KELANCANGAN KAUM YAHUDI PADA RASUL BERBEDA DENGAN SIKAP KRITIS (Kajian tafsir an-Nisa:153 -154)
KELANCANGAN KAUM YAHUDI PADA RASUL BERBEDA DENGAN SIKAP KRITIS
(Kajian tafsir an-Nisa:153 -154)
A. Teks Ayat dan Tarjamahnya
يَسْأَلÙÙƒÙŽ Ø£ÙŽÙ‡Ù’Ù„Ù Ø§Ù„Ù’ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù أَنْ تÙنَزّÙÙ„ÙŽ عَلَيْهÙمْ ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù‹Ø§ Ù…ÙÙ†ÙŽ السَّمَاء٠Ùَقَدْ سَأَلÙوا Ù…Ùوسَى أَكْبَرَ Ù…Ùنْ ذَلÙÙƒÙŽ ÙَقَالÙوا أَرÙنَا اللَّهَ جَهْرَةً ÙَأَخَذَتْهÙم٠الصَّاعÙÙ‚ÙŽØ©Ù Ø¨ÙØ¸ÙلْمÙÙ‡Ùمْ Ø«Ùمَّ اتَّخَذÙوا Ø§Ù„Ù’Ø¹ÙØ¬Ù’Ù„ÙŽ Ù…Ùنْ بَعْد٠مَا جَاءَتْهÙم٠الْبَيّÙنَات٠ÙَعَÙَوْنَا عَنْ ذَلÙÙƒÙŽ وَآَتَيْنَا Ù…Ùوسَى سÙلْطَانًا Ù…ÙØ¨Ùينًا () وَرَÙَعْنَا ÙَوْقَهÙم٠الطّÙورَ بÙÙ…ÙيثَاقÙÙ‡Ùمْ ÙˆÙŽÙ‚Ùلْنَا Ù„ÙŽÙ‡Ùم٠ادْخÙÙ„Ùوا الْبَابَ Ø³ÙØ¬Ù‘َدًا ÙˆÙŽÙ‚Ùلْنَا Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ لَا تَعْدÙوا ÙÙÙŠ السَّبْت٠وَأَخَذْنَا Ù…ÙنْهÙمْ Ù…Ùيثَاقًا غَلÙيظًا
Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: “Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata”. Maka mereka disambar petir karena kezalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami ma`afkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka. Dan kami perintahkan kepada mereka: “Masukilah pintu gerbang itu sambil bersujud”, dan Kami perintahkan (pula), kepada mereka: “Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu”, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh… Qs.4:150-152
B. Kaitan Ayat
Ayat sebelumnya memberi isyarat bahwa kekufuran bisa disebabkan beberapa hal antara lain (1) menolak Allah dan rasul-Nya, (2) memisahkan antara hukum Allah dan rasul, (3) menerima sebagian hukum dan menolak sebagiannya, (4) mengambil jalan lain yang tidak sepenuhnya antara hukum Allah dan rasul-Nya. Orang yahudi maupun nashrani termasuk kufur, karena tidak mengimani apa yang diturunkan Allah secara keseluruhan. Setelah diungkapkannya bukti kekufuran mereka, maka pada ayat selanjutnya dikemukakan bukti kekufuran lain seperti meyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang mendiskriditkan rasul. Pertanyaan yang mereka sampaikan bukan karena ingin tahu atau tidak mengerti, tapi karena cari-cari alasan untuk menolak kebenaran apa yang dibawa oleh Rasul SAW.
C. Tinjauan Historis
Ada beberapa riwayat yang menerangkan tentang latar belakang historis turunnya ayat ini antara lain sebagai berikut.
1. Menurut al-Qurthubi, ada orang yahudi menghadap Rasul SAW memintah agar naik ke langit untuk mendapatkan kitab secara langsung. Ayat ini turun sebagai penegasan bahwa perimtaan mereka itu hanyalah sebagai ulah mencar-cari lasan untuk tidak beriman.[1]
2. al-Alusi menerangkan bahwa ada sekelompok yahudi yang minta pada Rasul agar mendapatkan kitab secara sekaligus berbetuk kepingan-kepingan seperti pada Nabi musa. Ada juga yang mengatakan mereka itu meminta Rasul untuk mendapatkan kitab secara khusus bagi kaum yahudi.[2] Ayat ini turun sebagai bimbingan kepada Rasul SAW untuk tidak memenuhi permintaan mereka.
