HADITS AHAD DAN MASYHUR
2.Hadis Ahad
a.Pengertian hadits Ahad
Hadits ahad yaitu hadits yang para rawinya tidak melebihi jumlah rawi hadits mutawatir, tidak memenuhi persyaratan mutawatir serta tidak mencapai derajat mutawatir sebagaimana dinyatakan dalam kaidah ilmu hadits :
“Khabar yang jumlah perawinya tidak mencapai batasan jumlah perawi hadis mutawatir, baik perawi itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak sampai kepada jumlah perawi hadits mutawatir”
Adapula yang meriwayatkan hadits ahad sebagai :
هُوَمَا لَايَنْتَهِى إِلَى التَّوَاتُرِ
“Hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir”
b.Bebarapa macam hadits ahad
Berdasarkan jumlah rawi dari tiap-tiap thabaqah, Hadits ahad dibagi menjadi 3 macam, yaitu: masyhur, ‘aziz, dan gharib.
(1) .Hadits Masyhur
Hadits Masyhur menurut bahasa, yaitu (al-intisyar wa al-dzuyu’) sesuatu yang sudah tersebar dan populer. Hadits ini dinamakan Masyhur karena telah tersebar luas dikalangan masyarakat. Kemudian maksud dari hadits Masyhur, ialah :
مَارَوَاهُ الثَّلَاثَةُ فَأَكْثَرَوَلَمْ يَصِلْ دَرَجَةَ التَّوَاتُرِ
“Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir.”
Hadits masyhur ini ada yang berstatus shahih, hasan, dan dhaif. Yang dimaksud dengan hadits masyhur shahih adalah hadits masyhur yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan hadits shahih, baik pada sanad maupun matannya, seperti hadits Ibnu ‘Umar:
إِذَاجَاءَأَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ
“Bagi siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jum’at, hendaknya ia mandi”. (HR. Bukhari)[1]
Sedangkan yang dimaksud dengan hadits masyhur hasan adalah hadits masyhur yang telah memenuhi ketentuan-ketentuan hadis hasan, baik mengenai sanad maupun matannya, seperti sabda Rasulullah SAW :
لَاضَرَرَ وَلَاضِرَارَ
“Jangan melakukan perbuatan yang berbahaya (bagi diri sendiri dan orang lain)” hr, Malik, Ahmad, Ibn Majah,[2]
Kemudian yang dimaksud dengan hadits masyhur dha’if ialah hadits masyhur yang tidak mempunyai syarat-syarat hadits shahih dan hasan, baik sanad maupun matannya, seperti:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌعَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
“Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi muslim laki-laki dan perempuan” Hr. al-Baihaqi.[3] Hadits ini sangat popular alias masyhur, tapi matarantainya dla’if. [4] demikian pula hadits yang berbunyi اطلبوا العلم و لو بالصين carilah ilmu walau ke negeri china. Hadits ini snagat masyrhur padahal hadits maudlu dan palsu. Ada pula hadits masyhur di kalangan para muballigh, padahal sama sekali tidak ada sumbernya seperti وللسائل حق وأن جاء على فرس (orang yang meminta tetap punya hak untuk diberi, walau datangnya naik kuda). Hadits ini sangat popular padalah kata Ibn shalah لا أصل له (tidak ada sumbernya).[5]
Ditinjau dari popularitasnya, Hadits masyhur terbagi menjadi beberapa macam antara lain:
(a)Masyhur Ishthilahi dan Masyhur ghair Isthilahi
(1) Yang dimaksud dengan Masyhur Ishthilahi yakni :
مَا رَوَاهُ ثَلَاثَةٌ فَأَكْثَرَ فِى كُلِّ طَبَقَةٍ مِنْ طَبَقَاتِ السَّنَدِمَالَمْ يَبْلُغْ حَدَّالتَّوَاتُرِ “Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap tingkatan (thabaqah) pada beberapa tingkatan sanad tetapi tidak mencapai kriteria mutawatir”
Contoh hadits Masyhur Ishthilahi :
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُه مِنَ الْعِبَادِ…
Hadits diatas diriwayatkan 3 orang sahabat, yaitu Ibnu Amru, Aisyah, dan Abu Hurairah. Dengan demikian, hadits ini masyhur di kalangan sahabat karena terdapat 3 sahabat yang meriwayatkan hadits tersebut.
