EMPAT KALIMAT DALAM RAHIM (kajian Hadits Ibn Mas’ud)
KAJIAN HADITS RIWAYAT IBN MAS’UD
tentang
EMPAT KALIMAT DI DALAM RAHIM
A. Teks Hadits dan Terjemah
عَنْ زَيْدِ بْنِ وَهْبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
Diriwayatkan dari Zaid bin Wahb, dari Abd Allah yang berkata: Telah menyampaikan hadits pada kami, Rasul SAW. yang benar dan dibenarkan: sesungguhnya individu kamu dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya empat puluh hari, kemudian menjadi alaqah selama itu juga, kemudian menjadi mudghah selama itu pula, kemudian diutuslah malaikat meniupkan ruh padanya. Diperintahlah untuk menuliskan empat kalimat yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya dan bahagia atau susah. Demi Dzat yang tiada Tuhan selain-Nya, sesungguhnya seseorang mengamalkan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dia dengan surga itu sehasta, kemudian lewat atasnya ketetapan yang tertulis, maka beramal dengan amalan ahli neraka, masuklah ia ke neraka. Sesungguhnya seseorang yang beramal amalan ahli neraka hingga antara dia dengan neraka jarak sehasta, lewatlah ketetapan yang tertulis itu, kemudian beramal amalan ahli surga, maka masuklah ia ke surga. Hr. Ahmad (164-241H), al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H), al-Tirmidzi (209-279H) al-Bayhaqi (384-458H).[1] Redaksi yang dikutip di sini adalah riwayat Muslim.
B. Mata Rantai Hadits
Selain keempat imam hadits di atas, banyak ulama lain yang meriwayatkan hadits ini antara lain al-Humaidi (w.219H),[2] al-Syasyi (w.335H),[3] Ibn Hazm (383-456H),[4] dan al-Bayhaqi (384-458H).[5]
D. Syarah Matan Hadits
1. عَنْ عَبْدِ اللَّهِ
Dari Abd Allah .Ulama hadits biasa menggunakan istilah عَن (dari) dalam meriwayatkan haditsnya mengandung isyarat bahwa yang disampaikannya itu melalui mata rantai yang sambung menyambung. Adapun yang dimaksud عَبْدِ اللَّهِ pada hadits ini sebagaimana tertera pada gambar mata rantai di atas adalah Abd Allah bin Mas’ud (w.32H), shahabat yang sangat populer di kalangan ulama hadits. Beliau juga yang sering dijuluki Ibn Um Abd oleh Rasul SAW, termasuk shahabat senior, masuk Islam sebelum berdiri Madrasah Dar al-Arqam.
Umar bin al-Khathab menyatakan bahwa Ibn Mas’ud adalah لَقَد مُلِئ فِقْهًا (sungguh dia sudah dipenuhi ilmu dan pemahaman). Menurut Zubair, Ibn Mas’ud adalah shahabat yang paling pertama menjaharkan al-Qur`an di Mekah setelah Rasul SAW membacanya.[6] Beliau juga termasuk yang menjadi rujukan membaca al-Qur`an. Rasul SAW bersabda:
اسْتَقْرِئُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ فَبَدَأَ بِهِ وَسَالِمٍ مَوْلَى أَبِي حُذَيْفَةَ وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَل
Mintalah membaca al-Qur`an dari empat shahabat; Abd Allah bin Mas’ud, maka yang mengawalinya, Salim Ajudan Abi Khudzaifah, Ubay bin Ka’b dan Mu’adz bin Jabal. Hr. Ahmad (164-241H), al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H), al-Tirmidzi (209-279H), al-Nasa`iy (215-303H).[7]
Dengan demikian Ibn Mas’ud termasuk yang paling diutamakan Rasul SAW sebagai rujukan membaca al-Qur`an. Rasul juga sering meminta Ibn Mas’ud untuk membaca al-Qur`an di depannya. Ibn Mas’ud menerangkan:
قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْرَأْ عَلَيَّ الْقُرْآنَ قُلْتُ آقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ قَالَ إِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي
Rasul bersabda padaku: bacalah untukku al-Qur`an. ia menjawab apakah patut saya membacanya di depanmu, padahal al-Qur`an diturunkan padamu? Rasul bersabda sesungguhnya aku sangat menyenangi mendengarkan bacaan al-Qur`an dari selainku. Hr. Ahmad (164-241H), al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H), Abu Dawud (202-275H), al-Tirmidzi (209-279H), al-Nasa`iy (215-303H).[8]
2. قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ
Kata Ibn Mas’ud, Rasul SAW yang benar dan dibenarkan, menyampaikan hadits pada kami. Ibn Mas’ud menggunakan istilah:
حَدَّثَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
(Rasul SAW telah menyampaikan hadits pada kami), mengisyaratkan bahwa beliau menerima hadits langsung dari Rasul SAW. Hadits yang diterima beliau adalah bersifat Qawli karena berupa ucapan Rasul SAW. Ulama terdahulu menyamakan arti حَدَّثّنَا dengan أخْبرَنَا karena perkataan Nabi itu terkadang disebut hadits, terkadang disebut khabar, terkadang disebut sunnah qawliyah.
Perkataan وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ ditegaskan oleh Ibn Mas’ud berfungsi menguatkan bahwa yang diterima oleh beliau adalah berita dari yang selalu benar dan terpercaya. Al-Nawawi (631-676H) mengartikan الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ dengan الصَّادِق فِي قَولِه المَصْدوق فِيْمَا يَأتِي مِن الوَحْيِ الكَرِيم (yang benar dalam ucapannya dan dibenarkan apa yang dibawanya berupa wahyu yang mulia).[9] Menurut syarah Utsaimin kalimat tersebut bermakna:
الصَّادق فِيْمَا أَخْبَرَ بِه المَصْدُوق فِيمَا أُخْبِرَ
(Benar yang memberitakan, benar pula yang diberitakan).[10] Ibn Mas’ud, dalam hal ini seakan mengajak umat untuk selalu ingat bahwa Rasul SAW itu memiliki sifat benar, tidak pernah bohong, dan dapat dipercaya. Benar sifatnya, benar pula ucapannya. Penegasan ini sangat penting, karena yang akan disampaikan oleh Ibn Mas’ud adalah berita ghaib yang bukan hanya urusan jasmaniah tapi juga ruhaniyah. Khabar yang demikian tidak akan didapat secara cepat selain dari wahyu Allah SWT melalui Rasul-Nya. Ibn Mas’ud juga seakan menyeru umat agar selalu percaya penuh terhadap apa yang disampaikan Rasul SAW, yang tidak diragukan lagi kebenarannya.
3. إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا
Sesungguhnya dirimu dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya pada masa empat puluh hari. Pada hadits ini diistilahkan يُجْمَعُ خَلْقُهُ (dikumpulkan penciptaannya), karena ketika suami bergaul dengan istrinya memancarkan mani yang tersebar.
مِنْ نُطْفَةٍ إِذَا تُمْنَى
Dari air mani, apabila dipancarkan.Qs.53:46
Penggunakan istilah dikumpulkan, karena sebelum masuk rahim ada proses sebelumnya sejak dari saripati tanah hingga menjadi nuthfah. Proses penciptaan manusia sejak saripati tanah hingga berkumpul dalam rahim, berlangsung secara bertahap sebagaimana ditandaskan dalam firman Allah SWT:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ(*)ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ(*)
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Qs.23(al-Mu`minun):12-13 dan firman-Nya:
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ فَإِذَا هُوَ خَصِيمٌ مُبِينٌ
Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata. Qs.16(al-Nahl):4
Setelah bertemu dengan sel telur istrinya langsung bercampur dan mengumpul.
إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Qs.76:2.
Bercampurnya itu melalui proses empat puluh hari, sebelum proses lebih lanjut.
4. ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ
Kemudian menjadi alaqah dalam janga waktu yang sama (empat puluh hari).Perkataan عَلَقَةً atau dalam bentuknya عَلَق menurut bahasa berarti التَّشَبُّث بِالشَّيْء[11] bergantung pada sesuatu, atau tertambat. Hewan tertambat dengan tambang atau tergantung, juga disebut علق الصَّيْد. Dikatakan bahwa manusia diciptakan dari alaq, berarti dari yang nempel atau yang bergantung.
Banyak para ahli menerjemahkan kata alaqah dengan segumpal darah. Tepat ataukah tidak terjemah tersebut, hanya Allah SWT yang mengetahui. Namun terjemah asli dari alaqah adalah sesuatu yang menempel atau bergantung, akan lebih luas maknanya. Bukankah calon janin itu setelah terjadi pertemuan antara sel telur dan sperma, kemudian menempel di dinding rahim?.
Wahbah Zuhaili berpendapat bahwa kata عَلَقَة yang jamaknya alaq itu merupakan tetesan darah yang mengental. Sedangkan darah yang tidak mengental biasa disebut المَسْفُوح al-masfuh[12]. Hadits ini menandaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia dari ‘alaqah yaitu tetesan darah segar yang mengandung sel hidup yang tidak nampak di mata kepala kecuali menggunakan alat khusus. Dinamakan alaqah, karena sel sperma yang lari, setelah bertemu sel telur kemudian menempel di dinding rahim[13] .
5. ثُمَّ يَكُونُ فِي ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ
Kemudian menjadi mudlghah selama itu pula, Setelah bercampurnya sel sperma dengan sel telur, empat puluh hari pertama menjadi nuthfah, kemudian empat puluh hari menjadi alaqah, maka selama empat puluh hari ketiga menjadi mudlghah.[14] Perkataan مُضْغَةً menurut bahasa berasal dari kata مَضَغَ – يَمْضُغُ = يَمْضَغ – مَضْغًا berarti لاك – يَلُوك – لَوْكًا mengunyah, memamah sesuap makanan.[15] Dengan demikian mudlghah bisa diartikan gumpalan seperti daging yang dikunyah oleh manusia, baik besarnya maupun bercampurnya berbagai unsur.
Proses Penciptaan Manusia Dalam Rahim
Harun Yahya,[16] mengungkap proses penciptaan manusia dalam rahim sebagai berikut:
Awalnya Hanya Bersel Satu
Makhluk hidup bersel satu yang tak terhitung jumlahnya mendiami bumi kita. Semua makhluk bersel satu ini berkembang biak dengan membelah diri, dan membentuk salinan yang sama seperti diri mereka sendiri ketika pembelahan ini terjadi. Embrio yang berkembang dalam rahim ibu juga memulai hidupnya sebagai makhluk bersel satu, dan sel ini memperbanyak diri dengan cara membelah diri, dengan kata lain membuat salinan dirinya sendiri.
Dalam kondisi ini, tanpa adanya perencanaan khusus, sel-sel yang akan membentuk bayi yang belum lahir ini akan memiliki bentuk yang sama. Dan apabila ini terjadi, maka yang akhirnya muncul bukanlah wujud manusia, melainkan gumpalan daging tak berbentuk. Tapi ini tidaklah terjadi karena sel-sel tersebut membelah dan memperbanyak diri bukan tanpa pengawasan. Sel yang sama membentuk organ yang berbeda. Sperma dan sel telur bertemu, kemudian bersatu membentuk sel tunggal yang disebut zigot.
Satu sel tunggal ini merupakan cikal-bakal manusia. Sel tunggal ini kemudian membelah dan memperbanyak diri. Beberapa minggu setelah penyatuan sperma dan telur ini, sel-sel yang terbentuk mulai tumbuh berbeda satu sama lain dengan mengikuti perintah rahasia yang diberikan kepada mereka. Sungguh sebuah keajaiban besar: sel-sel tanpa kecerdasan ini mulai membentuk organ dalam, rangka, dan otak. Sel-sel otak mulai terbentuk pada dua celah kecil di salah satu ujung embrio. Sel-sel otak akan berkembang biak dengan cepat di sini. Sebagai hasilnya, bayi akan memiliki sekitar sepuluh milyar sel otak.
Ketika pembentukan sel-sel otak tengah berlangsung, seratus ribu sel baru ditambahkan pada kumpulan sel ini setiap menitnya. Masing-masing sel baru yang terbentuk berperilaku seolah-olah tahu di mana ia harus menempatkan diri, dan dengan sel mana saja ia harus membuat sambungan. Setiap sel menemukan tempatnya masing-masing. Dari jumlah kemungkinan sambungan yang tak terbatas, ia mampu menyambungkan diri dengan sel yang tepat. Terdapat seratus trilyun sambungan dalam otak manusia.
Agar sel-sel otak dapat membuat trilyunan sambungan ini dengan tepat, mereka harus menunjukkan kecerdasan yang jauh melebihi tingkat kecerdasan manusia. Padahal sel tidak memiliki kecerdasan sama sekali. Bahkan tidak hanya sel otak, setiap sel yang membelah dan memperbanyak diri pada embrio pergi dari tempat pertama kali ia terbentuk, dan langsung menuju ke titik yang harus ia tempati. Setiap sel menemukan tempat yang telah ditetapkan untuknya, dan dengan sel manapun mereka harus membentuk sambungan, mereka akan mengerjakannya.
