TAFSIR AL-FATIHAH: 06
05. KAJIAN TAFSIR AL-FATIHAH:06
A.Teks Ayat dan terjemahnya
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus,
B.Kaitan dengan ayat sebelumnya
1. Ibadah merupakan pengabdian kepada yang diibadahi, atau merupakan persembahan kepada yang berhak disembah. Karena berupa persembahan, maka tentu saja caranya pun mesti sesuai dengan kehendak yang disembah. Bagaimana mungkin per-sembahan seseorang dapat diterima, jika caranya bertolak belakang dengan keinginan yang disembah. Ulama menetapkan bahwa syarat ibadah yang diterima Allâh ialah (1) تَجْرِيْد المَقْصُود ِلله tajrid al-Maqshud li Allâh, (2) تَجْرِيد المتَابَعة للرسول Tajrid al-Mutaba’ah li al-Rasûl. Tajrid al-Maqshud li Allâh ialah mengkhususkan tujuan dan sasaran. Sasaran ibadah adalah Allâh SWT, sebagaimana ikrar Iyyaka na’budu. Sedangkan tujuan ialah ridla dan anugrah Allâh SWT. Bagaimana mungkin ibadah seseorang, diterima Allâh, kalau tujuannya bukan untuk Allâh. Oleh karena itu syarat pertama ini mutlak mesti dipenuhi. Syarat kedua ialah Tajrid al-Mutaba’ah li al-Rasûl mengkhususkan Rasûl sebagai figur ibadah. Setelah berikrar untuk beribadah hanya kepada Allâh SWT dan memohon pertolongan hanya kepada-Nya, maka mohon ditunjukkan bagaimana cara beribadah, bagaimana pula cara meraih pertolongan tersebut. Ayat 6 ini berisi permohonan kepada Allâh SWT agar selalu memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar.
C.Tinjauan Historis
Diriwayatkan dari Abi Hurairah dari Ubay bin Ka’b, bahwa Rasûl SAW bersabda:
مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ مِثْلَ أُمِّ الْقُرْآنِ وَهِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِي وَهِيَ مَقْسُومَةٌ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
Allâh SWT tidak menurunkan wahyu baik dalam taurat maupun Injil seperti Umm Al-Qur`ân . Allâh berfirman Um Al-Qur`ân itu merupakan tujuh ayat yang berulang-ulang yang terbagi pada dua bagian antara Aku (Allâh) dan hamba-Ku. Bagi hamba-Ku sesuai yang ia minta. Hr. Ahmad, Al-Tirmidzi dan al-Nasa`iy dan Ibn Hibban.[1]
Dengan demikian ayat 6, berdasar hadits historis ini berisi permohonan hamba kepada Allâh SWT setelah berikrar untuk ibadah dan minta pertolongan pada-Nya.
D.Tafsir Kalimat
1.اهْدِنَا َ tunjukilah kami, anugrahkanlah hidâyah kepada kami Kalimat ini juga mengandung arti bimbinglah kami ya Allâh, serta tunjukanlah dengan jelas. Kalimat perintah, berfungsi permohonan atau do’a.
