HADITS DARI MASA KE MASA SERI 01
Hadits dari Masa ke Masa
Secara ringkas perkembangan sunnah dapat disusun atas tujuh priode sebagai berikut.
Priode pertama, ialah: masa wahyu dan pembentukan hukum serta dasar-dasarnya dari permulaan Nabi diangkat hingga beliau wafat pada tahun 11 H. (berlangsung dari tahun 13 Sebelum Hijrah hingga tahun 11 H). Pada priode ini, sunnah masih belum tercatat secara melembaga, melainkan baru pribadi-pribadi. Shahabat, rata-rata dilarang untuk menuliskan sunnah, selain al-Qur`ân. Hanya sebagian kecil dari shahabat yang diperkenankan Rasul untuk menulis as-sunnah selain al-Qur`ân. Para shahâbat dalam meriwayatkan sunnah, ada yang langsung mendengar dari Rasul, ada pula melalui perantara. Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan mereka. Para shahabat yang sehari-harinya bergaul langsung dengan Rasul, tentu tidak melalui perantara, seperti para Istri Rasul, Abu Hurairah, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar. Lain halnya dengan shahabat Nabi yang bertugas di luar Madinah. Namun pada dasarnya para shahabat itu semangat sekali mengikuti apa yang diucapkan, diperbuat dan dikehendaki Rasul.
Priode kedua, ialah: masa membatasi riwayat, masa al-khulafâ al-Râsyidûn (12 H – 40 H). Pada priode ini, rawi shahabi tidak bertambah lagi, karena Rasul telah wafat. Tentu saja sejak priode ini sunnah tidak bertambah. Para rawi saat ini dibatasi, karena khawatir bercampur dengan al-Qur`ân. Saat ini kaum muslimin, terutama sejak kekhalifahan Umar Bin khaththab disibukan oleh usaha pembukuan al-Qur`ân.
Priode ketiga, ialah: masa berkembang riwayat dan perlawatan dari kota ke kota untuk mencari hadits, yaitu masa shahabat kecil dan tabi’in besar (41 H – akhir abad pertama Hijriyah ).
Priode keempat, ialah: masa pembukuan hadits (dari permulaan abad kedua Hijriyah hingga akhirnya).
Priode kelima, ialah: masa mentashihkan hadits dan menyaringnya (awal abad ketiga, hingga akhirnya).
Priode keenam, ialah: masa menepis kitab-kitab hadits dan menyusun kitab-kitab jami’ yang khusus; (dari awal abad keempat hingga jatuhnya Baghdad tahun 656 H.).
Priode ketujuh, ialah: masa membuat syarah, membuat kitab-kitab takhrij, mengumpulkan hadits-hadits hukum dan membuat kitab-kitab jami’ yang umum serta membahas hadits-hadits (656 H hingga dewasa ini).
- Perkembangan al-Hadîtis masa Rasûl SAW
- Hadits yang menjelaskan sejarah wahyu pertama disampaikan lagi oleh Rasul pada A’isyah
Wahyu turun pertama kali adalah ketika Rasul berusia 40 tahun, yang saat itu Siti Khadijah isteri beliau satu-satunya. Kemudian setalah wafat Siti Khadijah, beliau nikah dengan Sudah, kemudian ‘Aisyah. Pengalaman Rasul menerima wahyu pertama disampaikan kepada ‘Aisyah, dan diceritakan lagi oleh ‘Aisyah dalam hadits sebagai berikut:
عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ أَنَّهَا قَالَتْ أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ فَكَانَ لَا يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ ثُمَّ حُبِّبَ إِلَيْهِ الْخَلَاءُ وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ وَهُوَ التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ اقْرَأْ قَالَ مَا أَنَا بِقَارِئٍ قَالَ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّالِثَةَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ فَرَجَعَ بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُفُ فُؤَادُهُ فَدَخَلَ عَلَى خَدِيجَةَ بِنْتِ خُوَيْلِدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقَالَ زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ فَقَالَ لِخَدِيجَةَ وَأَخْبَرَهَا الْخَبَرَ لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي فَقَالَتْ خَدِيجَةُ كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ فَانْطَلَقَتْ بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى ابْنَ عَمِّ خَدِيجَةَ وَكَانَ امْرَأً قَدْ تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعِبْرَانِيَّ فَيَكْتُبُ مِنْ الْإِنْجِيلِ بِالْعِبْرَانِيَّةِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكْتُبَ وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ فَقَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ يَا ابْنَ عَمِّ اسْمَعْ مِنْ ابْنِ أَخِيكَ فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ يَا ابْنَ أَخِي مَاذَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَبَرَ مَا رَأَى فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي نَزَّلَ اللَّهُ عَلَى مُوسَى يَا لَيْتَنِي فِيهَا جَذَعًا لَيْتَنِي أَكُونُ حَيًّا إِذْ يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَمُخْرِجِيَّ هُمْ قَالَ نَعَمْ لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ بِهِ إِلَّا عُودِيَ وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْيُ
Diriwayatkan dari ‘A`isyah Radlia Allâhhu ‘anhu[1] isteri Nabi s.a.w katanya: Diceritakan bahwa: Permulaan turun wahyu pada Rasûl ullah s.a.w terjadi dalam bentuk mimpi yang benar. Beliau mendapati mimpi tersebut sebagaimana munculnya keheningan fajar subuh. Beliau suka menyepi sendirian di gua Hira’. Di sana menghabiskan beberapa malam untuk beribadat dengan mendekatkan diri kepada Allâh s.w.t sebelum kembali ke keluarganya. Untuk tujuan tersebut Beliau membawa sedikit perbekalan. Setelah beberapa hari berada di sana beliau pulang kepada Khadijah, mengambil perbekalan untuk beberapa malam. Keadaan ini terus berjalan, sehingga beliau didatangi wahyu ketika di gua Hira’. Wahyu tersebut disampaikan oleh Malaikat Jibril alaihi al-Salam[2] dengan berkata: إقرأْ Bacalah wahai Muhammad! Beliau bersabda: Aku tidak pandai membaca. Rasûl ullah s.a.w bersabda: Malaikat kemudian memegang aku lalu memelukku erat-erat sehingga aku kembali pulih dari ketakutan. Kemudian Malaikat melepasku dengan berkata: Bacalah wahai Muhammad! Beliau sekali lagi bersabda: Aku tidak pandai membaca. Rasûl ullah s.a.w bersabda: Malaikat kemudiannya memegang aku buat kedua kalinya, lalu memelukku erat-erat sehingga aku kembali pulih dari ketakutan. Malaikat seterusnya melepasku dengan berkata: Bacalah wahai Muhammad! Beliau bersabda: Aku tidak pandai membaca. Rasûl ullah s.a.w bersabda: Malaikat kemudian memegangku untuk ketiga kalinya serta memelukku erat-erat sehingga aku kembali pulih dari ketakutan. Kemudian Malaikat melepaskan aku dan membaca firman Allâhاقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ () خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ () اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ () الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ () عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ ()Setelah itu beliau pulang dalam keadaan ketakutan ke pangkuan Saidatina Khadijah, beliau berkata: Selimutlah aku! Selimutilah aku. Lalu Khadijah menyelimutinya hingga hilang rasa gementar dari dirinya. Beliau kemudian bersabda kepada Khadijah: Wahai Khadijah! Apakah yang telah berlaku kepadaku؟ Beliau pun menceritakan seluruh peristiwa yang berlaku. Beliau bersabda lagi: Aku benar-benar bimbang. Khadijah terus menghibur beliau dengan berkata: Janganlah begitu, bergembiralah! Demi Allâh, Allâh tidak akan mengkhianatimu, selama-lamanya. Demi Allâh! Sesungguhnya, engkau telah menyambung tali persaudaraan, berkata benar, memikul beban orang lain, suka mengusahakan sesuatu yang tidak ada, memuliakan tetamu dan sentiasa membela kebenaran. Khadijah pergi sesaat dan kembali menemui beliau dengan membawa Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul Uzza, sepupu Khadijah. Dia pernah menjadi Nasrani pada zaman Jahiliah. Dia suka menulis dengan tulisan Arab dan cukup banyak menulis kitab Injil dalam tulisan Arab. Ketika itu dia telah tua dan buta. Khadijah berkata kepadanya: Wahai paman! Dengarlah cerita anak saudaramu ini. Waraqah bin Naufal berkata: Wahai anak saudaraku! Apakah yang telah terjadi? Rasûl ullah s.a.w menceritakan semua peristiwa yang beliau telah alami. Mendengar peristiwa itu, Waraqah berkata: Ini adalah undang-undang yang suatu ketika dahulu pernah diturunkan kepada Nabi Musa a.s. Alangkah baik sekiranya aku masih muda di saat-saat engkau diangkat menjadi Nabi. Juga alangkah baik kiranya aku masih hidup di saat-saat engkau diusir oleh kaummu. Lalu Rasûl ullah s.a.w menegaskan: Apakah mereka akan mengusirku? Waraqah menjawab: Begitulah, setiap Nabi yang diutus membawa tugas sepertimu, pasti akan dimusuhi. Seandainya aku masih hidup di zamanmu, niscaya aku tetap menjadi pembelamu. Waraqah tidak lama dari saat itu wafat, dan wahyu pun tidak turun beberapa waktu. Muttafaq ‘alayh [3]
Al-Hadîts ini mengisyaratkan (1) Nabi Muhammad SAW suka bertahannus (menyendiri untuk beribadah kepada Allâh) di goa Hira, sebelum diangkkat menjadi Rasûl , (2) wahyu pertama diturunkan adalah surat al-Alaq ayat 1-5 yang memerintah untuk membaca, (3) Nabi Muhammad SAW pada saat itu, tidak pandai membaca, (4) Nabi merasa kaget tatkala kedatangan Jibril yang tiba-tiba menyuruh membaca, (5) Waraqah Bin Naufal sudah meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah seorang Rasûl , (6) setiap ada Rasûl yang diutus, di samping banyak pengikutnya, juga pasti ada penentangnya, (7) peranan istri sangat penting dalam melangsungkan perjuagan risâlah, (8) dengan adanya perintah membaca, ketika Rasûl ullah menyepi, mengandung berbagai makna yang perlu penelaahan lebih jauh.
[1] radliya Allâhu anhu :semoga Allah meridoinya selanjutnya ditulis : r.a).
[2] dibaca: alaihisslam (selanjutnya ditulis: a.s.)عليه السلام berarti “semoga keselamatan dicurahkan kepadanya”.
[3] Muttafaq alayh (disepakati kesahihannya oleh Bukhari dan Muslim), Shahih Bukhari, I, h. 3/ Shahih Muslim, I h. 140 / kitab al-Bayan, hadits ke 96, / kitab al-Taj, jilid IV h. 253-254, /Mukhtashar Ibn Katsir, III, h. 656/