HADITS AZIZ DAN GHARIB
(2) Hadits ‘Aziz
‘Aziz berasal dari kata عزَّ – يعِز ‘Azza-Ya’izzu yang berarti sedikit atau jarang adanya, dan juga bisa berasal dari kata عَزَّ – يَعَزُّ ‘Azza-Ya’azzu yang berarti kuat. Sedangkan menurut istilah, Hadits ‘Aziz adalah : مَارَوَاهُ اِثْنَانِ وَلَوْكَانَ فِى طَبَقَةٍوَاحِدَةٍثُمَّ رَوَاهُ بَعْدَذَلِكَ جَمَاعَةٌ “Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, sekalipun dua orang ini ditemukan masih dalam satu generasi, kemudian setelah itu ada banyak orang yang sama meriwayatkan”
Contoh hadits ‘aziz: diriwayatkan dari Anas, Rasul SAW bersabda:لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ Tidak sempurna iman salah satu diantara kamu sekalian sampai aku lebih dicintainya daripada ia mencintai dirinya sendiri, orang tuanya, anak-anaknya, dan semua manusia” Hr. al-Bukhari.[1]
(3) Hadits Gharib
Dari segi bahasa kata Gharib berarti sendirian, terisolir jauh dari kerabat, asing, sulit dipahami, tidak popular, tidak dikenal. Sedangkan menurut istilah ilmu hadits adalah :
مَا تَفَرَّدَبِرِوَايَتِهِ شَخْصٌ وَاحِدٌ فِى أَيَّ مَوْضِعٍ وَقَعَ التَفَرُّدُ بِهِ السَّنَدُ “Hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkannya, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi”
Bisa juga dikatakan bahwa hadits Gharib adalah hadis yang periwayatannya dilakukan oleh seorang rawi yang menyendiri tanpa ada orang lain lagi yang meriwayatkannya.
Ada dua macam Hadits Gharib, antara lain :
1)Gharib Mutlak, yaitu:
هُوَمَا كَانَتِ الْغَرَبَةُ فِي أَصْلِ سَنَدِهِ وَأَصْلِ السَّنَدِ هُوَطَرَفَهُ الَّذِي فِيْهِ الصَّحَا بِي
“Hadits yang Gharabah-nya (perawinya satu orang) terletak pada asal sanad. Asal sanad adalah ujung sanad yaitu seorang sahabat.”
Shahabat dinamakan asal sanad, karena merupakan sumber utama dalam matarantai hadits. Jika sebuah hadits diriwayatkan itu hanya dari satu orang shahabat, maka termasuk gharib mutlaq. Contoh hadits Nabi Saw. :
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِاالنِّيَاتِ وَإِنَّمَا لِكُلٍّ امْرِئٍ مَا نَوَى
Hadits diatas diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Khattab langsung dari Nabi saw., dan dari Umar diriwayatkan oleh Alqamah bin Waqqash Al-Laitsi, kemudian Muhammad bin Ibrahim, kemudian Yahya bin Sa’id Al-Khudri. Dengan demikian hadits ini dikatakan Hadits Gharib Mutlak, karena hanya sahabat Umar bin Khattab yang meriwayatkannya, tidak ada sumber lain kecuali dari beliau.
2)Gharib Nisby (Relatif), yaitu :
مَا كَانَتِ الْغَرَبَةُ فِي أَثْنَاءِ سَنَدِهِ
“Hadits yang terjadi gharabah (perawinya satu orang) ditengah sanad.”
Misalkan hadits yang diriwayatkan Anas r.a :
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِّيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ مَكَّةَ وَعَلَى رَأْسِهِ الْمِغْفَرِ
“Dari Anas r.a bahwa Nabi Saw masuk ke kota Makkah diatas kepalanya mengenakan igal.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits tersebut dikalangan tabi’in hanya Malik yang meriwayatkannya dari Az-Zuhri. Boleh jadi pada awal sanad dan akhir sanad lebih dari satu orang, namun ditengah-tengahnya terjadi kesendirian, artinya hanya seorang saja yang meriwayatkannya. Gharabah Nisbi ini terbagi menjadi 3 macam, yakni sebagai berikut :
a)Muqayyad bi ats-tsiqah
Ke-gharib-an perawi hadits dibatasi pada sifat ke-tsiqah-an (kepercayaan) seorang atau beberapa orang perawi saja, misalnya:
عَنْ اَبِي وَاقِدٍ اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ ق فِي الْأَضْحَى وَالْفِطْرى
“Dari Abu Waqid bahwa Nabi Saw membaca surah Qaf dan Iqtarabat As-Sa’ah pada shalat Idul adha dan Idul Fitri.”
Hadits diatas hanya diriwayatkan oleh Dhamrah bin Sa’id secara gharabah (sendirian) dari Ubaidillah bin Abdullah dari Abu Waqid. Dikalangan para perawi yang tsiqah tidak ada yang meriwayatkannya selain dia.
b)Muqayyad bil al-balad
Disebut sedemikian rupa karena suatu hadits diriwayatkan oleh penduduk tertentu ysedang penduduk lain tidak meriwayatkannya. Misalkan hadis yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang berasal dari Basrah saja :
أُمِرْنَا أَنْ نَقْرَأُ بِفَا تِحَةِ الْكِتَابِ وَمَا تَيَسَّرَ
“Kami diperintahkan agar membaca Al-Fatihah dan surah yang mudah dari Al-Qur’an.”
