HASAN DENGAN INFAQ, MENAHAN MARAH DAN MEMAAFKAN MANUSIA (Kajian tafsir ali-Imran:134) bagian pertama
IHSAN DENGAN INFAQ, MENAHAN MARAH DAN MEMAAFKAN MANUSIA
(Kajian tafsir ali-Imran:134) bagian pertama
A. Teks Ayat dan Tarjamah
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
B. Kaitan dengan Ayat Sebelumnya
1. Jika ayat 133 difahami sebagai seruan meraih maghfirah, maka ayat berikut ini merupakan langkah yang mesti ditempuh untuka mendapatkannya.
2. Jika ayat 133 difahami sebagai jaminan surga bagi orang yang bertaqwa, maka ayat 134 ini merupakan penjelasan tentang sifat orang yang bertaqwa itu.
C. Tafsir Kalimat
1. الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,
Menurut Abu al-Su’ud, awal ayat ini bisa berfungsi sebegai penjelas dari al-Muttaqin, menerangkan sifat orang yang bertaqwa yang mendapat jaminan surga.[1] Namun bisa juga sebagai awal pembicaraan sifat orang yang disebutkan pada kelanjutannya. Bahkan bisa juga difahami sebagai penjelasan tentang sifat ihsan yang disebutkan pada pengunci ayat. Orang yang bertaqwa memiliki sifat yang baik, bukan hanya terhadap Allah SWT dengan banyak beribadah ritual, tapi juga dalam sosial, bukan hanya ibadah badaniah tapi juga dengan harta yang bersifat maliah. Dalam ayat ini ditegaskan bahwa mereka berinfak di jalan Allah, baik di kala sempit maupun luas, di kala suka maupun duka. Al-Baidlawi menerangkan bahwa فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ mengandung arti sepanjang hayat, karena manusia tidak pernah lepas dari kedua hal antara suka dan duka, antara kelapangan dan kesempitan.[2] Namun tentu saja infaq yang dikeluarkan juga mengikuti kondisi, besar tatkala kaya, infaq kecil tatkala kekurangan. Jangan malas infaq tatkala leluasa, jangan malu infaq yang kecil tatkala kekurangan. Nilai infaq sangat dipengaruhi oleh keikhlasan. Adapun jumlahnya bukan ditentukan oleh berapa nominal, tapi berepa prosen dari apa yang dimiliki. Dengan demikian, orang kaya maupun miskin, pasti mampu berinfaq. Infaq secara pengertian umum, merupakan istilah untuk penggunaan harta, baik yang terpuji maupun tercela. Namun seorang mu’min tidak akan mengnfakkan hartanya kecuali untuk yang terpuji. Infaq yang terpuji ada yang hukumnya wajib seperti zakat, kafarat, diyat, nadzar, fidyah dan hadyu. Ada pula yang hukumnya tathawu seperti sedekah, qurban, aqiqah hibbah. Salah satu manifestasi ihsan dan taqwa adala rela berinfaq baik yang wajib ataupun yang tathawwu, baik di kala lapng banyak harta maupun di kala sempit kekuarangan harta.
2. وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ dan orang-orang yang menahan amarahnya
Al-kazhimin ialah orang yang menahan amarah tatkala melihat orang yang kurang disenangi, padahal dia memiliki kekuasaan untuk memarahinya. Rasul SAW bersabda:
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ يَسْتَطِيعُ أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ فِي أَيِّ الْحُورِ شَاءَ
Barangsiapa yang menahan amarah, padahal dia memiliki kekuatan untuk memarahinya, maka Allah akan memanggilnya di hari kiamat sebagai pembesar makhluq sehingga dipilihkan baginya para bidarari yang diinginkannya. Hr. Ahmad, Abu Daud dan al-Turmidzi.[3] Menurut Nashiruddin al-Bani, kualitas hadits ini sebagai hadits hasan.
Jadi yang memiliki derajat tinggi itu menahan marah tatkala mampu memarahinya. Kalau menahan marah, karena tidak bisa marah, bukanlah sesuatu yang diunggulkan. Menahan amarah lebih mengarah pada pengendalian diri dalam berucap, sikap dan tindakan. Rasul SAW bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
Orang kuat, bukanlah yang berani bertindak pada manusia hinga bikin orang lain takut, tapi yang kuat adalah yang mampu mengendalikian dirinya tatkala marah. Hr.al-Bukhari dan Muslim.[4]
a.Manfaat menahan marah
Menahan marah, bukan hanya bermanfaat untuk kesehatan ruhani, tapi juga untuk penyehetan jasmani. Ketika marah, detak jantung meningkat melebihi batas wajar, dan menyebabkan naiknya tekanan darah pada pembuluh nadi, dan oleh karenanya memperbesar kemungkinan terkena serangan jantung.