D. Tafsir Kalimat
1. يَسْأَلÙÙƒÙŽ Ø£ÙŽÙ‡Ù’Ù„Ù Ø§Ù„Ù’ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù أَنْ تÙنَزّÙÙ„ÙŽ عَلَيْهÙمْ ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù‹Ø§ Ù…ÙÙ†ÙŽ السَّمَاء٠Ùَقَدْ سَأَلÙوا Ù…Ùوسَى أَكْبَرَ Ù…Ùنْ ذَلÙÙƒÙŽ  Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Perkataan يَسْأَلÙÙƒÙŽ dalam bentuk kata kerja mudlari, sebagai peristiwa yang sedang terjadi atau bakal kejadian, atau tidak tentu waktunya bahkan bias mengisyaratkan sering. Dengan demikian يَسْأَلÙÙƒÙŽÂ bisa berma’na “akan meminta/bertanya padamu” atau “sedang meminta/bertanya” atau “terkadang meminta/bertanya” atau “bertanya meminta/padamu”. Namun secara histories permintaan Ø£ÙŽÙ‡Ù’Ù„Ù Ø§Ù„Ù’ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù ahl al-Kitab pernah terjadi pada Rasul SAW. Mereka meminta أَنْ تÙنَزّÙÙ„ÙŽ عَلَيْهÙمْ ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù‹Ø§ Ù…ÙÙ†ÙŽ السَّمَاء٠agar Rasul SAW menurunkan kitab dari langit khusus untuk mereka. Dinamakan ahl al-Kitab karena mereka mengaku percaya pada kitab terdahulu, tapi tidak mau iman pada al-Qur`an. Karena enggan beriman, maka mereka mencar-cari jalan agar rasul merasa terdesak. Bukan berarti mereka mau beriman bila kemamuannya dilaksanakan, tapi hanya karena berbuat ulah belaka. Permintaan semacam ini tidaklah mengherankan, karena kaum yahudi sejak dahulu sering berbuat ulah kepada Rasul yang diutus. Mereka Ùَقَدْ سَأَلÙوا Ù…Ùوسَى أَكْبَرَ Ù…Ùنْ ذَلÙÙƒÙŽ pernah menyampaikan permintaan kepada Nabi Musa yang lebih dari itu. Oleh karena itu Rasul SAW dibimbing oleh ayat ini agar tidak perlu menanggapi permintaan mereka. Permintaan mereka hanyalah membikin sibuk menghalangi kegiatan da’wah. Walau permintan mereka itu dipenuhi, tetap saja tidak mau beriman, sebagaimana dikisahkan pula pada ayat lainnya.
وَلَوْ نَزَّلْنَا عَلَيْكَ ÙƒÙØªÙŽØ§Ø¨Ù‹Ø§ ÙÙÙŠ Ù‚ÙØ±Ù’طَاس٠ÙَلَمَسÙÙˆÙ‡Ù Ø¨ÙØ£ÙŽÙŠÙ’دÙيهÙمْ لَقَالَ الَّذÙينَ ÙƒÙŽÙَرÙوا Ø¥Ùنْ هَذَا Ø¥Ùلَّا Ø³ÙØÙ’Ø±ÙŒ Ù…ÙØ¨Ùينٌ
Dan kalau Kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat memegangnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang yang kafir itu berkata: “Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata“. Qs.6:7
2. ÙَقَالÙوا أَرÙنَا اللَّهَ جَهْرَةً Mereka berkata: “Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata”. Salah satu bukti kelancangan kaum yahudi kepada Nabi Musa adalah minta bisa melihat Allah secara kasat mata, yang tentu sangat mustahil. Dalam ayat yang lalu dikisahkan bahwa mereka mengatakan:
يَا Ù…Ùوسَى لَنْ Ù†ÙØ¤Ù’Ù…ÙÙ†ÙŽ Ù„ÙŽÙƒÙŽ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً
Hai Musa! Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami bisa melihat Allah secara kasat nyata. Qs.2:55
Jadi jelas keturunan yahudi itu dari nenek moyangnya pun sangat lancang menantang para nabi. Ternyata keturunannya pun meniru leluhurnya bersikap seperti itu kepada Rasul SAW. Kaum yahudi dan Bani Israil lainnya memang termasuk ras yang paling fanatic mempertahankan tradisi leluhur, bahkan sifat dan perangainya pun dipelihara secara turun temurun. Apa yang pernah dilakukan nenek moyangnya kepada Nabi Musa, dilakukan pula oleh keturunannya kepada Nabi Muhammad SAW.
3. ÙَأَخَذَتْهÙم٠الصَّاعÙÙ‚ÙŽØ©Ù Ø¨ÙØ¸ÙلْمÙÙ‡Ùمْ Maka mereka disambar petir karena kezalimannya,
Permintaan melihat Allah secara kasat mata, merupakan kezhaliman yang sangat besar, karena secara tidak langsung menyamakan Tuhan dengan makhluq-Nya. Allah SWT sebagai Tuhan yang Maha dalam segalanya tidak mungkin dapat disamakan kedudukannya dengan makhluq. Oleh karena itu kaum yahudi saat itu patut mendapat hukuman yang setimpal dengan dosanya ÙَأَخَذَتْهÙم٠الصَّاعÙÙ‚ÙŽØ©Ù Ø¨ÙØ¸ÙلْمÙÙ‡Ùمْ Maka mereka disambar petir karena kezalimannya. Menurut sebagian ulama seperti al-Razi, setelah bani Israil itu disambar petir, maka mati tersiksa. Kemudian Nabi Musa berdo’a kepada Allah agar menghidupkan mereka kembali. Namun ada pula ulama yang berpendapat bahwa mereka itu pingsan tersambar petir. Setelah mengalami hukuman tersebut bani israril itu bertaubat, maka mendapat ampunan dari Allah SWT. Namun mereka tidak kapok untuk berbuat dosa, malah justru melakukannya lagi dengan yang lebih parah sebagaimana dikemukakan kelanjutan ayat.
