SHAUM SEBAGAI PRISAI
SHAUM SEBAGAI PRISAI HIDUP
(kajian Hadits riwayat al-Bukhari)
A. Teks Hadits yang dikaji
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَجْهَلْ وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
B. Tarajamahnya
Kata al-Bukhari: Abd Allah bin Maslamah telah menyampaikan hadits pada kami dari Malik, dari Abi al-Zinad, dari al-A’raj, dari Abi Hurairah, sesungguhnya Rasul SAW bersabda: ” Shaum itu prisai, maka janganlah berbuat rafast, dan berlaku bodoh. Jika seseorang mengajak perang atau mengajak bertengkar, katakanlah aku sedang shaum hingga dua kali. Demi zat yang ditangan-Nya diriku, hembusan mulut orang shaum di sisi Allah lebih harum dibanding parfum kasturi. (firman Allah) orang saum meninggalkan makan, minum dan menahan syahwatnya karena Aku (Allah). Shiam untuk-Ku dan Aku memberinya pahala. Kebaikan itu dinilai sepuluh kali lipat. Hr. al-Bukhari (194-256H).[1]
C. Sanad Hadits
1. حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ(kata al-Bukhari), Abd Allah bin Maslamah telah menyampaikan hadits pada kami.
Abd Allah bin Maslamah bin Qa’nab, dikenal pula dengan nama Abu Abd al-Rahman al-Qa’nabi al-Haritsi, lahir di Madinah, termasuk الصُّغْرى من الأتباع, wafat di Bashrah tahun 221H.
2. عَنْ مَالِكٍ(Abd Allah) menerima hadits dari Malik
Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amir, lahir di Madinah pada tahun 717 M, tingkatan rawi كبَار الأتبَاع . Kakeknya, Amir, adalah termasuk dari kalangan sahabat di Madinah. Imam Malik selalu tinggal di Madinah dan hanya keluar dari kota ini sewaktu melakukan ibadah haji. Oleh karena itu beliau dikenal dengan Imam Dar al-Hijrah. Imam Malik mengajar hadis di Madinah selama lebih dari empat puluh tahun sambil menyusun kitab hadis hadis Nabi, atsar sahabat dan tabi’in yang ia namai dengan الموطا (al-Muwattha). Beliau meninggal di kota kelahirannya pada tahun 179H (801 M) dalam usia 83 tahun.’ Syarah al-Muwaththa disusun oleh Al-Suyuthi (w.911H), dengan mama Tanwir al-Hawalik.
3. عَنْ أَبِي الزِّنَادِ (Malik) menerima hadits dari Abi al-Zinad
Nama lengkapnya adalah Abd Allah bin Dakwan, dikenal dengan nama Abd al-Rahman, dijuluki Abu al-Zinad, keturunan Quraisy, setingkat الصغْرى مِن التَّابعِين (di masa kecilnya bertemu dengan shahabat), wafat di Madinah tahun 130H.
4. عَنْ الْأَعْرَجِdari al-A’raj
Abd al-Rahman bin Harmuz, Abu Dawud al-Madani, dijuluki al-A’raj, tergolong الوُسْطَى مِن التاَبٍِعِيْن (tabi’in pertenghan karena sempat bertemu hingga dewasa dengan shahabat), wafat di Madinah tahun 117H
5. َعنْ أَبِي هُرَيْرَةَdari Abi Hurairah
Abu Hurairah aslinya bernama Abd al-Rahman bin Shahr (21sH-57H), pada penaklukan Khaibar (Muharram 7H/ 628M) beliau masuk Islam, kemudian menjadi sekretaris pribadi dan pelayan Rasul SAW. Beliau banyak kesempatan untuk mengikuti ucapan, sikap dan perbuatan Rasul SAW., dan menjadi ahl al-Shuffah (yang bertempat tinggal di Paviliun Masjid Nabawi), memusatkan perhatiannya pada tafaqquh fi al-Din, malam hari mengkaji syari’ah dari Rasul SAW, siang hari berda’wah ke berbagai tempat. Meriwayatkan 5364 hadits, ada yang juga yang mengatakan 5774 hadits. Menurut al-Bukhari, tidak kurang dari 800 shahabat yang meriwayatkan hadits dari Abi Hurairah. Sepeninggal Rasul SAW, beliau pernah menjabat Gubernur Bahrain tahun 21-23 H. Ada sebagian kaum orientalis berpandangan negatif terhadap Abi Hurairah, tapi ulama muhaddits telah memperlihatkan bukti-bukti keshalihan beliau. Beliau wafat di Madinah tahun 57H , ada yang mengatakan 59 H (679M).
