RANGKAIAN IBADAH JUM’AT
AYAT DAN HADITS IBADAH JUM’AT
(bagian kedua)
- RANGKAIAN IBADAH JUM’AT
Tatacara ibadah jum’at telah ditetapkan oleh Rasul SAW diawali adzan, kemudian imamnya berkhuthbah. Shalat jum’at dilaksanakan setelah dua khuthbah jum’at selesai. Adapun fiqih kuhthbahnya antara lain sebagai berikut:
- Komptensi Khathib
- Dalam bidang keilmuan
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا وَلَا يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلَا يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ
Diriwayatkan dari Abi Mas’ud al-Anshari, rasul SAW bersabda: Yang paling berhak jadi imam suatu kaum adalah yang paling dalam qira`ah kitab Allah. Jika dalam qira`ahnya semuanya sama, maka yang paling mengetahui Sunnah Rasul SAW. jika dalam pengetahuan al-Sunnah sama, maka paling dahulu hijrah. Jiha dalam hijrah juga sama, maka yang paling senior dalam keislaman. Tidak sepatutnya seseorang mengimami orang yang memiliki kekuasaannya. Tidak sepatutnya seseorang duduk di rumah pada kehormatan orang lain tanpa seizinnya. Hr. Muslim (206-261H).[1]
Berdasar hadits ini yang layak jadi imam dan khathib adalah (1) fasih bacaan al-Qur`an, (2) faham banyak tentang isi al-Qur`an dan al-Sunnah, (3) lebih senior dalam keislaman, (4) bermukim, bukn tamu kecuali ada izin dari pribumi.
- Dalam bidang Kepribadian dan kedudukan
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةٌ عَلَى كُثْبَانِ الْمِسْكِ أُرَهُ قَالَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَغْبِطُهُمْ الْأَوَّلُونَ وَالْآخِرُونَ رَجُلٌ يُنَادِي بِالصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ وَرَجُلٌ يَؤُمُّ قَوْمًا وَهُمْ بِهِ رَاضُونَ وَعَبْدٌ أَدَّى حَقَّ اللَّهِ وَحَقَّ مَوَالِيهِ
Dari Abd Allah bin Umar, rasul SAW bersabda: tiga kelompok berada di bukit kasturi. Pada hari kiamat yang awal maupun yang akhir merasa menginginkan untuk mendapatkan sepereti mereka; orang yang menjadi mu`adzin shalat lima waktu siang maupun malam, seseorang yang manjdi imam di suatu kaum dan ma`mumnya sangat senang padanya; hamba yang memenuhi hak Allah dan hak majikannya. Hr. Ahmad (164-241H), al-Tirmidzi (209-279H).[2]
Berdasar hadits ini muadzin dan imam yang senangi ma’mum akan berada di tempat yang menyenangkan hingga orang lain iri padanya.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ ثَلَاثَةٌ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُمْ صَلَاةً مَنْ تَقَدَّمَ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَرَجُلٌ أَتَى الصَّلَاةَ دِبَارًا وَالدِّبَارُ أَنْ يَأْتِيَهَا بَعْدَ أَنْ تَفُوتَهُ وَرَجُلٌ اعْتَبَدَ مُحَرَّرَهُ
Dari Abd Allah bin Umar, rasul SAW bersabda: tiga kelompok tidak diterima shalatnya oleh Allah SWT; yang menjadi imam padahal tidak disenangi kaumnya, orang yang melalaikan shalat hingga habis waktunya, orang yang memperbudak yang merdeka. Hr. Abu Dawud (202-275H).[3]
Berdasar kedua hadits ini, seorang imam dan khathib yang baik adalah yang disenangi ma`mum.
- Khuthbah Setelah Adzan
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ خُطْبَتَيْنِ كَانَ يَجْلِسُ إِذَا صَعِدَ الْمِنْبَرَ حَتَّى يَفْرَغَ أُرَاهُ قَالَ الْمُؤَذِّنُ ثُمَّ يَقُومُ فَيَخْطُبُ ثُمَّ يَجْلِسُ فَلَا يَتَكَلَّمُ ثُمَّ يَقُومُ فَيَخْطُب
Ibn Umar menerangkan adalah rasul SAW berkhuthbah dua khuthbah. Beliau duduk ketika sudah naik mimbar, hingga selesai mu`adzin mengumandangkan kalimatnya. Kemudian beliau berdiri, berkhuthbah, kemudian duduk lagi tanpa mengucapkan apapun, kemudian berdiri lagi dan berkhuthbah. Hr. Abu Dawud (202-275H).[4]
Berdasar hadits ini (1) Khuthbah jum’at dilakukan dua kali, (2) khathib naik mimbar kemudian duduk tatkala mu`adzin adzan, (3) khuthbah dilakukan dengan berdiri, (4) khathib duduk di antara dua khuthbah tanpa mengucapkan kalimat apapun, (5) khuthbah kedua dilakukan.
