KAIFIAT QURBAN DAN PARA MUSTAHIQNYA
KAIFIAT QURBAN DAN PARA MUSTAHIQNYA
- Hukum Qubran
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
Dari Abi Hurairah[1] diriwayatkan bahwa Rasul SAW bersabda: Barangsiapa yang memiliki keleluasaan untuk qurban, tapi tidak melakukannya, maka jangan mendekati tempat shalat kami. Hr. Ahmad (164-241 H), Ibn Majah (207-275H), al-Daruquthni (305-385 H) dan al-Hakim (321-405 H).[2]
Hadits ini berisi ancaman bagi yang memiliki kemampuan membeli hewan, tapi tidak mau berqurban. Orang mampu berqurban tapi tidak melakukannya, tak ubahnya dengan menjauhkan diri dari mushalla Rasul SAW. Mayoritas ulama, berpendapat hukum menunaikan qurban adalah sunnah mu`akkadah (anjuran yang dikuatkan), tapi menurut Imam Hanafi (80-150H), hukumnya wajib bagi yang mampu.
- Siapa yang mesti qurban?
Ketika haji wada, Rasul SAW bersabda:
يَا أيُّهَا النَّاسُ عَلى كُلِّ أهْلِ بَيْتٍ فِي كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّة
Wahai manusia! Suatu keharusan bagi setiap keluarga berqurban setiap tahun. Hr. Abu Daid (202-275 H), Ibn Majah (207-275 H), al-Tirmidzi (207-279 H), al-Baihaqi (384-458 H).[3] Seruan Rasul SAW ini menunjukkan bahwa dalam satu keluarga, tiap tahun minimal ada satu orang yang berqurban. Oleh karena itu, menurut al-Syafi’iy (150-204), qurban ini termasuk sunnah kifayah mu’akadah.[4] Seorang suami boleh qurban atas nama istrinya. ‘Aisyah (9 sH-54H), istri Rasul menerangkan:
ضَحَّى رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم عَنْ أزْوَاجِهِ بِالبَقَر
Rasul SAW berqurban atas nama istrinya dengan sapi. Hr. al-Bukhari.[5]
Orang tua juga boleh berqurban atas nama anaknya, seperti yang dilakukan Rasul atas nama putrinya, Fathimah (18sH-11H).[6]
- Bolehkah Qurban atas nama al-Marhum?
Tidak diriwayatkan dari Rasul SAW atau sahabatnya yang melakukan qurban atas nama yang meninggal. Jika qurban atas nama yang meninggal itu baik, tentu Rasul akan melakukannya atas nama Khadijah, atau orang tuanya. Ternyata riwayat yang demikian tidak ditemukan dalam hadits, karena Rasul berqurban hanya atas nama istri dan putrinya yang masih hidup. Abdurrazaq menerangkan bahwa orang jahilyah biasa menyembelih hewan seperti sapi, unta atau kambing tatkala ada kematian. Rasul SAW sebagaimana diriwayatkan Ma’mar dari Tsabit dan Anas Bin Malik, menghapus kebiasaan jahliyah tersebut dengan sabdanya:لاَ عَقْرَ فِي الْإِسْلاَمِ
Tidak ada penyembelihan karena kematian dalam Islam.Hr. Abu Dawud, al-Bauhaqi dan al-Daylami.[7]. Menyediakan hidangan untuk hajatan kematian, juga termasuk yang tidak disyari’ahkan oleh rasul dan shabatnya.
عَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ كُنَّا نَعُدُّ الِاجْتِمَاعَ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنِيعَةَ الطَّعَامِ بَعْدَ دَفْنِهِ مِنْ النِّيَاحَةِ
Jarir bin Abd Allah al-Bajali[8] mengatakan: Kami biasa menyediakan hidangan untuk kepentingan keluarga mayat. Sedangkan keluarga mayat yang menyediakan jamuan setelah mengubur mayat termasuk meratap. Riwayat Ahmad, Ibn Majah, al-Thabarani.[9]
Berdasar pernyataan shahabat tersebut, meratap bukan hanya menangis, tapi juga hajatan kematian. Syams al-Haq berkomentar bahwa kerabat atau tetangga dianjurkan menyediakan makanan untuk yang terkena mushibat. Tamu dilarang ikut makan di tempat kematian, karena termasuk kenduri yang bid’ah tercela dan bertentangan dengan essensi syari’ah.[10] Al-Syawkani (w.1255H) menandaskan yang layak menyediakan makanan adalah tetangga atau kerabat untuk ahli mayit, bukan sebaliknya. Beliau juga menandaskan وَأكْلُ الطَّعَام عِنْدَهُم نَوْعًا مِنَ النِّيَاحَة Tamu yang ikut makan di tempat kematian, termasuk niyahah, karena yang ditinggal wafat itu sedang terkena mushibat yang seharusnya digembirakan tidak disibukan oleh menjamu tamu yang datang. [11] Ibn Qudamah menjelaskan bahwa Jarir datang kepada Umar membawa berita tentang kematian temannya. Umar bertanya هَلْ يُنَاحُ عَلىَ مَيِّتِكُمْ apakah mayit kaummu suka diratapi? Jarir menjawab لاَ tidak! Umar bertanya lagi: وَهَلْ يَجْتَمِعُوْنَ عِنْدَ أهْلِ الْمَيِّت وَيَجْعَلُوْنَ الطَّعَام apakah mereka berkumpul sambil sambil dihidangkan makanan di keluarga mayit? Jawabnya نَعم ya! Kata Umar: ذاك النوح yang demikian itulah yang termasuk meratap.[12] Perbuatan niyahah atau meratap adalah dosa. Sabda Rasul SAW;
النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ
Beliau tandaskan: orang yang meratapi mayit, jika tidak bertaubat sebelum mati, di hari kiamat akan disuruh berdiri lalu dipakaikan celana dari aspal yang mendidih, dan baju yang menimbulkan sakit kulit. Hr. Muslim, al-Turmudzi,[13]
- Adab berqurban
- Persiapan diri sejak awal dzulhijjah
Menurut Umm Salamah,[14] Rasul SAW bersabda:
مَنْ أرَادَ أنْ ُيضَحِّيَ فَلاَ يَقْلِمْ مِنْ أظْفَارِهِ وَلاَ يَحْلِق شَيْئًا مِنْ شَعْرِه فِي عَشْر الأوَّلِ مِنْ ذِي الحِجَّة
Barangsiapa yang hendak berqurban, hendaklah ia tidak menggunting kuku, tidak bercukur bulu selama sepuluh hari awal bulan dzulhijjah. Hr. al-Nasaiy (215-303 H).[15] Menurut riwayat lain, Rasul SAW bersabda:
مَنْ رَأَى هِلاَلَ ذِي الحِجَّة وَأَرَادَ أنْ يُضَحِّيَ فَلاََ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أظْفَارِهِ
Barang siapa melihat hilal (awal bulan) Dzul-hijjah dan bermaksud qurban, maka janganlah memotong rambut dan jangan pula memotong kukunya. Hr. Tirmidzi (209-279 H)[16]
Kedua hadits ini menganjurkan agar yang hendak berqurban tidak memotong kuku, tidak memotong rambut atau mencabut bulu sejak tanggal satu dzul-hijjah hingg hewan qurbannya disembelih.
- Mempersiapkan hewan sebelum waktunya
Ibn Qudamah (541-620 H),[17] meriwayatkan tata tertib qurban berdasar nasihat Ali bin Abi Thalib kepada kaum muslimin antara lain sebagai berikut :
(1) membeli hewan sebelum waktu penyembelihan dan memberikan tanda supaya jangan sampai tertukar dengan hewan lain. Hal ini termasuk mengagungkan syi’ar Islam. Allah SWT berfirman:
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati. Qs.22:32
(2) jangan memanfaatkan hewan yang akan diqurbankan baik susu, kulit, bulu ataupun tenaganya.[18] Inilah salah satu hikmahnya mengapa shahabat memberikan tanda pada hewan yang akan diqurbankan. Jika tidak diberi tanda khawatir tertukar, sehingga digunakan untuk yang lain.
