BERTELADAN PADA RASUL SAW BERDASAR HADITS RIWAYAT AL-BUKHARI DARI ANAS BIN MALIK
BERTELADAN PADA RASUL SAW BERDASAR HADITS RIWAYAT AL-BUKHARI DARI ANAS BIN MALIK
A. Teks hadits Yang Dikaji
عَن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا وَأَيْنَ نَحْنُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ فَقَالَ أَنْتُمْ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Anas bin Malik menerangkan bahwa tiga orang shahabat berkeunjung ke rumah istri rasul menanyaka tentang ibadahnya. Tatkala mereka mendapat penjelasan, masing-masing mengambil kesimpulan dan mengtakan: bagaimana kita ini di banding dengan rasul SAW yang sudah dijamin mendapat ampunan Allah baik yang telh berlalu maupun yang mendatang. Di antara mereka ada yang berjanji: Saya mau shalat malam selamanya. Yang kedua mengatakan saya akan shaum tiap hari sepanjang tahun. Yang lainnya lagi mengatakan: Saya tidak akan menikah dan akan menjauhi wanita. Tidak lama kemudian trasul tiba dan bersabda: Kalian mengatakan begitu begini. Demi Allah aku yang paling takut pada Allah dan paling taqwa pada-Nya. Namun ingat, aku shaum, tapi suka berbuka, aku shalat, tapi juga tidur, dan aku juga menikah dengan beberapa wanita. Barangsiapa yang tidak menyenangi sunnahku bukan dariku. Hr. (Hadits Riwayat) al-Bukhari).[1]
B. Syarah Sekilas
1. عَن أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ Diriwayatkan dari Anas bin Malik, menerangkan
Anas bin Malik bin al-Nazhar, bin Dlamdlam, bin Zaid, bin Haram, bin Jundub, bin Amir, lahir 10 sH (612M), Abu Hamzah, Shahabat anshar, sejak berusia sepuluh tahun oleh ibunya, Umm Sulaim, diserahkan kepada Rasul SAW untuk menjadi khadimnya. Ibunya itu memohon kepada Rasul untuk mendo’akan anaknya. Kemudian Rasul SAW berdo’a: أَللّهُمَّ أَكْثِرْ مَالَهُ وَوَلَدَهُ وَأدْخِلْه الجَنَّة (ya Allah perbanyaklah hartanya, dan anaknya, serta masukan ke surga). Dalam riwayat Hamad do’anya ada tambahan: وَأطِلْ عُمْرَه واغْفِر ذَنْبَه (panjangkan usianya dan ampuni dosanya).[2] Dalam riwayat al-Bukhari dan Muslim do’a Rasul untuk Anas ialah اللهم أكثر ماله وولده وبارك له فيما أعطيته (ya Allah perbanyaklah hartanya dan anaknya, berkahilah dia dan pada apa yang engkau berikan).[3] Dia meriwayatkan 2276 hadits, wafat di Bashrah tahun 93H. Ketika wafat beliau punya anak 82 orang (80 putra, dan 2 putri), dan punya cucu 115 orang.
2. جَاءَ ثَلَاثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَtiga orang telah berkunjung ke rumah istri Nabi SAW
Anas bin Malik, tidak menyebutkan nama ketiga orang yang datang ke rumah istri Nabi SAW. Dalam riwayat Ahmad, Muslim dan al-Nasa`iy menggunakan kalimat أنَّ نَفَرا مِن أصْحَاب النبي (sesungguhnya beberapa orang dari shahabat).[4] Bahkan dalam riwayat Ahmad pada halaman lain kalimatnya adalah أَنَّ نَاسًا سَأَلُوا أَزْوَاجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (sesungguhnya beberapa orang shahabat bertanya kepada para istri Nabi SAW).[5] Perkataan رهْط biasanya diistilahkan pada jumlah orang antara tiga sampai sepuluh, dan نَفر ditunjukan pada bilangan tiga hingga sembilan orang. Kedua kata ini mengandung arti jama, dan tidak ada mufrad (tunggal)nya. Menurut Abd al-Razaq, tiga orang yang berkunjung ke rumah istri Nabi itu adalah Ali bin Abi Thalib, Abd Allah bin Amr bin al-Ash, dan Utsman bin Mazh’un.[6]
3. يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Mereka bertanya tentang ibadah nabi SAW
Menurut riwayat Muslim dan ibn Hibban سَأَلُوا أَزْوَاجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَمَلِهِ فِي السِّرِّ Mereka bertanya tentang ibadah nabi SAW tatkala sirr, di belakang umatnya.[7] Dengan demikian yang ditanyakan mereka kepada istri nabi adalah tentang ibadah yang tidak diketahui umum. Mereka nampaknya ingin meniru kebiasaan Rasul SAW, bukan hanya yang biasa terlihat oleh umum, tapi juga yang sifatnya rahasia, yang hanya diketahui oleh para isteri.