Penyakit bukan cuma timbul gara-gara makanan, tetapi juga perilaku dan tindakan seseorang. Mudah dan suka marah-marah, ternyata ada bahayanya bagi kesehatan. Marah … Adalah suatu sifat yang terdapat pada diri setiap manusia. Tiada manusia yang tidak mempunyai sifat marah. Yang membedakan antara satu dengan yang lainnya adalah bagaimana cara meredam amarah itu sendiri. Beruntunglah orang yang dapat menahan amarahnya, dan orang itu mendapatkan gelar sebagai orang yang sabar. Alangkah ruginya jika seseorang tidak kuasa atau dikuasai oleh amarahnya, tentu saja akan berdampak buruk bagi dirinya maupun orang lain. Ada manfaat yang sangat besar apabila kita dapat menahan marah. Tidak saja manfaat bagi fisik dan kesehatan, tetapi juga manfaat bagi rohani dan keagamaan yang bersifat islami.
Manfaat fisik dan kesehatan dari menahan marah dapat berupa terhindarnya kita dari hormon noradrenalin. Hormon noradrenalin adalah senyawa beracun yang bersama-sama hormon adrenalin (hormon yang timbul akibat kecemasan dan ketakutan yang teramat sangat) dapat memicu terjadinya penyempitan pembuluh darah dan bahkan dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Biasanya orang yang takut dan marah dadanya akan tersa sesak dan nafasnya tersengal-sengat. Itu semua merupakan akibat munculnya dua hormon tersebut.
Maka apabila kita berhasil menahan marah, berarti kita telah menjauhkan diri dari salah satu faktor penyebab penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah. Dan berarti juga kita telah mengeliminir salah satu sebab gagal jantung dan penyakit stroke.
b.Bahaya Marah yang tidak ditahan
Marah jika tidak ditahan atau tidak dikendalikan sangat berbahaya baik bagi dirinya maupun orang lain. Bahkan bisa menimbulkan krusakan jasmani dan rohani. Gara-gara marah, orang lain bisa dicelakakan, bisa juga barang-barang sekitar menjadi rusak yang menimbulkan penyesalan akhirnya. Bahaya marah bagi kesehatan, utamanya menyebabkan penyakit?. Marah adalah virus nya jiwa, bukan virusnya raga. Namun, dampaknya juga berbahaya bagi raga, tubuh akan tidak sehat ketika sesorang lebih suka marah daripada menahannya.
Marah, yang ciri-cirinya adalah ketegangan, dengan disertai dengan raut wajah yang seram dan tak sehat, mata melotot, dan suara yang keras lagi kasar. Marah adalah virus yang hanya dapat diobati dengan mengalihkan marah itu pada hal yang positif. Itulah mungkian salah satu maknanya mengapa Rasul SAW melarang marah. Diriwiayatkan dari Abi Hurairah
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مُرْنِي بِأَمْرٍ قَالَ لَا تَغْضَبْ قَالَ فَمَرَّ أَوْ فَذَهَبَ ثُمَّ رَجَعَ قَالَ مُرْنِي بِأَمْرٍ قَالَ لَا تَغْضَبْ قَالَ فَرَدَّدَ مِرَارًا كُلُّ ذَلِكَ يَرْجِعُ فَيَقُولُ لَا تَغْضَبْ
Seorang laki-laki menghadap Rasul mengatakan”perintahlah aku dengan satu perintah. Rasul SAW bersabda: Janganlah kamu marah. Kemudian laki-laki itu pergi. Kmudian kembali dan mengatakan perintahlah aku! Rasul SAW bersabda: Janganlah kamu marah! Laki-laki itu bolak balik, dan setiap dia minta perintah, maka Rasul bersabda لَا تَغْضَبْ jangan marah. Hr. Ahmad dan al-Tirmidzi.[5]
Rasul SAW memberi perintah pada shabatnya suka disesuaikan dengan karakter yang diperintah, demi menyelamatkannya. Mungkin orang tersebut punya sifat pemarah, maka untuk keselamatnnya, Rasul SAW menasihati agar dia jangan marah. Marah bila terus menerus dipelaihara sangatlah berbahaya. Mengapa marah sangat berbahaya bagi kesehatan?. Marah muncul ketika darah dalam hati bergejolak tinggi, dan menyebar ke urat-urat nadi, sehingga gejolak darah yang cepat menimbulkan suatu ketegangan pada otot-otot. Akibat yang ditimbulkan oleh marah antara lain:
(1). Hipertensi
Hipertensi disebut juga dengan darah tinggi. Darah tinggi sering terjadi karena kemarahan tingkat tinggi. Hipertensi dapat menyebabkan stroke, serangan jantung dan gagal ginjal. Bahaya sekali penyakit-penyakit seperti itu, akibat dari marah yang akan bercabang pada penyakit-penyakit lain yang membahayakan.