4. Ø«Ùمَّ اتَّخَذÙوا Ø§Ù„Ù’Ø¹ÙØ¬Ù’Ù„ÙŽ Ù…Ùنْ بَعْد٠مَا جَاءَتْهÙم٠الْبَيّÙنَات٠dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata,
Setelah diterima taubatnya kemudian melewati suatu tempat yang terdapat di sana orang penyembah berhala, maka mereka pun minta diberi lambang tuhan untuk disembah.
وَجَاوَزْنَا Ø¨ÙØ¨ÙŽÙ†ÙÙŠ Ø¥ÙØ³Ù’رَائÙيلَ الْبَØÙ’رَ Ùَأَتَوْا عَلَى قَوْم٠يَعْكÙÙÙونَ عَلَى أَصْنَام٠لَهÙمْ قَالÙوا يَا Ù…Ùوسَى اجْعَلْ لَنَا Ø¥Ùلَهًا كَمَا Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ Ø¢ÙŽÙ„Ùهَةٌ قَالَ Ø¥ÙنَّكÙمْ قَوْمٌ تَجْهَلÙونَ
Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang bodoh “. Qs.7:138
Nabi Musa menolak untuk membuat patung sesembahan. Namun tatkala beliau munajat ke hadirat Ilahi di Gunung Tursina umat yang terpisah sementara itu malah membuat patung emas dalam bentuk banteng atau sapi. Akhirnya mereka menyembah ijlah yang diciptakan Samiri.
Dalam surah Al-A’raf ayat 148, disebutkan
وَاتَّخَذَ قَوْم٠مÙوسَى Ù…Ùنْ بَعْدÙÙ‡Ù Ù…Ùنْ ØÙÙ„ÙيّÙÙ‡Ùمْ Ø¹ÙØ¬Ù’لًا جَسَدًا Ù„ÙŽÙ‡Ù Ø®Ùوَارٌ أَلَمْ يَرَوْا أَنَّه٠لَا ÙŠÙكَلّÙÙ…ÙÙ‡Ùمْ وَلَا يَهْدÙيهÙمْ سَبÙيلًا اتَّخَذÙوه٠وَكَانÙوا ظَالÙÙ…Ùينَ
â€Kaum Musa, setelah kepergian (Musa ke Gunung Sinai), mereka membuat patung anak sapi yang bertubuh dan dapat melenguh (bersuara) dari perhiasan (emas). Apakah mereka tidak mengetahui bahwa (patung) anak sapi itu tidak dapat berbicara dengan mereka dan tidak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sembahan). Mereka adalah orang-orang yang zalim.†Qs.7:148
Ketika kaum Bani Israil keluar dari tanah Mesir, mereka banyak membawa perhiasan masyarakat Mesir (berupa emas dan perak). Para wanita Bani Israil telah meminjamnya dari mereka untuk dipakai sebagai hiasan. Perhiasan tersebut dibawa ketika Allah memerintahkan mereka keluar dari Mesir. Mereka kemudian melepaskan perhiasan tersebut karena diharamkan. Setelah Musa pergi ke tempat perjumpaan dengan Rabb-nya, Samiri mengambil perhiasan itu dan menjadikannya sebagai patung anak lembu yang bisa mengeluarkan suara melenguh jika angin masuk ke dalamnya. Mungkin, segenggam tanah yang dia ambil dari jejak utusan (Jibril) membuat patung anak lembu tersebut dapat melenguh. Sesatnya bani israil saat itu adalah menyembah patung tersebut. Tatkala Nabi Musa kembali kepada umatnya dan marah melihat kesesatan, maka bani Israel diperintah taubat.