- Syarat hewan
al-Barra bin ‘Azib[19] menerangkan bahwa Rasul SAW bersabda:
لَا يَجُوزُ مِنْ الضَّحَايَا الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ عَرَجُهَا وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا وَالْعَجْفَاءُ الَّتِي لَا تُنْقِي
Hewan yang tidak layak untuk qurban adalah yang nyata pecak, yang nyata pincang, yang sakit nyata sakitnya, dan yang tua tidak bersumsum. Hr. al-Darimi (181-255 H), al-Nasaiy (215-303 H)[20]
Oleh karena itu hewan yang hendak dijadikan qurban mesti yang mulus, baik, tidak boleh cacat, dagingnya dapat dimanfaatkan, dan berumur yang cukup.
- Waktu penyembelihan Qurban
al-Barra bin Azib (w.72H) menerangkan bahwa Rasul SAW khuthah pada hari qurban, sabdanya: لَا يُضَحِّيَنَّ أَحَدٌ حَتَّى يُصَلِّيَ Seseorang tidak diperkenankan menyembelih hewannya sebelum shalat (ied al-Adlha). Hr.Muslim (206-261H).[21]. Jubair bin Muth’im[22] menerengkan bahwa di haji wada Rasul SAW berkhuthbah, dan bersabda:
كُلُّ عَرَفَات مَوْقِف وَارْفَعُوا عَنْ بَطْن عُرَنَة وَكُلُّ مُزْدَلِفَة مَوْقِف وَارْفَعُوا عَنْ مُحَسر وَكُلُّ فُجَاجِ مِنَى مَنْحَر وَكُلُّ أيَّامِ التَّشْرِيق ذِبْحٌ
Seluruh Arafah adalah tempat wuquf, maka hindari lembah uranah; seluruh Muzdalifah tempat mabit, maka hindari Muhassar; setiap kawasan mina tempat menyembelih, dan seluruh hari tasyrik adalah waktu menyembelih qurban. Hr. Ahmad (164-241 H), Ibn Hibban (w.354H), al-Thabarani (260-360H), [23]
Dalam riwayat Al-Thabarani terdapat rawi yang bernama Muhammad bin Jabir al-Ja’fi yang dianggap lemah, tapi dalam riwayat lainnya semua rawinya dapat dipercaya.[24] Dalam halaman lainnya al-Haytsami menandaskan bahwa rawi hadits yang dikutip dalam riwayat Ahmad mengenai semua hari tasyrik merupakan hari penyembalihan adalah shahih dan dapat dipercaya.[25]Berdasar hadits ini, waktu menyembelih qurban adalah selama empat hari: (1) satu hari idul-adlha yaitu tanggal 10 dzul-hijjah, stelah shalat ied dan (2) tiga hari tasyriq yaitu tanggal 11, 12, dan 13 dzul-hijjah. Sebagian mengaitkan hadits yang membolehkan menyembelih qurban pada hari tasyrik dengan ayat:
لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
Perkataan فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ pada ayat ini (Qs.22:28) menunjukkan jumlah hari yang banyak, bukan hanya satu hari. Dengan demikian hari penyembelihan qurban bukan hanya tanggal 10, tapi juga 11,12, dan tanggal 13 dzu al-Hijjah.[26]
- Adab menyembelih
Sebagaimana dikutip al-Zuhaili, menurut Imam al-Syafi’iy, ada lima etika menyembelih hewan qurban yaitu (1) membaca basmalah, (2) shalawat pada rasul SAW, (3) menghadap qiblat baik penyembelih mapun hewannya, (4) bertakbir, (5) berdo’a agar qurban itu diterima Allah SWT.[27] Adapun etika yang lainnya, antara lain sebagai berikut:
a.Sebaiknya penyembelihan qurban itu dilakukan oleh yang berqurban, sebagaimana dicontohkan Rasul SAW. Beliau berqurban sebanyak seratus ekor unta, dan menyembelih dengan tangannya sendiri sebanyak 63 ekor. Sedangkan sisanya dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib.[28] Namun jika tidak mampu melakukan penyembelihan, tidak mengapa minta bantuan orang lain yang memiliki keahlian. Dalam riwayat Jabir bin Abd Allah diterangkan bahwa Rasul SAW mengelola daging hewan qurbannya sehingga membagikannya kepada para mustahiq.[29]