(2) Masyhur Ghayr Ishthilahi, berarti:
مَااشْتُهِرَعَلَى الأَلْسِنَةِمِنْ غَيْرِ شُرُوْطٍ تُعْتَبَر
“Hadits yang populer pada ungkapan lisan (para ulama) tanpa ada persyaratan yang definitif”
Hadits Masyhur Ghayr Ishthilahi adalah hadits yang populer atau terkenal dikalangan kelompok tertentu, sekalipun jumlah rawinya tidak mencapai 3 orang atau lebih. Popularitas hadits ini tidak dilihat dari jumlah banyaknya rawi yang meriwayatkan, melainkan popularitas hadits itu sendiri dikalangan ulama dalam bidang ilmu tertentu.
Misalkan hadis yang populer dikalangan ulama fiqih saja :
أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللهِ الطَّلَاقُ
“Sesuatu yang halal yang paling dimurkai oleh Allah adalah talak” (HR. Abu dawud)[6]
Hadits tersebut populer dikalangan ulama fiqih walau tidak begitu masyhur di kalangan ulama hadits, bahkan menurut al-Tibrizi, hadits kualitasnya dla’if.[7] Hadits ini kenyataanya popular, tapi tidak bisa dimasukan pada hadits masyhur dalam istilah ilmu hadits.
(c)Masyhur Muthlaq dan masyhur Muqayyad
(1) Masyhur muthlaq adalah hadits yang popular di kalangan ahli hadits dan di kalangan yang lainnya. Contohnya antara lain إنما الأعمال بالنيات (Sesunnguhnya amal itu sangat tergantung pada niat). Hadits ini sangat popular baik di kalangan ulama hadits, karena tercantum dalam berbagai kitab hadits, maupun di kalangan ahli fiqih, karena dikutip dalam berbagai kitab fiqih, serta popular pula di kalangan ulama akhlaq dan tasawuf.
(2) masyhur muqayyad adalah yang popular di kalangan tertentu, tapi tidak popular di kalangan yang lainnya. Contohnya antara lain (a) yang popular di kalangan ulama hadits, tapi kurang popular di kalangan ulama fiqih, seperti قنت شهرأ بعد الركوع (Rasul qunut setelah ruku hanya dalam satu bulan). Hadits ibni popular di kalangan ulama hadits, karena tercantum dalam berbegai kitab hadits, tapi kurang popular di kalangan hali fiqih, karena hanya di kutip dalam sebagain madzhab saja. (b)yang popular di kalangan ahli ahklaq tasauf tapi tidak popular di kalangan ulama hadits contohnya اختلاف أمتي رحمة (perbedaan faham di kalangan umatku adalah rahmat). Hadits ini banyak dikutip dalam kitab akhlaq tasauf dan para penceramah, padahal menurut ahli hadits hadits ini munkar yang tidak ada sumbernya.[8] Begitupula اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا واعمل لآخرتك كأنك تموت غدا (beramalah untuk duniamu sekalan hidup selamanya, dan beramallah untuk akhirat seakan-akan mau mati hari esok). Hadits ini popular dikalangan tasauf zuhud, tapi menurut ulama hadits sebagi ungkapan لا أصل له yang tidak ada sumbernya.[9] (c) masyhur atau popular di kalangan ahli fiqih, tadpi asing di kangan ahli hadits contohnya لا صلاة لجار المسجد إلا في المسجد (tidak sah shalat bagi tetangga masjid, kecuali dalam masjid). Hadits ini termasuk hadits dla’if,[10] tapi dikutip di berbagai itab fiqih terutama dalam bab shalat berjamaah. Masih banyak lagi hadits dla’if tapi poluler di kalangan penceramah.
[1] shahih al-Bukhari, no. 828
[2] Sunan Ibn Majah, no.2332
[3] Syu’b al-Iman, no. 1616, juz IV h.178
[4] silsisilah al-Dla’fah, I h.493
[5] Muqaddimah Ibn Shalah, I h.94
[6] sunan Abu dawud, VI h.91
[7] musykat al-mashabih, II h.245
[8] silsialah al-Dla’fah, IV h.447
[9] al-Qasimi, Ishlah al-Masajid, I h.68
[10] arwa al-Ghalil, II h.251