ÙˆÙŽØ¥ÙØ°Ù’ قَالَ Ù…Ùوسَى Ù„ÙقَوْمÙه٠يَا قَوْم٠إÙنَّكÙمْ ظَلَمْتÙمْ أَنْÙÙØ³ÙŽÙƒÙمْ Ø¨ÙØ§ØªÙ‘ÙØ®ÙŽØ§Ø°ÙÙƒÙÙ…Ù Ø§Ù„Ù’Ø¹ÙØ¬Ù’Ù„ÙŽ ÙَتÙوبÙوا Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ Ø¨ÙŽØ§Ø±ÙØ¦ÙÙƒÙمْ ÙَاقْتÙÙ„Ùوا أَنْÙÙØ³ÙŽÙƒÙمْ ذَلÙÙƒÙمْ خَيْرٌ Ù„ÙŽÙƒÙمْ عÙنْدَ Ø¨ÙŽØ§Ø±ÙØ¦ÙÙƒÙمْ Ùَتَابَ عَلَيْكÙمْ Ø¥Ùنَّه٠هÙÙˆÙŽ التَّوَّاب٠الرَّØÙيمÙ
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan patung sapi (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” Qs.2:54
Membunuh diri dalam pelaksanaan taubat, telah disyari’atkan di jaman Nabi Musa. Namun menurut pendapat lain bahwa yang dimaksud bunuh diri di sini adalah menerima hukuman mati yang disebabkan musyrik. Setelah diputuskan bersalah, maka yang tidak musyrik menghukum yang musyrik. Ada pula yang memahaminya dengan menyiksa diri demi untuk dikabulkannya taubat. Perhatikan kembali uraian yang telah diungkap pada kajian tafsir Qs.2:54 yang lalu. Setelah mereka taubat yang disertai pula dengan menerima hukuman mati di antara mereka, maka Allah SWT memaafkan kesalahan mereka seperti ditandaskan pada lanjutan ayat:
4. ÙَعَÙَوْنَا عَنْ ذَلÙÙƒÙŽ lalu Kami ma`afkan (mereka) dari yang demikian.
Allah SWT memafkan kesalahan mereka setelah bertaubat, sehingga tidak berdampak pada kehancuran Bani Israil. Jika Allah tidak memaafkan mereka tentu saja Bani Israil tersebut telah hancur dan musnah di muka bumi. Kisah Bani Israil tersebut diungkap kembali pada ayat ini sebagai bimbingan kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya. Allah SWT memberi maaf pada orang yang bertaubat. Namun taubat tidak cukup di lisan tapi mesti dimanifestasikan dalam sikap dan perbuatan. Kalau pada jaman nabi Musa perbuatan syirik itu disertai menyiksa diri serta menghancurkan simbol kemusyrikan seperti ijlah, maka pada jaman Nabi Muhammad SAW mempunyai cara khusus bagaimana taubat yang benar. Yahudi yang banyak permintaan pada Nabi Muhammad SAW, memang bukan yang sejaman dengan Nabi Musa, tapi memiliki karakter dan tradisi yang mempunyai kesamaan. Itulah salah satu hikmahnya mengapa umat Nabi Muhammad SAW diberi informasi tentang yahudi masa silam. Rasul SAW pun diberi bimbingan agar tidak berkecil hati dalam berda’wah menghadapi umat yang nakal dan keras kepala serta banyak permintaan seperti kaum yahudi.
5. وَآَتَيْنَا Ù…Ùوسَى سÙلْطَانًا Ù…ÙØ¨Ùينًا Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata.
Allah SWT menganugerahkan سÙلْطَانًا yang nyata untuk Nabi Musa. Sulthan adalah kekuatan dan kekuasaan, baik dalam bentuk fisik, jasmani ruhani, mental, spiritual maupun ilmu dan pengetahuan. Kekuasaan yang dimiliki Musa berupa kepemimpinan baik dalam keagamaan maupun kemasyarakatan. Demikian pula tentang jasmani, Nabi Musa memiliki fisik yang kuat sehingga pernah ada orang yang membangkang tewas dengan satu kali tamparan (lihat: Qs.28:14-19). Adapun kekuatan dalam bidang ilmu mencakup keagamaan karena Nabi Musa menerima Taurat secara langsung, maupun pengetahuan duniawi karena berbagai pengalaman sudah beliau dapatkan dari berbagai situasi dan kondisi. Anugerah Ilahi pada Nabi Musa diungkapkan pada ayat ini sebagai kabar gembira untuk Nabi Muhammad SAW, bahwa dalam berda’wah mesti memiliki optimisme dan tidak berkecil hati. Walau Nabi SAW banyak ditentang oleh orang kafir, maka kelak akan meraih kemenangan yang gemilang. Berita gembira tersebut memang menjadi kenyataan diraih oleh Nabi SAW sebagaimana diraih Nabi Musa di masa silam.
6. وَرَÙَعْنَا ÙَوْقَهÙم٠الطّÙورَ بÙÙ…ÙيثَاقÙÙ‡Ùمْ Dan telah Kami angkat ke atas (kepala) mereka bukit Thursina untuk (menerima) perjanjian (yang telah Kami ambil dari) mereka.