- Duduk antara dua Khuthbah
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ قَائِمًا ثُمَّ يَقْعُدُ ثُمَّ يَقُومُ كَمَا تَفْعَلُونَ الْآنَ
Dari Ibn Umar diriwayatkan: adalah Rasul SAW berkhuthbah sambil berdiri, kemudian duduk, kemudian berdiri lagi seperti yang anda lakukan sekarang. Hr. Muslim (206-261H), Abu Dawud (202-275H).[5]
Berdasar hadits ini (1) khuthbah jum’at mesti dua kali, (2) khatib duduk antara dua khuthbah, (3) khuthbah pertama dan kedua terpisah, (3) kedua khuthbah berdiri sendiri, maka aturan khuthbah pertama dan kedua adalah sama.
- Membaca al-Qur`an dan Memberi Peringatan
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ كَانَتْ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خُطْبَتَانِ يَجْلِسُ بَيْنَهُمَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيُذَكِّرُ النَّاسَ
Jabir bin Samurah[6] menerangkan: Khuthbah Nabi SAW adalah dua kali, duduk di antara keduanya. Beliau membaca al-Qur`an dan memberi peringatan kepada manusia. Hr. Muslim(206-261H).[7]
Berdasar hadits ini (1) khuthbah dilakukan dua kali yang diselang dengan duduk antara dua khuthbah, (2) dalam kedua khuthbah mesti membaca ayat al-Qur`an, (3) isi khuthbah adalah memberi peringatan pada manusia.
- Khuthbah yang ringkas dan padat
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ قَالَ كُنْتُ أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَتْ صَلَاتُهُ قَصْدًا وَخُطْبَتُهُ قَصْدًا
Kata Jabir bin Samurah, saya shalat bersama Rasul SAW; beliau shalatnya pertengahan, khuthbahnya sederhana. Hr. Muslim.[8]
Berdasar hadits ini kalimat dalam khuthbah mesti sederhana tapi difahami oleh umat.
عَنْ أَبي وَائِلٍ خَطَبَنَا عَمَّارٌ فَأَوْجَزَ وَأَبْلَغَ فَلَمَّا نَزَلَ قُلْنَا يَا أَبَا الْيَقْظَانِ لَقَدْ أَبْلَغْتَ وَأَوْجَزْتَ فَلَوْ كُنْتَ تَنَفَّسْتَ فَقَالَ إِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ فَأَطِيلُوا الصَّلَاةَ وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ وَإِنَّ مِنْ الْبَيَانِ سِحْرًا
Abu Wa`il,[9] bercerita: Ammar[10] berkhuthbah dengan jelas dan mantap, tatkala turun kami berkata padanya: Wahai Abu al-Yaqdlan engkau berkhuthbah cukup jelas dan ringkas. Mengapa engkau tidak memperpanjang khuthbahmu? Beliau menjawab: Sesungguhnya aku mendengar Rasul SAW bersabda: Sesungguhnya orang yang memperpanjang shalat dan meringkas khuthbah termasuk yang ahli dalam memahami agama. Perpanjanglah shalatmu, ringkaslah khuthbah. Sesungguhnya ucapan yang jelas menjadi daya tarik tersendiri yang memukau. Hr. Muslim (206-261H).[11]
Berdasar hadits ini khuthbah itu mesti (1) menggunakan bahasa yang jelas, ringkas tidak bertele-tele, (2) isinya padat, mantap, (3) penampilannya memukau, (4) menyampaikan bahan dan materi khuthbah yang sangat dikuasai khathib, (5) menggunakan bahasa yang difahami umat.
