ali-Imran:123 (PELAJARAN DARI PERANG BADAR)
PELAJARAN DARI PERANG BADAR
(kajian tafsir ali Imran: 123)
A. Teks Ayat dan Tarjamahnya
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. .Qs.3:123
B. Kaitan dengan Ayat Sebelumnya
1. Ayat sebelumnya mengungkap penyebab kendala yang dialami kaum muslimin pada perang Uhud yang mesti dijadikan pelajaran, agar jangan sampai terjadi lagi. Ayat berikutnya mengungkap factor keberhasilan kaum muslimin dalam meraih kekemanagn pada perang Badar.
2. Ayat sebelumnya mengandung bimbingan agar kaum muslimin mengambil pelajaran dari kegagalan. Aayat berikutnya memberikan doroingan pada kaum muslimin agar mengambil pelajaran dari keberhasilan. Dengan demikian, kaum muslimin yang baik adalah yang cerdas dalam mengambil pelajaran dari kegagalan dan keberhasilan. Jangan terlalu girang tatkala menang, jangan tumbang, tatkala cundang.
C. Tinjauan Historis
Harta kaum muslimin yang ditinggalkan di Mekah akibat hijrah, dirampas oleh kaum musyrikin. Sedangkan muhajirin tidak bisa masuk ke kota Mekah, karena selalu dihadang musyrikin. Buktinya tatkala Abdullah bin Jahsy dihadang mereka, pada bulan rajab tahun 2 H. di bulan ramadlan tahun itu juga, kabilah musyrikin yang dipimpin Abi Sufyan pulang dari Syam dengan membawa hasil penjualan berbagai produk, yang terdapat milik Muhajirin. Rasul pada saat itu mengutus kaum muslimin untuk mencegat kabilah Quraisy, minta ganti atau barter milik kaum muslimin. Tatkala kabilah, mendekati Badr, dan mendengar bahwa kaum muslimin akan berhadapan dengan mereka, Abu Sufyan mengutus Dhamdham bin Amir Al-Ghifari ke Mekah memberitahukan bahwa mereka bakal menghadapi serangan perang dengan kaum muslimin. Abu jahal di mekah menghimpun kekuatan seribu tentara untuk menyerang kaum muslimin di Badar. Walau Kabilah Abu Sufyan tidak berpapasan dengan kaum muslimin, Abu jahal tetap menyerang. Atas hasil Musyawarah rasul menuju badr dengan 314 pesonil.
D. Tafsir Tiap Ayat
1. وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah.
Ayat ini mengingatkan mu`min tentang ni’mat yang dianugerahkan Allah kepada para pejuang Badar.
ِبَدْرٍ: إسم رَجُلٍ وسمّي المَكان به لإنَّه كَان لهُ فِيْه ماء و هُو الآن قرية Badr merupakan nama seorang laki-laki yang menemukan sumber air. Saat ini sudah menjadi nama kampung.[1] Jarak antara Madinah dengan Badar sekitar 120 Km. Dengan demikian jelas bahwa yang menyerbu itu adalah kaum musyrikin Mekah. Bukan kaum muslimin, yang sering diisukan oleh sementara orientalis. Seperti dikemukakan di atas, saat itu kaum muslimin menuju Bada, mulanya bukan persiapan perang, tapi minta ganti rugi, atau penegambalian harta yang dirampas oleh kaum musyikin pasca hijrah. Perakataan أَذِلَّةٌ ialahوَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ: واحِدهَا ذَلِيْل وَهُوَ مَن لا منْعة وَلا قُوَّة وَقدْ كَان المُسْلِمُون فِي بَدْر قَلِيْلَي العَدَد و السِّلاح Kalian dalam keadaan lemah. Dzalil berarti yang tidak mempunyai kekuatan. Saat itu kaum muslimin di Badar kekurangan pasukan dan persenjataan.[2] Pasukan kaum muslimin hanya berjumlah 314 prajurit, sementara fihak musyikin lebih dari seribu tentara yang dilengkapi berbagai persenjataan, pasukan berkuda dan dana yang cukup besar. Dana yang disediakan kaum musyrikin adalah hasil jarahan dari milik umat Islam yang belum sempat dibawa ke Madinah.
2. فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya.
Pelajaran yang paling utama dari peristiwa perang Badar berdasar ayat ini adalah taqwa dan tasyakur.
a. Arti Taqwa
التقوى :التَّحَرُّز بِطَاعَةِ الله عَن عُقُوْبَتِه وَهُوَ صِيَانَةُ النَّفْسِ عَمَّا تَسْتَحِقُّ Takwa ialah pandai menjaga diri dari ancaman siksa Allah dengan taat pada –Nya. Tegasnya menjaga diri dari segala sesuatu yang menimbulkan siksaan.[3]
Taqwa juga menurut al-Jurjani, mengandung arti:
مُجَانَبَة كُلِّ مَا يُبْعِدُكَ عَنْ الله تعالى Meninggalkan segala sesuatu yang menjauhkan mu dari Allah SWT. اَلمْحَافَظَة عَلَى آدَابِ الشَّرِيْعَة Menjaga diri agar tetap berpedoman pada syari’ah.[4]
a. Arti Tasyakkur
Tasyakur dalam pengertian sederhana ialah menerima pemberian dengan merasa senang dan puas serta menggunakan pemeberian tersebut untuk hal-hal yang sesuai dengan kehendak atau keinginan pemberi.
Tasyakur kepada Allah SWT, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Sahl Bin Abdillah ialah:
وَالشُّكْر ِللهِ هي الإجْتِهَاد فِي بَذْلِ الطَّاعَةِ مَعَ الإجْتِنَابِ لِلْمَعْصِيَّةِ فِي السَّرِّ وَالْعَلاَنِيَةِ Syukur kepada Allah ialah bersungguh-sungguh memusatkan segala perhatian mentaati Allah dan menjauhi ma’shiat baik dikala rahasia maupun terang-terangan.[5]
Dengan demikian tasyakur kepada Allah itu adalah menerima segala pemberian Allah dengan merasa senang dan puas, serta menggunakan ni’mat yang Allah berikan itu untuk kepentingan ibadah kepada-Nya dan menjauhi ma’shiat atau menyimpang dari ajaran-Nya. Disiplin dalam taat, dan tahan menjauhi ma’shiat itulah tasyakur pada Allah SWT. Rasul SAW bersabda:
مَنْ لَمْ يَشْكُرْ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرْ الْكَثِيرَ وَمَنْ لَمْ يَشْكُرْ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرْ اللَّهَ التَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللَّهِ شُكْرٌ وَتَرْكُهَا كُفْرٌ وَالْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ
Barangsiapa yang tidak mensyukri yang kecil, tidak termasuk syukur yang banyak. Barangsiapa yang tidak syukur pada manusia, tidak bersykur pada Allah. Mengungkapkan keni’matan dari Allah, merupakan salah satu bentuk syukur. Menyembunyikannya termasuk bentuk kufur. Hidup berjamaah mendatangkan rahmat. Hidup berpecah mendatangkan siksa. Hr. Ahmad (w.241).[6]
Berdasar hadits ini, tasyakkur kemenangan sekurang-kurangnya mencakup dua arah (1) tasyakkur kepada Allah sebagai pemberi ni’mat, (2) tasyakur kepada syuhada sebagai pejuang yang meraih ni’mat kemenangan.
