NASIB PENCELA DAN PENUMPUK HARTA (kajian tafsir al-Humazah:01-09)
NASIB PENCELA DAN PENUMPUK HARTA
(kajian tafsir al-Humazah:01-09)
- Teks Ayat dan Tarjamahnya
وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ () الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ () يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ () كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِ () وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ () نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ () الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ () إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ () فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ
Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang. Qs.104:1-9
- Kaitan dengan Ayat Sebelumnya
- Surat al-Ashr yang lalu menegaskan bahwa manusia itu akan menedrita kerugian kecuali yang beriman, amal shalih dan saling memberi wasiat tentang kebenaran serta kesabaran. Surat al-Humazah mengungkap contoh perbuatan yang menjerumuskan pada kerugian.
- Surat al-Ashr yang lalu mengungkapkan bahwa orang yang bebas dari kerugian adalah yang saling menasihati tentang kebenaran dan keshabaran. Surat al-Humazah ini memberikan bimbingan agar sesama umat itu jangan saling cela saling mengumpat. Dengan kata lain, kaitan kedua surat itu; al-Ashr memerintah saling menasihati, dan al-Humazah melarang saling menjelekan dan mengumpat.
- Tinjauan Historis
- Menurut al-Kalabi, Atha, dan al-Siddi, secara histiris surat al-Humazah ini turun berkaitan dengan kebiasaan al-Akhnas bin Suraiq yang suka mencela dan mengumpat orang, utamanya pada Nabi SAW. Sedangkan menurut Muqatil, ayat ini berkaitan dengan al-Walid bin al-Mugirah yang mengmpat Rasul di belakang dan bermuka sinid di hadapannya.[1]
- Menurut Abu Hayyan, surat al-Humazah ini turun bisa saja karena ulah al-Akhnas, atau al-Ash bin Wa`il, Jamil bin Ma’mar, al-Walid bin al-Mughirah, atu Umayah bin Khalaf. Bahkan bisa turun dilatar belakangi semuanya, karena mereka memiliki sifat yang buruk tersebut.[2]
- Tafsir tiap Ayat
- وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍKecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela,
Perkataan ويل menurut Ibn Abbas mempunyai dua ma’na yaitu (2)شدَّة العَذَاب (siksaan yang amat sangat), dan (2) وَادٍ فِي جَهَنَّم (satu lembah siksaan di neraka jahannam).[3] Muhammad Ali al-Syaukani (w.1250H) mengutip berbagai pandangan ahli bahasa menerangkan bahwa ويل berasal dari وَي yang berarti betapa menyedihkan atau menyakitkan. Perkataan lain yang mengandung unsur ejekan, celaan, mupuas (bahasa sunda) antara lain ويح – ويس – ويك – ويب (celakalah, mampuslah, hancurlah).[4] Menurut al-Maraghi, perkataan ويل suka digunakan orang untuk mengharapkan orang lain terjerumus pada kecelakaan dan kehinaan. Sedangkan pada ayat ini mengandung arti سُخْط و عذَاب من الله kemurkaan dan siksaan dari Allah SWT.[5] Sedangkan menurut al-Zuhayli, perkataan ويل pada ayat ini berma’na خِزْيٌ وعَذَاب شَدِيْد kehinaan dan siksaan yang amat sangat.[6] Maka celakah setiap orang yang هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ Abu al-Jauza menerangkan قلت لابن عباس: من هؤلاء هم الذين بدأهم الله بالويل ؟ قال: هم المشاءون بالنميمة، المفرقون بين الأحبة، الباغون أكبر العيب Saya pernah bertanya pada Ibn Abbas: siapakah orang yang diancam Allah dengan al-Wail itu? Rasul SAW bersabda: mereka adalah orang hidupnya suka mengadu domba, memecah belah orang yang saling menyenangi yang mencela, mengejek dan mengungkit aib.[7] Kata Ibn al-Jauzi,[8] perkataan هُمَزَةٍ dan لُمَزَةٍmenurut sebagian ulama memiliki arti yang sama yaitu mengumpat dan mencela. Namun ada pula yang berpendapat memiliki arti yang berbeda. Ia menjelaskan tentang همزة لمزة sebagai berikut: (1) menurut Ibn Abbas; humazah berarti mengumpat dan lumazah berarti mencela, sebagaimana dikemukakan Ibn Abbas. (2) Menurut Atha, al-Hasan, Abu al-Aliyah; Humazah mengandung arti menjelekan orang didepan yang dijelekan dan lumazah menjelekan orang orang tiada ada. (3) Menurut Mujahid; al-Humazah adalah mencela individu manusia, dan lumazah berarti mencela keturunan atau ras orang lain. (4) Menurut Qatadah; al-Humazah mengejek dengan mata sinis, dan lumazah mengejek manusia dengan lisan. (5) Menurut Ibn Zaid; Humazah berarti mencela manusia dengan tangan atau tepukan, dan lumazah bererti mengejek atau mencela dengan lisan. (6) Menurut Sufyan al-Tsauri; Humazah berarti mencela dengan ucapan dan lumazah berarti mengejek dengan memicingkan mata. (7) Menurut Muqatil; Humazah berarti mengumpat dan lumazah berarti menjelakan manusia di depannya. Orang yang memiliki kebiasaan seperti itu akan menderita kehinaan dan kehancuran, dan di akhiratnya masuk neraka wail.