D. Syarh Hadits
1. الصِّيَامُ جُنَّةٌshaum itu prisai
Perkataan الصِّيَامُ (Al-Shiam) adalah bentuk isim Masdar dari صَامَ – يَصُومُ , menurut bahasa berarti الإمساك (menahan) atau الترك (meninggalkan). Menurut Al-Raghib, perkataan صِيام shiam dan صَوم shaum menurut bahasa artinya mencakup pada menahan diri dari perkataan, perbuatan, gerakan, perjalanan dan makanan, sehingga kuda yang ditambat pun bisa disebut الصائم yang shaum.[2] Al-Shabuni memberikan definisi bahwa shaum itu ialah:
الإِمْسَاكُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَالجِمَاعِ مَعَ النِّيَّةِ مِنْ طُلًوعِ الفَجْرِ إِلَى غُرُوبِ الشَّمْسِ وَكَمَالُهُ بِاْجْتِنَابِ المَحْظُورَاتِ وَعَدَمِ الوَقُوعِ فِى المُحَرَّمَاتِ.
“Menahan diri dari makan, minum dan jima’ dengan niat ibadah shaum, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Kesempurnaan shaum adalah dengan menjauhi segala yang dilarang dan mengindari perbuatan yang diharamkan“.[3]
Menurut pengertian ini, shaum itu mesti (1) menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya seperti makan, minum dan jima’, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari. (2) Dilandasi niat ibadah kepada Allah SWT, dengan ikhlash. (3) Dimanifestasikan pada pencegahan diri dari perbuatan yang tidak diridhai Allah SWT. Dengan demikian, menahan makan dan minum pun, kalau tidak dilandasi ibadah tidak termasuk shaum. Ditekankan juga bahwa shaum itu waktunya adalah sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Oleh karena itu jika menahan makan dan minum di luar waktu tersebut, tidak termasuk shaum. Ibnu Katsir,[4] memberikan definisi
الإِمْسَاكُ عَنِ الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ وَالوِقَاعِ بِنِيَّةٍ خاَلِصَةٍ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لِمَا فِيْهِ مِنْ زَكَاةِ النُّفُوسِ وَطَهَارَتِهَا وَتَنْفِيَتِهَا مِنَ الإِخْتِلاَطِ الرَّدِيْعَةِ وَالأَخْلاَقِ الرَّذِيْلَةِ.
“Shaum adalah menahan diri dari makan, minum dan senggama, dengan niat ikhlas karena Allah Azza Wajalla, yang mengandung hikmah menyucikan jiwa dan membersihkannya dari perbuatan yang tercela dan akhlak yang buruk“.
Berdasar definisi ini fungsi hakikat shaum adalah (1) mengikhlashkan diri hanya karena dan untuk Allah SWT, (2) mengendalikan makan, minum, nafsu seks, (3) menyucikan jasmani dan ruhani dari sesuatu yang tercela, (4) meningkatkan akhlaq mulia. Perkataan جُنَّة menurut bahasa berarti prisai atau alat pelindung. Dalam riwayat al-Nasa`iy, kalimatnya جُنَّة ٌمِنَ النَّار (penghalang dari api neraka). Hadits melalui jalur Abi al-Ash ditegaskan الصيام جنة كجنة أحدكم من القتال(shaum itu prisai bagaikan tameng dari peperangan).[5] Dengan demikian shaum itu seperti alat pelindung dari bahaya, tak ubahnya baju tahan peluru, sabuk pengaman di kendaraan, dan masker untuk melindungi hidung dari debu. Betapa besar ma’na pelaksanaan shaum bagi manusia, bukan hanya berniali ritual ibadah, tapi juga menjaga diri dari bahaya lahir maupun batin, dunia maupun akhirat. Al-Zarqani (w.1133H), berkomentar الصيام جنة بضم الجيم وشد النون أي وقاية وسترة قيل من المعاصي لأنه يكسر الشهوة ويضعفها ولذا قيل إنه لجام المتقين وجنة المحاربين ورياضة الأبرار والمقربين وقيل جنة من النار (shaum sebagai prisai berma’na pejaga diri dan tabir dari perbuatan ma’siat karena dapat mengekang syahwat dan meluluhkannya. Oleh karena itu shaum sebagai pengendali orang tawra, tameng yang berperang, pelatih yang berbuat baik dan yang mendekatkan diri pada Allah, serta penghalang dari api neraka).[6]
2. فَلَا يَرْفُثْ Al-Suyuthi menfasirkan perkataan ini dengan والمراد بالرفث الكلام الفاحش وهو يطلق على هذا وعلى الجماع وعلى مقدماته (ma’na الرفث ialah ucapan kotor, mencakup atas jima atau yang menjurus pada porno).[7] Oleh karena itu selama ibadah shaum mesti menjaga diri dari ucapan kotor dan yang menurus pada porno. Ucapan kotor juga mencakup janji yang tidak dipenuhi atau sumpah palsu. Rasul SAW bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan kotor, maka tidak ada hajat bagi Allah dalam meninggalkan makan dan minumnya“. HR. Bukhari (w.256H), dan Abu Dawud (w.275H). [8]
