SYAHADAT MEMBAWA KE SURGA seri 02
5. وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ dan bersaksi bahwa Muhammad sebagai Rasul Allah
Inilah merupakan syahadat yang kedua, yaitu bersaksi bahwa Muhammad sebagai Rasul Allah. Sebagaimana kesaksian terhadap keesaan Allah, kesaksian pada kerasulan Muhammad pun mesti dimanifestasikan pada ucap, sikap, keyakinan dan perbuatan. prinip kesaksian pada kerasulan Muhammad adalah التَّصْدِيْق بِمَا جَاء بِه النَّبِي صلى الله عليه وسلم membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi SAW. Utsaimin,[1] berpendapat bahwa bersyahadat risalah Rasul SAW mesti diwujudkan dalam delapan hal sebagai berikut:
(a) تَصدِيْقُه صلى الله عليه و سلم فِيْمَا أخْبر membenarkan apa yang dikabarkan olehnya. Setiap muslim tidak sepatutnya meragukan sedikit pun apa yang disampaikan oleh Nabi SAW. jangan sekali-kali menganggap spele terhadap apa yang diberitakannya, walau tidak tercantum dalam al-Qur`an. Beliau tidk berkata selain wahyu. Meragukan apa yang dikatakan Nabi berarti meragukan apa yang diwahyukan padanya. Allah SWT berfirman:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى(*)إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), Qs.53:3-4
Allah SWT berfirman:
فَوَرَبِّ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّهُ لَحَقٌّ مِثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنْطِقُونَ
Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan. Qs.51:23
(b) إمْتِثَال أمْره صلى الله عليه و سلم بلا تردد فيه melaksanakan apa yang diperintahkannya tanpa ragu dan menaati keputusan hukumnya tanpa merasa enggan sedikit pun.
Allah SWT berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. Qs.33:36
Ayat ini mengisyaratkan bahwa seorang mu`min baik laki-laki atau pun perempuan tidak sepatutnya membantah apa yang telah ditetapkan Rasul SAW hingga mengambil pilihan lain yang berbeda dengannya. Syahadat risalah juga mesti dimanifestasikan dalam menaati hukumnya dengan merasa puas atas keputusannya. Allah SWT berfirman:فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًاMaka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. Qs.4:65
(c) أن يَجْتَنب مَا نَهَى رسُول الله صلى الله عليه وسلم عنه بِدُون تردد menjauhi apa yang dilarang Nabi SAW tanpa ragu, tanpa merasa enggan sedikit pun.
Jangan dijadikan alasan apa yang dilarang Rasul bila tidak terdapat dalam al-Qur`an dianggap sebagai larangan ringan. Allah SWT telah memerintah agar menjauhi apa yang dilarang Rasul SAW. Firman Allah SWT:وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِApa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. Qs.59:7
(d) أن لا يُقَدِّم قَوْل أحَدٍ من البَشَر عَلى قَول النبِي صلى الله عليه وسلم jangan mendahulukan pendapat orang dengan mengakhirkan sabda Rasul SAW.
Seperti telah ditegaskan di atas bahwa hadits Nabi adalah wahyu Allah SWT yang mutlak benar. Tidak sepatutnya seorang mu`min lebih mengedepankan pendapat diri sendiri atau manusia lain di atas apa yang disampaikan Rasul SAW. Allah SWT berfirman:يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌHai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Qs.49:1
Pendapat manusia mesti berpedoman kepada Rasul SAW. Bukan ajaran Rasul disesuaikan dengan pendangan manusia. Allah SWT berfirman:
وَاعْلَمُوا أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, Qs.49:7
(e) أن لا يَبْتَدِع فِي دين الله مَالَم يَأتِ بِه النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم سواء عقيدةً أو قولا أو فِعْلا jangan membuat bid’ah dalam urusan keagamaan agama Allah dengan apa yang tidak diajarkan oleh Nabi SAW, baik dalam aqidah, ucapan maupun perbutan.
Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا(*)أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا(*)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasu-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Qs.4:150-151
Berdasar ayat ini orang yang termasuk kafir itu antara lain (1) يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِه yang menolak atau kufur pada Allah dan Rasul-Nya, (2) وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ yang memisahkan antara aturan Allah dan aturan Rasul atau membedakannya, (3) وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ yang mengimani sebagian dan menolak sebagian, (4) وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا yang mengambil jalan lain yang tidak berdasar hukum Allah tidak pula tuntunan Rasul. Kelompok yang keempat ini menurut Qatadah adalah yang membuat perbid’ahan.[2]
(f) أن لا يَبْتَدِع فِي حَقِّه مَا ليسَ مِنْه jangan membuat sesuatu demi melebihkan haknya yang tidak ada dasarnya dari Rasul SAW.
Perhatikan hadits berikut:
عَنْ قَيْسِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ أَتَيْتُ الْحِيرَةَ فَرَأَيْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِمَرْزُبَانٍ لَهُمْ فَقُلْتُ رَسُولُ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ يُسْجَدَ لَهُ قَالَ فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ إِنِّي أَتَيْتُ الْحِيرَةَ فَرَأَيْتُهُمْ يَسْجُدُونَ لِمَرْزُبَانٍ لَهُمْ فَأَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَحَقُّ أَنْ نَسْجُدَ لَكَ قَالَ أَرَأَيْتَ لَوْ مَرَرْتَ بِقَبْرِي أَكُنْتَ تَسْجُدُ لَهُ قَالَ قُلْتُ لَا قَالَ فَلَا تَفْعَلُوا لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لِأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ الْحَقِّ
Diriwayatkan dari Qais bin Sa’d, ujarnya: Saya berkunjung ke al-Hirah melihat warganya sujud kepada pembesar. Saat saya berpandangan bahwa Rasul SAW lebih berhak untuk dihirmati dengan sujud padanya. Kemudian saya mendatangi Nabi SAW, dengan mangatakan bahwa saya ketika ke Hirah melihat warganya sujud kepada para pembesar. Saya berpendaoat bahwa engkau Rasul lebih berhak untuk kau hormati dengan seujud padamu. Belau bertanya: Aapakah jika engkau melewati quburanku nanti akan sujud? Saya menjawab tidak! Beliau bersabda: Jangan kau lakukan. andaikan aku diperbolehkan memerintah seseorang untuk sujud pada orang lain, akan aku perintah isteri sujud pada suaminya, karena Allah SWT telah menetapkan hak suami yang menjadi kewajiban atas isterinya. Hr. Abu Dawud.[3]
Berdasar hadits ini, Rasul tidak berkenan umatnya untuk melakukan sesuatu yang tidak diajarkan olehnya dalam menghormati beliau.
(g) أنْ يَعْتَقِدَ بِأنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَيْس لَه شَيء مِن الربُوبِيَّة hendaklah meyakini bahwa Nabi SAW tidak memiliki kedudukan rububiyah.
Beriman kepada Rasul tidak boleh mendudukan beliau sama dengan Allah SWT, seperti mohon bantuan padanya, atau pertolongan. Tidak pula dibenarkan menjadikan Rasul sebagai perantara antara hamba dengan Allah SWT. Anjuran shalawat sebelum berdo’a mengisyaratkan bahwa berdo’a kepada Allah tidak melalui perentaraan Nabi, melainkan mendo’akannya terlebih dahulu untuk kesejahteraan beliau. Allah SWT berfirman:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman“. Qs.7:188
(h) إحْتِرَام أقْواله صلى الله عليه وسلم فلا تضع أحاديثه في أماكن غير لائقة menghormati hadits Nabi SAW sebagaimana mestinya. Tidak sepatutnya mendudukan hadits disamakan dengan pandangan manusia.
لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا
Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).. Qs.24:63
5. وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ dan bersaksi bahw Muhammad sebagai Rasul Allah Huruf و pada kalimat ini merupakan sambungan dari يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ (bersaksi bahwa tiada tuhan selian Allah). Oleh karena itu ma’nanya adalah “dan bersaksi bahwa Muhammad sebagai Rasul Allah“. Syahadat yang kedua adalah وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ dan bersaksi bahwa Muhammad sebagai Rasul Allah. Sebagaimana kesaksian terhadap keesaan Allah, kesaksian pada kerasulan Muhammad pun mesti dimanifestasikan pada ucap, sikap, keyakinan dan perbuatan. Prinsip kesaksian pada kerasulan Muhammad adalah التَّصْدِيْق بِمَا جَاء بِه النَّبِي صلى الله عليه وسلم membenarkan apa yang dibawa oleh Nabi SAW.