3. فَلَمَّا أُخْبِرُوا tatkala mereka menerima penjelasan
Kata أخْبِروا berasal dari خبر yang berarti berita, dan hadits juga sering disebut خَبر para muhadits yang menerima haditis dari seseorang sering menyebutnya أَخْبَرَنَا (telah menyampaikan hadits pada kami). Karena dalam hadits ini berbunyi أُخْبِرُوا , dimajhulkan (pasif), maka berarti mereka diberitahu, diberi penjelasan atau mendapat penjelasan. Melihat susunan kalimat sebelumnya, dapat diketahui bahwa yang memberi penjelasan kepada shahabat tentang ibadah itu, adalah para isteri Rasul SAW. Para isteri nabi, biasanya menginformasikan tentang keberadaan, tingkah laku, sikap maupun ucapan Rasul SAW apa adanya yang mereka lihat dan mereka ketahui.
4. كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَاseakan-akan mereka merasa kecil
Perkataan تَقَالُّوهَا berma’na استقلوها (merasa kecil), karena berasal dari تَقَالَلُوْها ya’ni رأى كل منهم أنها قليلة ( setiap individu di antara mereka memandang nilai ibadah dirinya sangat kecil).[8]
5. فَقَالُوا وَأَيْنَ نَحْنُ مِنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mereka mengatakan di mana keadaan kami di banding dengan Rasul SAW
Shahabat mempertanyakan tentang ibadah dirinya di banding Rasul SAW, merasakan betapa jauh perbandingannya. Kalimat ini lebih memperjelas kalimat sebelumnya yang menerangkan bahwa shahabat tersebut merasa kecil nilai ibadah dirinya.
6. قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَRasul SAW yang sudah mendapat ampunan Allah dari dosa yang terdahulu dan terdepan.
Rasul yang sudah dijamin mendapat ampunan, begitu bagus ibadahnya, sementara kita yang belum mendapat jaminan jauh lebih kecil dibanding beliau. Inilah yang memunculkan pertanyaan bagi diri sendiri, bagaimana kedudukan di akhirat nanti bila terlalu jauh perbedaannya?
7. قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّي أُصَلِّي اللَّيْلَ أَبَدًا salah seorang di antara mereka mengatakan: bahwa saya akan shalat malam selamanya.
Dalam riwayat lain kalimatnya أصَلِّي الليل ولا أنَام (saya akan shalat malam dan tidak tidur).[9] Shahabat tersebut bertekad mengambil shalat malam sebagai prioritas utama, dan tidak akan menyediakan waktu untuk tidur. Namun pada riwayat Muslim,[10] yang dimaksud ولا أنَام itu adalah لَا أَنَامُ عَلَى فِرَاشٍ, tidak akan sengaja tidur di tempat tidur, bukan melek sama sekali, tanpa tidur. Dalam riwayat al-Nasa`iy, ada yang mengatakan لَا آكُلُ اللَّحْمَ (aku tidak akan makan daging).[11] Sudah diketahui bersama, bahwa dalam sejarah bangsa Arab, daging itu merupakan makan pokok. Jika mereka berjanji tidak makan daging, berarti meninggalkan makanan yang paling utama.
8. وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلَا أُفْطِرُ yang lainnya mengatakan: Saya akan shaum selamanya dan tidak akan berbuka.
Shahabat ini bertekad untuk shaum tiap hari. Perkataan الدَّهْرَ sering berma’na sepanjang tahun, dan وَلَا أُفْطِرُ (tidak berbuka), berma’na tidak diselang satu hari pun, untuk tidak shaum, tentu saja selain yang diharamkan.
9. وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا yang lainnya lagi mengatakan saya akan menjauhi wanita, dan tidak menikah selamanya
Perkataan أَعْتَزِلُ dari إِعْتَزَلَ kata asalnya adalah عَزَل – يَعْزِلُ – عَزْلاَ berarti memisahkan diri, menyingkir, atau memencilkan, mengasingkan diri, menggeser. Dengan demikian shahabat yang mengatakan أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ berjanji akan menjauhi wanita, tidak akan bergaul bersamanya. Dia juga mengatakan فَلَا أَتَزَوَّجُ أَبَدًا (tidak akan menikah selamanya). Menurut Ibn Mardawaih, yang nekad akan mematikan syahwat adalah Ali bin Abi Thalib.[12] Setelah mendapat penjelasan Rasul SAW, baru beliau memperbaiki kembali tekadnya dan kembali seperti biasa.
10. فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ Rasul SAW, kemudian tiba dan mendatangi mereka. Menurut riwayat Ahmad قَامَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ Rasul SAW begitu melihat shahabatnya, berdiri memuji dan menyanjung Allah SWT.[13] Dalam riwayat al-Nasa`iy dikatakan فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ berita tersebut sampai kepada Rasul dan langsung memuji dan menyanjung Allah SWT.[14]
11. فَقَالَ أَنْتُمْ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا Rasul SAW bersabda, kalian berpendapat seperti itu atau seperti ini.
Setelah bertemu dengan shahabat yang mempunyai kesimpulan, dan bertekad memilih ibadah unggulannya, Rasul SAW memuji Allah dan menegur أَنْتُمْ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا , (bisa saja kalian berpandangan seperti yang kalian katakan!, begitu dan begini). Apakah pendapat, pandangan, dan kesimpulan shahabat itu benar ataukah tidak, bisa dilihat sabda Rasul berikutnya:
12. أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُIngatlah demi Allah sesungguhnya aku yang paling takut pada Allah, dan paling taqwa pada-Nya!
Perkataan أمَا (huruf mim tidak bertasydid), berma’na ingatlah berbeda dengan yang diucapkan shahabat, أَمَّا (mimnya bertasydid), berma’na Adapun. Kata أمَا (ingatlah), ini berfungsi penekanan agar yang diajak bicara memperhatikannya dengan seksama. Kemudian ditambah lagi dengan kalimat وَاللَّهِ (demi Allah), yang berfungsi sumpah untuk meyakinkan, serta إِنِّي (sesungguhnya aku). Perkataan لَأَخْشَاكُمْ terdiri atas tiga kata, ( لَ – أخْشى – كُم ), أخْشى berasal dari kata خَشْية yang berarti cemas akan murka Allah, dan kata َأَتْقَا dari تَقْوى paling pandai menjaga hubungan baik dengan Allah SWT. Rasul SAW menekankan bahwa dia lebih cemas dari pada kalian terhadap murka Allah, dan lebih erat menjaga hubungan baik dengan-Nya. Bagaimana mungkin melakukan sesuatu yang merusak hubungan baik dengan-Nya, dan bagaimana mungkin untuk melakukan yang mengundang murka-Nya. Dalam riwayat lain, tatkala Rasul SAW ditanya: bukankah engkau telah mendapat ampunan Allah SWT mengapa beribadah sedemikian sungguh-sungguh? Beliau bersabda: أفَلاَ أكُوُنَ عَبْدًا شَكُوْرًا apakah aku tidak mau menjadi hamba Allah yang bersyukur?[15]
13. لَكِنِّي أَصُومُ وَأُفْطِرُnamun aku suka shaum dan suka berbuka
Rasul SAW menandaskan bahwa shaum yang dilaksanakan beliau tidak secara terus menerus, tidak tiap hari, melainkan suka diselang dengan hari berbuka. Rasul SAW bersabda:
لاَ صَام مَنْ صَام الأبَد
Tidaklah termasuk shaum, bagi orang yang shaum selamanya. Hr. al-Bukhari.[16]
Dalam riwayat Muslim diterangkan oleh Aisyah, bahwa Rasul SAW tidak pernah shaum sebulan penuh selain pada bulan ramadlan.[17] Sedangkan shaum tathawu yang sering dilakukan Rasul SAW antara lain hari senin dan kamis seperti dalam hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صَوْمَ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ
Dari A`isyah diriwayatkan bahwa Rasul SAW suka menyempatkan diri melakukan shaum pada hari senin dan kamis. Hr. Ahmad, al-Turmudzi.[18].