Penyarah hadits berpendapat bahwa yang dimaksud dengan فَلَيْسَ لِلّهِ حَاجَةٌ tidak ada hajat bagi Allah pada hadits tersebut berarti tidak ada hak menerima pahala dari Allah SWT. Dengan kata lain, orang yang shaumnya tidak membekas pada pengendalian diri dari perbuatan dosa tidak akan mendapat pahala dari Allah SWT.[9] Al-Ghazali (450-505H) memberikan penjelasan tentang langkah-langkah yang harus ditempuh agar ibadah shaum itu bernilai baik, yaitu: (1) Menahan pandangan dari sesuatu yang tercela dan dari hal-hal yang melengahkan diri dari dzikir, (2) Menahan lidah dari omongan yang tidak baik seperti dusta, mengumpat dan mengadudomba, (3) Menahan pendengaran dari hal-hal yang dibenci Allah SWT., (4) Menjaga anggota badan dari berbagai perbuatan dosa dan mengendalikan perut dari makan yang subhat, (5) Menyedikitkan makan waktu buka walaupun makanan yang halal, (6) Hati, pikiran dan perasaan hendaknya senantiasa terkait dengan khauf dan roja’ kepada Allah SWT.[10]
3. وَلَا يَجْهَلْ(jangan berlaku bodoh).
Kata يجهل berasal dari جهل yang berarti bodoh, atau berlaku bodoh. Kalimat ini tidak jauh dari يرفُث, hanya lebih pada tindakan dan sikap yang tidak bijaksana atau berbuat dan berucap kurang tepat.[11] Dengan demikian ibadah shaum mesti dilakukan dengan cerdas, baik intelektual, spiritual, ritual, maupun sosial. Kata al-Suyuthi (w.911H), ولا يجهل أي لا يفعل شيئا من أفعال أهل الجهل كالصياح والسفه ونحو ذلك (jangan berlaku bodoh artinya berbuat seperti orang bodoh berteriak-teriak tanpa arti bertindak tanpa fikir panjang atau tidak bermanfaat dan sebangsanya).[12]
4. وَإِنْ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ(jika seseorang mengajak perang atau bertengkar). kata قَاتل merupakan musyarakah (saling) dari قتل (membunuh), maka berarti saling bunuh atau berperang. Oleh karena itu bisa diartikan mengajak perang atau bertengkar.
5. أَوْ شَاتَمَهُ(atau mencaci maki), menyinggung perasaan baik dengan kata atau pun tindakan. Menurut al-Asqalani, perkataan شَاتَمَهُ bisa berma’na mencela, mengajak bertengkar, mengejek atau menyapikan sikap dan kata yang menyinggung perasaan.[13]
6. فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ(katakan bahwa aku sedang shaum, hingga dua kali). Beri kesempatan pada yang mengajak bertengkar, mencaci maki atau bertindak tidak senonoh hingga dua kali dengan mengatakan bahwa kita sedang shaum, jangan dulu dilayani hingga dua kali. Jika ternyata sudah dua kali kita katakan dengan menahan diri, ternyata orang yang mencaci maki itu terus tidak menghentikannya, dipersilakan melawan. Rasul SAW dan shahabatnya pun melakukan perlawanan terhadap orang kafir yang memerangi kaum muslimin di Badar pada 17 ramadlan tahun 2 H.
7. وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ(demi zat yang di tangannya diriku). Kalimat ini merupakan sumpah Rasul SAW, untuk meyakinkan umat agar percaya apa yang disabdakannya. Sumpah ini berfungsi penekakan beta pentingga mendapat perhatian umat.
8.) لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ hembusan mulut yang shaum), bisa dalam arti hakiki yang berarti udara yang keluar dari mulut. Bisa juga dalam arti majazi berupa ucapan atau pun sikap. Hembusan merupakan simbol suara yang disampaikan lidahnya.
9. أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى(lebih harum di sisi Allah). Bila hembusan itu dalam arti hakiki maka bau mulut orang shaum tidak menimbulkan bau di sisi Allah. Jika diartikan secara majazi, akan berma’na bahwa ucapan orang shaum itu selalu harum karena menyenangkan orang, tidak menyakitkan, tidak menyinggung perasaan yang diajak bicara.
10. مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ(di banding parfum kasturi). Kasturi adalah minyak wangi yang terharum dan termahal harganya. Saking harumnya ucapan orang yang shaum akan disenangi lawan bicara, akan bermanfaat bagi yang mendengarkannya. Oleh karena itu tidak sepatutnya orang yang sedang shaum menyampaikan kata yang tidak bermanfaat, apalagi menimbulkan ketersinggungan orang lain.
11. يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ(dia meninggalkan makan, minum dan keinginan syahwatnya). Kalimat ini merupakan firman Allah yang dikutip langsung oleh Rasul SAW sebagai hadits qudsi. Inilah lambang orang yang shaum sejak terbit fajar hingga terbenam matahari mengekang nafsu makan, minum dan kebutuhan seksnya.
12. مِنْ أَجْلِي(karena-Ku). Allah SWT menandaskan bahwa orang yang shaum menahan makan, minum, dan syahwatnya bukan dilatarbelakangi apapun selain karena Allah SWT semata.
13.) الصِّيَامُ لِي shaum hanya untuk-Ku). Allah menggunakan perkataan لِي (untuk-Ku), menunjukkan kehususan, bahwa shaum mesti hanya untuk Allah semata. Dialah Allah yang maha tahu nilai ibadah shaum hamba-Nya. Ibadah shaum berbeda dengan ibadah yang lainnya bisa diketahui sesama. Kualitas Ibadah shaum, tidak diketahui oleh siapa pun, selain oleh Allah Semata
14. وَأَنَا أَجْزِي بِهِ (Aku langsung memberi pahala baginya). Allah SWT sescara langsung memberikan pahala bagi yang ibadah shaum. Jika tidak disebutkan jumlahnya, berarti tidak terbatas.
15. وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا(sedangkan kebaikan dinilai sepuluh kali lipat). Dengan demikian pahala ibadah shaum lebih dilipatgandakan lagi oleh Allah SWT, asalkan dilakukan secara baik dan sempurna. Hadits ini berlaku umum, mencakup shaum wajib ataupun shaum tathawu. Hadits lain menandaskan:
أن أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَسْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
E. Beberapa Ibrah
1. Shaum adalah menahan, bukan menyiksa diri. Yang ditahan dalam ibadah shaum adalah makan, minum, syahwat, bukan lapar atau dahaga. Dengan kata lain bila dalam ibadah shaum tidak merasa lapar, tidak pula merasa dahaga, tidak mengurangi nilainya.
2. Shaum mesti dijadikan junnah atau prisai hidup hingga dapat berdampak pada pengendalian diri dari segala yang negatif, baik ucap, sikap maupun tindakan.
3. nilai ibadah shaum sangat terkait dengan manifestasinya dalam kehidupan sosial dan membina keikhlasan beramal.
4. Shaum yang baik bukan hanya meninggalkan yang membatalkan secara lahiriyah, tapi juga yang bersifat ruhaniyah. Bukan hanya menahan makan, minum dan jima tapi juga ucapan, sikap dan tindakan dari yang kurang manfaat.
5. Ibadah yang sedang dilaksanakan, tidak perlu disembunyikan. Dalam hadits yang dikaji ini ditegaskan bahwa jika ada orang yang mengajak suatu perbuatan yang kurang baik, فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ مَرَّتَيْنِ (katakan aku sedang shaum, sampi dua kali). Ini mengisyaratkan bahwa ibadah tidak perlu disembunyikan.
6. dalam hadits ditekankan jangan bertindak bodoh, artinya melakukan shaum mesti dengan kecerdasan dalam berbagai hal; bukan hanya dalam keilmuan tapi juga pengamalan, bukan hanya dalam intelektual, tapi juga ritual, sosial dan spiritual.
[1] Shahih al-Bukhari, II h.670
[2] al-Raghib al-Ashfahani, Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur`an, h.298
[3] Ash-shabuni, Rawa’I al Bayan, I h. 188
[4] Tafsir Ibn katsir, I h. 213
[5] Ibn Hajar al-Asqalani (773-852H), Fath al-Bary, IV h.104
[6] Syarh al-Zarqani, II h.262
[7] Abd al-Rahman al-Suyuthi (849-911H), Syarh al-Suyuthi, IV h.163
[8] (Shahih Bukhari, II h.228, Sunan Abi Dawud, II h.307) dari Abi Hurairah.
[9] (Ashan’ani, Subul al-salam, II h. 157)
[10] Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, I h. 235
[11] al-Nawawi (631-676H), Syarh al-Nawawi, VIII h.28
[12] Tanwir al-Hawalik, I h.226
[13] Ibn Hajar al-Asqalani, fath al-Bary, VI h.129