الْمَسْجِدِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْخُلُهَا وَيَشْرَبُ مِنْ مَاءٍ فِيهَا طَيِّبٍ فَلَمَّا نَزَلَتْ { لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ }قَامَ أَبُو طَلْحَةَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي كِتَابِهِ{ لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ }وَإِنَّ أَحَبَّ أَمْوَالِي إِلَيَّ بَيْرُحَاءَ وَإِنَّهَا صَدَقَةٌ لِلَّهِ أَرْجُو بِرَّهَا وَذُخْرَهَا عِنْدَ اللَّهِ فَضَعْهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ حَيْثُ شِئْتَ فَقَالَ بَخٍ ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ ذَلِكَ مَالٌ رَائِحٌ قَدْ سَمِعْتُ مَا قُلْتَ فِيهَا وَأَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِي الْأَقْرَبِينَ قَالَ أَفْعَلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَسَمَهَا أَبُو طَلْحَةَ فِي أَقَارِبِهِ وَبَنِي عَمِّه
Anas bin Malik menerangkan: Abu Thalhah adalah orang Anshar kaya yang paling banyak memiliki kebun kurma di Madinah. Dia sangat mencintai Bairuha (nama kebun) yang berhadapan dengan Masjid. Rasul juga suka masuk ke sana dan minum air segar dari mata airnya. Tatkala turun ayat ِ لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَAbu Thalhah berkata: Wahai Rasul, Allah telah menegaskan bahwa tidak akan mendapatkan kebaikan kecuali menginfakkan apa yang dicintai; harta yang amat saya cintai adalah kebun Bayruha, maka dengan ini saya sedekahkan karena Allah. Saya mengharapkan kebaikannya di sisi Allah SWT. Gunakanlah wahai Rasul sesuai kehendakmu. Rasul SAW bersabda: Bakh (kata-kata kagum), ini adalah harta yang sangat baik yang sangat bernilai! Saya mendengar apa yang kamu ucapkan! Saya berpendapat alangkah baiknya engkau berikan ke kerabatmu. Dia mengatakan aku lakukan wahai Rasul! Kemudian Abu Thalhah membagikannya ke kaum kerabat dan anak pamannya. Hr. al-Bukhari dan Muslim.[3]
3. وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ Dan apa saja yang kamu nafkahkan,
Namun demikian, bukan berarti menginfakkan harta yang harganya rendah, tidak bernilai di sisi Allah. Apapun yang di infakkan di jalan Allah walau sedikit, tetap bernilai terpuji di sisi Allah SWT. Dengan demikian infaq itu terdiri yang berkualitas terbaik, dan ada pula yang nilainya biasa saja. Keunggulan infaq dapat ditinjau dari beberapa aspek antara lain (1) dari sudut nilai manfaat harta yang diinfaqkan, (2) dari sudut ke mana infaq diperuntukkan, (3) apa yang diharapkan atau apa yang menjadi tujuan dengan berinfaq.
Ditinjau dari sasaran untuk apa berinfaq derajatnya dapat digambarkan berikut
Berdasar gambaran di atas infaq tu ada yang bernilai sepuluh kali lipat, ada yang bernilai tujuh ratus kali, ada pula yang berlipat-lipat. Infaq untuk kepentingan social yang sifatnya konsumsi bernilai sepuluh kali. Infaq untuk kepentingan pengambangan agama Allah bernilai tujuh ratus kali. Sedangkan untuk menegakkan kebenaran memeriangi kemunkaran, nilainya berlipat-lipat.
Adapun dari sudut harta yang diinfakkan ada yang dari kelebihan harta atau yang mudah didapat seperti tersirat pada firman-Nya وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ mereka bertanya tentang harta yang diinfakkan; jawablah “kelebihan dari kebutuhan pokok”. Qs.2:219; ada dari harta pokok seperti tersirat pada وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ dan orang yang dalam harta mereka melekat hak orang lain yang ditetapkan. Qs.70:24; sedangkan pada ayat yang dibahas di sini infaq dari harta yang sangat dicintai sebagai infaq tertinggi nilai kebaikannya.
Semakin baik yang diinfakkan semakin baik nilainya, semakin kurang baik kulalitasnya, kurang baik pula nilainya, sebagaimana ditegaskan dalam pengunci ayat:
4. فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ maka sesungguhnya Allah mengetahuinya
Allah SWT mengetahui apa yang diperbuat manusia, tahu juga menilai dan memberi pahalanya.
E. Beberapa Ibrah
1. Iman mesti dibuktikan dengan amal kebaikan dan pengorbanan apa yang dicintai.
2. Cinta pada Allah mesti melebihi cinta pada apa yang sangat dicintai, baik harta ataupun yang lainnya.
3. Kabaikan yang hakiki hanya bisa diraih dengan menginfakkan harta yang yang dicintai.
4. Infaq berupa apapun, besar maupun kecil, berharga ataupun tidak, tetap diperhitungkan Allah SWT. Dia maha tahu segalanya. Dia akan memperhitungkan amal manusia sesuai dengan kadarnya.
5. Selama infak itu ditujukan semata-mata untuk meraih Ridha Allah, bukan bermagsud ria atau ingin mendapatkan pujian, maka infak itu akan membentuk ahlak terpuji karena berlapang hati memberi apa yang dicintai di jalan Allah dan akan mendapat Rahmat dari Allah. menafkahkan tidak selalu dalam bentuk harta. mudah memaafkan, bersyukur, rendah hati dengan kepentingan orang lain adalah bagian dari kebajikan mengulur hati dari apa yg lebih diinginkan rasa diri sendiri, untuk kepentingan rasa orang lain.