(2). Lemahnya Tubuh
Marah yang dapat membuat otot menjadi tegang, akan menimbulkan kelelahan tubuh. Marah semenit saja seperti 4 jam bekerja. Karena akibat dari marah, kelelahan akan terjadi dan menimbulkan metabolisme tubuh menurun. Jika metabolisme menurun, tentu saja penyakit dari luar akan mudah memasuki tubuh.
(3). Lemah Otak
Marah selain berakibat hipertensi dan lemahnya tubuh, juga dapat melemahkan otak yang menyebabkan fungsi dari otak akan menurun drastis. Mengapa hal itu terjadi? Ketika marah, darah dalam otak berkurang, darah lebih banyak mengalir pada otot-otot besar, sehingga darah sebagai suatu yang penting dalam otak akan berkurang. Darah yang sebagai asupan oksigen ke otak akan berkurang, sehingga orang yang marah tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat mengontrol sebuah tindakan, dan tindakan yang tak terkontrol akan merugikan diri sendiri dan orang lain. Marah berdampak sangat bahaya bagi jiwa dan raga bahkan berbahaya bagi orang lain dan lingkungan.
Perlu diketahui juga bahwa bila gagal dalam menahan marah akan berakibat dan beresiko pada : (1). perbuatan atau tindakan yang tak terkontrol karena kehilangan kesadaran normal. (2). dikucilkan atau dijauhi orang lain. (3). menghilangkan keharmonisan hubungan social. (4). mempengaruhi syaraf di otak. (5). rusak dan hancurnya harta benda. (6). membuka pintu bagi syetan untuk mempengaruhi tindakannya.
c. Pentingnya menahan marah
Kemarahan, kalau tidak dikelola dengan hati-hati memang bisa kebablasan. Makanya, kemarahan itu tak patut diumbar. Kita hanya boleh marah secara wajar. Seperti kata Aristoteles, “Siapa pun bisa marah. Marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat, dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar, dan dengan cara yang baik, bukanlah hal mudah.”
Melampiaskan amarah terkadang dianggap sebagai salah satu cara mengatasi amarah. Katanya, bisa membuat orang yang marah merasa lebih baik dan nyaman. Anggapan ini jelas keliru. Pasalnya, berbagai penelitian mengisyaratkan bahwa melampiaskan amarah tidak ada atau sedikit sekali hubungannya dengan meredakannya, meskipun terasa memuaskan.
Daniel Goleman, dalam bukunya yang sangat populer: Emotional Intelligence , mengutip hasil riset Diane Tice, seorang ahli psikologi pada Case Western Research University, yang menemukan bahwa melampiaskan amarah merupakan salah satu cara terburuk untuk meredakannya. Dikatakan dalam buku itu, ledakan amarah biasanya memompa perangsangan otak emosional. Akibatnya, orang justru lebih marah dan kehilangan rasionalitas, bukannya berkurang. Dari cerita orang-orang tentang saat-saat mereka melampiaskan amarahnya kepada seseorang, tindakan itu justru memperpanjang suasana marah, bukan menghentikannya. Yang jauh lebih efektif adalah terlebih dahulu menenangkan diri, kemudian, dengan cara yang lebih konstruktif dan terarah, menghadapi orang yang bersangkutan dengan kepala dingin dan hati tulus untuk menyelesaikan masalah.
Sebuah tulisan berjudul “ Forgiveness ”, yang diterbitkan Healing Current Magazine edisi bulan September-Oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, dan kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi, mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebutkan pula, meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan. Mereka lebih suka memaafkan diri sendiri dan orang lain.