Al-Ashfahani menerangkan:
الشُّكْرُ ثَلاَثَةُ أَضْرَب : شُكْرُ القَلْبِ وَهُوَ تَصَوُّر النِّعْمِةِ وَ شُكْرُاللِّسَانِ وَهُوَ الثَّنَاء عَلَى المُنْعِمِ وَشُكْرُ سَائِرِ الجَوَارِحِ وَهُوَ مُكَافَأَةُ النِّعْمَةِ بِقَدْرِ اسْتِحْقَاقِهِ Syukur mencakup tiga aspek; dalam hati dengan merasa puas atas pemberian, dalam lisan dengan memuji pemberi dan berterima kaish, serta perbuatan dengan menggunakan ni’mat sesuai keinginan pemberi.[7]
Tasyakur kepada Allah ada yang bersifat ritual ada pula yang bersifat non ritual. Tasyakur yang bersifat ritual, seperti tersirat pada firman Allah SWT:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ () وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا () فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. Qs. Al-Nashr
Ada tiga bentuk ritual tasyakaur berdasar ayat tersebut yaitu (1) Tasbih, memahasucikan Allah (2) tahmid, memuji dan menyanjung Allah dan (3) istighfar ialah memohon ampun kepada Allah SWT dengan bertaubat. Ketiga perbuatan ini diwujudkan dalam bentuk sujud syukur tatkala menerima ni’mat.
Sedangkan secara non ritual adalah memanifestasikan ketiga bentuk syukur tersebut pada sikap dan perbuatan sehari-hari.
Manifestasi tasbih antara lain menerima pemberian Allah dengan merasa puas dan seang, karena Allah tidak memiliki kekurangan. Allah SWT maha sempurna dan maha suci, maka tidak layak bagi manusia untuk tidak merasa puas atas pemberian-Nya.
Manifestasi tahmid atau memuji dan menyanjung Allah dengan cara taat beribadah kepadanya sebagai bukti penghambaan diri dan menggunakan segala pemberian Allah untuk kepentingan ibadah kepada-Nya.
Manifestasi istighfar ialah memohon ampun dari segala dosa dan kealfaan, serta menjauhi segala bentuk penyimpangan dari ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya.
Dengan demikian tasyakur kemerdekaan negara mencakup ritual ibadah dan menggunakan fasilitas kemerdekaan untuk kepentingan pelaksanaan ajaran Allah SWT. Orang yang menggunakan fasilitas kemerdekaan untuk beribadah itulah yang termasuk tasyakur ni’mat.
Jalur kedua tasyakur kemenangan ialah berterima kasih kepada para pejuang yang telah mengorbankan harta, tenaga bahkan jiwanya. Salah satu bentuk bersyukur pada mereka ialah menerima dan mengakui jasa mereka dengan setulus hati serta menggunakan kemenangan ini untuk hal-hal yang sesuai dengan keinginan dan cita-cita mereka. Jadi secara garis besarnya ada dua langkah tasyakur kita terhadap syuhada; (1) berterima kasih atas jasanya yaitu dengan cara mendu’akan mereka semoga Allah SWT melimpahkan pahala yang berlipat ganda atas amal baik mereka, (2) meneruskan perjuangan mereka dan mewujudkan cita-cita mereka. Dengan demikian meneruskan perjuangan dan cita-cita pahlawan merupakan tasyakur yang amat penting artinya. Pertanyaannya adalah, apa yang diinginkan oleh mayoritas para pahlawan itu dan apa pula yang menjadi cita-citanya.
E. Beberapa Ibrah
1. Allah SWT menolong muslimin pada perang badar, sebagai bukti pahala bagi yg berjuang
2. Jumlah pasukan, dan persenjataan muslimin, sangat tak seimbang dengan kafir, maka perlu pertolongan Allah secara langsung. Allah SWT akan memberi petolongan kepada orang yang tertindas, asalkan mereka berusaha keras untuk melawan penindasan.
3. Dengan diserukan taqwa ketika mendapat kemenangan seperti perang Badar, mengandung arti bahwa taqwa semstinya tetap dipelihara, baik di kala duka maupun bahagia.
4. Anugrah Allah SWT mesti disyukuri, agar semakin bertambah ni’mat dan pahala dari-Nya.
5. Peristiwa perang Badr yang berat melawan kafir mengandung pelajaran bahwa pertolongan Allah itu diberikan kepada yang berdo’a dan usaha. Keseimbangan do’a dan usaha itulah yang mesti tetap diperaktikan dan diterapkan dalam segala aspek kehidupan.
Bulan ramadlan terjadi perang badar,
Rasul dan shahabatnya gencar,
maju tak gentar melawan kuffar,
kaum kafir kalah terkapar,
kaum muslimin melawan munkar,