Lalu, siapakah yang menjadikan sel-sel yang tak memiliki akal pikiran tersebut mengikuti rencana cerdas ini? Profesor Cevat Babuna, mantan dekan Fakultas Kedokteran, Ginekologi dan Kebidanan, Universitas Istanbul, Turki, berkomentar:
Bagaimana semua sel yang sama persis ini bergerak menuju tempat yang sama sekali berbeda, seolah-olah mereka secara mendadak menerima perintah dari suatu tempat, dan berusaha agar benar-benar terbentuk organ-organ yang sungguh berbeda? Hal ini jelas menunjukkan bahwa sel yang identik ini, yang tidak mengetahui apa yang akan mereka kerjakan, yang memiliki genetika dan DNA yang sama, tiba-tiba menerima perintah dari suatu tempat, sebagian dari mereka membentuk otak, sebagian membentuk hati, dan sebagian yang lain membentuk organ yang lain lagi.
Proses pembentukan dalam rahim ibu berlangsung terus tanpa henti. Sejumlah sel yang mengalami perubahan, tiba-tiba saja mulai mengembang dan mengkerut. Setelah itu, ratusan ribu sel ini berdatangan dan kemudian saling bergabung membentuk jantung. Organ ini akan terus-menerus berdenyut seumur hidup. Hal yang serupa terjadi pada pembentukan pembuluh darah. Sel-sel pembuluh darah bergabung satu sama lain dan membentuk sambungan di antara mereka. Bagaimana sel-sel ini mengetahui bahwa mereka harus membentuk pembuluh darah, dan bagaimana mereka melakukannya? Ini adalah satu di antara beragam pertanyaan yang belum terpecahkan oleh ilmu pengetahuan.
Sel-sel pembuluh ini akhirnya berhasil membuat sistem tabung yang sempurna, tanpa retakan atau lubang padanya. Permukaan bagian dalam pembuluh darah ini mulus bagaikan dibuat oleh tangan yang ahli. Sistem pembuluh darah yang sempurna tersebut akan mengalirkan darah ke seluruh bagian tubuh bayi. Jaringan pembuluh darah memiliki panjang lebih dari empat puluh ribu kilometer. Ini hampir menyamai panjang keliling bumi.
Perkembangan dalam perut ibu berlangsung tanpa henti. Pada minggu kelima tangan dan kaki embrio mulai terlihat. Benjolan ini sebentar lagi akan menjadi lengan. Beberapa sel kemudian mulai membentuk tangan. Tetapi sebentar lagi, sebagian dari sel-sel pembentuk tangan embrio tersebut akan melakukan sesuatu yang mengejutkan.
Ribuan sel ini melakukan bunuh diri massal. Mengapa sel-sel ini membunuh diri mereka sendiri? Kematian ini memiliki tujuan yang amat penting. Bangkai-bangkai sel yang mati di sepanjang garis tertentu ini diperlukan untuk pembentukan jari-jemari tangan. Sel-sel lain memakan sel-sel mati tersebut, akibatnya celah-celah kosong terbentuk di daerah ini. Celah-celah kosong tersebut adalah celah di antara jari-jari kita.
Akan tetapi, mengapa ribuan sel mengorbankan dirinya seperti ini? Bagaimana dapat terjadi, sebuah sel membunuh dirinya sendiri agar bayi dapat memiliki jari-jari pada saatnya nanti? Bagaimana sel tersebut tahu bahwa kematiannya adalah untuk tujuan tertentu? Semua ini sekali lagi menunjukkan bahwa semua sel penyusun manusia ini diberi petunjuk oleh Allah. Pada tahap ini, sejumlah sel mulai membentuk kaki. Sel-sel tersebut tidak mengetahui bahwa embrio akan harus berjalan di dunia luar. Tapi mereka tetap saja membuat kaki dan telapaknya untuk embrio.
Ketika embrio berumur empat minggu, dua lubang terbentuk pada bagian wajahnya, masing-masing terletak pada tiap sisi kepala embrio. Mata akan terbentuk di kedua lubang ini pada minggu keenam. Sel-sel tersebut bekerja dalam sebuah perencanaan yang sulit dipercaya selama beberapa bulan, dan satu demi satu membentuk bagian-bagian berbeda yang menyusun mata. Sebagian sel membentuk kornea, sebagian pupil, dan sebagian yang lain membentuk lensa. Masing-masing sel berhenti ketika mencapai batas akhir dari daerah yang harus dibentuknya.
Pada akhirnya, mata, yang mengandung empat puluh komponen yang berbeda, terbentuk dengan sempurna tanpa cacat. Dengan cara demikian, mata yang diakui sebagai kamera paling sempurna di dunia, muncul menjadi ada dari sebuah ketiadaan di dalam perut ibu. Perlu dipahami bahwa manusia yang bakal lahir ini akan membuka matanya ke dunia yang berwarna-warni, dan mata yang sesuai untuk tugas ini telah dibuat. Suara di dunia luar yang akan didengar oleh bayi yang belum lahir juga telah diperhitungkan dalam pembentukan seorang manusia dalam rahim. Telinga yang akan mendengarkan segala suara tersebut juga dibentuk dalam perut ibu. Sel-sel tersebut membentuk alat penerima suara terbaik di dunia.[17]
6. ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ
Kemudian diutuslah malaikat meniupkan ruh padanya. Setelah melewati waktu tiga kali empat puluh hari, maka Allah SWT mengutus satu malaikat untuk meniupkan ruh-Nya pada janin tersebut. Allah SWT berfirman:
ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ(*)ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ(*)
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. Qs.32(al-Sajdah):8-9.
Al-Nasafi (w.671H) berpendapat bahwa yang dimaksud مِنْ رُوحِهِ (dari Ruh-Nya), pada ayat ini adalah sesuatu yang dikhususkan diciptakan oleh-Nya.[18] Dengan kata lain, manusia itu diberi Allah sesuatu yang sangat rahasia dari-Nya tidak diberikan kepada yang lainnya yaitu ruh yang ditiupkan melalui Malaikat. Malaikat mana yang diutus Allah SWT pada saat itu? Tidak disebutkan namanya; boleh jadi bergiliran, boleh jadi Allah SWT menciptakan malaikat untuk setiap manusia. Semua itu masalah ghaib yang hanya diketahui Allah SWT. Demikian pula masalah ruh yang ditiupkan dari-Nya oleh malaikat, hanya Allah SWT yang tahu.
Ikrimah meriwayatkan bahwa seorang ahl al-Kitab pernah bertanya kepada Rasul SAW tentang hakikat ruh. Tidak lama kemudian turun wahyu yang menegaskan bahwa ruh itu urusan Allah SWT.[19] Ayat yang turun saat itu adalah:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. Qs.17(al-Isra):85.