2. الصِّرَاطَ jalan, pedoman, atau cara hidup. Al-Tsa’alibi, berpendapat bahwa kata الصِّرَاطَ menurut bahasa berarti jalan yang terang benderang serta jelas.[2]
3. الْمُسْتَقِيم yang lurus, ajeg dan benar. Menurut al-Shabuni ayat ini berma’na: دُلَّنَا وَارْشُدْنَا يَا رَبّ إِلَى طَرِيْقِكَ الحَقّ وَدِيْنِكَ المُسْتَقِيْم وَثَبِّتْنَا عَلَى الإسْلاَم الَّذِي بَعَثْتَ بِه أنْبِيَاءكَ وَرُسُلَكَ وَأَرْسَلْتَ بِه خاَتم المُرْسَلِيْن وَاجْعَلْنَا مِمَّنْ سَلَكَ طِرِيْقَ المُقَرَّبِيْن Ya Allâh tunjukkan, dan bimbinglah kami agar tetap berada pada jalan-Mu benar, agama yang lurus. Tetapkanlah kami atas Islâm yang telah Engkau utus dengannya para nabi, para Rasûl. Engkau juga utus dengannya penutup seluruh Rasûl. Jadikanlah kami sebagai orang yang menempuh jalan hidup orang-orang yang dekat dengan-Mu. [3]
Permohonan hidâyah kepada Allâh agar berada pada jalan yang benar adalah sangat penting, sebab tidak semua hidâyah diberikan oleh-Nya secara gratis. Ada hidâyah yang hanya diberikan kepada orang yang mencari dan memohon kepada Allâh SWT. Muhammad Abduh, Musthafa Almaroghi, dan Wahbah al-Zuhayli,[4] menerangkan bahwa hidâyah itu terdiri atas beberapa macam :
1. هِدَايَة الإلْهَام الفِطْري Hidâyah al-ilham al-Fithri
Hidâyah yang diberikan Allâh sejak manusia baru lahir, sehingga butuh dan bisa makan dan minum. Seorang bayi suka menangis jika lapar atau dahaga, padahal tidak ada yang mengajarinya. Tanpa melalui proses pendidikan, bayi juga bisa tertawa tatkala bahagia. Hidâyah ini diberikan oleh Allâh tanpa usaha dan tanpa permintaan manusia.
2. هِدَايَة الحَوَاس Hidâyah al-Hawas.
Hidâyah ini diberikan Allâh SWT kepada manusia dan hewan. Bedanya kalau kepada hewan diberikannya secara sekaligus, dan sempurna sejak dilahirkan induknya. Sedangkan pada manusia hidâyah al-hawas diberikan secara berangsur. Dengan hidayah ini, manusia bisa membedakan rasa asin, pahit, manis, enak, lada, bau, harum, kasar atau pun halus, tanpa melalui peroses pembelajaran. Pembelajaran dalam hal ini berfungsi untuk memfungsikan Hidâyah al-Hawas secara optimal. ini dikenal juga dengan Panca-Indra yang terdiri atas: lidah sebagai alat rasa; mata sebagai alat melihat; telinga sebagai alat mendengar; hidung sebagai alat hirup yang mengetahui bau atau harum; dan kulit bisa merasa panas, dingin atau keras dan lunak. Itu semua termasuk hidâyah al-hawas.
3. هِدَايَة العَقْل Hidâyah al-’Aqli.
Seorang manusia, bisa membedakan mana yang benar mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, karena ia diberi hidâyah al-’aqli. Jadi fungsi hidayatul-Aqli adalah untuk meluruskan pandangan hidâyah al-ilham dan hidâyah al-hawas yang kadang-kadang salah tanggapannya.
4. هِدَايَة الدِّين Hidâyah al-Din atau hidâyah diniyah atau hidâyah syar’iyah. Ialah petunjuk Allâh SWT berupa ajaran dan hukum-hukum yang meluruskan kekeliruan yang muncul akibat aqal yang dipengaruhi nafsu. Untuk meluruskan pendapat akal itu, maka Allâh SWT memberi manusia Hidâyah al-Din pedoman hidup yang berfungsi membimbing manusia ke jalan yang benar. Allâh SWT berfirman:وَهَــدَيْنَــاهُ النَّجْــدَيْنِ Dan telah Kami beri petunjuk dua jalan hidup (Qs. 90:10)
Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa menurut ayat ini, Allâh SWT memberikan jalan hidup itu terdiri atas baik dan yang buruk.[5] Manusia dengan aqalnya dipersilakan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Hidâyah al-din membimbing manusia untuk mengambil jalan yang lurus. Namun hidayah ini tidak bisa diperoleh manusia tanpa melalui peroses pembelajaran. Hanya orang yang mempelajari syari’ah, yang meraih hidâyah al-Din.