- الَّذِي جَمَعَ مَالًا وَعَدَّدَهُ yang mengumpulkan, menumpuk-numpuk harta dan menghitung-hitungnya,
Ayat ini menerangkan factor yang memperngaruhi manusia berani mencela dan menganggap hina orang lain. Orang yang berani mencela dan mencela yang lain dipengaruhi oleh harta kekayaan yang menumpuk. Dia menumpuk-numpuk harta sehingga bertambah banyak kemudian menghtung-hitungnya dengan merasa bangga. Karena kebanggaan dengan harta yang dimiliki, maka berani menganggap sepele dan menghina orang lain.
- يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُdia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya,
Orang yang memiliki kekayaan dan berani mencela orang lain, karena beranggapan bahwa kekayaan yang dimilikinya itu bakal kekal dan abadi. Ia tidak sadar bahwa apa yang dimilkinya itu bakal ditinggalkan. Jika telah masuk liang kubur, harta yang menumpuk kekayaan yang melimpah, tidak akan ada artinya.
- كَلَّا لَيُنْبَذَنَّ فِي الْحُطَمَةِsekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah.
Perkataan كَلَّا merupakan peringatan keras, seakan menandaskan: Jangalah kamu kira bahwa harta itu akan mengekalkan; tidak, sama sekali tidak. Ingatlah bahwa harta itu tidak akan mengekalkan, tidak akan membeaskan diri dari kematian. Kekayaan yang dimiliki hanyalah bersifat sementara. Kebanggaannya pun hanyalah sekilas, sepintas. Jika beranggapan akan membawa kekekalan, ingatlah bahwa neraka huthamah mengancam. Dalam surat al-Takatsur yang lalu dikemukakan bahwa berlomba mencari harta, bangga dengan harta dapat melengahkan hingga masuk liang kubur. Ayat ini mengingatkan bahwa orang yang menumpuk harta terlalu bangga dengannya, hingga berani mencela orang lain bakal dilemparkan ke neraka al-Huthamah.
- وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْحُطَمَةُ Dan tahukah kamu apa Huthamah itu?
Dengan nada bertanya, ayat ini mengundang perhatian. Tahukah kamu seperti apa huthamah itu? Kamu memang tidak tahu apa itu huthamah, bila tidak bertahu berdasar wahyu. Huthamah tidak akan diketahui hakikatnya, tidak akan terjangkau akal seperti apa bentuknya. Yang mengetahui hakikat huthamah, hanyalah yang menciptakan dan menyediakannya. Pertanyaan semacam ini berfungsi betapa al-Huthamah itu sesuatu yang sangat penting mendapat perhatian.
- نَارُ اللَّهِ الْمُوقَدَةُ (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan,
Allah SWT yang bertanya, dan Ia sendiri yang menjawabnya, bahwa huthamah adalah jurang neraka yang diciptakan Allah dan dinyalakan membara. Huthamah adalah api neraka yang menyala siap membakar mangsanya.
