METODE KAJIAN HADITS
METODOLOGI
KAJIAN HADITS
A. Muqaddimah
Sumber nilai secara garis besar ada yang bersifat ‘aqliyyat[1] dan yang bersifat naqliyyat[2]. Sumber nilai ‘aqliyyat dianggap benar apabila telah disepakati kebenarannya oleh pandangan akal manusia. Rasûl Shallâ Allâh ‘alayh Wa sallam,[3] menganjurkan umatnya agar mengadakan penelitian untuk mendapatkan sumber nilai yang bersifat ‘aqliy, melalui percobaan.
Muslim Bin Hajâj (wafat[4] tahun 261 Hijri) mengisahkan bahwa Rasul pernah menjumpai suatu kaum yang suka menanam korma dan mengawinkan antara jenis yang satu dengan yang lainnya. Beliau menyuruh salah seorang di antara mereka untuk mencoba tidak mengawinkannya. Orang tersebut mencobanya dan menghasilkan tanaman yang berbeda dengan biasanya, kemudian melaporkannya kepada Rasul SAW. Beliau bersabda:
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
”Kalian bisa lebih tahu tentang urusan duniamu“. Hadits Riwayat[5] Muslim (w.261H) [6] dari Anas Bin Mâlik (w.93H).[7]
Kisah tersebut mengisyaratkan agar kaum muslimin melakukan percobaan dalam urusan yang bersifat duniawi, hingga menemukan nilai yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Sedangkan kebenaran sumber nilai naqliyyat ditentukan oleh ada atau tidaknya dasar dalam wahyu Allah SWT, al-Qur`an dan al-Hadits. Rasul SAW berpesan:
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Aku berwasiat kepada kalian dengan taqwa kepada Allah, taat dan patuh walau hamba sahaya turunan Habsyi. Sesungguhnya orang yang hidup sesuadahku di antara kalian akan melihat perbedaan yang banyak. Hendaklah kalian berpegang pada sunnahku dan sunnah al-Khulafa al-Mahdiyin al-Rasyidin. Berpegang teguhlah atasnya dengan kokoh dan kuat. Hati-hati janganlah mengada-ada dalam agama. Sesungguhnya mengada-ada itu termasuk bid’ah. Segala bid’ah adalah sesat.” Hr. Ahmad (164-241H), Abu Dawud (202-275H) dan al-Tirmidzi (209-279H).[8]
B. Cara Mengkaji dan Meneliti Hadits
1. Studi terhadap suatu hadits merupakan salah satu usaha meneliti otentisitas, validitas dan makna yang terkandung di dalamnya. Dengan mengetahui otentisitas dan validitas suatu hadits maka dapat menentukan sikap, apakah hadits yang diteliti itu bisa diamalkan ataukah tidak, serta bagaimana cara mengamalkannya.
2. Metode penelitian al-Hadits atau dalam istilah ‘Ali Mustafa Ya’qub, kritik hadits[9] ialah studi tentang validitas hadits, baik matan atau pun sanadnya. Oleh karena itu studi ini mencakup naqd al-Sanad dan Naqd al-Matan.
Adapun aspek yang dikaji pada naqd al-sanad antara lain (1) riwayat hidup para rawi, (2) bersambung atau tidaknya antara satu rawi dengan rawi yang lainnya, (3) dapat dipercaya atau tidaknya para rawi yang meriwayatkan hadits.
Sedangkan aspek yang diteliti dalam naqd al-matan antara lain (1) sama atau tidaknya matan antara yang diriwayatkan mukhrij yang satu dengan yang lainnya, (2) ada atau tidaknya sisipan pada matan, (3) ada atau tidaknya perbedaan susunan kalimat, (4) ada atau tidaknya kerancuan dalam mengutip redaksi matan.
3. Meneliti keabsahan sanad dan matan hadits dapat menggunakan metode Takhrîj. Metode ini menempuh langkah tawtsiq dan tashhih.