14. وَأُصَلِّي وَأَرْقُدُdan saya melakukan shalat, juga suka tidur.
Rasul SAW suka melaksanakan shalat malam, tapi bukan berarti semalam suntuk, melainkan juga tidur. Pelaksanaan shalat malam, waktunya terkadang pada awalnya, tengah malam, terkadang di akhirnya, sebagaimana tersirat pada firman Allah SWT.:
يَاأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ(*)قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا(*)نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا(*)أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْءَانَ تَرْتِيلًا
Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur’an itu dengan perlahan-lahan. Qs.73:1-4
Adapaun jumlah rakaat shalat malam yang dilaksanakan Rasul SAW, diterangkan dalam hadits berikut:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عنها فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلَا فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلَا تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلَاثًا قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتَنَامُ قَبْلَ أَنْ تُوتِرَ فَقَالَ يَا عَائِشَةُ إِنَّ عَيْنَيَّ تَنَامَانِ وَلَا يَنَامُ قَلْبِي
Dari A`isyah diriwayatakan, ia berkata: Rasul SAW baik di bulan ramadlan ataupun yang lainnya, tidak shalat malam melebihi sebelas raka’at. Beliau shalat empat raka’at, jangan anda tanya tentang kebaikan dan lamanya. Kemudian aashalat empat raka’at, jangan anda tanya tentang panjang atau kebaikannya. Kemudian beliau shalat tiga raka’at. Kata Aisyah, saya bertanya kepada Rasul: apakah engkau tidur sebelum witir? Rasul bersabda: Wahai A’siyah, kedua mataku terpejam, tapi hatiku tidak tertidur. Hr. al-Bukhari dan Muslim.[19]
15. وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَdan saya menikahi beberapa istri
Rasul SAW menegaskan bahwa beliau juga menikah, dan beristri beberapa wanita. Ini juga merupakan bukti sebagai hamba Allah yang paling taqwa kepada-Nya. Rasul SAW juga bukan hanya beristri, tapi juga menggaulinya secara baik sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya sebagai suami.
عَنْ قَتَادَةَ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حَدَّثَهُمْ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَطُوفُ عَلَى نِسَائِهِ فِي اللَّيْلَةِ الْوَاحِدَةِ وَلَهُ يَوْمَئِذٍ تِسْعُ نِسْوَةٍ
Dari qatadah diriwayatkan bahwa Anas bin Malik menyampaikan hadits, sesungguhnya rasul SAW terkadang mengelilingi (memenuhi giliran) para istrinya dalam satu malam, yang pada saat itu beliau beristri sembilan. Hr. al-Bukhari.[20]
Jika beliau hendak bepergian, suka membawa istri secara bergiliran, dan siapa yang paling duluan suka diadakan undian.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَرَجَ أَقْرَعَ بَيْنَ نِسَائِهِ فَطَارَتْ الْقُرْعَةُ عَلَى عَائِشَةَ وَحَفْصَةَ فَخَرَجَتَا مَعَهُ جَمِيعًا
Dari A`isyah, berkata: Adalah rasul SAW jika mau bepergian, mengundi istrinya. Pernah kejadian hasil undian jatuh pada nama A`isyah dan Hafshah, maka kami berdua pergi dengan beliau sama-sama. Hr. al-Bukhari, Muslim.[21]
16. فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي barangsiapa yang tidak menyenangi sunnahku, tidaklah termasuk golonganku.
