MENJAGA SYI’AR ALLAH (kajian Tafir al-Ma`idah:02) bagian kelima
MENJAGA SYI’AR ALLAH
(kajian Tafir al-Ma`idah:02) bagian kelima
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَائِدَ وَلَا آَمِّينَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنْ رَبِّهِمْ وَرِضْوَانًا وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوا وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآَنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
lanjutan tafsir kalimat
- وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
Menurut al-Akhfasy, sebagaimana dikutip al-Qurthubi, kalimat ini bisa difahami secara mandiri dipisah dari pangkal ayat, yang menyeru semua umat agar saling tolong dalam kebaikan dan taqwa. Menurut al-Mawardi, Allah SWT menganjurkan untuk saling tolong dalam al-Bir dan al-Taqwa secara berurutan, karena taqwa mendatangkan ridlo Allah, dan al-Birr mendatangkan keridoan manusia. Dengan saling tolong dalam keduanya, maka akan mendatangkan keridoan Allah dan keridoan manusia.[1] Bahagialah orang yang disenangi Allah dan disenangi manusia. Dalam kajian ayat sebelumnya telah dijelaskan pengertian الْبِرّ dan التَّقْوَى , dalam berbagai ayat juga diserukan agar setiap mu`min bertaqwa dan mengembangkan الْبِرِّ , maka pada ayat ini diserukan agar saling tolong, saling bantu, serta kerjasama dalam الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
Adapun pengertian al-Birr secara ringkas, pernah dipertanyakan oleh النَّوَّاسِ بْنِ سِمْعَانَ الْأَنْصَارِيِّ dia mengatakan:
سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ فَقَالَ الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
saya bertanya pada Rasul tentang arti al-Bir dan al-Itsm. Rasul SAW bersabda: bahwa al-Birr adalah budi pekerti yang baik. Sedangkan al-Itsm ialah apa yang terbetik di hatimu, dan kamu sendiri tidak senanag tatkala manusia mengetahuinya. Hr. Muslim.[2]
Budi pekerti yang baik mencakup ucap, sikap dan tindakan yang membikin sesame manusia senang dan tidak bertentangan dengan aturan syari’ah
Perkataan ْ تقوىmerupakan mustaq (kata jadian) dari إتَّقى – يَتَّقِي – إتِّقَاءً yang kata asalnya dari وقي – يَقي – وِقَاية yang berarti tahan, kuat, menjaga, membentengi dari gangguan. Orang yang memiliki sifat demikian disebut مُتَّقٍ yang jamaknya مُتَّقُون atau متَّقِيْن sedangkan sifatnya disebut تَقْوَى . Oleh karena itu perkataan muttaqin secara bahasa mengandung arti orang yang pandai menjaga atau memelihara diri dari hal-hal yang mendatangkan bahaya. Taqwa kepada Allah berarti pandai menjaga dan memelihara hubungan baik dengan Allah, serta mampu menjauhi hal-hal yang mengganggu hubungan tersebut. Taqwa terhadap neraka berarti pandai menjaga diri dari hal-hal yang menjerumuskan ke neraka. Pengertian taqwa juga dapat dirumuskan:
ألإِتِّقَاء وَالْحِفْظُ عِنْ عِقَابِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ.
Pandai menjaga diri dari hal-hal yang menjerumuskan pada akibat buruk di dunia maupun di akhirat.
Menurut al-Munawi (w.1031H),[3] pengertian taqwa, antara lain sebagai berikut:
التَّقْوَى تجنب القَبِيْح خَوْفًا مِنَ الله وَأصْلُهَا الوِقَايَة
Taqwa ialah menjauhi segala keburukan, karena takut pada Allah SWT. Asal kata taqwa adalah al-Wiqayah, pandai menjaga diri.
