HADITS SHAHIH DAN MACAMNYA
- Hadis Shahih
- Pengertian dan syarat-syarat hadits shahih
Ibnu shalah mengemukakan definisi hadis shahih, yaitu:
فهو الحديث المسند، الذي يتصل إسناده بنقل العدل الضابط عن العدل الضابط إلى منتهاه، ولا يكون شإذا، ولا معللاً.
“Hadis shahih ialah hadis yang matarantainya bersambungan melalui periwayatan orang yang adil lagi dhabit dari orang yang adil lagi dhabit pula, sampai ujungnya, tidak syaz (janggal) dan tidak mu’allal (terkena illat tidak cacat). [1]
Ajjaj al-Khatib memberikan definisi hadis shahih, yaitu:
“Hadis yang bersambungan sanadnya melalui periwayatan perawi tsiqah dari perawi lain yang tsiqah pula sejak awal sampai ujungnya (rasulullah saw) tanpa syuzuz tanpa illat”
Dengan demikian sebuah hadis dapat disebut sebagai hadis shahih, bila memenuhi syarat: (a). muttashil sanadnya, yaitu mata rantainya sambung menyambung tidak terputus dari Rasul SAW, shahabat, tabi’in hingga yang mengeluarkannya. (b)para rawi atau orang yang meriwayatkannya bersifat adil tidak tercela akahlaqnya jujur dalam meriwayatkannya tidak pernah membuat kebohongan dalam mengutip hadits. (c) dlabith yaitu kuat hafalannya, cerdas bukan pelupa. (d) bebas dari syadz yaitu tidak janggal baik dalam kesehariannya maupun dalam meriwayatkan hadits, sehingga dapat dipercaya. (e) terbebas dari cacat atau sifat sikap dan ucapnya bersih dari kecacatan.[2]
- Macam-macam Hadis Shahih
Para ulama hadis membagi hadis shahih menjadi dua macam:
- Shahih li Dzatihi, yaitu hadis yang memenuhi semua syarat-syarat atau sifat-sifat hadis maqbul (dapat diterima secara mandiri) secara sempurna. Dinamakan “shahih li Dzatihi” karena telah memenuhi semua syarat shahih, dan tidak butuh dengan riwayat yang lain untuk sampai pada puncak keshahihan. Keshahihannya telah tercapai dengan sendirinya. Contoh:
حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ السَّخْتِيَانِيُّ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يُونُسُ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ أَخْبَرَنِي سَالِمٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ فِي مَالِ سَيِّدِهِ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Basyr bin Muhammad al-Sahtiyani telah menyampaikan hadits pada kami. Abd Allah telah mangabarkan pada kami. Yunus telah mengabarkan pada kami dari al-Zuhri yang mengatakan, Salim mengabarkan padaku dari Ibn Umar r.a yang mengatakan : Saya mendengar Rasul SAW bersabda: kalian semua adalah pemimpin yang bakal bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Imam adalah pemimpin yang bertanggung jawab tentang yang dipimpinnya. Laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya yang dimintai tanggung jawab tentang kepemimpinnanya. Perempuan adalah pemimpin dalam rumah tangga suaminya yang dimintai tanggungjawab tentang kepemimpinannya. Asisten rumah tangga juga pemipin dalam mengelola kekayaan majikannya, yang dimintai tanggung jawab tentang kepemimpinnya. Hr. al-Bukhari.[3]
Hadis yang diriwayatkan dari Ibn Umar diatas, adalah salah satu hadis shahih ditinjau dari segala segi. Matarantai hadits ini sambung menyambung dari Rasul yang bersabda didengar langsung oleh shhabat yang bernama Abd Allah bin Umar, kemudian ke Salim, yang menyampaikanna pada al-Zuhri. Dari beliau disampaikan kepada Yunus, kemudian ke Abdullah, kemudian ke Basyr bin Muhammad, sampai kepada imam al-Bukhari. Jadi matarantai dari rasul ke al-Bukhari itu sambung menyambang. Semua tokoh yang menjadi matarantai hadits ini adalah orang-orang yang sangat dipercaya, adil, cerdas, jujur tidak cacat dan tidak ada kejanggalan. Tanpa hadits lainnya yang mendukungnya juga sudah dianggap shahih.
- Shahih li ghairihi, yaitu hadis yang derajatnya menjadi hadits shahih karena dikuatkan dengan hadits riwayat lain yang mata rantainya berbeda dan memeliki derajat shahih. Jika tidak dikuatkan oleh hadits lainnya, maka derajatnya hanya hasan. Tegasnya hadits shahih lighairihi adalah hasan li dzatihi,yang diriwayatkan melalui sanad yang lain yang sama atau lebih kuat darinya. Dinamakan hadis shahih li ghairihi karena predikat keshahihannya diraih melalui adanya hadits lain yang menguatkan atau sanad pendukung yang lain.