4. Makna atau kandungan suatu hadits dapat diteliti dengan menggunakan metode tahlili. Aspek yang diteliti dalam bidang makna hadits dengan menggunakan metode tahlili, antara lain (1) makna mufradat hadits, (2) essensi hadits, (3) sabab wurud hadits, (4) munasabat hadits dengan ayat al-Qur`an , (5) munasabat al-Hadits dengan hadits lain, dan (6) nilai-nilai yang terkandung dalam hadits.
C. Metode Kajian yang Digunakan
Adapun metode yang digunakan dalam kajian suatu hadits adalah (1) metode takhrij dengan menggunakan teori ilmu Takhrij dan (2) metode tahlili dengan menggunakan ilmu syarah. Adapun langkah yang ditempuh dalam kajian ini antara lain sebagai berikut:
1. Metode Takhrij
Metode Takhrij yang menggunakan teori ilmu al-Takhrij, terdiri atas Takhrij matan dan Takhrij sanad. Dalam Takhrij matan ditempuh langkah-langkah: (1) menginventarisir hadits yang dikaji, (2) membandingkan antara matan yang satu dengan yang lainnya, dan (3) menelusuri keberadaan hadits dengan cara meng-inventarisir kitab-kitab yang mengutip hadits.
Dalam Takhrij sanad ditempuh langkah-langkah: (1) menginventarisir rawi hadits sejak shahabat hingga mukhrij dan (2) menelusuri riwayat para rawi, sejak kelahiran, tempat tinggal, gurunya, muridnya hingga wafatnya.
Dalam penelitian tashih ditempuh langkah (1) meneliti ittishal tidaknya sanad, (2) menilai dlabit atau tidaknya para rawi, (3) menelusuri sama atau tidaknya matan, dan terdapat syadz, maqlub, mudraj dan tidaknya hadits yang diteliti, dan (4) menginventarisir pandangan muhaddits tentang para rawi hadits yang diteliti.
2. Metode Tahlili
Metode tahlilisl-hadits dengan menggunakan ilmu syarah al-hadits ditempuh langkah naqli atau al-Riwayat dan langkah ‘aqly atau al-Dirayat. Langkah naqli merupakan syarah al-hadits bi al-Ma’tsur, terdiri atas (1) munasabat al-hadits dengan al-Qur’an, (2) munasabat al-hadits dengan hadits lainnya, (3) pandangan shahabat dan tabi’in tentang hadits yang diteliti, dan (4) menginventarisir pandangan ulama syarah hadits.
Sedangkan dalam langkah ‘aql atau bi al-Ra`yi terdiri atas (1) menerjemahkan hadits ke dalam bahasa Indonesia, (2) menerangkan makna kata-kata yang tercantum dalam hadits, (3) menjelaskan istilah, (4) menentukan essensi hadits, (5) menginventarisir nilai-nilai yang terkandung dalam hadits yang diteliti, dan (6) menganalisis hadits yang disoroti dari berbagai sudut, untuk mendapatkan implikasinya terhadap kehidupan.
[1] ‘Aqliyyat merupakan nisbat dari ‘aql. Sumber nilai ‘aqliyyat berarti hasil pemikiran, pengalaman dan penelitian manusia.
[2] naqliyyat merupakan nisbat dari naql yang berarti mengutip. Sumber nilai naqliy ialah ajaran yang dikutip dari wahyu Allâh SWT.
[3] Shallâ Allâh ‘alayh Wasallam, semoga Allâh mencurahkan rahmat dan kesejahhteraan baginya, selanjutnya ditulis: SAW
[4] selanjutnya ditulis : w. dan tahun Hijri, selanjutnya ditulis : H
[5] selanjutnya ditulis: Hr.
[6]Muslim Bin Hajaj, Shahîh Muslim, (Beirût, Dâr al-Turâts), juz. IV h.1836
[7]Hadîts ini juga dikutip oleh Ibn Hazm (w.456H), dalam al-Ihkâm
[8] Musnad Ahmad, IV h.126, Sunan Abi Dawud, IV h.200, Sunan al-Turmudzi, V h.44
[9] Ali Mustafa Ya’qub, Kritik Hadîts, (Jakarta, Pustaka Firdaus, 2000), h.2