Perkataan رَÙَعْنَا bisa bermakna “kami angkat”, atau “kami tinggikan” sedangkan ÙَوْقَهÙÙ…Ù berarti di atas mereka, dan الطّÙورَ adalah sebuah gunung yang sering disebut Thursina, tempat Nabi Musa bermunajat selama empat puluh hari yang kemudian mendapatkan kitab Taurat sebagai pedoman bagi Bani Israil. Sebagian ulama berpendapat bahwa diangkatnya gunung Thur dengan cara diangkat ke angkasa dan diancamkan untuk menimpa bani Israil supaya bertaubat dan menerima Taurat. Ada pula ulama yang memahaminya bahwa bani israil saat itu berada di lembah, dan gunungnya bisa meletus kapan saja hingga mengancam mereka. Hampir semua ahli tafsir menyepakati bahwa Bukit Thursina adalah bukit saat Musa menerima wahyu dari Allah. Namun, mereka berbeda pendapat dalam memutuskan letak Bukit Thursina tersebut. Setidaknya, ada dua versi tentang Bukit Thursina. Versi Pertama meyakini bahwa Bukit Thursina sebagaimana disebutkan dalam surah Attin berada di wilayah Mesir yang lokasinya berada di Gunung Munajah, di sisi Gunung Musa. Lokasi ini dikaitkan dengan keberadaan Semenanjung Sinai. Pendapat ini didukung oleh Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilal al-Qur’an. Menurut Quthb, Thursina atau Sinai itu adalah gunung tempat Musa dipanggil berdialog dengan Allah SWT. Dalam versi ini pula, banyak pihak yang meyakini bahwa daerah Mesir adalah tempat yang disebutkan sebagai Thursina, sebab, di daerah ini, terdapat sebuah patung anak lembu. Peristiwa ini dikaitkan dengan perbuatan Samiri, salah seorang pengikut Nabi Musa yang berkhianat sebagaimana dijelaskan di atas. Versi Kedua, mengutip pendapat Muhammad bin Abdul Mun’im al-Himyari, dalam bukunya Al-Raudh al-Mi’thar fi Khabari al-Aqthar, Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Hadis, menyatakan bahwa Thursina adalah bukit yang terletak di barat daya negeri Syam. Di sini, Allah SWT berbicara secara langsung dengan Nabi Musa AS. Sementara itu, dalam al-Qamus al-Islam, kata ‘Thursina’ adalah gunung yang tandus atau gersang. Nama bukit ThurSina disebutkan dalam Alquran sebagaimana surah Attin ayat 1 dan surah Almu’minun ayat 20. Ar-Razi dalam tafsirnya menyebutkan, banyak dalil yang menguatkan pendapat bahwa yang dimaksud Thuur Siniin adalah bukit di Baitul Maqdis. Di antara pendapat yang disebutkan Ar-Razi adalah mufassir seperti Qatadah dan al-Kalibi yang menyatakan kata Thuur Siniin (Sinai) adalah bukit yang berpepohonan dan berbuah-buahan.
Apakah ini adalah Sinai, Mesir? â€Kalau memang ya, tentu tak seorang pun yang membantahnya,†kata Sami.
Menurut Sami, justru yang dimaksud dalam ayat itu adalah Thur Sina, bukit di Baitul Maqdis dan Balad al-Amin adalah Makkah. Berikut argumentasinya. Allah berfirman, وَشَجَرَةً ØªÙŽØ®Ù’Ø±ÙØ¬Ù Ù…Ùنْ Ø·Ùور٠سَيْنَاءَ ØªÙŽÙ†Ù’Ø¨ÙØªÙ Ø¨ÙØ§Ù„دّÙÙ‡Ù’Ù†Ù ÙˆÙŽØµÙØ¨Ù’غ٠لÙلْآَكÙÙ„Ùينَ â€Dan, pohon kayu yang keluar dari Thursina (pohon zaitun) yang menghasilkan minyak dan menjadi makanan bagi orang-orang yang makan.†(Almu’minun ayat 20).
Ayat ini, kata Sami, mengikat dan menghimpun dengan kuat antara ‘Thursina’ dan hasil bumi serta tumbuh-tumbuhan penghasil minyak bagi orang yang makan. Sementara itu, lanjutnya, di Sinai (Mesir) tidak ada pohon zaitun yang mampu menghasilkan buah, apalagi mengeluarkan minyak.
Menurut dia, ayat 20 surah Almu’minun dan ayat 1-3 surah Attin itu justru merujuk pada tanah suci di Palestina. Di Palestina, jelas Sami, terdapat banyak pohon zaitun yang terus berproduksi di sepanjang tahun sehingga penduduk di sekitar Baitul Maqdis menamakannya dengan â€Bukit Zaitun†dan Allah SWT telah berseru kepada Musa di tempat yang diberkahi di sisi bukit.