- Menggunakan bahasa yang mudah difahami
Ibn Mas’ud menandaskan
مَا أَنْتَ بِمُحَدِّثٍ قَوْمًا حَدِيثًا لَا تَبْلُغُهُ عُقُولُهُمْ إِلَّا كَانَ لِبَعْضِهِمْ فِتْنَةً
tidaklah anda berkomunikasi pada suatu kaum dengan bahasa yang tidak terjangkau oleh akal mereka kecuali akan menimbulkan kekacauan pada sebagian mereka.[12]
Al-Qur`an memberikan bimbingan agar Rasul berkomunikasi dengan bahas kaumnya. Allah SWT berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا بِلِسَانِ قَوْمِهِ لِيُبَيِّنَ لَهُمْ فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Qs.14:4
Dengan demikian khathib mesti menggunakan bahasa yang benar-benar difahami mayoritas ma’mum. Jangan menggunakan bahasa yang diperkirakan salah tafsir di kalangan ma`mum.
- Cara Khuthbah
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ وَعَلَا صَوْتُهُ وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ حَتَّى كَأَنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ وَيَقُولُ بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةُ كَهَاتَيْنِ وَيَقْرُنُ بَيْنَ إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى وَيَقُولُ أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا أَوْلَى بِكُلِّ مُؤْمِنٍ مِنْ نَفْسِهِ مَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِأَهْلِهِ وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضَيَاعًا فَإِلَيَّ وَعَلَيَّ
Dari Jabir bin Abd Allah diriwayatkan: Rasul SAW bila berkhuthbah penuh semangat terlihat matanya memerah, suaranya lantang, seperti sedang marah bagaikan panglima militer yang mengomando pagi atau sore. Beliau bersabda aku diutus, dan hari kiamat seperti ini sambil memperlihatkan dua jarinya antara telunjuk dan jadi tengah. Beliau bersabda: sebagik-baik ucapan adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad rasul Allah. Seburuk-buruk urusan adalah mengada-ada. Setiap bid’ah adalah sesat. Aku lebih berhak atas orang mu`min daripada dirinya. Barangsiapa yang meninggalkan harta adalah untuk keluarganya. Barangsiapa yang meninggalkan utang atau anak terlantar serahkanlah padaku, maka menjadi tanggung jawabku. Hr. Muslim (206-261H).[13]
Berdasar hadits ini, seorang khathib hendaklah (1) penuh semangat, (2) bersuara lantang, (3) memberi semangat, (4) mengajak ke pada jalan kebenaran, berpegang pada al-qur`an dan sunnah Rasul, (5) memberantas bid’ah dan kesesatan, (6) membahas berbagai fenomena di masyarakat seperti urusan kesejahteraan, (7) mengungkap kepentingan umat. Dalam hadits lain, Rasul SAW mengawali khuthbahnya dengan salam, kemudian duduk, lalu adzan dan mengucapkan hamdalah, shalawat, syahadat, seperti yang berbunyi sebagai berikut:
الْحَمْدُ لِلَّهِ نَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا مِنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ أَرْسَلَهُ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ مَنْ يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ رَشَدَ وَمَنْ يَعْصِهِمَا فَإِنَّهُ لَا يَضُرُّ إِلَّا نَفْسَهُ وَلَا يَضُرُّ اللَّهَ شَيْئًا
Segala puji bagi Allah. Kami berlmohon pertolongan memoohon ampun pada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari keburukan pribadi kami. Barangsiapa yang dberi petunjuk oleh Allah maka ia tidak ada yang bisa menyesatkannya. Barang siapa yang dibarkan sesat oleh-Nya, tidak ada yang bisa memberi petunjuk padanya. Aku bersaaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Aaku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan ustusan-Nya. Allah mengutusnya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan di hadapan situasi dan kondisi. Barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul-naya pasti mendapat petunjuk. Barangsiapa yang mendurhakainya maka tidak akan madlarat kecuali pada idrinya sendiri, dan tidak akan memadaratkan Allah sedikit pun. Hr. Abu dawud.[14].
Contoh muqaddimah khuthbah ini mengandung makna antara lain (1) memuji Allah, (2) memohon perlindungan, pertolongan dan ampunan Allah, (3) berlindung dari keburukan pribadi yang mengandung tekad akan menjauhi keburukan dan mencegah umat dari keburukan, (4) bersyahadat uluhiyah dan syhadat risalah, (5) bertekad memberi nasihat pada umat, (6) meyakini bahwa yang memutuskan apakah umat itu mendapat petunjuk atau tidak menjadi wewenang Allah, (7) Menandasan bahwa Rasul itu pemabawa agama yang benar, pemberi peringatan, pembawa berita gembira, (8) khathib meneruskan perjuangan Rasul SAW membawa risalah, (9) yang taat pasti selamat yang ma’siat pasti madarat.