Ayat ini menegaskan bahwa ruh merupakan urusan Allah SWT yang tidak diketahui hakikatnya selain oleh-Nya. Menurut al-Razi dan Ibn al-Qayim, ruh itu merupakan zat yang bersifat nurani (cahaya) yang digerakkan dari tempat yang maha tinggi. Ruh menggerakan jasad manusia tak ubahnya bagaikan air pada bunga mawar, minyak pada zaitun, atau api pada batu bara. Tentu saja tidak akan bisa dijangkau oleh yang bersifat fisik, atau indra manusia. Ruh akan berfungsi menggerakan jasad selama bisa digerakkan. Jika jasad itu sudah tidak bisa digerakkan, maka akan lepas alias mengalami kematian. Menurut al-Ghazali dan al-Ashfahani, ruh itu bukan bersifat zat, bukan bersifat jism berbentuk, melainkan sesuatu yang melekat pada badan yang mengatur gerakannya.[20]
Dalam al-Qur`an terdapat beberapa ayat yang menyebut ruh, terkadang menggunakan istilah الروح terkadang روحه terkadang روح yang pada beberapa ayat tersebut mengandung arti yang berbeda. Perhatikan contoh ayat pada tabel berikut:
TEKS AYAT |
TERJEMAH |
ARTI RUH |
وَءَاتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ |
Kami berikan pada Isa putera Maryam mu’jizat bukti dan kami kuatkan dengan Jibril. Qs.2:87 |
Jibril |
وَلَا تَيْئَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ |
Janganlah kamu putus asa dari rahmat Allah. Tidak ada yang putus asa dari rahmat Allah, kecuali kaum kafir. Qs.12:87 |
Rahmat/ kasih sayang/ anugrah nikmat |
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ |
Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. Qs.16:102 |
Malaikat Jibril |
أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ |
Merekalah yang telah tertanam dalam hatinya keimanan, dan Allah menguatkan mereka dengan pertolongan-Nya. Qs.58:22 |
pertolongan |
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ |
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. Qs.15:29, Qs.38:72 |
Ruh Allah / milik-Nya / ciptaan-Nya |
يَوْمَ يَقُومُ الرُّوحُ وَالْمَلَائِكَةُ صَفًّا لَا يَتَكَلَّمُونَ إِلَّا مَنْ أَذِنَ لَهُ الرَّحْمَنُ وَقَالَ صَوَابًا |
Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar.Qs.78:38 |
Ruh (tidak diterjemahkan) |
يُنَزِّلُ الْمَلَائِكَةَ بِالرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ أَنْ أَنْذِرُوا أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاتَّقُونِ |
Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku“. Qs.16:2 |
Wahyu yang dibawa malaikat |
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا |
Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. Qs.17:85 |
Ruh yang mempengaruhi, bahkan hanya dengannya hidup manusia. |
Sifat Manusia
Karena individu manusia itu terkait dengan alam dan khaliq, maka sifatnya pun dipengaruhi oleh empat faktor (1) sifat kebuasan, yang mempunyai cenderung keras, bertengkar, berperang; (2) sifat setan, yang selalu ingin menggoda, menarik perhatian yang lain; (3) sifat hewan, yang cenderung rakus, memenuhi hawa nafsu, tidak pernah puas; (4) sifat ketuhanan mempunyai kecenderungan ingin tahu, berbuat baik, menolong, menyayangi.[21]
7. وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ
Diperintahlah untuk menuliskan empat kalimat Perkataan يُؤْمَرُ (diperintah) berbentuk kalimat pasif. Malaikat diperintah oleh Allah SWT بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ untuk menuliskan empat kalimat. Menurut Ibn Rajab (736-795H), malaikat diperintah menuliskan kalimat masih satu periode dengan meniupkan ruh, sejak nuthfah mengalami empat tahap penciptaan. Keempat tahapan penciptaan itu adalah empat puluh hari pertama sebagai nuthfah, empat puluh hari kedua sebagai alaqah, dan empat hari ketiga sebagai mudhghah. Dengan demikian dituliskan kalimat itu setelah janin berusia empat bulan lebih.[22]
Yang dimaksud empat puluh hari ketiga bukan berarti jatuh pada hari ke seratus duapuluh langsung ditiupkan ruh, melainkan terjadi secara bertahap juga. Ibn Abbas menjelaskan:
ِإذَا وَقَعَتْ النُّطْفَة فِي الرَّحِم مَكَثَتْ أَرْبَعَة أَشْهُر وَعَشْرًا ، ثُمَّ يُنْفَخ فِيهَا الرُّوح
Jika nuthfah sudah mencapai usia empat bulan sepuluh hari dalam rahim, maka mala`kiat meniupkan ruh padanya.[23]
Terdapat beberapa hadits yang menerangkan bahwa ketika setelah meniupkan ruh pada janin, malaikat itu berdialog dengan Allah menanyakan tentang jenis kelamin, usia, dan nasib bakal manusia itu, sebagaimana diriwayatkan Ahmad berikut:
إِذَا اسْتَقَرَّتْ النُّطْفَةُ فِي الرَّحِمِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا أَوْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً بَعَثَ إِلَيْهَا مَلَكًا فَيَقُولُ يَا رَبِّ مَا رِزْقُهُ فَيُقَالُ لَهُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ مَا أَجَلُهُ فَيُقَالُ لَهُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ ذَكَرٌ أَوْ أُنْثَى فَيُعْلَمُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ شَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ فَيُعْلَمُ
Jika nuthfah berada di rahim selama empat puluh hari atau empat puluh malam, Allah mengutus Malaikat padanya. Malaikat bertanya: Ya Tuhan apa rezekinya, maka dijawabnya. Ya Tuhan apa ajalnya? Maka dijawabnya. Bertanya lagi ya Tuhan laki-laki atau perempuan, maka diberitahu. Kemudian bertanya lagi: Ya Tuhan apakah susah ataukah bahagia? Maka diberitahunya. Hr. Ahmad.[24]
Menurut al-Albani, kedudukan hadits-hadits tersebut lemah, tidak bisa dijadikan dasar hukum.[25] Namun ada hadits lain yang menguatkan hadits ini antara lain:
إِذَا مَرَّ بِالنُّطْفَةِ ثِنْتَانِ وَأَرْبَعُونَ لَيْلَةً بَعَثَ اللَّهُ إِلَيْهَا مَلَكًا فَصَوَّرَهَا وَخَلَقَ سَمْعَهَا وَبَصَرَهَا وَجِلْدَهَا وَلَحْمَهَا وَعِظَامَهَا ثُمَّ قَالَ يَا رَبِّ أَذَكَرٌ أَمْ أُنْثَى فَيَقْضِي رَبُّكَ مَا شَاءَ وَيَكْتُبُ الْمَلَكُ ثُمَّ يَقُولُ يَا رَبِّ أَجَلُهُ فَيَقُولُ رَبُّكَ مَا شَاءَ وَيَكْتُبُ الْمَلَكُ ثُمَّ يَقُولُ يَا رَبِّ رِزْقُهُ فَيَقْضِي رَبُّكَ مَا شَاءَ وَيَكْتُبُ الْمَلَكُ ثُمَّ يَخْرُجُ الْمَلَكُ بِالصَّحِيفَةِ فِي يَدِهِ فَلَا يَزِيدُ عَلَى مَا أُمِرَ وَلَا يَنْقُصُ