- Penyembelih hendaknya membaca do’a agar qurban yang disembelih itu diterima Allah SWT. Rasul SAW tatkala menyembelih hewan qurban berdo’a:
بِاسْمِ الله اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أمَّةِ مُحَمَّد
Dengan nama Allah. Ya Allah terimah qurban dari Muhammad, dari keluarga Muhammad dan dari umat Muhammad. Hr. Muslim (206-261 H).[30]
Menurut Ibnu Abbas[31] yang menyembelih qurban milik orang lain hedaknya berdo’a:
بِسْمِ الله اللَّهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ اللَّهُمَّ تَقَبَّل مِنْ فلان
Dengan nama Allah! Ya Allah ini adalah dari-Mu, dan qurban untuk-Mu! Ya Allah! Terimalah qurban dari fulan (sebut nama yang berqurban).[32]
- yang berqurban juga dianjurkan berdo’a tatkala hewannya telah dibaringkan menghadap qiblat:
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لاَ شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِينَ الَّلُهُمَّ مِنْكَ وَلَكَ عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّتِهِ بِاسْمِ الله والله أكبر
Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada yang menciptakan langit dan bumi. Atas millah Ibrahim yang condong pada kebenaran, dan aku tidak termasuk orng musyrik. Sesungguhnya shalatku, qurbanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah pencipta alam. Tiada sekutu bagi-Nya. Karitulah aku diperintah. Aku adalah termasuk orang muslim. Ya Allah! Ini adalah dari-Mu dan hanya untuk-Mu. Terimalah qurban Muhammad dan umatnya. Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Hr. Abu Daud (202-275 H), Ibn Majah (207-275).[33]
Setelah berdo’a tersebut Rasul SAW menyembelih hewan qurbannya. Dalam riwayat al-Hakim (321-405 H), diterangkan bahwa Rasul mengajak Fatimah untuk menyaksikan penyembelihan hewan qurbannya dengan membaca do’a:.إنّ َصَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي ِللهِ رَبِّ العَالَمِيْن لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذلِكَ أمِرْتُ وَأنَا مِنَ المُسْلِمِيْن Sesungguhnya shalatku, qurbanku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah pencipta alam. Tiada sekutu bagi-Nya. Karitulah aku diperintah. Aku adalah termasuk orang muslim. Hr. al-Hakim, [34]
- Mustahiq daging qurban
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلَا يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَبَقِيَ فِي بَيْتِهِ مِنْهُ شَيْءٌ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِي قَالَ كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا
Dari Salamah bin al-Akwa[35] diriwayatkan bahwa rasul SAW bersabda: “Barangsiapa yang berkurban janganlah menyimpan dagingnya di rumah melebihi tiga hari walau sedikit”. Namun tatkala tahun berikutnya, shahabat bertanya: “awahai rasul apakah masih berlaku seperti tahun yang lalu? Rasul bersabda: Tiadak! Makanlah, berikanlah dan simpanlah (awetkan)! Sesungguhnya tahun lalu itu musim perang, saya menghendaki untuk mendistribusikannya. Hr. al-Bukhari, Muslim, Ibn Abi Syaibah (159-235 H).[36]
Berdasar hadits ini musthiq kurban itu terdiri atas (1) konsumsi yang berkurban, (2) disedekahkan kepada yang mau menerimanya, (3) disimpan sebagai persediaan makanan pada hari-hari berikutnya. Berkaitan qurban, Allah SWT berfirman:فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. Qs.22:28 .
