TANGGUNG JAWAB ANAK DAN ORANG TUA (kajian isyarat surat al-Ahqaf:15-16)
TANGGUNG JAWAB ANAK
DAN ORANG TUA
(kajian isyarat surat al-Ahqaf:15-16)
A. Teks Ayat dan Tarjamahnya
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ () أُولَئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجاوَزُ عَنْ سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo`a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni`mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka. Qs.46 (al-Ahqaf):15
B. Historis Ayat
Ibn al-Jauzi,[1] mengutip berbagai kitab menympilkan bahwa secara histories ayat ini turun dilatarbelakangi tiga peristiwa :
(1) Abu Bakar yang usianya dua tahun lebih muda dari Rasul SAW telah bershabat sejak muda. Pada suatu saat di usia Abu Bakr 18 tahun dan Rasul SAW 20 tahun pergi ke kawasan Syam dalam rangka bisnis. Di suatu tempat singgah dan bertemu seorang Rahib yang menanykan tentang agama. Ternyata nampak di atas Rasul SAW itu awan yang menaungi. Rahib juga melihatnya, dan bertanya pada Abu Bakr tentang siapa yang duduk mendapat naungan itu? Abu Bakar menjawab: ذاك محمد بن عبد الله بن عبد المطلب dia adalah Muhammad bin Abd Allah bin Abd al-Mutthalib. Rahib itu berkata هذا واللهِ نبيٌّ وما استَظَلَّ تحتَها أحدٌ بعد عيسى إِلاّ محمدٌ نبيُّ الله Demi Allah dia ini pasti seorang Nabi. Tidak ada yang mendapat naungan seperti itu setelah Nabi Isa selain Muhammad sebagai Nabi Allah. Sejak saat itu tertanam dalam hati Abu Bakar keyakinan yang mendalam pada kebenaran Rasul SAW. Tatkala Nabi Muhammad SAW berusia 40 tahun diangkat menjadi Rasul, maka Abubakar dalam usia 38 tahun langsung beriman dan membenarkannya sehingga dijuliki al-Shiddiq (yang membenarkan). Ketika Abu Bakar berusia 40 tahun menyatakan rasa syukur karena ayahnya bernama Abu Quhafah Utsman bin Amr serta Ibunya yang bernama Umm al-Khair putri Shahr bin Amr menjadi muslim, maka berdo’a untuk kedua orang tuanya sebagai ungkapan bersyukur pada Ilahi.[2]. Ayat ini sebagai jawaban terhadap kesalihan dan keni’matan Abu Bakar dan keluarganya.
(2) Sa’d bi Abi Waqqas seorang anak yang amat hormat dan berbakti pada ibunya. Ketika masuk Islam, Ibu Sa’d mogok makan hingga lemah lunglai karena tidak menyetujui akidah putranya. Dalam kedaan lemah ibunya berkata يا سعد! ما هذا الدِّين الذي قد أحدثتَ ، لَتَدَعنَّ دِينك هذا أو لا آكل ولا أشرب حتى أموتَ (wahai Sa’d! agama apa yang yang kamu peluk baru! Tianggalkanla agamamu ini, atau aku tidak makan tidak minum sampai mati!). Lalu ibunya tercinta itu tidak makan dan tidak minum sampai fisiknya lemah. Tatkala Sa’d datang di lain waktu ibunya berkata يا قاتلَ أُمِّه (wahai pembunuh ibu!) Sa’d berkata: لا تفعلي يا أُمَّاه ، إِنِّي لا أَدَعُ ديني هذا لشيء (ibu ! jangan engkau lakukan itu! Sungguh aku tidak akan meninggalkan agamaku sedikitpun), ibunya semakin lemah, sa’ad berkata: تعلمين والله يا أُمَّاه لو كانت لكِ مائة نَفْس فخرجتْ نَفْساً نَفْساً ما تركت ديني هذا لشيء ، فكُلي ، وإِن شئتِ لا تأكلي (hendaklah engkau tahu! Demi Allah wahai ibu! Walau engkau memiliki seratus jiwa kemudian engkau korbankan satu persatu hingga habis, diriku tidak akan meninggalkan agamaku sedikitpun. Sekarang engkau lebih baik makan. Namun kalau engkau tetap tidak berkenan silakan). Tatkala ibunya melihat Sa’ad bersikap seperti itu, akhirnya menghentikan mogok makan. Menurut sebagian ulama ayat ini turun membenarkan sikap Sa’d dan dikuatkan pula oleh turunnya surat al-Ankabut:8.
(3) Bersifat umum mengarah ke berbagai peristiwa yang dialami oleh shahabat berkaitan dengan kewajiban berbuat baik terhadap orang tua.