Al-Shan’ani, berpendapat bahwa pengunci hadits ini menjadi dalil bahwa yang disyari’ahkan Rasul SAW adalah sederhana dalam ibadah, tidak menyulitkan diri sendiri, tidak pula menganggap enteng. Apa yang dijalankan Rasul SAW, itulah yang paling tepat menjalankan syari’ah Islam.[22]
C. Beberapa Ibrah
Essensi hadits ini menerangkan tiga orang shahabat yang menghadap isteri Rasul bertanya tentang ibadah di kala sir. Mereka ingin hidup berteladan padanya dengan sebaik mungkin. Setelah mereka mendapat penjelasan dari istri rasul, berkesimpulan yang berbeda, ada yang memproritaskan shalat, ada yang mengambil shaumnya ada pula yang menjauhi istri, atau tidak menikah untuk mengkhususkan diri beribadah. Ternyata Rasul SAW mengoreksi pendapat ketiga shahabat tersebut. Banyak pelajaran dari peristiwa yang terungkap dalam hadits tersebut antara lain:
1. Mencontoh Rasul mesti sesuai dengan petunjuknya
دعونِي مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكثرة سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدعوه
Tinggalkan apa yang aku tinggalkan. Umat terdahulu banyak yang celaka gara-gara banyak mempersoalkan yang sudah jelas, dan berbeda dengan para nabinya. Jika aku memerintahmu, laksanakanlkah sesuai kemampuan. Jika aku melarangmu tinggalkanlah. Hr. al-Bukhari, Muslim (redaksi baginya), Ibn Majah.[23]
2. Dibolehkannya sumpah, dan menyatakan diri yang baik untuk meyakinkan yang diajak bicara
Rasul SAW ketika menyatakan dirinya menekankan أَمَا وَاللَّهِ إِنِّي لَأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ (Ingatlah demi Allah sesungguhnya aku yang paling takut pada Allah, dan paling taqwa pada-Nya!). kalimat semacam ini bukan untuk menyombongkan diri, karena Rasul SAW tidak sombong, tapi untuk meyakinkan orang, bahwa apa yang dilakulan olehnya adalah benar.
3. Shaum tidak tiap hari, shalat malam bukan semalam suntuk
Perhatikan hadits berikut:
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو قَالَ أُخْبِرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي أَقُولُ وَاللَّهِ لَأَصُومَنَّ النَّهَارَ وَلَأَقُومَنَّ اللَّيْلَ مَا عِشْتُ فَقُلْتُ لَهُ قَدْ قُلْتُهُ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي قَالَ فَإِنَّكَ لَا تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَقُمْ وَنَمْ وَصُمْ مِنْ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَذَلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ قُلْتُ إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمَيْنِ قُلْتُ إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ فَصُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا فَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ فَقُلْتُ إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ
Abd Allah bin Amr menerangkan Rasul SAW diberikabar bahwa saya berjanji demi allah akan Shaum siang hari, bangun malam untuk shalat selama hidupku. Saya katakan kepada beliau bahwa saya sudah berjanji pada ayah, demi engkau dan imuku. Rasul bersabda: Sesungguhnya kamu tidak akan mampu melakukan itu semua. Shaumlah kamu dan bukalah! Bangunlah malamk dn tidurlah! Shaumlah tiga hari dalam satu bulan, karena perbuatan baik bernilai sepulih kali, maka dengan demikian sama dengan sahum secara penuh. Saya katakan bahwa saya mempunyai mempunyai kemampaun lebih dari itu! Rasul bersabda: Shaumlah satu hari, berbukalah dua hari! (shaum senin dan kamis). Saya katakan lagi bahwa saya mampu lebih dari itu! Rasul bersabda: Shaumlah satu hari, dan bukalah satu hari! Itulah shaum Nabi dawud a.s., sebagai shaum paling banyak! Saya katakan lagi bahwa mampu lebih dari itu. Rasul bersabda: tidak ada shaum yang lebih dari itu!. Hr. Muslim.[24]
Berdasar hadits ini, shaum juga bukan tiap hari, tapi dipersilakan memilih apakah yang tiga hari sebulan, atau yang senin kamis, ataukah shaum Nabi Dawud, selang sehari. Shalat malam dilakukan bukan semalam suntuk tapi menyediakan waktu untuk tidur. Adapun pengaturannya, boleh sebelum tidur, ataukah tidur terlebih dahulu, kemudian bangun untuk shalat malam.
