LIMA MA’SIAT MEMBAWA MUSIBAT
LIMA PENYEBAB KRISIS
(kajian hadits riwayat al-Thabarani dari Ibn Abbas)
ِِA. Teks Hadits dan Tarjamah
حَدَّثَنا مُحَمَّد بن عَلِي الْمَرْوَزِي ثَنَا أبُو الدَّرْداء عَبْد العَزِيْز بن المنيب حدثني إسحاق بن عبد الله بن كيسان حدثني أبي عن الضحاك بن مزاحم عن مجاهد وطاوس عن بن عباس رضي الله عنهما قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم خَمْسٌ بِخَمْسٍ: مَا نَقَضَ قَومٌ العَهْدَ إِلاَّ سُلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوُّهُمْ وَمَا حَكَمُوْا بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ الله إِلاَّ فَشَا فِيْهِمُ الفَقْرُ وَلاَ ظَهَرَتْ فِيْهِمُ الفَاخِشَةُ إِلاَّ فَشَا فِيْهِمُ المَوتُ وَلاَ طَفَّفُوْا المِيْكَالَ إِلاَّ مُنِعُوْا النَّبَاتَ وَأُخِدُوْا بِالسِّنِيْنَ وَلاَ مَنَعُوْا الزَّكَاةَ إِلاَّ حُبِسَ عَنْهُمُ القَطْرُ.
Lima (perkara dibalas) dengan lima (perkara): (1) suatu kaum tidak menyalahi janji melainkan musuhnya dimenangkan atas mereka, (2) mereka tidak menghukumi dengan selain yang diturunkan oleh Allah melainkan merata kefakiran, (3) tidak terang-terangan perzinaan pada mereka, melainkan merata kematian pada mereka, (4) mereka tidak mengurangi takaran/timbangan melainkan dihalangi tumbuh-tumbuhan dan dikenai tahun-tahun paceklik, dan (5) mereka tidak menahan zakat melainkan ditahan hujan dari mereka. Hr. Thabrani[1]
B. Syarah Hadits
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani melalui jalur muhammad bin Ali al-Marwazi, Abu Darda Abd al-Aziz bin al-Munib, Ishaq bin Abd Allah bin Kiysan, dari ayahnya, dari al-Dlahak bin Muzahim, dari Mujahid dan Thawus, dari Ibnu Abbas. Oleh As-Suyuthi dikutip dalam kitabnya Al-Jami’ushshaghir pada bab الخاء sebagai hadits urutan ke 3945, dengan memberikan penilaian sebagai hadits shahih. Ali Bin Ahmad al-Azizi,[2] memberikan penilaian sesuai dengan al-Suyuthi. Sedangkan Nashiruddin Al-Bani menilainya sebagai hadits Hasan.
1) خَمْسٌ بِخَمْسٍ berarti lima perbuatan yang menyebabkan datangnya lima akibat. Huruf ba (ب) pada kalimat ini dikelompokkan pada sababiyah. Dengan demikian kalimat tersebut, bisa juga diartikan: Lima mafsadat bakal tiba yang disebabkan lima kejahatan.
2) مَا نَقَضَ قَومٌ العَهْدَ إِلاَّ سُلِّطَ عَلَيْهِمْ عَدُوُّهُمْ tidak ada suatu kaum yang menyalahi janji, kecuali musuh mereka akan menguasai mereka. Kalimat ini diawali dengan ما nafy yang menunjukkan menyangkal dan dirangkaikan pengecualian. Ini menunjuk-kan kepastian, bahwa setiap adanya pelanggaran janji, maka pasti akan ada musuh yang menguasai.
نَقَضَ berarti membatalkan, melanggar, atau menyalahi.
Pembatalan janji tersebut mungkin dilakukan dengan pencabutan tanpa ada kesepakatan dari yang menerima janji, mungkin pula sengaja melanggarnya.
