RASUL SEBAGAI ANUGERAH TERBESAR BAGI MU`MIN (Kajian Ali-Imran:164)
RASUL SEBAGAI ANUGERAH TERBESAR BAGI MU`MIN
(Kajian Ali-Imran:164)
A. Teks Ayat dan tarjamahnya
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آَيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ
Sungguh Allâh telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allâh mengutus di antara mereka seorang Rasûl dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allâh, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.Qs.3:164
B. Kaitan dengan ayat sebelumnya
Dalam ayat 163 diungkapkan bahwa di sisi Allâh SWT, manusia itu bertingkat-tingkat, dari yang memililiki derajat tertinggi الدَّرجَة الأَعْلى atau yang meraih أَعْظَم درَجَة sampai terjerumus pada derajat terendah yaitu الدَّرك الأسفَل. Hamba Allâh yang meraih derajat tertinggi antara lain yang beriman, berhijrah dan berjihad sebagaimana ditandaskan pada Qs.9:20, sedangkan manusia yang akan terjerumus pada derajat terendah di akhirat adalah orang munafiq sebagaimana tersurat pada Qs.4:145. semua derajat tersebut ditetapkan Allâh SWT bagi manusia sesuai dengan usaha dan amal perbuatannya. Hamba Allâh SWT yang menduduki kedudukan tertinggi dan meraih derajat termulia adalah Rasûl SAW.[1] Qs.3:164 ini menerangkan sifat hamba Allâh yang termulia, yaitu Rasûl SAW yang diutus kepada seluruh manusia, dan sebagai anugrah ni’mat tidak terhingga bagi orang yang beriman.
C. Tinjauan Historis
Ayat 164 ini masih satu rangkaian dengan ayat sebelumnya yang turun di Madinah, sebagai bantahan terhadap tuduhan negatif sebagian manusia pada Rasûl SAW. Beliau diutus Allâh SWT kepada umat manusia yang sedang teresat jalan, dilanda penyakit kegelapan jahiliyah, menuju jalan lurus, yang terang benderang tersinari cahaya Ilahi.
D. Tafsir Lafzhiyah
1. لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ Sungguh Allâh telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman
Huruf لَ pada َلقد berfungsi al-Qasam,[2] yaitu sumpah Allâh SWT, yang menunjukkan kesungguhan, penguatan. Oleh karena itu لَقد diartikan sungguh. Bahkan menurut Abu Su’ud, sebagai isi sumpah yang tidak dibunyikan, ma’nanya adalah وَاللهِ لَقد demi Allâh sesungguhnya.[3] Perkataan مَنَّ berma’na أَنْعَمَ وَتَفَضَّلَ memberi ni’mat dan mencurahkan karunia.[4] Diutusnya Rasûl SAW merupakan ni’mat dan anugrah Allâh SWT yang tiada terhingga. Allâh SWT mencurahkan keni’matan kepada hamba-Nya yang beriman dengan keni’matan yang tidak terhitung jumlahnya.[5] Bukti Rasûl sebagai karunia Allâh bagi mu`min, karena tugasnya yang sangat mulia, terutama membawanya ke jalan yang diridoi Allâh SWT. Keni’matan semacam ini dikhususkan bagi orang mu`min, karena hanya mereka yang meraih manfaat besar dari diutusnya seorang Rasûl.[6]
2. إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ ketika Allâh mengutus di antara mereka seorang Rasûl dari golongan mereka sendiri
Menurut al-Alusi, ayat ini berkaitan dengan kisah Nabi Ibrahim, ketika membangun kembali Bait Allâh, berdo’a kepada Allâh SWT agar diutus seorang Rasûl di negeri Arab.[7] Do’a Nabi Ibrahim a.s. tersebut adalah:
Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Rasûl dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Qur’an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs.2:129)
Oleh karena itu Rasûl diutus di negeri tersebut sebagai wujud dikabulkannya do’a leluhur mereka, Nabi Ibrahim, sekaligus sebagai karunia bagi segenap insan.