إِنَّ هَذَا الْقُرْءَانَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
Sesungguhnya Al-Qur`ân ini memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang yang beriman yang beramal shalih, sesungguhnya bagi mereka itu pahala yang maha besar. Qs.17: 9
Sesungguhnya Allâh telah memberikan penjelasan sejelas-jelasnya, bahwa Al-Qur`ân itu memberi petujuk ke jalan yang lurus, baik dan mencapai bahagia paripurna.
5. هِدَايَة التَّوفِيْق والمَعُونَة Hidayat al- Taufiq.
Allâh SWT memberikan hidâyah yang tersebut di atas, Hidayatul Ilham, Hidayatul-hawas dan Hidayat al-Din Wasyara’i, kepada menusia berlaku umum. Setiap manusia menerima hidâyah ilham, hidâyah hawas, hidâyah aqal. Kemudian hidâyah diniyah, bisa diperoleh melalui pembelajaran. Namun tidak setiap manusia mendapat hidâyah al-taufîq, walau belajar atau diajari. Tidak sedikit manusia masih senang memilih jalan yang bertentangan dengan aturan Allâh, walau sudah memiliki hidâyah al-Din melalui juru da’wah.
وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى فَأَخَذَتْهُمْ صَاعِقَةُ الْعَذَابِ الْهُونِ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Pada kaum Tsamud telah Kami beri petunjuk, namun mereka mengambil jalan buta kesesatan dan meninggalkan petunjuk itu. Maka mereka disambar petir sebagai siksa yang menghina kan, akibat dari perbuatan mereka (Qs. 41: 17)
Dengan demikian orang yang menemukan hidâyah al-Din, tidak dijamin berakhlaq benar. Tidak sedikit, orang yang faham tentang hukum agama, tapi akhlaqnya buruk. Hidâyah diniyah yang diturunkan kepada kaum ‘Ad adalah melalui Rasûl, Hud As (Qs.7:65). Tsamud menerima hidâyah diniyah dari Allâh melalui Nabi Shalih As (Qs.7:73). Ahli Madyan menerima hidâyah diniyah (syara’i) dari Allâh melalui Nabi Syu’aib (Qs. 7:85). Fir’aun menerima hidâyah diniyah dari Allâh melalui Nabi Mûsâ dan Nabi Harun As (Qs Thaha, Al-Qashash). Abi Thalib, Abu Jahl dan para pengikutnya juga menerima hidâyah diniyah dari Allâh melalui Rasûl SAW. Namun kaum tersebut tadi tidak mau beriman. Itu sebagai bukti bahwa mereka tidak mendapat hidâyah taufiq dari Allâh SWT. Hidâyah al-taufîq adalah anugrah Allâh SWT yang diberikan kepada manusia hingga sikap dan perbuatannya memilih yang baik yang sesuai dengan ajaran al-Islâm. Hidâyah Taufiq tidak akan diterima tanpa ada usaha untuk menerimanya, dan tanpa dianugerahkan Allâh. Itulah sebabnya, setiap muslim berusaha dan berdo’a untuk menerima hidâyah taufiq. Hidâyah Taufiq hanya akan diberikan Allâh kepada orang yang berkeinginan untuk menerimanya. Orang yang tidak menginginkannya dan tidak berusaha untuk mendapatkannya, tidak akan menerimanya. Rasûl SAW, berusaha ingin meng-Islâmkan Abi Thalib, namun dia tidak mau. Hidâyah Taufiq tidak diterima Abi Thalib, karena dia tidak mau. Hidâyah taufiq tidak diterima Abi Thalib karena dia tidak berusaha untuk menerimanya dan tidak pula menginginkannya. [6] الصِّرَاط المُسْتَقِيم adalah agama Islâm yang telah diturunkan Allâh melalui seluruh nabi dan Rasûl-Nya. Tidak ada nabi dan Rasûl yang diutus selain mengajarkan al-Islâm. Allâh SWT berfirman:
وَهَذَا صِرَاطُ رَبِّكَ مُسْتَقِيمًا قَدْ فَصَّلْنَا الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَذَّكَّرُونَ
Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran. Qs.6:126
E.Beberapa Ibrah
1. Setelah manusia beriqrar hanya kepada Allâh SWT beribadah dan hanya kepada-Nya mohon pertolongan, semakin menyadari betapa pentingnya pedoman hidup yang mutlak benar, maka tujuh belas kali minmal memohon petunjuk-Nya.