- Perhatian pada Ma’mum
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ النَّاسَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ أَصَلَّيْتَ يَا فُلَانُ قَالَ لَا قَالَ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ
Jabir bin Abd Allah menerangkan: seorang laki-laki datang, padahal rasul SAW sedang berkhuthbah pada manusia di hari jum’at. Beliau bertanya: Hai fulan apakah anda sudah shalat? Dia menjawab: belum? Rasul bersabda: Berdirilah! Shalatlah dua raka’aat. Hr. Muslim (206-261H).[15]
Berdasar hadits (1) seorang khathib mempunyai perhatian penuh pada ma`mum, (2) Khathib dibolehkan menegur ma`mum yang bersalah, (3) ma`mum yang baru datang mesti shalat dua raka’at sebelujmn duduk, walau imam sedang khuthbah, (4) bolehnya komunikasi antara khathib dan ma`mum.
- Khathib adalah Imam
عن أبي هُرَيْرَةَ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَقَدْ لَغَوْتَ
Diriwayatkan dari Abi Hurairah, sesungguhnya Rasul SAW bersabda: jika kamu berkata pada shahabatmu pada hari jum’at dikala imam khuthbah: diamlah, maka telah berbuat sia-sia. Hr. al-Bukhari (194-256H), Muslim (206-261H).[16]
Berdasar hadits ini (1) Khuthbah dilakukan oleh imam (imam melarangkap khathib), (2) tidak diperkenankan bicara antara ma`mum dengan ma’mum, (3) ma`mum yang berbicara ketika imam sedang khuthbah sudah menghilangkan nilai jum’atannya.
III. ETIKA JUMATAN
- Tidak perlu Mengistimewakan ibadah malam mum’at
لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
Janganlah kamu mengkhususkan malam jum’at dengan bangun di antara malam-malam, jangan pula mengkhususkan shaum pada hari jum’at secara khusus dari antara hari-hari lain kecuali pada hari yang semestinya ibadah shaum. Hr. Muslim.[17]
- Berhias dan berwangi untuk jum’atan
حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ الْغُسْلُ وَالطِّيبُ وَالسِّوَاكُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
Hak bagi setiap muslim untuk mandi, berwangi-wangian, dan menggosok gigi di hari jum’at. Hr. Ahmad.[18]
- Persiapan hingga pelaksanaan jum’at
مَنْ اغْتَسَلَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ ثُمَّ يُصَلِّي مَعَهُ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى وَفَضْلُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ
Barangsiapa yang mandi, kemudian datang ke shalat jum’at terus melakukan shalat sesuai kemampuan. Tatkala khathib berkhuthbah diam memeprhatikannya hingga selasai, lalu shlat bersamanya, maka akan mendapat ampunan Allah antara jumat yang satu dengan jum’at lainnya bahkan ditimabah tiga hari. Hr. Muslim.[19]
Berdasar hadits ini, jamaah hendaklah melakukan (1) mandi sebagaimana diajarkan Rasul SAW, (2) datang ke masjid jami, (3) melakukan shalat sebanyak-banyaknya selama menunggu imam naik mimbar, (4) memperhatikan khuthbah dengan seksama, (5) shalat jum’ah berjamaah.
- Siapa yang Paling awal, dia paling baik
Dari Abu Haruariah diriwayatkan bahwa Rasul SAW bersabda:
مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
Barangsiapa yang mandi hari jum’at seperti mandi janabat, kemudian pergi untuk shalat jum’at, maka seperti kurban unta super. Barangsiapa yang pergi saat kedua, maka seperti kurban sapi. Barangsiapa yang pergi saat ketiga maka seperti kurban kambing. Barangsiapa yang pergi pada saat keempat maka seperti kurban ayam. Barangsiapa yang pergi pada saat kelima, maka seperti kurban telur. Maka jiga imam sudah keluar manuju mimbar, mala`ikat hadir untuk memperhatikan perongatan. Hr. al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa`iy.[20]
Hadits ini berisi perabndingan pahala antara yang pergi lebih awal ke masjid untuk shalat jum’at dengan yang lebih akhir. Orang yang baru datang ke masijid ketika khatib sudah naik mimbar, maka malaikt tidak mengabsen lagi karena memperhatikan apa yang disampaikan khatib.