Utsaimin,[4] berpendapat bahwa bersyahadat risalah Rasul SAW mesti diwujudkan dalam delapan hal sebagai berikut:
(a) تَصدِيْقُه صلى الله عليه و سلم فِيْمَا أخْبر membenarkan apa yang dikabarkan olehnya.
Setiap muslim tidak sepatutnya meragukan sedikit pun apa yang disampaikan oleh Nabi SAW. jangan sekali-kali menganggap spele terhadap apa yang diberitakannya, walau tidak tercantum dalam al-Qur`an. Beliau tidak berkata selain wahyu. Meragukan apa yang dikatakan Nabi berarti meragukan apa yang diwahyukan padanya. Allah SWT berfirman:وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى(*)إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), Qs.53:3-4. Allah SWT berfirman: فَوَرَبِّ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّهُ لَحَقٌّ مِثْلَ مَا أَنَّكُمْ تَنْطِقُونَ Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan. Qs.51:23
(b) إمْتِثَال أمْره صلى الله عليه و سلم بلا تردد فيه melaksanakan apa yang diperintahkannya tanpa ragu dan menaati keputusan hukumnya tanpa merasa enggan sedikit pun.
Allah SWT berfirman:وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. Qs.33:36
Ayat ini mengisyaratkan bahwa seorang mu`min baik laki-laki atau pun perempuan tidak sepatutnya membantah apa yang telah ditetapkan Rasul SAW hingga mengambil pilihan lain yang berbeda dengannya. Syahadat risalah juga mesti dimanifestasikan dalam menaati hukumnya dengan merasa puas atas keputusannya. Perhatikan pula: Qs.4:65 yang mengaskan bahwa orang beriman masti bertahakum pada Rasul SAW, dan menerima keputusannya.
(c) أن يَجْتَنب مَا نَهَى رسُول الله صلى الله عليه وسلم عنه بِدُون تردد menjauhi apa yang dilarang Nabi SAW tanpa ragu, tanpa merasa enggan sedikit pun.
Jangan dijadikan alasan apa yang dilarang Rasul bila tidak terdapat dalam al-Qur`an dianggap sebagai larangan ringan. Allah SWT telah memerintah agar menjauhi apa yang dilarang Rasul SAW. Firman Allah SWT:
وَمَا ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. Qs.59:7
(d) أن لا يُقَدِّم قَوْل أحَدٍ من البَشَر عَلى قَول النبِي صلى الله عليه وسلم jangan mendahulukan pendapat orang mengakhirkan sabda Rasul SAW.
Seperti telah ditegaskan di atas bahwa hadits Nabi adalah wahyu Allah SWT yang mutlak benar. Tidak sepatutnya seorang mu`min lebih mengedepankan pendapat diri sendiri atau manusia lain di atas apa yang disampaikan Rasul SAW. Allah SWT berfirman:يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Qs.49:1. Pendapat manusia mesti berpedoman kepada Rasul SAW. Bukan ajaran Rasul disesuaikan dengan pendangan manusia. Perhatikan Qs.49:7.
(e) أن لا يَبْتَدِع فِي دين الله مَالَم يَأتِ بِه النَّبيِّ صلى الله عليه وسلم سواء عقيدةً أو قولا أو فِعْلا jangan membuat bid’ah dalam urusan keagamaan agama Allah dengan apa yang tidak diajarkan oleh Nabi SAW, baik dalam aqidah, ucapan maupun perbutan. Allah SWT berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا(*)أُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا(*)
Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasu-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. Qs.4:150-151.
Golongan kafir berdasar ayat ini adalah yang: (1) يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِه yang menolak atau kufur pada Allah dan Rasul-Nya, (2) وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ yang memisahkan antara aturan Allah dan aturan Rasul atau membedakannya, (3) وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ yang mengimani sebagian dan menolak sebagian, (4) وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا yang mengambil jalan lain yang tidak berdasar hukum Allah tidak pula tuntunan Rasul. Kelompok yang keempat ini menurut Qatadah adalah yang membuat perbid’ahan.[5] Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut:
(f) أن لا يَبْتَدِع فِي حَقِّه مَا ليسَ مِنْه jangan membuat sesuatu demi melebihkan haknya yang tidak ada dasarnya dari Rasul SAW.