2. Allâh telah menetapkan bahwa cara ibadah yang dikehendaki-Nya adalah yang berdasar petunjuk-Nya yang diatur dalam Al-Qur`ân dan diperagakan oleh Rasûl SAW:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Katakan hai Muhammad: “jika kalian mencintai Allâh, maka ikutilah aku, niscaya Allâh mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allâh itu Maha Pengampun lagi Maha penyayang” (Qs.3:31)
Berdasar ayat ini jelas bahwa satu-satunya cara ibadah yang dapat diterima Allâh adalah mengikuti Rasûl SAW. Hanya ibadah yang meneladani Rasûl saja yang mendatangkan kecintaan Allâh, ampunan, dan pengasih-Nya. Tidak sepatutnya orang yang tidak punya mandat untuk mengatur ibadah, dengan membuat cara tersendiri. Rasûl SAW bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan ibadah yang tidak ada dasar darinya, maka ia tertolak”. Hr.Bukhari, Muslim.[7]
3. Tidak sedikit orang yang faham dalam agama, tapi akhalqnya kurang baik. Mereka bisa mempelajari ajaran Islâm melalui hidâyah diniyah, dengan aqal, dan hawas (indera)nya, tapi tidak dijamin senang menjalankannya. Inilah sebagai bukti ada hidâyah yang mahal harganya, yaitu al-taufîq. Ayat 6 dari surat al-fatihah ini diucapkan setiap muslim karena mengharapkan bimbingan taufiq dari Allâh agar tetap berada pada al-shirât al-mustaqim (jalan yang lurus).
4. Jalan yang lurus ternyata bukan hanya mesti ditempuh, tapi juga mesti dicari. Ayat yang berisi do’a ini, tersirat memerintahkan agar setiap insan berusaha di jalan Allâh yang lurus tersebut, sambil berdo’a kepada-Nya untuk mendapat bimbingan. Allâh SWT berfirman:
فَأَمَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا بِاللَّهِ وَاعْتَصَمُوا بِهِ فَسَيُدْخِلُهُمْ فِي رَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْلٍ وَيَهْدِيهِمْ إِلَيْهِ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allâh dan berpegang kepada (agama)-Nya, niscaya Allâh akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya. Qs.4:175
Ayat ini merupakan jaminan bahwa untuk meraih hidayah dari Allâh mesti beriman, dan berpegang pada kitab-Nya. Orang yang berpegang pada kitab Allâh yang dilandasi iman, bakal meraih rahmat, karunia dan mendapat hidayah di jalan yang lurus.
5. Hidayah yang dianugrahkan Allâh SWT kepada manusia, (1) ada yang diberikan secara otomatis, cuma-cuma walau tanpa usaha seperti hidayah aqal, indera, dan rasa; (2) ada yang melalui usaha manusia seperti hidayah keagamaan; (3) ada pula hidayah yang diberikan Allâh kepada manusia yang berusaha dan berdo’a, yaitu taufiq. Semoga Allâh SWT menganugerahkan hidayah dan tawfiqnya kepada kita semua. Amin.
[1] Musnad Ahmad, V h.114, Sunan al-Turmudzi, V h.297, Sunan al-Nasa`iy, II h.139, Shahih ibn Hibban, III h.53,
[2] Tafsir al-Tsa’albi, I h.25
[3] Al-Shabuni, Shafwat al-Tafasir, I h.25
[4] Tafsir al-Manar, I h.62, Tafsir al-Maraghi, I h. 35-36, al-Tafsir al-Munir, I h.59-60
[5] Muhammad bin Ali al-Syaukani, Fath al-Qadir, V h. 444
[6] Muhammad Ali al-Shabuni, Shafwat al-Tafasir, II h. 439
[7] Shahih al-Bukhari, II h.595, Shahih Muslim, III h.1343