- Kehujjahan Hadis Shahih.
Jika suatu hadits telah diteliti dan nyata secara fkata sebagai hadits shahih, maka berarti benar-benar dari Rasul SAW. Kalau sudah jelas dari Rasul SAW maka hukumnya wajib ditaati, dan tidak boleh ditolak. Mengenai kehujjahan hadis shahih, dikalangan ulama tidak ada perbedaan tentang kekuatan hukumnya, terutama dalam menentukan halal dan haram (status hukum) sesuatu. Hal ini didasarkan pada firman Allah, (Q.S al-Hasyr : 7) : وَمَا آَتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ”Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
Banyak ulama yang menghimpun hadits yang dianggap shahih dalam suatu kitab seperti shahih al-Bukhari, shahih Musli, Shahih Ibn Hibban, Shahih Ibn Khuzaimah. Yang dimaksud hadits shahih dalam kita tersebut adalah yang telah dianggap shahih oleh penulisnya. Contohnya Shahih Ibn Hibban jelas merupakan kumpulan hadits yang dianggap shahih oleh Ibn Hibban. Boleh jadi setelah diteliti oleh ulama lain, ternyata tidak termasuk shahih. Demikian pula bila ada ulama yang mengumpulkan hadits tidak shahih, boleh jadi setelah diteliti oleh fihak lain termasuk shahih. Hadits akan menjadi dasar hukum yang tidak diragukan lagi keshahihkanya bila disepakati mayoriotas ulama sebagai hadits shahih. Contohnya shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim, ternyata setelah diteliti oleh berbagai ulama dari berbagai keahlian, tetap disimpulkan bahwa semua hadits yang dihimpun oleh kedua imam tersebut adalah benar-benar shahih. Beeda lagi dengan Shaih Ibn Hibban dan Shahih Ibn Khuzaimah, walau telah diteliti oleh penulisnya sebagfai hadits shahih, tapi terdapat pula yang dianggap tidak shahih oleh ulama lain. Contohnya hadits tentang pembagian bulan ramadlan yang berbunyi أول شهر رمضان رحمة وأوسطه مغفرة وآخره عتق من النار (awal bulan ramadlan adalah rahmat, pertengahannya adalah maghfirah, dan akhir bulan nya adalah pembebasan dari neraka).[4] Hadits ini oleh Ibn Khuzaimah dimasukkan pada kitab shahih yang belaiau susun. Dengan kata lain menurut pandangan beliau hadits ini adalah shahih. Namun menurut ulama hadits lain, seperti al-Uqaili, Ibn Addi, dan al-dzahabi, hadits tersebut adalah dla’if, tidak bisa dijadikan dasar hokum.[5]
- Tingkatan Hadits Shahih
Perlu diketahui bahwa martabat hadis shahih itu tergantung tinggi dan rendahnya kepada ke-dhabith-an dan ke’adilan para râwiy (periwayat)-nya. Berdasarkan martabat seperti ini, ulama hadits membagi tingkatan sanad menjadi tiga yaitu: (1) ashah al-asânîd yaitu rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya. seperti periwayatan sanad dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’ maulâ (مولى = budak yang telah dimerdekakan) dari Ibnu Umar. (2) ashah al-asânîd (أصح الأسانيد), yaitu rangkaian sanad hadis yang yang tingkatannya di bawah tingkat pertama di atas. Seperti periwayatan sanad dari Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas. (3) adh’af al-asânîd (أضعف الأسانيد), yaitu rangkaian sanad hadis yang tingkatannya lebih rendah dari tingkatan kedua. seperti periwayatan Suhail bin Abu Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.
Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi tujuh tingkatan, yang secara berurutan sebagai berikut: (1) Hadis yang disepakati oleh al-Bukhari dan muslim (muttafaq ‘alaih متفق عليه), (2) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari saja, (3) Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja, (4) Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan al-Bukhari dan Muslim, (5) Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan al-Bukhari saja, (6) Hadis yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja, (7) Hadis yang dinilai shahih menurut ulama hadis selain al-Bukhari dan Muslim dan tidak mengikuti persyaratan keduanya, seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.
Kitab-kitab hadis yang menghimpun hadis shahih secara berurutan sebagai berikut: (a) Shahih al-Bukhari (w.250 H). (b) Shahih Muslim (w. 261 H). (c) Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H). (d) Shahih Ibnu Hiban (w. 354 H). (e) Mustadrak al-hakim (w. 405). (f) Shahih Ibn as-Sakan. (g) Shahih al-Albani.
[1] muqaddimah Ibn Shalah, juz I h.1
[2] al-Jurjani, al-Mukhtashar fi Ushul al-Hadits, Juz I h.1
[3] shahih al-Bukhari, juz IX h.279 no.2546
[4] Shahih Ibn Khuzaimah, juz VII h.115
[5] al-Silslilah al-Dla’ifah, juz IV h.68