قَوْمٌ ialah kelompok manusia. Namun kadang-kadang berarti perorangan. Hadits ini menggunakan istilah قَوْم menunjukkan cakupan pelaku baik perorangan atau pun kolektif, baik antara individu dengan individu, maupun individu pada kolektif. Termasuk pula di dalamnya kolektif kepada kolektif, seperti pemerintah dengan rakyatnya.
العَهْد atau janji, cukup banyak macamnya; bisa janji dengan Allah SWT seperti syahadat dan menyatakan Iman, bisa juga janji sesama manusia. Janji sesama manusia bisa dalam bentuk orang perorang, bisa juga berupa janji kolektif bahkan termasuk janji jabatan. Sumpah jabatan adalah lebih dari janji yang hanya dilakukan orang perorang. Sumpah jabatan adalah janji yang disertai sumpah, bukan hanya dosa untuk melanggarnya, karena berupa utang, tapi juga harus membayar kifarat. Sumpah dan janji jabatan termasuk janji seseorang kepada kolektif. Melanggar janji semacam ini akan merugikan banyak manusia.
إِلاَّ kecuali, atau melainkan سُلِّطَ di beri kekuasaan عَلَيْهِم atas mereka عَدُوُّهُمْ musuh mereka. Apabila suatu kaum telah menyalahi janji, maka musuhnya akan menguasai mereka. Apabila pelanggar janji telah merajalela di suatu masyarakat, maka mereka tidak akan memiliki kekuatan.
Musuh akan mudah menguasai orang yang menyalahi janji, karena mempunyai alasan untuk mengalahkan dan membuktikan kelemahan.
3) وَمَا حَكَمُوْا بِغَيْرِ مَا أَنْزَلَ الله إِلاَّ فَشَا فِيْهِمُ الفَقْرُ Dan tidaklah orang yang menghukum dengan selain hukum Allah, kecuali merajalela kepada mereka kefaqiran.
حَكَمُوْا berarti bersumber hukum atau menetapkan keputusan. Tambahan وْا pada kalimat ini menunjukkan pelakunya banyak. حكَمُوْا berarti mereka (kaum atau masyarakat) menghukum atau menetapkan keputusaan.
بِغَيْرِ dengan tanpa, atau tidak bersumber atau tidak menggunakan.
مَا أَنْزَلَ الله_ hukum yang telah Allah turunkan baik yang tersirat dan tersurat dalam al-Qur’an, maupun berbagai ketetapan Rasul SAW., baik hukum yang berkaitan dengan kehidupan individu, keluarga, masyarakat mau pun bernegara. Kitabullah adalah sumber hukum yang utama bagi umat Islam.
Allah SWT telah menurunkan hukum yang mutlak benar dan sangat adil buat manusia. Orang yang menghukum tidak berdasar hukum Allah SWT akan menanggung akibatnya, baik di dunia maupun di akhirat. Akibat di dunia, adalah tidak ada kepastian hukum yang mutlak, sehingga bisa berubah setiap saat tergantung pada pemegang kekuasaan. Hukum yang bersumber pada buatan manusia akan mudah direkayasa.
Jika yang digunakan masyarakat itu hukum seperti yang demikian maka akibatnya adalah فَشَا فِيْهِمُ الفَقْرُ merajalelanya kefaqiran. Kesejahteraan akan jauh dari masyarakat yang hidupnya tidak berpedoman pada hukum Allah SWT. Mungkin saja secara lahiriyah akan nampak kema’muran, tapi tidak mendatangkan kesejahteraan. Faqir yang berarti kebutuhan meningkat, tapi tidak terpenuhi. Perekonomian yang tidak bersumber pada hukum Allah hanya mendatangkan kebutuhan yang meningkat. Politik yang tidak berpedoman pada hukum Allah, hanyalah ancaman muncul di mana-mana.
4)وَلاَ ظَهَرَتْ فِيْهِمُ الفَاخِشَةُ إِلاَّ فَشَا فِيْهِمُ المَوتُ tidak terang-terangan perzinaan pada mereka, melainkan merata kematian pada mereka.
