DUNIA YANG TERCELA DAN YANG TERPUJI
DUNIA YANG TERCELA DAN TERPUJI
(Kajian hadits al-Tirmidzi dan Ibn Majah dari Abi Hurairah)
A. Teks Hadits yang dikaji
عن أبي هريرة قال سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ
Diriwayatkan dari Abi Huraurah yang menyatakan: Saya mendengar Rasul SAW bersabda” Ingatlah dunia itu terkutuk dan terkutuk pula yang di dalamnya kecuali dzikr Allah, dan yang memeliharanya, serta yang berilmu atau yang mencari ilmu. Ibn Majah (207-275H) dan Al-Tirmidzi (209-279H).[1]
B. Popularits dan Kualitas Hadits
Hadits ini sangat popular di kalangan muhaddits seperti Al-Darimi (181-255H), Ibn Majah (207-275H) dan Al-Tirmidzi (209-279H), al-Thabarani (260-360H), al-Bayhaqi (354-458H).[2] Namun Abu Isa al-Tirmidzi yang menyatakan هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ hadits ini termasuk hadits hasan yang gharib (kurang popular).[3] Menurut Muhammad Nashir al-Din al-Albani, dalam kitab al-Silsilah al-Shahih mukhtasharah,[4] hadits ini berkualitas shahih dan pada kitab lainnya seperti dalam kitab Musykat al-Mashabih,[5] sebagai hadits hasan. Dengan demikian keabsahan hadits ini dapat dipertanggung jawaban serta sah dijadikan sumber hukum.
C. Syarah Sekilas
1. أَلَا إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ
Kalimat أَلَا إِنَّ yang berarti ingatlah sesungguhnya, memberi isyarat bahwa apa yang disampaikan Rasul dalam hadits mesti mendapat perhatian. Menurut al-Gazali, yang dimaksud الدُّنْيَا pada hadits ini bisa berma’na ملاذ النفوس ، وشهواتها ، وجميع حطامها ، وزهراتها (keinginan hawa nafsu, keni’matan, hiasan, kekayaan dan kemegahan duniawi). Menurut al-Sindi, الْمُرَاد بِالدُّنْيَا كُلّ مَا يَشْغَل عَنْ اللَّه تَعَالَى وَيُبْعِد عَنْهُ (yang dimaksud dunya pada ahdoits ini adalah segala kehidupan duniawi yang menyibukan hingga mengelahkan kepentingan Allah dan menjauhkan diri dari-Nya). Sedangkan yang dimaksud مَلْعُونَةٌ ialah dijauhi oleh Allah sehingga tidak mendapat perhatian dari-Nya hingga menghambat terkabulnya apa yang diinginkan) [6]. Menurut al-Mubarakfuri (1283-1353H), bermakna مَبْغُوضَةٌ مِنْ اللَّهِ لِكَوْنِهَا مُبْعَدَةً عَنْ اللَّهِ (dibenci Allah, karena mencintai dunia mengakibatkan jauhnya dari Allah SWT). [7] Tegasnya kebegahan, kebahagiaan, kecintaan pada dunia akan menimbulkan kebencian Allah SWT. Bahkan dalam hadits ini menggunakan مَلْعُونَةٌ yang pelakunya tidak disebutkan, berarci bersifat umum. Orang yang mencintai dunia apalagi rakus dengan kehidupannya akan dibenci oleh siapa pun. Kecintaan dunia hanya merupakan tipu daya belaka. Allah SWT berfirman:
وَمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآَخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. Qs.29:64
2. مَلْعُونٌ مَا فِيهَا ٌ terkutuk pula apa yang ada di dalamnya
Orang-orang yang berada dalam dunia akan dibenci dan dikutuk bila mereka tertipu oleh kecintaan pada dunia melebihi cinta pada Allah SWT. Al-Mubarakfuri, kalimat ini berma’na أَيْ مِمَّا يُشْغِلُ عَنْ اللَّهِ kehidupan dunia yang menyibukan manusia sehingga mengabaikan kewajiban terhadap Allah SWT. Menurut al-Kilabadzi,kata مَا فِيهَا pada ahdits ini berma’na apa yang berada di dunia berupa kehidupan syahwat, kelezatan dan kekayaannya seperti harta dan kedudukan yang menimbulkan lengah dari Allah SWT. [8]
3. إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ kecuali dzikr pada Allah.