Jika masa penciptaan dengan nuthfah telah melewati empat puluh dua hari, Allah SWT mengutus Malaikat padanya, menyempurnakan bentuknya, menciptakan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya. Kemudian bertanya: Ya Allah apakah laki-laki atau wanita, maka Tuhanmu menetapkan sesuai kehendak-Nya, dan Malaikat menuliskannya. Malaikat bertanya tentang ajalnya, maka Tuhanmu berfirman sesuai kehendak-Nya. Malaikat menuliskannya. Malaikat bertanya ya Tuhan bagaimana rejekinya. Tuhanmu menetapkan sesuai kehendak-Nya. Malaikat menuliskannya. Kemudian Malaikat keluar membawa lembaran catatan di tangannya, tidak bertambah dan tidak berkurang atas apa yang telah diperintahkan. Hr. Muslim (206-261H), Ibn Hibban (270-354H), al-Bayhaqi (384-458H).[26]
8. بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ
Yaitu rezekinya, ajalnya, amalnya. Redaksi ini diambil dari riwayat Muslim[27] yang redaksinya sama dengan riwayat al-Tirmidzi[28] yaitu:
بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ
Menurut riwayat Ahmad[29] tidak menggunakan perkataan بِكَتْب
بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ
dan menurut riwayat Al-Bukhari[30]
فَيُكْتَبُ عَمَلُهُ وَأَجَلُهُ وَرِزْقُهُ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ
Kalimat ثُمَّ يُنْفَخُ فِيهِ الرُّوحُ (ditiupkan ruh padanya) diletakan setelah dituliskan empat kalimat dan isinya. Dengan susunan redaksi yang berbeda tersebut muncul perbedaan pemahaman di kalangan ulama, apakah penulisan empat kalimat itu setelah ditiupkan ruh, ataukah sebelumnya? Al-Asqalani berpendapat bahwa urutan kalimat yang menggunakan kata sambung وَ tidak otomatis menunjukkan sistematika peristiwa. Bisa saja yang disebut lebih awal terjadinya di akhir.
Empat Ketetapan Allah
Dalam hadits ini ditegaskan bahwa ada empat ketetapan Allah yang dituliskan yaitu (1) rejeki, (2) ajal, (3) amal, dan (4) bahagia atau sengsara. Rejeki ialah apa yang dianugrahkan Allah kepada manusia yang dapat dimanfaatkan selama hidup di dunia, baik yang bersifat materi ataupun immateri. Rejeki yang bersifat materi seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kesehatan fisik. Rejeki yang bersifat immateri seperti keimanan, kesempatan, ketenangan, dan ketentraman. Ajal adalah kesempatan hidup di dunia sejak lahir hingga wafat. Amal ialah apa yang diperbuatan manusia, baik berupa ucapan, sikap, maupun tindakan.
Dalam memahami kalimat بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ (menuliskan rejeki, ajal dan amal) muncul beberapa pertanyaan tentang apa yang ditulis malaikat antara lain:
(1) Apakah yang ditulis malaikat itu ketetapan Allah tentang rejeki, ajal, nasib dan amal, sehingga hidup dunia itu sudah ditentukan segalanya?
(2) ataukah rancangannya yang bisa saja diubah pada suatu saat?
(3) ataukah aturan Allah berupa hukum sebab akibat tentang siapa yang berusaha bakal meraih rejeki, amal, dan ajal yang disesuaikan dengan apa yang diusahakannya?
(4) ataukah Allah SWT telah membuat ketetapan tertulis (suratan) pada janin tentang nasib, amal, rejeki, dan ajal, tapi oleh-Nya bisa diubah setiap saat, sesuai dengan kehendak-Nya?
Namun yang jelas Allah SWT selalu mencurahkan rahmat dan ni’mat-Nya kepada hamba-Nya, hingga hamba-Nya itu mengubahnya. Firman-Nya:
وَلَوْ تَرَى إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ(*)ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيكُمْ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ(*)كَدَأْبِ ءَالِ فِرْعَوْنَ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ فَأَخَذَهُمُ اللَّهُ بِذُنُوبِهِمْ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ شَدِيدُ الْعِقَابِ(*)ذَلِكَ بِأَنَّ اللَّهَ لَمْ يَكُ مُغَيِّرًا نِعْمَةً أَنْعَمَهَا عَلَى قَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَأَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ(*)
Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar”, (tentulah kamu akan merasa ngeri). Yang demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya, (keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir`aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Amat Keras siksaan-Nya. Yang demikian (siksaan) itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga kaum itu merubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, Qs.8:50-52
Ayat ini mengisyaratkan bahwa pada dasarnya Allah SWT itu mencurahkan rahmat dan nikmat kepada hamba-Nya. Kehandak Allah SWT itu tidak diubah kecuali kalau manusianya yang berusaha mengubah dari nikmat menjadi siksa dengan perbuatan dosa. Pada ayat-ayat tersebut juga dicontohkan Fir’aun yang mendapat nikmat tapi karena kufur maka mendapat siksa. Dalam ayat lain ditandaskan pula:
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ(*)
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. Qs.13:11
Ayat ini mengisyaratkan, bila Allah mengehendaki untuk menetapkan sesuatu tanpa ada perubahan, maka siapa pun tidak ada yang bisa menghalanginya. Demikian pula bila Allah SWT menghendaki mengubah segala putusannya, termasuk suratan yang telah ditulis malaikat di alam rahim, siapa pun tidak akan ada yang bisa menghalanginya. Namun dalam ayat ini ditegaskan bahwa Allah tidak akan mengubah ketetapan-Nya untuk manusia, selama manusia itu tidak berusaha mengubahnya.
Bila dikaitkan dengan Qs.8:50-52 di atas, jelaslah bahwa Allah SWT selalu memberi nikmat dan tidak akan menghentikannya, kecuali kalau manusia yang berubah. Tegasnya jika manusia kufur dari asalnya iman, maka Allah SWT akan mengganti nikmat yang Ia berikan menjadi siksan. Manusia akan selalu mendapat nikmat dan rejeki, kecuali jika mereka mengubah nasibnya, maka akan Allah SWT mengubahnya juga.
9. وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ
Dan susah atau bahagia. Ditinjau dari sudut kedudukan kalimat, perkataan وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيدٌ adalah marfu sebagai خَبَرمُبتداء berita dari pokok kalimat yang dihilangkan, lengkapnya adalah:
يكتب هو شقي أو سعيد
Dituliskan padanya apakah dia itu sengsara ataukah bahagia.[31] Kalimat ini pun sama dengan yang sebelumnya apakah yang dimaksud bahagia dan derita yang dituliskan itu kepastiannya bahwa manuisa itu sebelum dilahirkan sudah ditetapkan akan bahagia atau menderita? Ataukah ketetapan hukumnya bahwa manusia ada yang bahagia ada yang menderita sesuai dengan apa yang diusahakannya.
Dalam berbagai ayat al-Qur`an telah ditegaskan bahwa orang yang beriman dan beramal shalih akan mendapatkan bahagia. Perhatikan firman-Nya:
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Qs.2:277.
Sedangkan orang yang kufur dan jahat akan menderita.Firman Allah SWT:
فَلَنُذِيقَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا عَذَابًا شَدِيدًا وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَسْوَأَ الَّذِي كَانُوا يَعْمَلُونَ
Maka sesungguhnya Kami akan merasakan azab yang keras kepada orang-orang kafir dan Kami akan memberi balasan kepada mereka dengan seburuk-buruk pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan. Qs.41:27
Allah SWT juga telah menetapkan bahwa manusia mendapat nikmat dari-Nya. Kenikmatan yang telah diberikan itu akan tetap abadi bahkan terus bertambah, kecuali bagi yang tidak bersyukur. Perhatikan firman-Nya:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih“. Qs.14:7
Dalam ayat ini tersirat bahwa kebahagiaan itu akan tetap ada kecuali orang yang tidak bersyukur. Dengan demikian kebahagiaan diperoleh dengan cara syukur, penderitaan akan dialami oleh orang yang kufur. Orang yang bersyukur bukan hanya akan meraih kebahagian di dunia, tapi juga di akhirat kelak. Dengan demikian menuliskan kebahagiaan dan penderitaan manusia di alam rahim ada pengaruhnya oleh sikap manusia di alam dunia.
Ayat ini merupakan jaminan kebahagiaan bagi yang mau bersyukur. Tegasnya nikmat itu diberikan Allah kepada seluruh manusia. Kenikmatan tersebut akan tetap abadi diberikan Allah, kecuali bagi yang tidak bersyukur. Orang yang kufur alias tidak bersyukur akan dicabut nikmatnya dan diganti dengan siksa. Bukankah ketetapan ayat itu mengandung arti bahwa Allah SWT pada dasarnya menjadikan manusia itu sebagai ahli surga? Rasul SAW bersabda:
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى
Seluruh umatku masuk surga, kecuali yang enggan. Shahabat bertanya siapa yang enggan masuk surga ya Rasul? Beliau bersbda: barangsiapa yang menaatiku, pasti masuk surga. Barangsiapa yang mendurhakaiku, berarti telah enggan masuk surga. Hr.al-Bukhari (194-256H), [32]
Berdasar hadits ini, setiap umat Rasul akan masuk surga, kecuali siapa pun yang menyangka dirinya telah dicatat ahli neraka. Ahli neraka hanyalah orang yang tidak mau masuk surga yaitu yang tidak menaati Rasul SAW.
10. فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ .
Demi Zat yang tiada Tuhan selain-Nya.Huruf و pada potongan hadits ini berfungsi sumpah. Yang dimaksud الَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ (yang tiada tuhan selain-Nya) ialah nama dan sifat Allah SWT, yang berfungsi untuk menguatkan pernyataan yang disampaikan. Dalam riwayat lain sebagaimana dikutip Muslim dan al-Tirmidzi terdapat redaksi فَو َالله الَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ Rasul SAW hanya membolehkan sumpah dengan nama Allah SWT.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ أَدْرَكَ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ فِي رَكْبٍ وَعُمَرُ يَحْلِفُ بِأَبِيهِ فَنَادَاهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْهَاكُمْ أَنْ تَحْلِفُوا بِآبَائِكُمْ فَمَنْ كَانَ حَالِفًا فَلْيَحْلِفْ بِاللَّهِ أَوْ لِيَصْمُتْ
Diriwayatkan dari Abd Allah bin Umar, Rasul SAW mendapati Umar bin al-Khathab di atas kendaraan dan bersumpah dengan menggunakan nama ayahnya. Rasul SAW berseru: Sesungguhnya Allah SWT telah melarang kamu bersumpah dengan nama ayah-ayahmu:مَنْ كَانَ حَالِفًا فَلْيَحْلِفْ بِاللَّهِ أَوْ لِيَصْمُت Barangsiapa yang bersumpah, hendaklah dengan nama Allah atau diamlah. Hr. al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H).[33]
Konsekuensi bersumpah dengan nama selain Allah SWT menjurus pada kemusyrikan.
عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ قَالَ سَمِعَ ابْنُ عُمَرَ رَجُلًا يَحْلِفُ لَا وَالْكَعْبَةِ فَقَالَ لَهُ ابْنُ عُمَرَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَر أو أَشْرَكَ
Diriwayatkan dari Sa’d bin Ubaidah yang menerangkan bahwa Ibn Umar mendengar seseorang bersumpah dengan mengatakan لَا وَالْكَعْبَةِ (tidak, demi Ka’bah). Ibnu Umar menegurnya: Sesungguhnya aku mendengar Rasul SAW bersabda:
: مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَر أو أَشْرَكَ
(barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka kufur atau musyriklah dia). Hr. Abu Dawud (202-275H), al-Tirmidzi (209-279H), dan al-Hakim (321-405H).[34]
Kalimat فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ ini dan seterusnya, menurut sebagian ulama merupakan sabda Rasul SAW yang dikutip Ibn Mas’ud. Namun ada yang berpendapat bahwa kalimat ini dan berikutnya itu sebagai ucapan Ibn Mas’ud terhadap apa yang diriwayatkan bukan kutipan langsung dari Rasul SAW.[35] Jika pernyataan ini dan berikutnya itu sebagai ucapan ibnu Mas’ud maka berarti pemahaman beliau terhadap sabda Rasul SAW. Namun jika termasuk ucapan Nabi SAW, maka berarti ketetapannya berdasar wahyu Allah SWT.
11. إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ
Sesungguhnya seseorang mengamalkan amalan ahli surga, sehingga jarak antara dia dengan surga itu sehasta,
فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا
kemudian lewat atasnya ketetapan yang tertulis, maka beramal dengan amalan ahli neraka, masuklah ia ke neraka.
Sebagian ulama menafsirkan kalimat ini sebagai ketetapan bahwa manusia sejak di alam rahim telah ditetapkan sebagai ahli surga atau ahli neraka. Walau mereka beramal baik hingga masa tua, kalau sudah dituliskan di alam rahimnya sebagai ahli neraka, maka akan kembali pada kejahatan dan akhirnya masuk neraka.