ظَهَرَتْ berati nampak atau merajalela, atau bermunculan. الفَاخِشَةُ ialah berbagai bentuk kejahatan yang telah dianggap keji oleh syari’at Islam dan dianggap keji pula oleh masyarakat. Yang dimaksud kejahatan dalam hadits ini menurut muhadditsin ialah perbuatan zina. فَشَا berarti menyebar secara luas dan المَوتُ ialah kematian, baik kematian secara lahiriyah atau pun bathiniyah. Baik kematian secara alamiyah atau pun akibat bermunculannya pembunuhan.
Menurut kalimat ini, perzinahan akan menimbulkan berbagai kematian. Telah nampak di kalangan masyarakat, apabila perzinahan tidak bisa diberantas, maka pembunuhan akan semakin banyak. Pembunuhan yang terbanyak terutama pembunuhan bayi. Sedangkan kematian secara alami yang diakibatkan oleh tersebarnya perzinahan, terutama diakibatkan oleh merajalelanya penyakit yang tidak bisa diobati. Banyak sekali penyakit terjangkit sebagai akibat penyimpangan seksual.
5)وَلاَ طَفَّفُوْا المِيْكَالَ إِلاَّ مُنِعُوْا النَّبَاتَ وَأُخِدُوْا بِالسِّنِيْنَ mereka tidak mengurangi takaran/timbangan melainkan dihalangi tumbuh-tumbuhan dan dikenai tahun-tahun paceklik.
طَفَّفُوْا berarti berbuat kecurangan, baik dengan cara mengurangi hak orang lain, atau pun melebihkan kepentingan diri sehingga merugikan fihak lain.
Orang yang berbuat curang dinamakan المُطَفِّف seperti dikecam dalam alQur’an:
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِيْنَ اَلَّذِيْنَ إِذَا اكْتَالُوْا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُوْنَ وَإِذَا كَالُوْهُم أَوْ وَزَنوْهُمْ يُحْسِرُوْنَ.
“Kehancuran besar bagi orang-orang yang curang; yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain minta dipenuhi secara sempurna, tapi apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka kurangi”. Qs.83:1-3
المِيْكَالَ berati ukuran, atau takaran; baik ukuran berat atau pun ukuran panjang lebar, termasuk pula ukuran kualitas.
مُنِعُوْا artinya dicegah atau ditahan النَّبَات berati tumbuhan atau tanaman وَأُخِدُوْا بِالسِّنِيْنَ berarti dilanda tahun-tahun paceklik.
Kalimat ini menunjukkan bahwa jika suatu kaum banyak yang berbuat curang, maka musim paceklik akan merajalela, sehingga masyarakat berkesulitan mendapatkan pangan.
6)وَلاَ مَنَعُوْا الزَّكَاةَ إِلاَّ حُبِسَ عَنْهُمُ القَطْرُ mereka tidak menahan zakat melainkan ditahan hujan dari mereka.
Tidak ada kaum yang menahan zakat kecuali akan dilanda kesulitan air. Menahan zakat itu bisa dengan cara tidak mengeluarkannya, bisa juga harta zakat tidak didistribusikan kepada mustahiknya. Bila masyarakat berbuat seperti itu, maka akan terjadi kesulitan air. Mungkin saja hujan masih sering turun, tapi masyarakat tetap dilanda krisis air.
D. Beberapa Ibrah
1. Essensi Hadits
Hadits yang diterima dari Ibnu Abbas dan diriwayatkan oleh Thabrani ini mengandung makna bahwa lima pelanggaran akan mengakibatkan lima bencana krisis. Lima pelanggaran itu adalah:
a. menyalahi janji, mengakibatkan krisis kepemimpinan,
b. menetapkan hukum tidak bersumber pada hukum Allah, mengkaibatkan krisis ekonomi,
c. perzinahan atau penyimpangan seksual, mengakibatkan krisis hidup sehingga banyak kematian baik karena banyak penyakit atau pun pembunuhan,
d. curang dalam timbangan dan ukuran, mengakibatkan paceklik yang berkepanjangan sehingga menimbukan krisis atau rawan pangan, dan
e. menahan harta zakat, mengakibatkan krisis air.
