FITRAH SERI 03
c. فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ
Maka kedua orang tuanya yang me-yahudi-kan dan me-nasharani-kan. Dengan demikian keyahudian dan kenashranian, bukan fithrah manusia tapi pengaruh lingkungan. Tidak ada manusia yang dilahirkan sebagai yahudi atau sebagai nashrani. Itulah salah satu sebabnya, mengapa di ajaran nashrani ada pembaptisan bagi anak menjelang dewasa. Mereka tahu bahwa anak yang dilahirkan bukan nashrani, maka mereka baptis. Jika mereka mengakui bahwa fitrah manusia itu nasrani, tidak akan mereka baptis. Dalam al-Islam tidak perlu ada ajaran semacam itu, karena setiap yang lahir sudah fithrah Islam. Tugas orang tua adalah menjaga keutuhan fithrah tersebut.
d. كَمَا تُنَاتَجُ الْإِبِلُ مِنْ بَهِيمَةٍ جَمْعَاءَ
Sebagaimana unta dilahirkan sebagai hewan yang lengkap fisiknya. Perkataan تُنَاتَجُ bermakna تُولد (dilahirkan) dan جَمْعَاءَ bermakna كَاملة الأعْضَاء (sempurna fisiknya tanpa cacat) [1] Manusia dilahirkan memiliki fithrah manusia, tak ubahnya hewan yang dilahirkan sebagai hewan. Allah SWT menciptakan hewan yang dilahirkan induknya juga dilengkapi dengan tabiatnya yang lengkap, baik fisik maupun non fisik. Manusia dilahirkan, bukan hanya lengkap dari sudut fisik tapi juga fithrah.
e.هَلْ تُحِسُّ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ
Apakah anda mengharap yang tidak sempurna? Perkataan جَدْعَاءَ bermakna kurang sempurna fisiknya seperti telinganya buntung, atau kaki pincang. Hal ini memberikan gambaran bahwa hewan yang saat dilahirkan sempurna, kemudian ada yang menjadi buntung atau cacat lainnya, berarti diakibatkan oleh pengaruh lingkungan.[2]
f.قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ الَّذِي يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ
Para shahabat bertanya: Wahai Rasul! Tidakkah engkau lihat yang mati ketika masih kecil? Shahabat mempertanyakan tentang kedudukan yang mati di masa kecil. Apakah mereka mati dalam keadaan fithrah juga? Apakah mereka jadi ahli surge karena fithrah?
g.قَالَ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ
Rasul bersabda bahwa Allah SWT Maha Tahu tentang keadaan orang yang beramal. Jawaban ini tidak langsung menegaskan apakah bayi kecil yang mati itu jadi ahli surga ataukah tidak. Kalimat ini memberikan bimbingan agar umat bisa berpikir tentang jawabannya. Yang jelas dalam pangkal hadits itu ditegaskan bahwa tidak ada yang lahir kecuali dalam keadaan fithrah. Jika mereka mati masih kecil, jelaslah masih fithrah.
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang nasib bayi yang dilahirkan orang kafir, apakah masuk neraka ataukah ke surga. Ada yang berpendapat bahwa anak kecil yang mati, tanpa kecuali berada pada fithrah, maka jadi ahli surga, baik orang tuanya muslim ataukah kafir. Ada juga yang berpandangan bahwa bayi yang dilahirkan orang kafir kemudian mati, masuk neraka berdasar pada riwayat Ahmad. Namun menurut Ibn Hajar al-Asqalani (773-852H), hadits yang dijadikan alasan oleh mereka itu adalah dla’if, karena ada sanad bernama Abi ‘Uqail yang matruk (tidak digunakan oleh muhaddits).[3]
E. Beberapa Ibrah
Dari uraian hadits di atas dapat diambil beberapa ibrah: (1) Setiap bayi yang dilahirkan dalam keadaan fithrah.(2) Lingkungan mempunyai pengaruh terhadap utuh atau tidaknya fithrah manusia. (3) Fithrah bukan berarti kosong, tapi potensi dasar yang diberikan Allah SWT untuk menerima al-Islam. (4) Orang yang belum pernah kafir, berarti masih muslim, tidak perlu dibaptis atau dilantik sebagai muslim. (5) Orang tua bertanggung jawab dalam membina anaknya agar tetap berada pada keutuhan fithrahnya.