- Shalat dua raka’aat ketika masuk masjid
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ جَاءَ سُلَيْكٌ الْغَطَفَانِيُّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَجَلَسَ فَقَالَ لَهُ يَا سُلَيْكُ قُمْ فَارْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَتَجَوَّزْ فِيهِمَا ثُمَّ قَالَ إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ وَلْيَتَجَوَّزْ فِيهِمَا
Dari Jabir bin Abd Allah mengatakan Sulaik al-Ghathfani tiba pada hari jum’at, langsung duduk. Rasul saat itu sedang khuthbah. Beliau bertanya padanya: Wahai Sulaik berdirilah, shalatlah dua raka’aat, kerjakan yang ringan pada kedua rakaatnya. Kemudian beliau bersabda: Jika salah seorang di antaramu datang di hari jum’at, padahal imam sedang khuthbah, hendaklah shalat dua raka’at yang ringkas. Hr. Muslim (206-261H).[21]
- Jangan mengeraskan suara hingga mengganggu Diriwayatkan dari Abd Allah bin Umar, Rasul SAW bersabda ketika i’tikaf
إِنَّ الْمُصَلِّيَ يُنَاجِي رَبَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ بِمَا يُنَاجِي رَبَّهُ وَلَا يَجْهَرْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ بِالْقِرَاءَةِ
Sesungguhnya yang mendirikan shalat, berarti bermunajat pada Tuhannya. Hendaklah sebagian kalian mema’lumi yang sedang bermunajat pada Tuhannya. Janganlah satu sama lain mengeraskan suara mengalahkan yang lain dengan bacaan. Hr.Ahmad.[22]
- Shalat sesudah shalat jum’at
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا
Jika di antaramu shalat jum’at maka hendaklah shalat setelahnya empat rala’at. Hr. Muslim.[23]
Namun dalam riwayat Abi Sulaim diterangkan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي بَعْدَ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَيْنِ
Sesungguhnya Nabi SAW shalat setelah shalat jum’at sebanyak dua raka’at. Hr. Muslim.[24]
Dengan demikian shalat sunat ba’da jum’at bisa dilakukan empat raka’aat, bisa juga dua raka’aat. Namun ada pula yang berpendapat bahwa shalat sunat ba’da jum’at itu bila dilakukan di masjid, maka jumlahnya empat rakaat, dan bila dilakukan di rumah maka boleh dua raka’at.
- Kembali bekerja bila jumatan sudah selesai
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. Qs.62:10
Seperti telah dikemukan di bahasan yang lalu, bahwa setiap jamaah yang sudah melakukan shalat jum’at sebaiknya segera kembali ke tugas masing-masing untuk mendapatkan anugerah Allah Subhanahu Wa Ta’ala berupa rejeki. Ini memberikan gambaran, bahwa ibadah ritual tidak menghalangi ibadah yang sifatnya social, melainkan keduanya harus saling mendukung dengan disiplein masing-masing.
–=o0o=–
[1] Shahih Muslim, II h.428
[2] Musnad Ahmad, II h.26,Sunan al-Tirmdzi, IV h.355
[3] Sunan Abi Dawud, I h.62
[4] Sunan Abi Dawud, I h.286
[5] Shahih Muslim, II h.589, Sunan Abi Dawud, I h.286
[6] Jabir bin Samurah bin Junah, shahabat, al-Sawa`iy, Abu Abd Allah, wafat di Kufah 74H
[7] Shahih Muslim, II h.589
[8] Shahih Muslim, II h.591
[9] Syaqiq bin Salamah dijuluki Abu Wa`il al-Asadi, Tabi’in besar, wafat di Kufah 82H
[10] Ammar bin Yasir bin Amir bin Malik, Shahabat, Abu al-Yaqdlan, di Kufah, wafat di Shirfin, 37 H
[11] Shahih Muslim, II h.594
[12] Shahih Muslim, I h.21
[13] Shahih Muslim, II h.594
[14] Sunan Abi dawud, no.925
[15] Shahih Muslim, II h.596
[16] Shahih al-Bukhari, I h.316, Shahih Muslim, II h.583
[17] Shahih Muslim, no.1930
[18] Musnad Ahmad, no.21998
[19] Shahih Muslim, no.1418
[20] Shahih al-Bukhari, no.832, Shahih Maulim, no.1403, Sunan Abi Dawud, no.297
[21] Shahih Muslim, II h.597
[22] Musnad Ahmad, II h.36
[23] Shahih Muslim, no.1457
[24] Shahih Muslim, no. 1462