Ùَلَمَّا أَتَاهَا Ù†ÙودÙÙŠÙŽ Ù…Ùنْ Ø´ÙŽØ§Ø·ÙØ¦Ù الْوَاد٠الْأَيْمَن٠ÙÙÙŠ الْبÙÙ‚Ù’Ø¹ÙŽØ©Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ¨ÙŽØ§Ø±ÙŽÙƒÙŽØ©Ù Ù…ÙÙ†ÙŽ الشَّجَرَة٠أَنْ يَا Ù…Ùوسَى Ø¥ÙنّÙÙŠ أَنَا اللَّه٠رَبّ٠الْعَالَمÙينَâ€Maka, tatkala Musa sampai ke (tempat) api, diserulah Dia (arah) pinggir lembah yang sebelah kanan(nya) pada tempat yang diberkahi dari sebatang pohon kayu.†(Alqashash ayat 30).
Hal yang sama juga diungkapkan Ustaz Shalahuddin Ibrahim Abu ‘Arafah, seorang ulama asal Palestina. Menurutnya, Bukit Thursina adalah tempat yang diberkahi. Dan, tempat yang diberkahi itu adalah Palestina sebagaimana surah Al-Isra ayat 1 yang menceritakan peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
Keterangan ini makin diperkuat lagi dengan ayat 16 surah Annaziat dan ayat 21 surah Almaidah. Ø¥ÙØ°Ù’ نَادَاه٠رَبّÙÙ‡Ù Ø¨ÙØ§Ù„ْوَاد٠الْمÙقَدَّس٠طÙوًىâ€Tatkala Tuhannya memanggilnya di lembah suci, yaitu Lembah Thuwa.†(Annaziat: 16). ) يَا قَوْم٠ادْخÙÙ„Ùوا الْأَرْضَ الْمÙقَدَّسَةَ الَّتÙÙŠ كَتَبَ اللَّه٠لَكÙمْ وَلَا تَرْتَدّÙوا عَلَى أَدْبَارÙÙƒÙمْ ÙÙŽØªÙŽÙ†Ù’Ù‚ÙŽÙ„ÙØ¨Ùوا Ø®ÙŽØ§Ø³ÙØ±Ùينَâ€Hai kaumku, masuklah ke tanah Suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu.†(Almaidah: 21). Lembah suci itu, jelas Sami, hanya ada dua, yaitu Makkah dan Palestina. â€Karena itu, kita tidak boleh memalingkan maknanya kepada yang lain tanpa bukti dan keterangan,†jelasnya. Semenanjung Sinai merupakan wilayah yang sangat luas, yaitu mencapai 9.400 km persegi dengan panjang sekitar 130 km. Dan, sisi pertamanya adalah Teluk Aqabah dengan panjang 100 km. Di sisi keduanya adalah Teluk Suez dengan panjang 150 km. Sedangkan, gunung tertinggi di semenanjung Sinai adalah Gunung Katrina (2.637 m).
Perkataan بÙÙ…ÙيثَاقÙÙ‡Ùمْ yang berarti dengan memegang perjanjian mereka, mengisyaratkan bahwa diangkatnya Thursina sebagai ancaman bagi Bani Israil yang tidak mau disiplin memegang perjanjian. Ssjak awal sebenarnya bani israil telah berjanji setia pada Nabi Musa akan melaksanakan segala syari’ah yang diajarkannya. Kitab taurat yang diturunkan Allah SWT di Bukit Thursina seharusnya menjadi pegangan hidup bani israil. Namun mereka banyak melanggar yang mengakibatkan datang ancaman menmimpa mereka. Boleh jadi perbedaan pendapat muncul tentang keberadaan bukit Thur sebagaimana diungkapkan di atas, apakah yang berada di antara Mesir dan Palestina, atau di justru Palestina. Namun bila memperhatikan kalimat ini memberi isyarat bawa posisi Nabi Musa mengadakan perjanjian dengan umatnya tidak berada di Palestina. Di samping itu bisa juga diperhatikan lanjutan ayat.
7. ÙˆÙŽÙ‚Ùلْنَا Ù„ÙŽÙ‡Ùم٠ادْخÙÙ„Ùوا الْبَابَ Ø³ÙØ¬Ù‘َدًا Dan kami perintahkan kepada mereka: “Masukilah pintu gerbang itu sambil bersujud”,
Penggalan ayat ini mengingatkan kembali bahwa Allah SWT mempersilakan Bani Israil untuk memasuk negeri yang dijanjikan sebelumnya yang menurut mayoritas ulama adalah Palestina; ada yang berpendapat kawasan Arikha (Jerico), ada pula yang berpendapat kawasan Jerussalem atau Bait al-Maqdis. Memeprhatikan urutan ayat ini memberi isyarat bahwa perjanjian Nabi Muisa dengan Bani Israil di bawah gunung Thur dilaksanakan sebelum mereka masuk Palestina. Inilah salah satu alasan yang berpendapat bahwa Thursina yang dimaksud pada ayat ini adalah yang berada di luar Palestina. Karena kesombongan yahudi seperti (1) menantang Allah untuk bisa dilihat secara kasat mata, (2) membuat tandingan sesembahan dengan patung anak sapi, (3) membangkang atas apa yang diperintahkan Allah melalui nabinya, maka Allah SWT memerintahkan mereka memasuki negeri dengan sujud dalam arti tunduk, patuh merengkuh dan merendah. Perkataan Ø³ÙØ¬Ù‘َدًا merupakan bentuk jama dari Ø³Ø§Ø¬ÙØ¯ berate yang sujud. Mereka diperintah masuk pintu gerbang Bait al-Maqdis dengan bersujud demi menghilangkan sifat kesombongan dan keangkuhan mereka. Menurut al-Jazairi, makna Ø³ÙØ¬Ù‘َدًا pada ayat ini adalah راكعين متواضعين خاشعين لله شكراً لنعمه عليهم tunduk patuh merendah khusyu karena Allah dengan mensyukuri berbagai ni’mat yang diberikan atas mereka.[3] Menurut riwayat peristiwa mempersilakan bani Israil masuk gerbang Bait al-Maqdis adalah setelah terbebas mereka dari penderitaan di Bukit teeh, dan terpisah dari Nabi Musa yang kemudian kepemimpinan dipegang oleh Yusya bin Nun. Seperti telah dijelaskan pada kajian surat al-Baqarah yang lalu, Bani Israil dipersilakan memasuki negeri yang dijanjikan dengan merendah, tapi mereka malah minta agar Nabi Musa dan Harun menaklukan penduduk asli terlebih dahulu.