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi`ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur. Qs.22:36
Berdasar ayat dan hadits di atas, yang berhak memakan daging hewan qurban itu adalah: (1) konsumsi yang berkurban, (2) Al-Qani’ yaitu yang merasa berkecukupan, dan (3) al-Mu’tar yaitu yang meminta. Jika yang berqurban itu menitipkan dan mempercayakan pada suatu panitia atau lembaga, maka yang menerima amanah tersebut bertindak sebagai wakil yang berqurban. Dengan demikian berhak memakan sebagian dagingnya sebagai konsumsi panitia. Berdasar beberapa ayat dan hadits di atas, mustahiq quban itu adalah:
- Konsumsi di tempat penyembelihan
konsumsi baik yang berkurban ataupun yang hadir ketika menyembelihnya, sebagaimana ditegaskan كُلُوا dalam hadits dan فَكُلُوا مِنْهَا pada Qs.22:28 dan Qs.22:36 di atas. Dengan demikian yang pertama kali meni’mati daging qurban adalah yang berkurban dan yang hadir ketika hewan disembelih. Peraktik ini dicontohkan Rasul SAW dan shahabatnya ketika haji wada. ثُمَّ انْصَرَفَ إِلَى الْمَنْحَرِ فَنَحَرَ ثَلَاثًا وَسِتِّينَ بِيَدِهِ ثُمَّ أَعْطَى عَلِيًّا فَنَحَرَ مَا غَبَرَ وَأَشْرَكَهُ فِي هَدْيِهِ ثُمَّ أَمَرَ مِنْ كُلِّ بَدَنَةٍ بِبَضْعَةٍ فَجُعِلَتْ فِي قِدْرٍ فَطُبِخَتْ فَأَكَلَا مِنْ لَحْمِهَا وَشَرِبَا مِنْ مَرَقِهَا Kemudian beliau terus ke tempat penyembelihan kurban. Di sana beliau menyembelih enam puluh tiga hewan kurban dengan tangannya dan sisanya diserahkannya kepada ‘Ali untuk menyembelihnya, yaitu sebagai hewan kurban bersama-sama dengan anggota jamaah yang lain. Kemudian beliau suruh ambil dari setiap hewan kurban itu sebagainnya, lalu menyuruhnya masak dan kemudian beliau makan dagingnya seta beliau minum kuahnya.Hr Muslim. [37]
- memberi makan pada yang menginginkannya walau berkecukupan, seperti pada kalimat وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ yaitu yang merasa berkecukupan, tapi ingin meni’matinya.
- memberi makan orang faqir atau yang membutuhkan seperti ditegaskan pada kalimat وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (yang mebutuhkan sumbangan) atau kalimat وَالْمُعْتَرَّ (yang minta).
- Persediaan uantuk konsumsi pasca musim qurban seperti ditegaskan pada kalimat وَادَّخِرُوا (simpan dan awetkan).
- Biaya pengurusan hewan qurban
عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَمَرَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى الْبُدْنِ وَلَا أُعْطِيَ عَلَيْهَا شَيْئًا فِي جِزَارَتِهَا
Ali bin Abi Thalib berkata: Rasul SAW memerintah padaku agar mengelola hewan kurban dan membagikannya kepada yang berhak, dan agar tidak menjadikan sesuatu pun dari hewan tersebut sebagai upah. Hr. al-Bukhari, Muslim .[38]
Hadits ini memerintah agar pengelola qurban membagikan daging qurban kepada para mustahiq. Tidak diperkenankan mereka menjualnya atau menjadikan sebagian daging atau kulit untuk upah pekerja atau biaya lain. Tidak diperkenankan memberi upah pekerja atau menggunakan biaya pengurusan diambil dari daging atau pun kulit hewan qurban. Jika para pekerja tersebut diberi upah dengan daging atau kulitnya, maka berarti sama dengan menjualnya; jual beli jasa.[39] Menjual daging qurban, tidak diperbolehkan. Sabda Rasul SAW: وَلاَ تَبِيْعُوا لُحُوْمَ الهَدْى وَالأضَاحِي فَكُلُوْا وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُوْدِهَا وَاِن أطَعَمْتُمْ مِنْ لُحُوْمِهَا شَيْئًا فَكُلُوْه اِنْ شِئْتُم