Ketika Qais bin Sa’d pulang dari al-Hairah, hendak sujud kepada Rasul SAW karena ingin menghormatinya, beliau bersabda:
فَلَا تَفْعَلُوا لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لِأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ الْحَقِّ Jangan kau lakukan. andaikan aku diperbolehkan memerintah seseorang untuk sujud pada orang lain, akan aku perintah isteri sujud pada suaminya, karena Allah SWT telah menetapkan hak suami yang menjadi kewajiban atas isterinya. Hr. Abu Dawud.[6]
(g) أنْ يَعْتَقِدَ بِأنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم لَيْس لَه شَيء مِن الربُوبِيَّة hendaklah meyakini bahwa Nabi SAW tidak memiliki kedudukan rububiyah.
Beriman kepada Rasul tidak boleh mendudukan beliau sama dengan Allah SWT, seperti mohon bantuan padanya, atau pertolongan. Tidak pula dibenarkan menjadikan Rasul sebagai perantara antara hamba dengan Allah SWT. Anjuran shalawat sebelum berdo’a mengisyaratkan bahwa berdo’a kepada Allah tidak melalui perentaraan Nabi, melainkan mendo’akannya terlebih dahulu untuk kesejahteraan beliau. Allah SWT berfirman:
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfa`atan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. Qs.7:188.
(h) إحْتِرَام أقْواله صلى الله عليه وسلم فلا تضع أحاديثه في أماكن غير لائقة menghormati hadits Nabi SAW sebagaimana mestinya. Tidak sepatutnya mendudukan hadits disamakan dengan pandangan manusia.لَا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain).. Qs.24:63
6. صِدْقًا مِنْ قَلْبِهِ dengan membenarkan syahadat tersebut dari lubuh hati.
Dalam hadits ini tidak menggunakan صدقا في قلبه (membenarkan dalam hati) tapi صدقا من قلبه (membenarkan dari hati). Ini memberi isyarat bahwa syahadat, bukan hanya dibenarkan dalam hati, tapi muncul dari hati yang mendalam kemudian diucapkan dengan penuh kesadaran dan dimanifestasikan dalam sikap serta perbuatan. dengan demikian kalimat ini berma’na يَشْهَد بِلَفْظِهِ وَيُصَدِّق بِقَلْبِهِ yang menolak sahnya shadat munafiq yang hanya dilisan tpi tidak muncul dari hati yang mendalam, serta membatalkan syahadat fasiq yang hanya diucapkan dan keyakinan, tapi tidak mengamalkannya.[7]
7. إِلَّا حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ keculai Allah mengharamkan dia atas neraka.
Inilah jaminan bagi yang iqrar syahadat yang benar, akan diharamkan Allah SWT dari neraka. Dengan demikian, jika tauhid bebas dari syirik, dan risalah Rasul SAW dijadikan pedoman hidup dalam segala aspek kehidupan, maka akan bebas dari neraka.
8. فَيَسْتَبْشِرُوا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا أُخْبِرُ بِهِ النَّاسَ kata Mu’adz Wahai Rasul apakah segera berita ini saya sampaikan kepada banyak orang? Supaya mereka bahagia?Mu’adz nampaknya merasa sangat tertarik oleh jaminan semacam ini, betapa bahagia terbebas dari neraka. Dia menanyakan apakah perlu disampaikan kepada halayak ramai, supaya mereka ikut bergembira? Betepa bahagianya mereka, kalau mengetahui bahwa dua kalimah syahadat itu dapat membebaskan siksa neraka.