التَّقْوى: التَّحَرُّز بِطَاعَةِ الله عَنْ عُقُوْبَتِهِ وَهُو صِيَانَة النَّفْس عَمَّا تَسْتحِق
Takwa ialah pandai menjaga diri dari ancaman siksa Allah dengan taat pada-Nya. Menjaga diri dari segala sesuatu yang menimbulkan siksaan. Taqwa juga mengandung arti kokohnya pendirian dalam menyelamatkan diri dan sesama manusia dari bencana duniawi dan bencana ukhrawi; kuat dan tahan dari godaan yang mendorong pada kerugian apapun.
Ayat ini memerintah agar setiap mu`min tolong menolong dalam al-Bir dan Taqwa. Adapun saling tolong, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Menurut Ibn Khuwaiz, ta’wun (saling tolong itu), menackup seorang yang berilmu mengajarkan ilmunya, yang berharta mendermakan hartanya, yang punya tenaga dengan tenaganya, yang punya kekuasaan dengan kekuasaannya, yang punya keberanian dengan keberanianya memberikan bantuan kepada sesama manusia dalam kebaikan dan taqwa. Bahkan menurut al-Qurthubi, memberi petunjuk pada sesama agar berakhlaq baik dan taqwa, termasuk ta’awun. Diriwayatkan ada seorang shahabat mengahadap Rasul mengatakan bahwa perjalannya terhenti karena hewan kendaraannya mati, dan minta bantuan. Namun Rasul SAW tidak memiliki untuk memberikan bantuan padanya. Tiba-tiba seorang laki-laki mengatakan bahwa dia bisa menunjukkan orang yang punya hewan pengganti. Rasul SAW bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Barangsiapa yang memberi petunjuka pada yang baik, maka dia mendapat pahala sebanyak pahala yang mengerjankannya. Hr. Muslim.[4]
Bila kalimat ini dikaitkan dengan kalimat sebelumnya, yang berkaitan dengan ibadah haji dan umrah, memberi gambaran bahwa ibadah ritual mesti dibarengan dengan sosial kemasyarakatan utamanya memberikan bantuan pada yang membutuhkan, baik bersifat materi ataupun immateri. Ada beberapa hadits yang memberikan jaminan bahwa untuk mendapatkan karunia Allah mesti memberi bantuan pada sesama, seperti berikut:
a.kalau ingin ditolong Allah, perbanyaklah menolong manusia. Rasul SAW bersabda:
وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Allah menolong hamba selama hamba menolong saudaranya. Hadits Muslim,[5]
- jika ingin dicintai Allah, cintailah sesama manusia. Rasul SAW bersabda:
لَا يَرْحَمُ اللَّهُ مَنْ لَا يَرْحَمُ النَّاسَ
Allah SWT tidak menyayangi orang yang tidak menyayangi sesame manusia. Hadits al-Bukhri,[6]
- kalau mau dianggap syukur pada Allah, hendaklah berterima kasih pada sesama manusia. Rasul SAW bersabda:
لَا يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ
Tidak termasuk syukur pada Allah, orang yang tidak mau berterima kasih pada manusia. Hadits sunan Abi Dawud, [7]
Bahkan ada ibadah social yang memiliki keunggaulan di banding I’tikaf di masjid Nabawi. Rasul SAW bersabda:
وَلأَن يَمشِي أحَدُكُم مَعَ أخِيْه في قَضَاء حَاجَتِه أفْضَل مِن أن يَعْتَكِف في مَسْجدي هذا شَهْرين
Sungguh diantara kamu yang bepergian bersama saudaranya dalam memenuhi kebutuhan, adalah lebih utama di banding i’tikaf di masjid ku ini selama dua bulan. Hr. Al-Hakim.[8]
Hadits-hadits yang cukup banyak tersebut memberi isyarat betapa pentingnya memberikan bantuan pada sesame manusia dalam berbagai kebaikan, bahkan dinilai lebih unggul di banding hanya ibadah ritual belaka.
- وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Setelah kalimat sebelumnya memerintah tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, maka kalimat ini melarang tolong menolong dalam keburukan dan pelanggaran. Susunan kalimat ini bisa difahami bahwa lawan kata الْبِرِّ وَالتَّقْوَى adalah الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ. Pada hadits di atas telah ditegaskan bahwa arti الْإِثْمِ adalah
وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
Sedangkan al-Itsm ialah apa yang terbetik di hatimu, dan kamu sendiri tidak senanag tatkala manusia mengetahuinya. Hr. Muslim.[9]
Jadi segala sesuatu yang dianggap buruk oleh manusia sehingga merasa mau bila diketahui orang banyak, maka termasuk الْإِثْمِ yang tidak boleh dibantu bila ada yang melakukannya, walau meminta.
Dengan demikian tidak semua memberi bantuan sesame itu dinilai baik. Saling tolong yang dinilai baik adalah dalam hal kebaikan dan taqwa. Sedangkan menolong keburukan, adalah suatu keburukan juga. Bahkan bukan hanya memberikan bantuan, memberi contoh apa dalam keburukan kemudian ada yang mengikutinya, maka dosanya ditambah seperti dosa yang mengikutinya. Rasul SAW bersabda:
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ عَلَيْهِ مِثْلُ وِزْرِ مَنْ عَمِلَ بِهَا وَلَا يَنْقُصُ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Barang siapa memberi contoh yang baik dalam Islam, kemudian ada yang mengemalkannya setelh itu, maka ditetapkan baginya pahala seperti orang yang mengamalkannya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang mencontohkan keburukan dalam Islam, kemudain ada yang mengamalkannya setelah itu, maka ditetapkan baginya beban dosa orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi beban dosanya sedikit pun. Hr. Muslim.[10]
Itulah manfaat menjadi sponsor kebaikan dan bahaya menjadi seponsor keburukan. Oleh karena itu, bila ada orang yang berbuat baik mesti segera dibantu. Bila ada orang yang berbuat buruk, mesti segera dicegah. Jadilah penolong dalam segala kebaikan, jangan membantu kejahatan. Bahkan dalam ayat ini ditegaskan walau hanya berupa al-Istm, jangan dibantu.
- وَاتَّقُوا اللَّهَ Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Seruan ini sebagai penegas, agar tetap taqwa kepada Allah. Pandailah menjaga diri dari ucap, sikap dan tindakan yang menimbulkan hilangnya rahmat Allah.
- إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya
Allah memguhukum orang yang jahat dengan hukuman yang berat. Dia adalah penegak keadilan yang utama. Dia memberi pahala yang berlipat, bagi yang taat, menjatuhkan hukuman siksa yang berat bagi pelaku ma’siat.
- Beberapa Ibrah
- Setiap mu`min bertanggung jawab untuk menjaga kesucian syi’ar Allah baik berupa ibadah ritual, ibadah social maupun waktu-waktu yang mesti dihormati.
- Dia antara syi’ar Allah adalah bulan haram, waktu ihram, hadyu, qala`id, Bait Alah, tanah haram, dan orang-orang yang mau berkinjung ke tanah suci baik untuk mencari kaurian Ilahi ataupun keridoan-Nya.
- Keadilan mesti tetap ditegakkan kepada siapa pun dan dalam kondisi apapun. Kebencian atau kecintaan pada seseorang jangan mempengaruhi pada sikap dan tindakan yang melanggar keadilan.
- Prinsip Islam adalah keseimbangan antara ibadah yang sifatnya ritual dan yang bersifat sosil. Oleh karena itu bila ihram telah selesai dilaksanakan, manasik teras tuntas disempurnakan, hendaklah kembali ke tugas masing-masing.
- Prinsip ibadah social adalah saling tolong, saling Bantu saling dkung dalam kebaikan dan taqwa. Tidak ada saling Bantu dalam urusan dosa dan pelanggaran.
[1] Al-Jami li Ajkam al-Qur`an, juz VI h.46
[2] Shahih Muslim, no.4632
[3] al-Munawi, al-Ta’arif, j I h.199
[4] shahih muslim, no.3509
[5] shahih Muslim, no.4857
[6] shahih al-Bukhari, no.6828
[7] sunan Abi Dawud, no.4177
[8] al-Mustadrak ala al-Shahihaini, juz XVIII h.72
[9] Shahih Muslim, no.4632
[10] shahih Muslim, no.4830