عَنِ بْن عُمَر أنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ لأبي بَكْر مَتىَ تُوْتِر قَال أُوتِرُ ثُمَّ أنَام قَال بِالْحَزْم أخَذْتَ وَسَأَلَ عُمَرَ مَتَى تُوتِرُ قَال أَنَامُ ثُمَّ أقُوْمُ مِنَ اللَّيْلِ فَأوْتِرُ قَالَ فِعْل القَوِي أخَذْتَ
Dari Ibn Umar diriwayatkan bahwa rasul bersabda kepada Abu Bakar: kapan anda melakukan shalat Witr? Kata Abu Bakr saya shalat witr dulu baru tidur. Rasul bersabda: Anda yang berhati-hati! Rasul bertanya kepada Umar: Kapan anda shalat witr? Kata Umar: saya tidur lebih dulu kemudian bangun sebagian malam, lalu melakukan shalat witr!. Rasul bersabda: anda orang yang kuat! Hr. Abu Dawud, Ibn Khuzaimah, ibn Hibban.[25]
Jika yang dipertanyakan Rasul SAW kepada Abu Bakar dan Umar itu adalah witr, maka bisa difahami bahwa shalat itu tahajjud atau qiam al-Lail secara keseluruhan. Rasul SAW tidak menggunakan kalimat tanya “kapan anda tahajud dan witr“, karena shalat yang rakaatnya ganjil itu dilakukan sebagai akhir shalat malam. Rasul SAW bersabda:اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًاJadikanlah akhir shalatmu waktu malam yang jumlahnya ganjil. Hr. al-Bukhari.[26]
Dengan demikian bisa difahami yang dilakukan Abu Bakr sebelum tidur, dan dilakukan Umar setelah tidur itu adalah shalat malam secara tuntas keseluruhan. Waktu melakukan shalat malam bisa memilih antara awal malam, tengah malam atau akhir malam (lihat kembali Qs.73:1-6
4. Nikah merupakan Sunnah
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُ بِالْبَاءَةِ وَيَنْهَى عَنْ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا وَيَقُولُ تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ إِنِّي مُكَاثِرٌ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Dari anas bin Malik diriwayatkan bahwa Rasul SAW memerintah untuk mencari kemampuan dan melarang tabattul (tidak nikah karena mengkhususkan ibadah), dengan larangan keras. Beliau bersabda: Nikahilah olehmu yang kamu cintai dan yang shubur. Sesungguhnya aku akan bangga karena banyak umat melabihi para nabi pada hari kiamat. Hr. Ahmad, Ibn Hibban.[27]
5. Keluarga mempunyai hak yang mesti dipenuhi
عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْد اللَّهِ بْن عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَقُومُ اللَّيْلَ وَتَصُومُ النَّهَارَ قُلْتُ إِنِّي أَفْعَلُ ذَلِكَ قَالَ فَإِنَّكَ إِذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ هَجَمَتْ عَيْنُكَ وَنَفِهَتْ نَفْسُكَ وَإِنَّ لِنَفْسِكَ حَقًّا وَلِأَهْلِكَ حَقًّا فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَقُمْ وَنَمْ