Mereka mengartikan kalimat إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ dengan sesungguhnya walau seseorang berbuat baik terus menerus حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ hingga mendekati mati hampir ke surga فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ kemudian ketetapan yang telah dicatat di alam rahim itulah berlaku, فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا maka dia akan melakukan maksiat yang akhirnya menjerumuskan ke neraka. Dengan demikian menurut kelompok ini masuk surga dan nereka telah ditetapkan Allah SWT. Amalnya pun sudah ditetapkan oleh-Nya, manusia hanya mengikuti taqdir yang tidak bisa dipungkiri.
Kelompok kedua menafsirkannya dengan hadits lainnya yang berbunyi:
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ
Sesungguhnya seseorang bisa saja beramal amalan ahli surga yang nampak di kalangan manusia, padahal ia ahli neraka. Hr.al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H).[36]
Ada yang menggunakan redaksi إنَّ الرجل مِنْكُم (sesungguhnya seseorang di antaramu. Dengan demikian makna hadits tersebut adalah bersifat tamtsil, bisa saja orang berbuat yang kelihatannya baik di kalangan manusia, padahal di dalamnya buruk. Banyak yang menyangka orang tersebut shalih, padahal hatinya tidak ikhlas, perbuatannya bukan karena Allah, maka menjelang akhir hayatnya diperlihatkan keburukan hingga nampak menjadi ahli nereka.
Kelompok yang ketiga berpendapat bahwa kalimat ini memberikan gambaran tentang tanda ahli surga dan ahli neraka. Ahli surga adalah orang yang beriman dan beramal shalih sepanjang masa hingga akhir hayatnya. Ahli nereka adalah orang yang tidak beriman dan tidak beramal shalih, walau mungkin di mata manusia terkadang terlihat seperti baik.
12. وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
Sesungguhnya seseorang yang beramal amalan ahli neraka hingga antara dia dengan neraka jarak sehasta, lewatlah ketetapan yang tertulis itu, kemudian beramal amalan ahli surga, maka masuklah ia ke surga.
Kalimat ini juga mengandung arti yang senada dengan kalimat sebelumnya, berkaitan dengan hadits lain:
وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ وَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Sesungguhnya seseorang melakukan perbuatan ahli neraka menurut pandangan manusia, padahal dia ahli surga. Hr.al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H).[37]
Dalam kenyataan di masyarakat, terkadang ada orang dituduh jahat oleh manusia padahal di sisi Allah dianggap baik.
Walau pun hadits ini mengandung arti taqdir yang telah menetapkan nasib sejak alam rahim, yang jelas manusia tidak ada yang mengetahui tentang dirinya apakah sudah dicatat sebagai ahli surga ataukah ahli neraka. Karena dalam hadits ini ditegaskan bahwa ahli surga itu yang berbuat baik, maka hendaklah berbuat baik. Perhatikan hadits berikut:
عَنْ عَلِيٍّ قَالَ كُنَّا فِي جَنَازَةٍ فِي بَقِيعِ الْغَرْقَدِ فَأَتَانَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَعَدَ وَقَعَدْنَا حَوْلَهُ وَمَعَهُ مِخْصَرَةٌ فَنَكَّسَ فَجَعَلَ يَنْكُتُ بِمِخْصَرَتِهِ ثُمَّ قَالَ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ مَا مِنْ نَفْسٍ مَنْفُوسَةٍ إِلَّا وَقَدْ كَتَبَ اللَّهُ مَكَانَهَا مِنْ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ وَإِلَّا وَقَدْ كُتِبَتْ شَقِيَّةً أَوْ سَعِيدَةً قَالَ فَقَالَ رَجَلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نَمْكُثُ عَلَى كِتَابِنَا وَنَدَعُ الْعَمَلَ فَقَالَ مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَسَيَصِيرُ إِلَى عَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ فَسَيَصِيرُ إِلَى عَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ فَقَالَ اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ أَمَّا أَهْلُ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُونَ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ وَأَمَّا أَهْلُ الشَّقَاوَةِ فَيُيَسَّرُونَ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ ثُمَّ قَرَأَ { فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى }
Dari Ali r.a berkata: pada suatu hari, kami mengantarkan jenazah ke pekuburan Baqi al-Gharghad. Rasul SAW mendatangi kami lalu duduk. Kami pun duduk mengelilingi beliau. Beliau memegang ranting, sambil merunduk dan menggaris-gariskan pasir dengan ranting itu. Kemudian beliau bersabda tidak ada seorang pun di antara kamu kecuali telah dicatat Allah tempatnya apakah di surga atau di neraka. Telah dicatat pula apakah menderita atau bahagia. Seorang shahabat bertanya: Wahai rasul, kalau begitu apakah tidak sebaiknya kita diam saja menunggu suratan, tidak perlu beramal? Rasul bersabda: Orang yang berbahagia adalah orang yang beramal dengan amalan ahli bahagia. Orang sengsara adalah yang melakukan perbuatan nista. Beliau bersabda lagi: beramallah! Semua sudah diberi kemudahan. Adapun orang bahagia akan dimudahkan untuk mengamalkan amalan yang mendatangkan bahagia. Orang yang celaka akan dimudahkan untuk melakukan perbuatan nista. Kemudian beliau membaca ayat
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى(*)وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى(*)فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى(*)وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى(*)وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى(*)فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى(*)
Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Qs.92:5-10. Hr.al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H).[38]
Hadits ini memberi isyarat bahwa setiap individu mesti berusaha untuk beramal baik yang mendatangkan bahagia di surga. Catatan di alam rahim itu urusan Allah SWT, tidak ada manusia yang mengetahui tentang dirinya. Allah SWT berkuasa untuk mengubah atau menetapkan apa yang telah Dia tetapkan. Jika berusaha memperbanyak amal kebajikan, maka Allah akan memberi kemudahan. Jika merasa mudah untuk beribadah, maka yakinlah akan menjadi ahli surga, jangan berubah fikiran untuk berbuat dosa.
AhIi surga adalah yang berbuat kebaikannya hingga akhir hayat. Allah SWT telah menjamin bahwa orang yang beriman dan beramal shalih akan masuk surga. Dia tidak akan menyalahi janji-Nya, tidak akan zhalim kepada hamba-Nya. Allah SWT berfirman:
مَنْ عَمِلَ سَيِّئَةً فَلَا يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ يُرْزَقُونَ فِيهَا بِغَيْرِ حِسَابٍ
Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. Qs.40(al-Mu`min):40.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّامٍ لِلْعَبِيدِ
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya hamba-hamba (Nya). Qs.41(Fushilat):46.