10. قَالَ إِذًا يَتَّكِلُوا Rasul SAW bersabda “kalau begitu mereka berpangku tangan”Dalam riwayat lain redaksinya لا، إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَتَّكِلُوا (jangan! Saya khawatir, nanti mereka berpangku tangan).[8]
Perkataan يَتَّكِلُوا berasal dari kata إتَّكَل yang berarti merasa cukup tanpa usaha yang lebih baik. Berbeda dengan bertawakkal yang berarti usaha semaksimal mungkin sambil berserah diri pada Allah SWT. Rasul SAW saat itu mencegah Mu`adz untuk terlalu cepat menyampaikan berita gembira kepada khalayak, sebab tidak semua orang mengerti tentang hakikat syahadat. Dengan demikian dalam menyampaikan ilmu mesti tepat sasaran. Kalimat ini bukan berarti melarang menyampaikan hadits, melainkan mesti mencari waktu yang tepat dan kepada siapa disampaikan. Bisa jadi saat itu, syari’ah belum semuanya turun, karena di masih proses. Jika berita gembira disampaikan tanpa disertai peringatan, tentu saja tidak seimbang. Oleh karena itu Mu’adz menyampaikan hadits ini setelah syari’ah turun secara lengkap, melalui al-Qur`an dan Rasul SAW sudah wafat.
11. وَأَخْبَرَ بِهَا مُعَاذٌ عِنْدَ مَوْتِهِ تَأَثُّمًاKata Anas: Mu’adz menyampaikan hadits ini di saat menjelang akhir hayatnya, karena khawatir berdosa jika tidak menyampaikannya. Mu’adz menyadari bahwa apa pun yang disampikan Rasul SAW mesti disampaikan kepada umat. Oleh karena itu dia sampaikan di saat yang tepat kepada orang yang tepat. Perkataan تَأَثُّمًا berma’na khawatir terbebani dosa dengan tidak menyampaikan hadits dari Rasul SAW.[9] Tidak menyampaikan hadits berarti menyembunyikan ilmu yang hukumnya berdosa. Rasul SAW bersabda: مَنْ كَتَمَ عِلْمًا مِمَّا يَنْفَعُ اللَّهُ بِهِ فِي أَمْرِ النَّاسِ أَمْرِ الدِّينِ أَلْجَمَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ النَّارِ barangsiapa yang menyembunyikan ilmu yang Allah beri manfaat dalam urusan manusia dan urusan agama, maka Allah akan mengikat mereka pada jhari kiamat dengan kendali neraka. Hr. Ahmad, Ibn Majah.[10]
Dalam hadis lain setiap shahabat menyampaikan segala yang diterima dari Rasul SAW. Rasul SAW bersabda:بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً Sampaikan dariku walau satu ayat. Hr.Ahmad, al-Bukhari, al-Tirmidzi.[11] Ketika khuthbah di hari qurban bertepatan dengan haji wada, Rasul SAW menyampaikan pesannya فَلْيُبْلِغْ الشَّاهِدُ الْغَائِب hendaklah yang hadir menyampaikan isi khuthbah ini kepada yang tidak hadir. Hr. al-Bukhari dan Muslim.[12]Dengan demikian Mu’adz bin Jabal telah menyampaikan apa yang diketahuinya dari Rasul SAW. Semoga Allah mencurahkan keridoannya pada beliau. Semoga kita semua termasuk orang yang digembirkan oleh hadits ini, karena memahami dan mengamalkan hadits ini secara benar dan tepat. Amin.
[1] Syarh al-Arba’in al-Nawawiyah, h.33-36
[2] Tafsir al-Thabari, IX h.354, Tafsir Ibn Abi Hatim, IV h.418, Ruh al-Ma’ani, IV h.291
[3] Sunan Abi Dawud, VI h.42
[4] Syarh al-Arba’in al-Nawawiyah, h.33-36
[5] Tafsir al-Thabari, IX h.354, Tafsir Ibn Abi Hatim, IV h.418, Ruh al-Ma’ani, IV h.291
[6] Sunan Abi Dawud, VI h.42
[7] Fath al-Bary, I h.204
[8] Syarh al-Bukhari li Ibn Buthal, I h.219
[9] Syarh Musnad Abi Hanifah, I h.313
[10] Musnad Ahmad, XXI h.126, Sunan Ibn Majah, I h.309
[11] Musnad ahmad, XIII h.236, Shahih al-Bukhari, XI h.277, Sunan al-Tirmidzi, IX h.277
[12] Shahih al-Bukhari, VI h.226, Shahih Muslim, IX h.33