C. Sekilas Tafsir Ayat
Pangkal ayat وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا (Kami pesankan pada manusia agar mereka berbuat baik pada orang tua), menyerukan agar manusia sesantiasa berbuat baik kepada orang tuanya. Banyak sekali ayat yang memerintah berbuat baik pada orang tua bahkan disandingkan dengan perintah ibadah pada Allah SWT. Kemudian diungkapkan mengapa mesti berbuat baik pada mereka dengan menandaskan حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا (ibunya telah mengandung dengan merasa berat, dan semakin lama semakin melelahkan). Hendaklah setiap anak mengingat jasa orang tuanya yang telah mengandung dan membesarkan mereka dalam susah payah. Kemudian diungkap jangka waktu kehamilan dan menyusui وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلاثُونَ شَهْرًا (masa kehamilan dan menyusui minmal sampai tiga puluh bulan). Ibn Abbas menandaskan berdasar ayat ini bahwa masa kehamilan minimal adalah enam bulan, karena masa persusuan maksmal dua tahun sebagai mana ditadaskan pada ayat lain وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ (para ibu hendakla menyusui anaknya hingga dua tahun bagi yang ingin menyempurnyakan persusuannya. Qs.2:233). Oleh karena itu kata Ibn Abbas bila masa kehamilan sembilan bulan, maka masa persusuan dapat dipenuhi selama 21 bulan. Namun jika persusuan itu ingin tetap dilakukan selama dua tahun, maka berarti persusuan yang sempurna walau masa kehamilannya lebih dari sembilan bulan. Masa kehamilan dan persusuan disebutkan dalam al-Qur`an, selain mengungkap kewajiban orang tua terhadap anak, juga sebagai perintah pada anak agar mengingat dan membalas jasa orang tua yang tak ternilai harganya secara materi. Jasa orang tua yang mesti diingat bukan hanya menyusui, tapi juga mendewasakannya seperti ditandaskan حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ (sehingga anaknya menjadi dewasa). Isyarat kalimat ini juga mengandung perintah pada orang tua agar berusaha menjadikan akanya berkulaitas hingga dewasa, bukan hanya yang bersifat materi, tapi juga yang berkaitan dengan ruhani dan khalaq yang mulia. Kalau tanggung jawab yang bersifat materi itu hingga anaknya dewasa, atau menikah sebagai mana tersiat dalam Qs.4:6, maka tanggung jawab penmdidikan akhlq hingga anaknya berusia empat puluh tahun sebagaimana ditandaskan pada kalimat berikutnya: وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً(bahkan sampai usia empat puluh tahun). Dalam ayat ini tersirat perintah bahwa orang tua tetap bertanggung jawab menda’wahi anaknya hingga berusia empat puluh tahun, sehingga di usia itu benar-benar mapan baim jasmani, ruhani, maupun ekonomi. قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ (dia berdo’a: Ya Tuhanku berikanlah padaku petunjuk untuk senantiasa bersyukur atas ni’at yang Engaku anugerahkan padaku dan pada orang tuaku). Potongan ayat ini mengisahkan anak yang shalih, tapi mengandung perintah agar setiap manusia mampu bersyukur pada Allah dan berterima kasih pada orang tuanya. Di samping itu memberi isyarat bahwa anak yang sudah berusia empat puluh tahun, benar-benar sudah mapan baik akhlaqnya, jasmani, ruhani maupun ekonominya. Bagaimana mungkin mereka mengungkapkan rasa syukur kalau benar-benar belum mendapatkan ni’mat. Namun demikian anak yang sudah mapan bukan hanya mmpu mebrsyukur tapi juga senantiasa berusaha mampu beramal shalih sebagaimana dikemukakan pada lanjutan ayat و َأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ(an supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; ). Dalam do’a juga langsung berjanji dan bertekad agar tetap beramal shalih. Bahkan senantiasa berusaha mewujudkan generasi berikutnya yang shalih pula; وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.). Kalaimat ini mengisyaratkan bahwa anak yang berusia 4o tahun, bukan hanya mampu menyantuni orang tuanya, tapi juga mampu mewujudkan generasi yang berkualitas. Namun dalam menjalani kehidupan tentu saja mengalami berbagai godaan, hingga terkadang tergelincir pada kekeliruan, maka sebagai anak yang shalih selau sadar akan kekeliruan dan taubat dari segala kesalahan إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”. Ungkapan ini sebagai bentuk kesadaran akan kekeliruan dan minta ampun atas dosa yang terlanjur dilaksanakan, yang dirangkai dengan janji akan tetap berpegang pada syari’ah Islam sebagai muslim sejati.
* أُولَئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجاوَزُ عَنْ سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ.Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka
Ayat ini sebagai jaminan bagi orang tua yang memenuhi tanggung jawabnya terhadap anak dan sekaligus jaminan pula untuk anak yang bertanggung jawab terhadap orangtuanya.
