FITRAH SERI 02
Aspek Fithrah
Adapun aspek fithrah yang diberikan Allah SWT kepada setiap manusia antara lain sebagai berikut.
1. Fithrah Tauhid dan Fithrah Ketuhanan
Allah SWT telah menanamkan benih keimanan dan kepercayaan adanya Tuhan Yang Maha Esa pada manusia sejak sebelum dilahirkan. Firman-Nya:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”,Qs.7:172
Berdasar ayat ini setiap manusia telah ditanami fithrah tauhid. Orang yang musyrik telah menyimpang dari fithrahnya. Orang yang bertauhid, berarti fithrahnya masih utuh.
2. Fithrah Ibadah atau Fithrah Pengabdian
Setiap manusia dimana pun berada, baik yang mengenal agama ataupun tidak, memiliki fithrah pengabdian. Tampak sekali tak ada manusia yang tidak mau mengabdi dan berbakti. Andaikata mereka tidak mendapat bimbingan, maka akan mencari tempat pengabdiannya sesuai dengan pangalaman hidupnya. Al-Islam membimbing manusia agar berbakti dan mengabdi dengan hak. Manusia yang mempunyai kedudukan dan derajat tertinggi tidak layak untuk tunduk dan mengabdi kepada makhluk. Oleh karena itu hanya layak berbakti dan mengabdi kepada Al-Khaliq yaitu Allah SWT.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.”(Qs.51:56).
Prisip utama dan pertama dalam Islam adalah Ifrad al-Ma’bud berarti beribadah hanya kepada Allah, sebagai pengabdian yang sesuai dengan fitrah. Jika manusia menyembah kepada selain Allah, maka bukan hanya berakibat terhina di akhirat kelak, tapi juga tercela di dunia ini, karena telah tunduk pada yang lebih rendah derajatnya. Firman Allah SWT:
لاَتَجْعَلْ مَعَ اللهِ إِلَهًا ءَاخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُوْمًا مَّخْذُوْلاً
“Janganlah kamu jadikan Tuhan selain Allah, sebab kamu akan tercela dan terkucil.”(Qs.17:22)
Orang yang mempertuhankan selain Allah SWT akan terhina di dunia, sebab telah dikuasai oleh yang tidak berkuasa. Mereka sudah mengorbankan derajatnya untuk sesembahannya itu. Terkucil di akhirat, sebab sesembahan mereka tidak akan bisa menolong dan tidak bisa dijadikan tempat bergantung.
3. Fithrah Mengemban Amanah
Setiap manusia selalu senang mengemban amanah; baik berupa jabatan, harta benda, atau pun titipan orang lain. Fitrah mengemban amanah juga telah dianugrahkan Allah SWT sejak sebelum manusia dilahirkan. Firman Allah SWT:
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولاً
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah, mereka khawatir akan mengkhianatinya. Namun manusia segera mau memikul amanah itu, walau sesungguhnya manusia itu zhalim dan bodoh. (Qs.33:72).
Ayat ini membuktikan bahwa manusia itu senang mengemban amanah, berbeda dengan langit,bumi, dan gunung. Betapa banyak manusia yang berebut untuk memperoleh amanah, baik berupa jabatan atau pun berupa tanggung jawab lainnya. Padahal tidak sedikit manusia yang terpedaya oleh amanah yang dipikulnya itu sehingga hidupnya bersusah payah. Mengemban amanah memang merupakan fitrah, maka orang yang tidak mau mengemban amanah tidak sesuai dengan fitrahnya. Oleh karena itu, tugas manusia adalah memikul amanah dengan jujur, adil, dan tidak berkhianat.
Secara garis besarnya amanah itu terdiri atas (1) amanah yang berkaitan dengan Allah SWT(2)amanah yang berkaitan dengan Rasul-Nya, (3) amanah yang berkaitan dengan sesama manusia dan (4) amanah yang berkaitan dengan diri sendiri.[1]
1. Amanah yang berkaitan dengan Allah SWT adalah berupa kewajiban yang harus dilaksanakan dan larangan-Nya yang harus dijauhi.
.إنَّ الْمَعَاصِيَ كُلَّهَا خِيَانَةٌ ِللهِ
“Sesungguhnya perbuatan ma’siat itu merupakan peng khianatan kepada Allah SWT.”[2]
2. Amanah yang berkaitan dengan Rasul SAW adalah berupa kewajiban mengikuti contohnya dan meneruskan perjuangannya dalam menegakan risalah Al-Islam.