Ketika Nabi Musa mempersilakan umatnya memasuki Bait al-Maqdis (Qs.5:21) يَا قَوْم٠ادْخÙÙ„Ùوا الْأَرْضَ الْمÙقَدَّسَةَ الَّتÙÙŠ كَتَبَ اللَّه٠لَكÙمْ وَلَا تَرْتَدّÙوا عَلَى أَدْبَارÙÙƒÙمْ ÙÙŽØªÙŽÙ†Ù’Ù‚ÙŽÙ„ÙØ¨Ùوا Ø®ÙŽØ§Ø³ÙØ±Ùينَ (Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi). Kaumnya menjawab (Qs.5:22) يَا Ù…Ùوسَى Ø¥Ùنَّ ÙÙيهَا قَوْمًا جَبَّارÙينَ ÙˆÙŽØ¥Ùنَّا لَنْ نَدْخÙلَهَا ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ ÙŠÙŽØ®Ù’Ø±ÙØ¬Ùوا Ù…Ùنْهَا ÙÙŽØ¥Ùنْ ÙŠÙŽØ®Ù’Ø±ÙØ¬Ùوا Ù…Ùنْهَا ÙÙŽØ¥Ùنَّا دَاخÙÙ„Ùونَ (“Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka ke luar daripadanya, pasti kami akan memasukinya.”) mereka juga mengatakan (Qs.5:24) يَا Ù…Ùوسَى Ø¥Ùنَّا لَنْ نَدْخÙلَهَا أَبَدًا مَا دَامÙوا ÙÙيهَا Ùَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبّÙÙƒÙŽ ÙَقَاتÙلَا Ø¥Ùنَّا هَاهÙنَا Ù‚ÙŽØ§Ø¹ÙØ¯Ùونَ ( “Hai Musa, kami sekali-sekali tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.”). karena tiondakan mereka sudah melampuai batas memperlakukan Nabinya, maka akhirnya Nabu Musa berdo’a (Qs.5:25) : رَبّ٠إÙنّÙÙŠ لَا أَمْلÙك٠إÙلَّا Ù†ÙŽÙْسÙÙŠ ÙˆÙŽØ£ÙŽØ®ÙÙŠ ÙَاÙْرÙقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْم٠الْÙَاسÙÙ‚Ùينَ ( “Ya Tuhanku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”.).
Nabi Musa dan Harun berpisah dengan umatnya, sedangkan kepemimpinan dipegang oleh Yusya bin Nun. Sedangkan yang tidak taat tetap nasibnya terkatung-katung di padang Tiih. Allah SWT mengharamkan Bait al-Maqdis bagi mereka selama empat puluh tahun. Mereka juga terkatung-katung di pada tiih, sebagaimana dikemukakan firman Allah SWT:
قَالَ ÙÙŽØ¥Ùنَّهَا Ù…ÙØÙŽØ±Ù‘ÙŽÙ…ÙŽØ©ÙŒ عَلَيْهÙمْ أَرْبَعÙينَ سَنَةً يَتÙيهÙونَ ÙÙÙŠ الْأَرْض٠Ùَلَا تَأْسَ عَلَى الْقَوْم٠الْÙَاسÙÙ‚Ùينَ
Allah berfirman: “(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu.” Qs.5:26
Maka ketika di bawah kepemimpin beliaulah Bani Israil dipersilakan masuk ke Bait al-Maqdis dengan merunduk, patuh, merendah dan banyak bersykur pada Allah SWT. Umat yang patuh pada Nabi Yusya itulah yang bisa memasuki al-Maqdis.