Amarah terkait erat dengan sikap atau perilaku yang cenderung mengarah pada penolakan atau menganggap musuh pada orang lain. Pintu utamanya adalah kontrol diri yang buruk yang kemudian mendatangkan sakit hati yang berat. Semua itu berjalan sesuai dengan naluri manusia untuk mempertahankan diri ( gharizah baqa ). Naluri ini ada pada setiap manusia normal. Naluri ini membutuhkan pemuasan. Sekalipun jika tidak terpenuhi tidak membawa kematian, namun menimbulkan kegelisahan. Islam memberikan arahan yang jelas untuk menyelesaikan masalah-masalah manusia, termasuk amarah ini. Dalam telaah psikologi Islam, Dr. Abdul Mujib mengungkapkan bahwa amarah termasuk salah satu bentuk gangguan kepribadian ( personality disorder ), yang dalam terminologi Islam klasik disebut sebagai akhlak tercela ( akhlak madzmumah ).
Sebagaimana gangguan kepribadian lainnya, amarah dapat mengganggu realisasi dan aktualisasi diri seseorang. Itu sebabnya seorang pemarah tidak memiliki pertimbangan pikiran yang sehat. Ia juga tidak memiliki kontrol diri yang baik dalam ucapan maupun perbuatan, bahkan ia cenderung berpikir negatif terhadap maksud baik orang lain. Tidak berlebihan apabila Rasul SAW bersabda: أَلَا إِنَّ الْغَضَبَ جَمْرَةٌ تُوقَدُ فِي جَوْفِ ابْنِ آدَمَ أَلَا تَرَوْنَ إِلَى حُمْرَةِ عَيْنَيْهِ وَانْتِفَاخِ أَوْدَاجِهِ فَإِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَالْأَرْضَ الْأَرْضَ أَلَا إِنَّ خَيْرَ الرِّجَالِ مَنْ كَانَ بَطِيءَ الْغَضَبِ سَرِيعَ الرِّضَا وَشَرَّ الرِّجَالِ مَنْ كَانَ سَرِيعَ الْغَضَبِ بَطِيءَ الرِّضَا فَإِذَا كَانَ الرَّجُلُ بَطِيءَ الْغَضَبِ بَطِيءَ الْفَيْءِ وَسَرِيعَ الْغَضَبِ وَسَرِيعَ الْفَيْءِ فَإِنَّهَا بِهَا “Sesungguhnya marah itu bara api yang dinyalakan dalam rongga (dapat membakar lambung) anak Adam. Ingatlah kalian dapat melihat orang yang marah, matanya merah, urat lehernya menonjol. Jika kalihat melihat yang demikian, hendaklah nempelah ke bumi, bumi (duduk). Ingatlah bahwa sebaik-baik orang adalah orang yang melambatkan (menahan) amarah dan mempercepat keridhaan dan sejelek-jelek orang adalah orang yang mempercepat amarah dan melambatkan ridha.” (HR. Ahmad)[6]
Berdasar hadits ini, ditinjau dari sudut marah manusia itu terdiri (1) orang cepat marah susah reda, (2) cepat marah cepat reda, (3) lambat marah lambat reda, (4) lambat marah cepat reda. Yang bagus adalah tidak mudah marah, tapi cepat merada ketika terpaksa marah. Sejelek manusia adalah yanmg mudah marah, susah reda.
Menurut Imam al-Ghazali dalam karyanya yang sangat mahsyur, Ihya’ Ulumuddin , amarah ( ghadhab ) disebabkan oleh dominasi unsur api atau panas (al-hararah), yang mana unsur tersebut melumpuhkan peran unsur kelembaban atau basah ( al-ruthubah ) dalam diri manusia. Karena itu, pengobatan gangguan ini bukan dilawan dengan kemarahan, melainkan dengan kelembutan dan nasihat-nasihat yang baik.
Sedangkan manfaat menahan marah bagi rohani dan keagamaan dapat dilihat dari dijadikannya menahan marah sebagai indikator takwa seseorang dan dijamin masuk surga. Itulah salah satu makna tentang menahan marah sebagai indikator takwa, terungkap dalam Qs.3:134 ini. Sedangkan jaminan surga bagi yang mampu menahan marah termaktub dalam Hadits Rasulullah tentang larangan marah berikut ini :
عن ابي درداء قال قلت يا رسول الله دلّني علي عمل يدخلني الجنة قال لا تغضب ولك الجنة
“Ya Rasulallah, tunjukkan kepadaku suatu amal yang dapat memasukkanku ke surga. Rasul menjawab :”jangan marah, maka untukmu surga”.” (HR. Thabrani). Bersambung ke: Cara menahan marah