Perkataan فِيْهِم , berma’na bahwa Rasûl diutus di kalangan bangsa Arab. Sebagaimana dikatakan oleh ‘A`isyah r.a, mu`min di sini berma’na khusus bangsa Arab yang paling mendapat ni’mat besar dengan diutusnya Rasûl dari bangsa sendiri.[8] Sedangkan من أنْفُسِهِم bisa berma’na dari bangsa mereka, bisa juga dari jenis manusia.[9] Rasûl yang diutus, juga dari jenis yang sama yaitu manusia, secara fisik melakukan hal yang sama dengan yang lainnya. Yang menbedakan antara Rasûl dengan manusia lain adalah mendapatkan wahyu dan menerima mandat untuk menjelaskannya. Allâh SWT mengutus Rasûl dari bangsanya, dengan menggunakan bahasa kaum agar mempermudah pemahaman umat terhadap apa yang dijarkannya.[10] Bangsa Arab tatkala Rasûl diutus merupakan bangsa yang tertinggi di dunia, baik dari sudut peradaban, perekonomian, maupun perpolitikan. Seluruh dunia, pada saat itu berpusat perhatiannya pada Arab. Rasûl di utus dari bangsa Arab, keturunan Quraisy yang diakui keunggulannya oleh seluruh dunia.[11] Dengan demikian Rasûl akhir jaman diutus dari bangsa Arab, hikmahnya cukup besar dan manfaatnya sangat banyak. Sejak masa lalu hingga akhir jaman, kawasan Arab akan tetap menjadi pusat perhatian seluruh dunia.
3. يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allâh,
Tugas pertama yang menjadi tanggung jawab Rasûl adalah membacakan ayat-ayat Allâh SWT, baik yang bersifat qawliyah yang bersumber pada wahyu, maupun yahng bersifat kawniyah yang tersirat di alam semesta. Ditegaskan pula pada firman Allâh SWT.:
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasûl di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, Qs.62:2
Menurut al-Zuhayli, ayat yang dibaca oleh Rasûl SAW, terutama bukti-bukti kekuasaan dan ke-Esaan Allâh SWT, yang tersirat dan terserat di alam semesta.[12]
4. وَيُزَكِّيهِمْ membersihkan (jiwa) mereka,
Tanggaung jawab Rasûl selanjutnya adalah تَزْكِية tazkiyah atau membersihkan jiwa umat manusia dari berbagai noda dan kelemahan, terutama dari kebodohan dan kesesatan. Langkah tazkiyah yang ditempuh, cukup banyak antara lain (1) Tazkiyah al-‘Aql, penyucian fikiran dari logika yang tidak karuan, dengan membimbing tafakkur tentang kejadian alam semsta, (2) tazkiyah al-Qalb dari unsur ria dan kemusyrikan dengan tawhid dan ikhlash, (3) tazkiyah al-Abdan, seperti wudlu, mandi, bersuci dari najis, (4) tazkiyah al-Amwal, seperti kemestian zakat dan infaq lainnya, (5) tazkiyah al-Aqwal, pembersihan ucapan dengan benyaknya kalimah thayibah yang diajarkan Rasûl SAW pada setiap tindakan dan kejadian.
5. وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab.
Rasûl SAW, bertugas mengajarkan al-Qur`ân kepada umatnya, baik dalam membaca, memahami, maupun mengamalkannya. Jika tugas pertama membacakan ayat Allâh SWT yang bersifat kawniyah, atau ayat alam smesta, maka tugas ini adalah membacakan dan mengajarkan ayat qawliyah yang bersumber dari wahyu.
6. وَالْحِكْمَةَ dan Al Hikmah.
Perkataan al-hikmah, secara umum berma’na:
الْعِلْمُ بِحَقَائِقِ الأشْيَاء عَلَى مَا هِيَ عَلَيْه والعَمَل بِمُقْتَضَاه
Ilmu tentang hakikat segala sesuatu dan menggunakannya secara tepat.[13] Adanya yang memberi definisi:
الحِكْمَة إِصَابَة الحَقّ بِالعِلْمِ وَالعَقْلِ
Hikmah ialah tepatnya pada suatu kebenaran, baik ilmu maupun akal fikiran.[14]
Sedangkan yang dimaksud Al-Kitab dan al-Hikmah dalam Qs.3:164, yang diajarkan Rasûl SAW kepada umatnya, menurut mayoritas ahli tafsir adalah al-Qur`ân dan al-Sunnah al-Nabawiyah.[15] Adapun fungsi al-Sunnah terhadap al-Qur`ân , cukup banyak antara lain bisa dilihat contohnya pada bagan berikut:
AYAT |
HADITS MUBAYIN |
BAYAN |
|
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ barangsiapa di antaramu menyaksikan bulan maka shaumlah Qs.2:185 |