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ath-Thayalisi dari Hamman dari Abu Qatadah dari Abu Nadhrah dari Abu Sa’id yang mana mereka adalah penduduk yang berasal dari Basrah.
c)Muqayyad al-rawi
Maksudnya adalah bahwa periwayatan suatu hadits dibatasi dengan perawi hadits tertentu, misalnya hadits dari Sufyan bin Uyaynah dari Wa’il bin Dawud dari putranya Bakar bin Wa’il dari Az-Zuhri dari Anas, bahwa:
اَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ لَمْ عَلَى صَفِيَّةَ بِسَوِيْقٍ وَتَمْرٍ
Hadits diatas diriwayatkan oleh Abu Dawud, At Tirmidzi, An Nasa’i dan Ibnu Majah. Tidak ada yang meriwayatkannya dari Bakar selain Wa’il dan tidak ada yang meriwayatkannya dari Wa’il kecuali Ibnu Uyaynah.
- Kedudukan Hadits Ahad
Pertama, menunjukkan dugaan kuat (zhann), yaitu dugaan terkuat akan keabsahan penisbatan hadits tersebut kepada orang yang menjadi sumber penukilan. Hal itu berbeda-beda sesuai dengan derajatnya. Hadits ahad bisa juga memberikan faedah ilmu (yaqiin) jika memiliki berbagai indikasi (qaraa’in) yang menguatkan hal itu dan dikuatkan oleh dalil pokok (yaitu Al-Qur’an atau hadits shahih).
Kedua, mengamalkan kandungannya, yaitu dengan membenarkannya jika berupa berita dan menerapkannya (melaksanakannya) jika berupa tuntutan.
d.Kriteria Hadits Ahad
Adapun yang berkaitan dengan perawi hadits (sanad) adalah bahwa mereka harus adil, dhabit, paham dengan hadits yang disampaikan, melakukan apa yang telah diriwayatkannya, menyampaikan hadits dengan huruf-hurufnya, serta mengetahui perubahan makna hadits dari lafal hadits yang sebenarnya. Sedangkan persyaratan yang berkaitan dengan substansi hadits, yakni: (1).Sanadnya bersambung dengan Rasulullah. (2) Terhindar dari Syuzuz (kejanggalan-kejanggalan) dan ‘Illat (cacat). (3)Tidak bertentangan dengan as-Sunnah al-Masyhurah serta tidak bertentangan dengan prilaku sahabat dan tabi’in. (4). Hadits tersebut tidak dicela oleh ulama’ salaf. (5).Tidak terdapat penambahan dalam sanad dan matannya.
e.Korelasi hadits ahad dengan kualitas hadits
Pembagian hadits ahad yang dibedakan menjadi masyhur, ‘aziz dan gharib tidak bertentangan dengan pembagian hadits ahad pada shahih, hasan dan dha’if. Sebab pembagian hadits ahad pada 3 macam tersebut, bukan bertujuan untuk menentukan diterima dan ditolaknya suatu hadits, tetapi bertujuan untuk mengetahui banyak sedikitnya sanad. Sedangkan pembagian hadits ahad pada shahih, hasan dan dha’if adalah bertujuan untuk menentukan dapat diterima atau ditolaknya suatu hadits. Dengan demikian hadits ahad ini ada yang berkualitas shahih, hasan dan dha’if. Maka dari itu, tidak setiap hadits ahad berkualitas dha’if. Adakalanya berkualitas shahih, apabila memenuhi syarat-syarat yang dapat diterima dan tidak bertentangan dengan hadits-hadits terdahulu. Hanya saja, pada umumnya, apabila ada hadits ahad berkedudukan shahih itu sangat jarang bahkan sangat sedikit jumlahnya.
f.Kitab-kitab yang membahas tentang hadits ahad
- Kitab yang mengfhimpun hadits masyhur antara laian (1) Al-Maqasid al-Hasanah fi ma Isytahara ‘ala al-Alsinah, karya As-Sakhawi. (2).Kasyf Al-Khafa’ wa Muzill al-Ibbas fi ma Isytahara min al-Hadits ‘ala Alsinah an-Nas, karya Al-Ajaluni. (3).Tamyiz Ath-Thayyib min Al-Khabits fi ma Yadur ‘ala Alsinah An-Nas min Al Hadits, karya Ibnu ad-Daiba Asy-Syaibani.
- Kitab-kitab yang hadits Gharib, yakni antara lain (1) .Athraf al-Gharaib wa Al-Afrad, karya Muhammad bin Thahir Al-Maqsidi. (2).Al-Afrad, karya Ad-Daruquthni, (3).Al-Hadits ash-Shihah wa al-Gharaib, karya Yusuf bin Abdurrahman Al-Mizzi Asy-Syafi’i. (4).Musnad al-Bazzar. (5).Al-Mu’jam Al-Awsath, karya Ath-Thabarani.
[1] shahih al-Bukhari, I h.24, no.14