Janganlah kamu jual daging hadyu dan daging hewan qurban. Makanlah sebagiannya, sedekahkan sebagian dan ambil manfaat kulitnya. Jika kamu menghendaki memakan dagingnya maka makanla, jika kamu menginginkannya. Hr. Ahmad (164-241 H ) dari Jabir bin Abd Allah.[40] Dari Abu Hurairah, bahwa Rasul SAW bersabda:مَنْ بَاعَ جِلْد أضْحِيَّتِهِ فَلاَ أضْحِيَّةَ لَه Barangsiapa yang menjual kulit hewan qurban, maka tidak ada qurban baginya. Hr. al-Hakim (321-405 H), al-Baihaqi (384-458) al-Dailami (445-509 H)[41]. Adapun memberi upah untuk para pekerja dari dana yang lain, adalah lebih baik dan sangat dianjurkan.[42] Oleh karena itu upah para pekerja dan biaya lainnya mesti disediakan oleh yang qurban dari dana lain. Dalam riwayat Abu Daud ditegaskan bahwa Ali bin Abi Thalib memberikan upah bagi para pekerja dari miliknya, bukan dari hewan qurban.[43]
- Yang tidak mampu qurban
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِرَجُلٍ أُمِرْتُ بِيَوْمِ الْأَضْحَى عِيدًا جَعَلَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ فَقَالَ الرَّجُلُ أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ أَجِدْ إِلَّا مَنِيحَةً أُنْثَى أَفَأُضَحِّي بِهَا قَالَ لَا وَلَكِنْ تَأْخُذُ مِنْ شَعْرِكَ وَتُقَلِّمُ أَظْفَارَكَ وَتَقُصُّ شَارِبَكَ وَتَحْلِقُ عَانَتَكَ فَذَلِكَ تَمَامُ أُضْحِيَّتِكَ عِنْدَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Ibn Amr bin Ash menerangkan; Rasul SAW bersabda:أُمِرْتُ بِيَوْمِ الْأَضْحَى عِيدًا جَعَلَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ Saya diperintah untuk menjadikan hari idul-adlha sebagai hari raya. Allah SWT telah menjadikannya demikian bagi umat ini. Seorang laki-laki berkata:أَرَأَيْتَ إنْ لَمْ أجِدْ إلاَّ مَنِيْحَةَ أُنْثَى أَفَأُضَحِّي بَِها Tahukah engkau saya tidak punya hewan qurban kecuali hanya unta perah (unta yang dimanfaatkan air susunya), apakah aku qurbankan juga? Rasul bersabda:لاَ وَلَكِنْ تَأْخُذْ مِنْ شَعْرِكَ وَتَقْلِم أظْفَارَكَ وَتقُص شَارِبَك وَتَحْلِق عَانَتَك فَذلِكَ تَمَامُ أُضْحِيَّتِكَ عِنْدَ الله عَزَّ وَجَلَّ Tidak perlu! Tapi cukurlah rambutmu! Gunting kukumu! Potong kumismu! Gundulilah bulu kelaminmu! Hal ini sebagi cara memenuhi qurbanmu di sisi Allah SWT. Hr. Ahmad (164-241 H), Abu Daud ( 202-275), dan al-Nasaiy (215-304 H) dan Ibn Hibban (w.354 H).[44]
Dengan demikian menurut hadits ini, orang yang tidak mampu berqurban hendaklah bercukur, memotong kuku, memotong kumis dan menggunduli bulu kelaminnya sebagai pengganti hewan qurban. Kalimat مَنِيحَةً أُنْثَىada yang mendasari larangan kurban dengan betina, padahal konteksnya, jangan memaksakan diri kalau tidak punya hewan lain. Tidak ditemukan larangan kurban dengan hewan betina. Hewan untuk qurban tidak ada bedanya dengan hewan untuk aqiqah, yang tidak ditentukan jenis kelaminnya. Rasul SAW bersabda: عَنْ الْغُلَامِ شَاتَانِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةٌ لَا يَضُرُّكُمْ ذُكْرَانًا كُنَّ أَمْ إِنَاثًا aqiqah untuk anak laki-laki ada dua ekor, dan untuk anak perempuan satu ekor, tidak jadi madarat apakah hewan yang disembelih itu hawan jantan ataupun betina. Hr. Ahmad dan al-Nasa`iy.[45]
Kalau aqiqah boleh betina, maka qurbanpun boeh dengan hewan betina, karena sama-sama tidak disyaratkan jenis kelaminnya.. Wa Allahu A’lam.