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمِيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ Shaumlah karena melihat bulan dan berbukalah karena melihatnya. Jika tidak melihatnya, maka sempurnakanlah hitungan. Shahih muslim, II h.762 |
Taqrir/ ta’kid (menekankan-penguat |
|
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ Sempurnakalah ibadah haji dan umrah karena Allâh. Qs.2:196 |
خُذُوا مَنَاسِكَكُمْ فَإِنِّي لَا أَدْرِي لَعَلِّي لَا أَحُجُّ بَعْدَ عَامِي هَذَا ambilah dariku manasik hajimu, boleh jadi aku tidak berhaji lagi setelah tahun ini. sunan al-Bayhaqi V h.125 |
Tafshil (merinci) |
|
وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ darimanapun kalian datang hadapkanlah wajahmu ke arah masjid al-Haram Qs.2:150 |
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَةَ Adalah Rasûl SAW shalat di atas kendaraan, menghadap ke arah kendaraannya menghadap, tapi untuk shalat frdlu beliau turun dan shalat menghadap qiblat. Shahih al-Bukhari, I h.156 |
Takhshish (mengecualikan) |
|
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ Wanita yang zina, laki-laki yang zina deralah seratus kali. Qs.24:2 |
خُذُوا عَنِّي خُذُوا عَنِّي قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلًا الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جَلْدُ مِائَةٍ وَنَفْيُ سَنَةٍ وَالثَّيِّبُ بِالثَّيِّبِ جَلْدُ مِائَةٍ وَالرَّجْمُ Ambilah dariku hukum. Allâh telah menetapkan jalan baginya; bujangan dan gadis zina, diukum seratus kali cambuk dan diasingkan satu tahun. Sedangkan yang pernah nikah bila zina, hukumannya adalah didera seratus kali dan rajam. Shahih muslim, III h.1316 |
Tasyri’ (tambahan hukum) |
|
Uraian lebih jelas dapat dilihat pada buku ilmu Hadits.[16]
7. وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata
Pengunci ayat ini menunjukkan bahwa manusia tanpa mendapat da’wah dari Rasûl, berada pada jalan yang sesat. Karena Rasûl SAW di utus, maka umat manusia, walau dalam keadaan jahiliyah menjadi mendapat petunjuk dan menempuh jalan yang lurus.
E. Beberapa Ibrah
1. Rasul SAW ditus menjadi rahmat bagi alam semsta, maka otomatis menjadi anugerah Allah terbesar bagi orang yang beriman. Karena dalam ayat ini ditegaskan bahwa Rasul itu sebagai anugerah terbesar bagi mu`min, maka kalau uingin meraihnya mesti menjadi mu`min yang sejati.
2. Tugas Rasul sebagai pembawa rahmat adalah membacakan ayat, mengajarkan kitab, menyebarkan hikmah, membersihkan umat dari berbagai noda dan dosa. Oleh karena itu bila ingin mendapat hikmah dari kerasulan nabi SAW, maka mesti menjadi umat rasul SAW yang mengikuti segala syari’ahnya serta meneruskan perjuangannya.
3. Tanpa diutus seorang Rasul, umat itu banyak yang sesat. Oleh karena itu bila ingin terhindar dari kesesatan, setiap umat mesti mengikuti petunjuk Allah dengan meneladani prilaku rasul SAW.
4. Tugas Rasul sebagai pembawa risalah dan rahmat Ilahi, telah tuntas, maka seterusnya menjadi tanggung jawab umatnya.
[1] Jamal al-Din al-Qasimi, Mahasin al-Ta`wil, IV h.45
[2] al-Tsa’alibi, Jawahir al-Hisan, I h.330, al-Syawkani, Fath al-Qadir, I h.394
[3] Tafsir Abi al-Su’ud, II h.107
[4] Al-Zuhayli, al-Tafsir al-Munir, III h.146
[5] al-Jaza`iri, Aysar al-Tafasir, I h.404
[6] Abd Allah al-Nasafi, Tafsir al-Nasafi, I h.192
[7] Ruh al-Ma’ani, III h.73
[8] al-Bayhaqi, Syu’b al-Iman, II h.232
[9] ayat yang menegaskan bahwa Rasul yang diutus itu مِن أنْفُسِكُم antara lain: Qs.9:128.
[10] Muhammad ibn Jari al-Thabari, Jami al-Bayan, IV h.163
[11] al-Qurthubi, al-Jami li Ahkam al-Qur`an, IV h.256-257
[12] al-Tafsir al-Munir, III h.149
[13] al-Jurjani, al-Ta’rifat, h.124
[14] al-Raghub al-Ashfahani, Mufradat al-Qur`an, h.126
[15] al-Nasafi, I h.192, al-tafsir al-Munir, III h.146, Zubdah al-Tafsir, h.171, al-Dur al-Mantsur, I h.335, al-Baghawi, I h.128,
[16] ilmu hadits yang disusun penulis antara lain berjudul: Petikan Ilmu hadits dan cara berteladan pada Rasul, setebal 200 halaman.