Kalimat ini mengecualikan bagi yang menggunakan dunia untuk dzikir pada Allah, bahwa mereka tidak akan terkutuk. Kalimat ذِكْرِ اللَّه pada ayat ini mencakup segala kewajiban kepada Allah SWT seperti shalat dan ibadah lainnya yang dimestikan oleh-Nya.[9] Ibn Al-Jauzi memngungkapkan bahwa kalimat ذِكْرِ اللَّه mengandung arti (1) taat dan jihad di jalan Allah, seperti dikemukakan Ibn Abbas, (2) Shalat fardlu sebagaimana dikemukan Atha dan Muqatil, (3) segala yang difardlukan seperti shalat dan lain-lain sebagaimana dikemukakan al-Dlahak, (4) segala ibadah, karena mengisyaratkan dzikir selamanya, sebagaimana dikemukakan al-Zujaj.[10] Menurut al-Tsa’alibi, dzikir kepada Allah SWT juga mencakup segala ibadah baik yang hukumnya wajib ataupun sunat.[11] Orang yang mencintai dunia melebihi kecintaan pada Allah dan Rasul-Nya, sehingga melalaikan ibadah bakal menanggung kerugian, karena menjadi manusia terkutuk. Sedangkan yang menggunakan kehidupan dunianua untuk kepentingan ibadah pada Allah akan meraih hidup mulia.
4. وَمَا وَالَاهُ dan mendukung terlaksanakan dzikir pada Allah
Menurut Al-Mubarakfuri kelimat ini berma’na memanifestasikan dzikir dalam segala aspek kehidupan dengan berbuat baik memenuhi segala perintah Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya. [12] Menurut al-Sindi وَالْمُوَالَاة الْمَحَبَّة أَيْ إِلَّا ذِكْر اللَّه وَمَا أَحَبَّهُ اللَّه تَعَالَى مِمَّا يَجْرِي فِي الدُّنْيَا أَوْ بِمَعْنَى الْمُتَابَعَة فَالْمَعْنَى مَا يَجْرِي عَلَى مُوَافَقَة أَمْره تَعَالَى أَوْ نَهْيه (perkataan الْمُوَالَاة berarti mahabbah atau cinta. Dengan demikian dunia yang dikutuk itu dikecualikan bagi yang dzikir dan melakukan apa yang dicintai Allah SWT. Menggunakan kehidupan dunia pada hal-hal yang sesuai dengan apa yang telah ditetapkan Allah SWT). Tegasnya yang dapat menghindari kutukan akibat dunia adalah dzikir dan manifestasinya, baik yang bersifat ritual maupun yang berfiat social.
5. وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ dan yang mengajarkanilmu atau yang mencari ilmu.
Kalimat أَوْ yang diletakan antara yang berilmu, mengajar dan yang belajar mengisyaratkan kedudukan yang sama boleh memilih kalau tidak mengajar maka mesti belajar. Yang lebih baik tentu saja dilekukan kedua-duanya. Tegaslah rang yang terhindar dari kutukan akibat kehidupan dunia adalah yang mengajar atau belajar. Tegasnya kalau kita ingin terbeas dari tipuan dunia an ketrpedayaan olehnya, maka mesti mengajarkan ilmu atau mempelajarinya. Abd Allah bin Mas’ud menandaskan:
اغْدُ عَالِماً أَوْ مُتَعَلِّماً أَوْ مُسْتَمِعاً ، وَلاَ تَكُنِ الرَّابِعَ فَتَهْلِكَ
Berusahala kamu menjadi orang yang berilmu, atau pencari ilmu atau pemerhati. Jangan menjadi orang yang keempat, kamu akan binasa. Al-Darimi,[13]
D. Fiqh al-Hadits
1. Dunia dan orangnya berada di atasnya akan menderita kerugian kecuali yang berdzikir dan memanifaestasikannya dalam segala kehidupan serta yang mengajar atau mempelajari ilmu.
2. Dunia menjadi tercela bila melalaikan dzikir pada Allah SWT, tapi kalau digunakan untuk kepentingan ibadah maka jadi terpuji. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Qs.63:9
Oleh karena itu ayat ini memanggil orang mu`min untuk tidak terjerat kehidupan dunia. Cinta harta merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan lupa kehidupan akhirat. Ayat ini tidak berarti melarang punya harta, bukan pula menyuruh untuk membenci harta. Yang dilarang oleh ayat ini adalah terpedaya oleh harta hingga melalaikan tugas utama. Cinta pada harta biasanya tidak merasa puas, karena semakin banyak harta yang dimilki semakin dirasakan kurang. Rasul SAW bersabda:
لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادٍ مِنْ ذَهَبٍ الْتَمَسَ مَعَهُ وَادِيًا آخَرَ وَلَنْ يَمْلَأَ فَمَهُ إِلَّا التُّرَابُ ثُمَّ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
Anak Adam, andaikan sudah memiliki kekayaan satu lembah emas, maka akan mencari satu lembah yang lainnya. Tidak akan ada yang dapat memenuhi mulutnya kecuali tanah. Namun allah SWT menerima taubat orang yang bertaubat. Hr. Ahmad (164-241H).[14] Dalam riwayat dari Anas bin Malik, Rasul bersabda:
لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى إِلَيْهِمَا ثَالِثًا وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
Jika anak Adam telah memiliki dua lembah harta kekayaan, maka akan mencari tambahan bagi keduanya itu lembah yang ketiga. Tidak akan ada yang dapat memenuhi perut anak Adam kecuali tanah. Namun Allah mengampuni dosa yang bertaubat. Hr. al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H)[15]