E. Beberapa Ibrah
1. Proses penciptaan manusia
Proses penciptaan manusia mengalami beberapa tahapan: (1) saripati tanah, (2) nuthfah, (3) alaqah, (4) mudhghah, (5) ditiupkan ruh, (6) dituliskan rancangan hidup dan nasibnya, (7) diberi pendengaran, penglihatan, akal budi dan perasaan, (8) dianugerahi hidayah, baru lahir ke dunia.
2. Hakikat Ruh
Ruh diciptakan Allah SWT dan ditiupkannya ke dalam diri manusia. Ruh merupakan cahaya Ilahi yang hakikatnya hanya diketahui oleh Allah SWT. inilah perbedaan manusia dengan makhluq lainnya. Hewan mempunyai nyawa, mungkin sama dengan manusia. Namun manusia memiliki ruh yang sambungannya langsung dengan Allah SWT.
3. Hukum Sumpah
Boleh bersumpah untuk menguatkan pernyataan tapi mesti dengan asma Allah. Tidak boleh bersumpah dengan menggunakan nama selain Allah SWT, karena akan menjurus pada kemusyrikan.
4. Keharusan Ikhtiar
keimanan pada taqdir mesti seimbang dengan keimanan pada kewajiban berikhtiar. Dalam hadits ini ditegaskan bahwa ada empat ketetapan Allah yang dituliskan yaitu (1) rejeki, (2) ajal, (3) amal, dan (4) bahagia atau sengsara. Apakah empat kalimat yang diterangkan dalam hadits ini merupakan taqdir atau rencana Allah, tetap mengandung perintah ikhtiar. Allah SWT menjamin hambanya yang berikhtiar akan mendapat imbalan sesuai dengan amalnya.
5. Antara Taqdir dan Ikhtiar
Rejeki, amal, ajal, bahagia atau susah ada yang bersifat ikhtiari dan ada pula yang bersifat taqdiri. Taqdir merupakan hak Allah untuk menetapkannya, siapa pun tidak bisa mengubahnya. Namun demikin Allah SWT juga memiliki wewenang untuk mengubah taqdir yang telah ia tetapkan. Oleh karena itu manusia mesti berusaha dan berdo’a untuk mendapatkan taqdir yang baik. Taqdir rejeki antara lain (1) di rahim, (2) ASI, (3) kesempurnaan tubuh, (4) cantik atau tampan, (5) pria atau wanita. Taqdir pada amal perbuatan seperti (1) bisa gerak atau tidak, (2) bisa tersenyum, menangis, dan tertawa sejak bayi. Wa Allah A’lam
[1] Musnad Ahmad, I h.382, Shahih al-Bukhari, III h.1374, Shahih Muslim, IV h.2036, Sunan al-Tirmidzi, IV h.446, Sunan al-Bayhaqi, VII h.421,
[2] Musnad al-Humaidi, I h.69
[3] Musnad al-Syasyi, II h.140
[4] Ali bin Ahmad, Ibn Hazm, al-Muhalla, I h.37
[5] Sunan al-Bayhaqi, VII h.421, Syu’b al-Iman, I h.207
[6] Khalid Muhammad Khalid, Rijal haul Rasul, h.134-135
[7] Musnad Ahmad, II h.189, Shahih al-Bukhari, III h.1372, Shahih Muslim, IV h.1914, Sunan al-Tirmidzi, V h.674, Sunan al-Nasa`iy, V h.76
[8] Musnad Ahmad, I h.374, Shahih al-Bukhari, IV h.1925, Shahih Muslim, I h.551, Sunan Abi Dawud, III h.324, Sunan al-Tirmidzi, V h.238, Sunan al-Nasa`iy, V h.29
[9] Syarh Shahih Muslim, XVI h.189
[10] Syarh al-Arba’in al-Nawawiyah, h.99
[11] Al-Ashfahani, al-Raghib, Mufradat al-Qur’an, Dar al-Fikr, Beirut, hlm 355
[12] al-Zuhaili, Wahbah, Prof. Dr., (ketua Jurusan Fiqh Islam Universitas Damascus), al-Tafsir al-Munir, Dar al-Fikr, Damascus 1991, XXX hlm 315.
[13] Al-Qurthubi, Abi Abdillah Muhammad Bin Ahmad al-Anshari, al-Jami li Ahkami al-Qur’an, Dar al-Kitab al-Arabi, Mesir, juz XIX hlm. 119
[14] Ibn Hajar al-Asqalani (773-852H), Talkhish al-Habir, III h.218
[15] Ibn Manzhur (630-711H), Lisan al-Arab, VIII h.451
[16] Harun Yahya lahir di Ankara (Turki) tahun 1956. sejak tahun 1980 menerbitkan berbagai buku tentang ilmu pengetahuan, keislaman, dan politik. Beliau tercatat sebagai penulis produktif yang mengupas berbagai kekeliruan Darwinisme dan berbagai idelogi sesat. Bukunya sudah diterjemahkan dalam berbagai bahasa, seperti Inggris, Urdu, Prancis, Rusi, Arab, Spanyol dan Melayu, serta Indonesia
[17] artikel ini dikutip langsung dari situs internet, www.prayoga.net
[18] Tafsir al-Nasafi, III h.290
[19] Ibn Jarir (224-310H), Jami al-Bayan, XV h.155
[20] Tafsir al-Maraghi, XV h.89
[21] Ihya Ulum al-Din, II h.213
[22] Jami al-Ulum, I h.52
[23] Abu al-Qasim Hubat Allah (w.418H), I’tiqad Ahl al-Sunnah, IV h.597, al-Asqalani (773-852H), Fath al-Bary, XI h.486
[24] Musnad Ahmad, III h.397
[25] al-Silsilah al-Dla’ifah, I h.346
[26] Shahih Muslim, IV h.2037, Shahih Ibn Hibban, XIV h.52, Sunan al-Bayhaqi, VII h.422
[27] Shahih Muslim, IV h.2036
[28] Sunan al-Tirmidzi, IV h.446
[29] Musnad Ahmad, I h.382
[30] Shahih al-Bukhari, III h.1374
[31] Abu al-Ala al-Mubarahfuri, Tuhfat al-Ahwadzi, VI h.286
[32] Shahih al-Bukhari, VI h.2655
[33] Shahih al-Bukhari, II h.951, Shahih Muslim, III h.1267
[34] Sunan Abi Dawud,II h.223, Sunan al-Tirmidzi, IV h.110, al-Mustadrak, IV h.330
[35] Fath al-Bari, XI h.486
[36] Shahih al-Bukhari, III h.1061, Shahih Muslim, IV h.2042
[37] Shahih al-Bukhari, III h.1061, Shahih Muslim, IV h.2042
[38] Shahih al-Bukhari, I h.458, Shahih Muslim, IV h.2039