3. Amanah yang berkaitan dengan sesama manusia seperti (1) kepercayaan yang harus dipelihara, (2) titipan yang mesti disampaikan kepada yang berhak menerimanya, dan (3) hak dan kewajiban yang mesti dipenuhi. Rasul SAW bersabda:
أَدِّ الأَمَانَةَ إِلَىَ مَنِ ائْتَمَنَكَ وَ لاَ تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
“Tunaikanlah amanah kepada orang yang mempercayakannya kepadamu, dan janganlah berbuat khianat kepada orang yang mengkhianatimu. Hr. Abu Dawud (202-275H)[3],
4. Amanah yang berkaitan dengan diri sendiri ialah berupa hak dan kewajiban untuk menjaga diri dari perbuatan yang mendatangkan bencana baik duniawi maupun ukhrawi. Membiarkan diri terjerumus kepada kehancuran adalah sama dengan mengkhianati diri sendiri.
4. Fithrah Khilafah
خليفة bermakna pengganti, yang menempati kedudukan yang lain, pemegang mandat, yang menempati tempat yang telah ditinggalkan, [4] Manusia diciptakan Allah SWT dalam keadaan sebaik-baik bentuknya serta sempurna perlengkapannya (Qs.95:4), dilengkapi dengan sam’a (pendengaran), abshar (penglihatan) dan af-idah (hati, akal budi, perasaan fikiran) (Qs.16:78) serta diangkat menjadi makhluk yang sangat mulia melebihi yang lainnya (Qs.17:70). Oleh karena semua itu, manusia diangkat sebagai Khalifah (Qs.6:165).
Khalifah mempunyai arti wakil Allah dalam memelihara alam semesta. Khalifah juga berarti penguasa yang menguasai dan diberi kekuasaan oleh Allah untuk memanfaatkan alam semesta. Karena kedudukan yang tinggi ini seorang muslim tidak merasa takut oleh siapa pun selain oleh Allah SWT.
وَلَمْ يَخْشَ إلاَّ الله (Qs.9:18)
Maka tugas manusia sebagai khalifah ini yang utama adalah menggunakan segala fasilitas hidup yang dianugrahkan Allah untuk kepentingan menegakkan Islam. Dengan kekuasaan yang dimilikinya, manusia juga bertugas untuk menzhahirkan Islam sebagai agama yang mutlak benar serta tandang tidak ada yang menandinginya. Firman Allah SWT:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dialah Allah yang mengutus Rasul-Nya, dengan membawa petunjuk dan agama yang mutlak benar agar menzhahirkan Islam sebagai agama yang lebih tinggi di atas yang lainnya, walau pun orang-orang musyrik tidak menyukainya.” Qs.9:33.
Islam merupakan al-Din yang mutlak benar, dan sebagai agama yang mempunyai derajat tertinggi, baik dilihat dari segi ajarannya maupun dari segi lainnya. Kaum muslimin yang menjadi khalifah, bertugas untuk membuktikan ketinggian dan kebesaran Islam ini sehingga tampak dan jelas buktinya, serta diakui oleh seluruh lapisan manusia.
Islam tandang tidak ada yang menandinginya. Namun keunggulan Islam itu harus dibuktikan pula oleh keunggulan Muslim. Itulah salah satu tugas ‘Izzatul-Islam Wal-Muslimin.
5. Fithrah Ijtima’iyah
Manusia lahir ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak mempunyai kemampuan serta ilmu pengetahuan apa pun. Mereka butuh bantuan manusia lainnya. Allah SWT berfirman:
وَاللهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” Qs.16:78
Bayi manusia itu, tampaknya tidak akan mampu mempertahankan hidupnya, tanpa bantuan orang lain. Hal ini membuktikan bahwa manusia membutuhkan komunikasi dengan manusia lainnya. Sosiolog berpendapat bahwa manusia itu tidaklah bisa disebut manusia sebelum bisa menjalin hubungan baik dengan sesamanya.
Kehidupan Ijtima’iyah tampaklah bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi juga merupakan kebutuhan. Inilah salah satu faktor yang sangat dominan, mengapa manusia berkelompok, berbangsa, selalu silaturrahim, dan ingin saling mengenal dengan sesama manusia, serta menjalin kasih sayang. Firman Allah SWT:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” Qs.49:13.