[1] Abu Hurairah aslinya bernama Abd al-Rahman bin Shahr (21sH-57H), pada penaklukan Khaibar (muharram 7H) beliau masuk Islam, kemudian menjadi sekretaris pribadi Rasul, dan menjadi ahl al-Shuffah (bertempat tinggal di Paviliun Masjid Nabawi). Meriwayatkan 5364 hadits
[2] Musnad Ahmad, II h.321/sunan Ibn Majah, no.2114/ Sunan, IV h.277/ al-mustadrak, IV h.258
[3] Sunan Abi Daud, III h.93 / Sunan Ibn Majah, II h.1045 / Sunan al-Tirmidzi, IV h.99/ Sunan al-Baihaqi al-Kubra, IX h.260
[4] Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami, III h.597
[5] Shahih al-Bukhari, V h.2110
[6] al-Hakim, al-Mustadrak al al-Shahihain, IV h.247
[7] Sunan Abi Dawud, III h.216 (no.2805), Sunan al-Bayhaqi, IV h.57, al-Firdaus, V h.183
[8] Jarir bin Abd Allah al-Bajalli dikenal nama Abu ‘Amr, shahabat Rasul SAW yang wafat tahun 51 H.
[9] Musnad Ahmad, II h.204, Sunan Ibn Majah, I h.514, al-Mu’jam al-Kabir, II h.307, Mishbah al-Zujajah,
[10] ‘Awn al-Ma’bud, VIII h.282
[11] Nail al-Awthar, IV h.148
[12] Ibn Qudamah (541-620H), al-Mughni, II h.215
[13] Shahih Muslim, II h.644, Sunan al-Turmudzi, III h.325
[14] (Hindun binti Abi Umayah, istri Rasul, wafat di Madinah tahun 62H,)
[15] Sunan al-Nasaiy, III h.352
[16] Sunan al-Tirmidzi, IV h.102
[17]ِAbd Allah bin Ahmad bin Qudamah, al-Mugni, IX h.352
[18] Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami, III h.624
[19] Shahabat Anshar keturunan Aws, wafat di Kufah thun 72H
[20] sunan al-darimi, II h.105 / al-sunan al-kubra, III h. 53
[21] Shahih Muslim, III h.1554
[22] dijuluki Abu Muhammad, shahabat, keturunan Quraisy, yang masuk islam sejak futuh mekah, wafat di Madinah tahun 59 H
[23] Musnad Ahmad, IV h.82 / Shahih Ibn Hibban, IX h.166, al-Mu’jam al-Kabir, II h.138
[24] al-Haytsami (w.807H), Majma’ al-Zawa`id, III h.251
[25] al-Haytsami (w.807H), Majma’ al-Zawa`id, IV h.25
[26] lihat pula pandangan Ibn Hazm dalam al-Muhalla bi al-Atsar, VI h.39-44, masalah 982
[27] Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa dillatuh, III h.627
[28] al-Syaukani, Nail al-Authar, V h.105
[29] Shahih Muslim, II h.886
[30] Shahih Muslim, III h.1557
[31] (shahabat Rasul, putra pamannya, (3sH- 68 H ), yang mendapat julukan Turjaman al-Qur`an
[32] al-Baihaqi (384-458H), Sunan al-Baihaqi al-Kubra, IX h.284
[33] Sunan Abi Daud, III h.95 / Sunan Ibn Majah, II h.1043
[34] al-Mustadrak ala al-Shahihaini, IV h.247
[35] Abu Muslim Salamah bin Amr bin al-Akwa, al-Aslami, Shahabat Rasul, , wafat di Madinah tahun 74H
[36] shahih Bukhari, V h.2115 / Mushannaf, III h.30
[37] Muslim bin hajaj (w.261H)Shahih Muslim, II h.886-892, Ibn al-Jarud (w.307H), al-Munthaqa, I h.123, Ibn Khuzaimah (w.354H), Shahih Ibn Khuzaimah, IX h.253
[38] Shahih al-Bukhari, II h.613 / Shahih Muslim, II h.954
[39] Ibn Qudamah (541-620 H), al-Mughni, III h.222
[40] Musnad Ahmad, IV h.15
[41] al-Mustadrak, II h.422 / sunan al-Baihaqi al-Kubra, XI h.294 / al-Firdaus, III h.486
[42] Ibn hajar al-Asqalani (773-852 H), Fath al-Bari, III h.556
[43] Muhammad Syams al-Haq, Abu al-Thayib, Aun al-Ma’bud, V h.129
[44] Musnad Ahmad, II h.169 / Sunan Abi Daud, III h.93 / al-Sunan al-Kubra, III h.52 / shahih Ibn Hibban, XIII h.235