- الَّتِي تَطَّلِعُ عَلَى الْأَفْئِدَةِ yang (membakar) sampai ke hati.
Hati yang membangkitkan keberanian mencela orang, dan mendorong rakus untuk menumpuk harta, akan terbakar oleh hati huthamah yang amat panas. Jika di dunia hatinya merasa panas oleh keinginan menumpuk harta dan berani mencela orang, maka di akhirat hati itu akan tersiksa.
- إِنَّهَا عَلَيْهِمْ مُؤْصَدَةٌ (Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka,
Api neraka yang dinyalakan membara, membakar manusia hingga ke lubuk hati, ditutup rapat. Dapat dibayangkan bagaimana masakan yang dipanaskan dalam oven tertutup rapat. Panas semakin membara, sedangkan tidak ada lubang sedikit pun untuk mendapatkan hawa udara. Para pencela dan penumpuk harta di huthamah bakal menderita sepanjang masa. Ancman ini sungguh sangat keras dan menakutkan. Alangkah ruginya orang yang tidak mengambil pelajaran.
- فِي عَمَدٍ مُمَدَّدَةٍ(sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang
Orang yang masuk neraka huthamah, badannya diikat ditiang kuat dan panjang, shingga tidak bisa bergerak, tidak bisa melepaskan diri. Keinginan hawa nafsu yang dumbar, kerakusan yang tidak dikendalikan sepanjang hidup di dunia, mengakibatkan panjangnya siksaan di neraka.
- Beberapa Ibrah
- Orang yang berbangga diri dengan kakayaan yang melimpah hingga berani mencela dan menghina yang lain bakal terhina di neraka.
- Yang tercela bukan mencari harta, tapi menumpuk-numpuknya dan tidak memanfaatkannya untuk kepentingan ibadah. Orang yang tercela adala yang berbangga diri dengan harta dan menganggap hina orang yang tidak punya harta.
- Hati yang selalu terlalu semangat memenuhi hawa nafsu, menumpuk harta untuk mengekalkan kerhidupan akan terbakar di neraka.
- Bila telah di neraka, siapa pun tidak akan mampu melepaskan diri. Apalgi neraka huthamah yang apinya menyala. Pintunya ditutup rapat. Penghuninya bagaikan di oven dalam api yang panas tiada terhingga, sambil terikat tidak bisa bergerak.
- Orang yang menumpuk-numpuk harta kekayaan dan menahannya tidak digunakan untuk kemasalahatn umat bakal berada pada lingkaran tidak bertepi. Mereka tidak akan merasa puas sepanjang masa. Kebanggaan mereka dengan harta hanya sibuk dengan menghitung, dan terus mengumpulkan untuk meningkatkan modal usaha. Manfaat yang mereka dapat hanya sedikit di dunia, dan menjerumuskan diri ke neraka di akhirat kelak.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يَقُولُ الْعَبْدُ مَالِي مَالِي إِنَّمَا لَهُ مِنْ مَالِهِ ثَلَاثٌ مَا أَكَلَ فَأَفْنَى أَوْ لَبِسَ فَأَبْلَى أَوْ تَصدَّقَ فَأَمْضَى وَمَا سِوَى ذَلِكَ فَهُوَ ذَاهِبٌ وَتَارِكُهُ لِلنَّاسِ
Abu Hurairah menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: Manusia sebagai hamba mengatakan: ”Hartaku, hartaku”. Sesungguhnya hartanya itu hanya tiga; apa yang ia makan menjadi sirna, apa yang ia pakai menjadi rusak, atau yang ia sedekahkan yang menjadi tabungan kekal. Sedangkan selain itu adalah hilang tanpa bekas, atau ia tinggalkan untuk orang lain. HR. Muslim.[9]
[1] Wahbah al-Zuhayli, al-Tafsir al-Munir, XXX h.397
[2] al-Bahr al-Muhith, VIII h.510
[3] Tanwir al-Miqbas min tafsir Ibn Abbas, h.12
[4] Fath al-Qadir, I h.105
[5] Tafsir al-Maraghi, XXX h.238
[6] al-Tafsir al-Munir, XXX h.399
[7] Ibn Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari, XXX h.291-292
[8] Zad al-Masir, IX h.227
[9] Shahih Muslim, no.5295