Dari Abu al-Abbas diriwayatkan bahwa ia mendengar Abd Allah bin Amr berkata: rasul bersabda padaku: Saya mendapat kabar bahwa anda bangun malam terus terusan dan shaum di siang hari? Saya katakan pada beliau: Ya saya bertekad untuk itu! Rasul bersabda: Jika anda melakukan hal tersebut, matamu akan sayu, nafsumu akan lemah. Ingat bahwa nafsumu punya hak, keluargamu punya hak yang mesti kamu penuhi. Shaumlah, berbuka lah, dan shalatlah serta tidurlah. Hr. al-Bukhari.[28]
6. Tidak ada kekhususan untuk ibadah pada malam tertentu
Rasul SAW bersabda
لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
Janganlah kamu mengkhususkan malam jum’at untuk bangun beribadah di antara malam lainnya. Janganlah kamu mengkhususkan hari jumat untuk shaum di antara hari yang lainnya, kecuali pada shaum semestinya seseorang untuk melakukannya. Hr. Muslim, al-Nasa`iy.[29]
7. Tidak menyulitkan tidak pula menganggap enteng sebagai bentuk kesedehanaan ibadah
إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدُّلْجَةِ
Seungguhnya agama itu ringan. Tidak ada yang mempersulitnya kecuali akan disulitkan oleh agama. Oleh karena kerjakanlah menurut semestinya, atau mendekatinya. Gembirakanlah, dan mohonlah pertolongan baik waktu pagi ataupun petang. Hr. al-Bukhari.[30]
[1] Al-Bukhari (194-256H), Shahih al-Bukhari, V h.1949
[2] Ibn Hajar al-Asqalani, Tahdzib al-Tahdzib, I h.239
[3] Shahih al-Bukhari, V h.2336, Shahih Muslim, IV h.1928
[4] Musnad Ahmad,III h.285, Shahih Muslim, III h.1020, Sunan al-Nasa`iy, VI h.60
[5] Musnad Ahmad,III h.259
[6] Ibn Hajar al-Asqalani (773-852H), fath al-Bariy, IX h.104
[7] Shahih Muslim, III h.1020, Shahih Ibn Hibban, I h.190
[8] ibn hajar al-Asqalani, Fath al-Bari, IX h.105
[9] al-fath al-rabani, XIX h.17
[10] Muslim bin Hajaj (206-261H), Shahih Muslim, III h.1020
[11] Al-Nasa`iy (215-303H), Sunan al-Nasa`iy, VI h.60
[12]Ibn Hajar al-Asqalani (773-852H), fath al-Bariy, IX h.104
[13] Ahmad bin Hanbal (164-241H), Musnad Ahmad, III h.285
[14] Al-Nasa`iy (215-303H), Sunan al-Nasa`iy, VI h.60
[15] shahih Muslim, IV h.2171
[16] shahih al-Bukhari, IV h.221
[17] Shahih Muslim, no.1156
[18] Musnad Ahmad, VI h.80, Sunan al-Turmudzi, III h.121
[19] Shahih al-Bukhari, I h.385, Shahih Muslim, I h.509
[20] Shahih al-Bukhari, I h.109
[21] Shahih Muslim, IV h.1894
[22] Subul al-Salam, III h.110
[23] Shahih al-Bukhari, VI h.2658, Shahih Muslim, II h.975, Sunan Ibn Majah, I h.3
[24] Shahih Muslim, II h.812
[25] Sunan Abi Dawud, II h.66, Shahih Ibn Hibban, VI h.199, Shahih Ibn Khuzaimah, II h.145
[26] Shahih al-Bukhari, no.943
[27] Musnad ahmad, III h.158, Shahih Ibn Hibban, IX h.338
[28] shahih al-Bukhari, I h.387
[29] shahih Muslim, II h.801, al-Sunan al-Kubra, II h.141
[30] Shahih al-Bukhari, no.38