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abd Allah, sabdanya:
لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ مَالٍ لَتَمَنَّى وَادِيَيْنِ وَلَوْ أَنَّ لَهُ وَادِيَيْنِ لَتَمَنَّى ثَالِثًا وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ
Andaikan anak Adam sudah memiliki satu lembah harta, maka akan mengharapkan dua lembah. Jika sudah memiliki dua lembah, maka akan menginginkan lembah yang ketiga. Tidak akan dapat memenuhi keinginan perut anak Adam kecuali tanah. Hr. Ahmad(164-241H).[16]
Berdasar beberapa hadits ini, cinta pada harta cenderung tidak merasa puas. Orang sudah memiliki suatu kekayaan, akan mengharapkan kekayaan yang lainnya. Jika sudah mendapatkannya akan terus mencari yang lainnya. Keinginan nafsu pada harta, baru berakhir apabila sudah penuh dengan tanah, alias masuk liang lahad. Di akhirat kelak, mereka akan ditanya tentang kekayaan dimilikinya. Rasulullah SAW bersabda:
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ
Seorang hamba tidak akan lepas pada hari kiamat sehingga dimintai tanggung jawab tentang umurnya untuk apa ia gunakan, tentang ilmu apakah ia amalkan, tentang harta dengan apa ia dapatkan dan untuk apa ia gunakan, serta tentang jasadnya untuk apa ia kerahkan. Hr. Tirmidzi,[17] dari Abi Barzah al-Aslami
Hadits ini mengungkapkan bahwa manusia akan dimintai tanggung jawab tentang keni’matan yang diperoleh selama di dunia. Keni’matan tersebut ialah :
(a) usia, merupakan ni’mat yang sangat berharga. Dengan usia yang panjang, manusia dapat beramal dengan baik dan banyak. Namun tidak sedikit manusia yang berusia panjang malah semakin menambah dosa. Allah SWT di hari kiamat nanti akan meminta tanggung jawab tentang usia yang diberikan-Nya.
(b) ilmu, merupakan ni’mat yang kedua. Dengan ilmu manusia bisa meraih berbagai kemampuan. Apakah ilmu itu dimanfaatkan untuk kepentingan ibadah, ataukah untuk menipu orang lain. Semuanya itu bakal dimintai tanggung jawab.
(c) Harta. Dengan harta manusia bisa berinfaq, bisa juga berma’shiat. Apakah harta yang dimilikinya didapat dengan cara yang halal, ataukah dengan cara yang haram. Apakah harta yang dimiliki itu digunakan untuk beribadah atau hanya untuk bersenang-senang dan berfoya-foya. Semakin banyak harta yang dimiliki semakin berat mempertanggungjawabkannya. Namun sebaliknya semakin banyak harta yang digunakan untuk membela agama Allah, semakin banyak pahala yang didapat, maka semakin ringan beban yang dipikulnya.
(d) Jasad, juga merupakan ni’mat yang akan dipertanggungjawabkan. Untuk apa jasad itu dimanfaatkan. Allah SWT akan menghisab segala anggota badan, dari mulai yang besar seperti kepala, kaki, tangan, sampai kepada yang terkecil seperti gigi, rambut. Dari mulai peredaran darah, denyutan jantung, hembusan nafas, hingga niat dalam hati, akan dipertanggungjawabkan di sisi Allah SWT. Orang yang tidak memanfaatkan dunianya untuk kepentingan ibadah, di akhir hayatnya akan menyesal.
3. Mengajar merupakan tanggung jawab setiap muslim yang ingin terhindari dari kerugian dunia. Kalau tidak mengajar hendakla belajar, atau mencari limu. Allah SWT menempatkan derajat yang berilmu jauh lebih mulia di banding dengan yang tidak berilmu. Firman-Nya:
أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آَنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآَخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak tidak?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Qs.39:9. Dalam ayat lain ditandaskan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Qs.
[1] Sunan Ibn Majah, II h.1377, Sunan al-Tirmidzi, IV h.561,
[2] Sunan al-Darimi, I h.106, Sunan Ibn Majah, II h.1377, Sunan al-Tirmidzi, IV h.561, al-Mu’jam al-Awsath, IV h.236, Syu’b al-Iman, VII h.342
[3] Sunan al-Tirmidzi, IV h.561,
[4] al-silsilah al-Shahhah Mukhtasharah, VI h.300
[5] Musykat al-Mashabih, III h.122
[6] Hasyiah al-Sindi ala Ibn Majah, juz VII h.472
[7] Tuhfat al-Ahwadzi, juz IV h.107
[8] Bahr al-Fawa`id, juz I h.204
[9] Tafsir al-Baydlawi, V h.345
[10] Zad al-Masir, VIII h.277
[11] Tafsir al-Tsa’alibi, IV h.305
[12] Bahr al-Fawa`id, juz I h.204
[13] Sunan al-Darimi, no.254
[14] Musnad Amhad, III h.243
[15] Shahih al-Bukhari, V h.2364, Shahih Muslim, II h.725
[16] Musnad Ahmad, III h.273
[17] Sunan al-Tirmidzi, IV h.612