8. ÙˆÙŽÙ‚Ùلْنَا Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ لَا تَعْدÙوا ÙÙÙŠ السَّبْت٠dan Kami perintahkan (pula), kepada mereka: “Janganlah kamu melanggar peraturan mengenai hari Sabtu”,
Menurut al-Baidlawi (w.691H) disyari’atkannya ibadah pada hari sabtu atau hari sabat sejak jaman Nabi Musa ketika peristiwa perjanjian di bawah gunung Thursina. Sedangkan pelanggarannya yang dilakukan Bani Israil adalah pada zaman Nabi Dawud.[4] Mereka telah diperintahkan sejak jaman Nabi Musa agar setiap hari sabtu menghususkan untuk beribadah, tidak boleh berniaga atau mencari nafqag. Namun mereka tetap melaut mencari ikan. Akibatnya bani israil yang melanggar disiplin tersebut dihukum menjadi kera yang hina, sebagaimana telah dijelaskan pada tafsir surat al-Baqarah terdahulu.
وَلَقَدْ عَلÙمْتÙم٠الَّذÙينَ اعْتَدَوْا Ù…ÙنْكÙمْ ÙÙÙŠ السَّبْت٠ÙÙŽÙ‚Ùلْنَا Ù„ÙŽÙ‡Ùمْ ÙƒÙونÙوا Ù‚ÙØ±ÙŽØ¯ÙŽØ©Ù‹ Ø®ÙŽØ§Ø³ÙØ¦Ùينَ
Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina“.Qs.2:65
9. وَأَخَذْنَا Ù…ÙنْهÙمْ Ù…Ùيثَاقًا غَلÙيظًا dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang kokoh.
Sebagaimana telah diungkapkan di berbagai ayat sebelumnya bahwa Bani Israil telah mengadakan janji setiap dengan terhadap Allah SWT melalui Nabi Musa antara ain yang tersirat pada Qs.2:83 yaitu (1) beribadah hanya pada Allah, (2) berbuat baik pada orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin; (3) berkata baik; (4) menegakkan shalat, (5) menunaikan zakat. Kemudian pada ayat 84 mereka telah berjanji (6) tidak menumpahkan darah orang lain; (7) tidak mengusir orang lain dari tepat tinggalnya. Dalam Qs.3:81 tersirat janji mereka (8) akan mengimani rasul yang datang kemudian dan membelanya. Pada Qs.2:63 dikemukakan bahwa mereka mengedakan perjanjian untuk (9) berpegang teguh pada kitab taurat dan melaksanakan apa yang ditetapkannya. Sedangkan pada ayat Qs.4:154 juga ditegaskan bahwa mereka berjanji (10) menghormati hari sabtu dengan beribadah dan tidak melakukan kegiatan yang bersifat duniawi. Pada pengunci ayat ini deitegaskan bahwa perjanjian tersebut sebagai janji yang kokoh dan kuat sebagai مÙيثَاقًا غَلÙيظًا ikatan janji yang kokoh, kuat, terpatri dan mengikat tidak boleh dilanggar.
E. Beberapa Ibrah
1.  Mencari kebenaran berbeda dengan mencari-cari alasan. Orang yang benar-benar mencari hak dan hakikat, akan merasa puas, ketika dalil dan hujjah sudah jelas baginya. Tetapi orang yang hanya mencari-cari alasan, setiap hari akan mengajukan permintaan-permintaan baru.
2. Menantang Allah supaya bisa dilhat secara kasat mata, atau meminta bukti keghaiban dengan cara menampakkan, bukanlah bersikap kritis, tapi termasuk perolokan atau penghinaan yang berakibat pada kemurkaan.
3.  Sifat keras kepala, dan ingkar mendatangkan kemarahan  ilahi di dunia ini. Orang yang keras kepala tidak mau diluruskan, tidak mau menerima kebenaran hanya karena belum diterima oleh akal atau keinginan, merupakan salah satu tanda kesombongan.
4. Perbuatan jahat samiri yang menciptakan lambang sesembahan yang memalingkan manusia dari syari’ah pada symbol falsafah masih menular pada generasi selanjutnya. Hanya mungkin bentuk dan simbolnya berbeda.
5. Kesombongan bani israil yang tidak mau tunduk pada aturan Ilahi tatkala memasuki Bait al-Maqdis menimbulkan kerugian yang besar, karena justri semakin menjauhkan mereka dari rahmat-Nya.
6.  Menerima suatu ajaran agama, tidak hanya dengan akal dan hati, tetapi perjanjian dan hukum-hukum  Ilahi pun harus ditaati secara nyata dalam realitas kehidupan.
7.  Tempat-tempat suci khususnya masjid-masjid yang lambangkan Bait al-Maqdis memiliki tatakrama khusus yang harus dijaga guna menghormati kemuliaannya.
8.  Sibuk bekerja di waktu yang dikhususkan untuk melakukan ibadah, merupakan sejenis pelanggaran terhadap hukum-hukum Ilahi.