2. Lima Penyebab krisis
Dalam hadits tersebut terkandung lima penyebab krisis yang harus diberantas yaitu:
(1) melanggar janji, (2) melanggar hukum Allah, (3) perzinahan dan penyimpangan seksuual lainnya, (4) kecurangan dalam timbangan dan ukuran, (5) menahan harta zakat.
3. Lima krisis yang harus diatasi
Lima krisis yang disebutkan dalam hadits riwayat Thabrani ini sebenarnya harus segera diatasi saat ini.
a. Krisis kepemimpinan
Dalam hadits tersebut dikemukakan bahwa bila masyarakat banyak yang melanggar janji, akan berakibat para musuh berkuasa. Jika dikatakan bahwa musuh yang berkuasa, maka berarti krisis kepemimpinan. Mungkin saja para pemimpin yang menyalahi janji itu masih memegang kekuasaan atau masih menjadi pucuk pimpinan secara formil. Namun mereka tidak memiliki kekuasaan untuk memimpin. Hal semacam ini akan terjadi bila rakyat kurang percaya pada kepemimpinan pemerintahnya. Bisa juga para penguasa atau pucuk pimpinan itu telah dikuasai oleh kelompok yang sebenarnya menjadi musuhnya. Dengan demikian yang menguasai masyarakat tersebut bukan pemimpinnya tapi para musuhnya. Pemerintah yang menyalahi janji, akan kehilangan kepercayaan rakyatnya, sehingga fihak oposisi semakin punya alasan untuk menyusun kekuatan.
b. Krisis ekonomi
Faqir yang disebutkan dalam hadits, tidak hanya dialami oleh orang tak punya, tapi juga bisa dialami oleh orang kaya. Krisis ekonomi merupakan penderitaan tentang materi yang dialami oleh setiap manusia, tanpa kecuali yang banyak hartanya. Apakah pengusaha besar mengalami kebangkrut-an? Atau mungkin juga tidak bangkrut tapi kebutuhannya terus menerus meningkat, sehingga kekayaan yang dimiliki itu tidak dapat menanggulangi kebutuhan. Di samping itu, bisa juga orang yang memiliki kekayaan melimpah tapi tidak bisa meni’mati kekayaannya.
c. Krisis kesehatan
Al-Maut merupakan lambang krisis kehidupan. Dalam hadits tersebut diungkapkan bahwa perzinahan menimbulkan banyaknya kematian. Kematian dikaitkan dengan perzinahan, banyak buktinya. Akibat banyak yang berzina, keluarga jadi krisis; suami membunuh istrinya, bahkan istri juga ada yang membunuh suaminya. Demikian pula wanita hamil di luar nikah, banyak yang berani membunuh anaknya. Juga bisa jadi diakibatkan penyakit yang merajalela. Penyimpangan seksual telah diakui oleh setiap lapisan masyarakat, bakal berakibat merajalelanya penyakit. Dari zaman dahulu sampai sekarang, terus menerus banyak terjangkit penyakit yang diakibatkan penyimpangan seksual.
d. Krisis tanaman
Dalam hadits ditegaskan bahwa kecurangan dapat menimbulkan krisis tanaman, atau krisis pangan. Krisis tanaman bisa terjadi mungkin diakibatkan terbakarnya tanaman, bisa juga diakibatkan banyaknya hama. Banyak bukti di negara yang agraris, tapi kekurangan bahan makanan sehingga harus impor dari negeri lain.
e. Krisis air
Mencegah zakat menimbulkan krisis air. Krisis air yang diakibatkan oleh menahan zakat, bisa saja dengan cara kurangnya hujan. Namun bisa jadi hujan tetap turun, tapi masyarakat kekurangan air bersih. Sebagai buktinya, masyarakat kita saat ini pun seperti demikian, hujan sudah turun tapi air bersih sangat sulit. Inilah lima krisis berdasar hadits riwayat al-Thabarani (260-360H) yang harus segera diatasi oleh semua fihak.