D. Beberapa Ibrah
a. Essensi Ayat
1. surat al-Ahqaf: 15 memerintahkan agar setiap muslim berbuat baik pada orang tuanya dengan ihsan, bersyukur pada Allah, bertaubat dari dosa serta tetap menjalankan syari’ah Islam sebagai muslim. Sedangkan ayat 16 merupakan jaminan dari Allah untuk yang menajalankan syari’ah-Nya, bahwa mereka bakal meraih kabahagiaan paripurna baik di dunia maupun akhirat kelak.
2. Kedua ayat ini mengandung nilai pendidikan baik dalam mewujudkan keluarga bahagia, maupun tentang tanggung jawab orang tua pada anak, serta tangung jawab anak terhadap orang tua.
3. Dalam ayat ini juga tersirat (1) orang dewasa mesti menyambut kehamilan secara senang dan bersyukur, (2) jarak antara anak yang satu dengan yang lainnya tidak kurang dari tiga puluh bulan, (3) ibu menyusui anaknya selama dua tahun, (4) membimbing anaknya menghadapi masa depan, bahkan hingga usia empat puluh tahun, (5) ketika orang berusia empat puluh tahun idealnya sudah merasa tenang dan senang hingga bersyukur atas keberhasilan mendidik anaknya, (6) sebagai anak merasa bahagia atas ni’mat yang dianugrahlkan Allah SWT kepada dirinya mau pun pada orang tuanya, (7) anak selalu berbuat ihsan kepada orang tuanya yang dirasakan mereka sangat berjasa.
b. Tanggung Jawab anak terhadap Orang tua berdasar isyarat surat al-Ahqaf:15
1. ihsan pada orang tua sebagai mana ditandaskan pada pangkal ayat وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًاAdapun cara berlaku ihsan pada mereka tersirat pada berbagai ayat dan hadits seperti
(a).Firman Allah SWT Qs.17:23-24
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا* وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
Cara berbuat baik kepada orang tua berdasar ayat ini:
BUNYI AYAT |
TARJAMAHNYA | CARA BERBUAT BAIK |
إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ |
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” |
1. tetap hormat walau sudah lanjut usia dan tidak berdaya 2. jangan menyampaikan kata yang menyinggung perasaanya walau hanya satu nada |
وَلَا تَنْهَرْهُمَا |
Janganlah menghardik mereka |
3. tidak menghardiknya walau di kala jengkel |
وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا |
Berkatalah pada mereka dengan perkataan yang mulia |
4.berkata dengan kalimat yang menyenangkan |
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ |
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih sayang |
5. bersikap merendah di hadapamnya mereka 6. mencurahkan kasih sayang |
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
|
dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil |
7. mendo’akan mereka supaya meraih rahmat 8.mengingat jasanya terutama yang telah membesarkan |
(b).Firman Allah SWT .وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا وَإِنْ جَاهَدَاكَ Qs.29:8لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Cara berbuat baik pada orang tua berdasar ayat ini :
BUNYI AYAT |
TARJAMAHNYA | CARA BERBUAT BAIK |
وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا |
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya |
9. bersikap kritis, menyeleksi pendapat orang tua apakah ada dasarnya ataukah tidak 10.jangan menaati perintah yang tidak sesuai dengan aqidah |
إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ |
Hanya kepada-Ku-lah kembalimu, lalu Aku kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan |
11. mengembalikan segala urusan yang dihadapi semua pihak kepada Allah SWT dan hukum-Nya |
©.Firman Allah SWT Qs.31:15.وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ(*)وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Cara berbuat baik pada orang tua berdasar ayat ini :
BUNYI AYAT |
TARJAMAHNYA | CARA BERBUAT BAIK |
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ |
Berterima kasihlah pada-Ku, karena kapadKu tempat kembali |
12. mengingat jasa orang tua yang sudah bersusah payah mengurus 13. berterima kasih atas kebaikan mereka |
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا |
Jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku yang tidak ada padmu ilmu, janganlah kamu menaati mereka |
14. boleh berbeda pendapat dengan orang tua, dan jangan mengikuti yang salahnya |
وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا |
Bergaulah dengan mereka selama di dunia dengan cara yang ma’ruf |
15. tetap bergaul dengan orang tua dalam urusan dunia, walau berbeda aqidah dengan mereka |
(d)ihsan bukan hanya semasa hidup tapi juga pada orang tua yang sudah wafat.
Seorang shabat keturunan Bani Salimah bertanya kepada Rasulullah SAW apakah masih ada tanggung jawab ahli waris terhadap orang yang sudah wafat ? Rasulullah SAW bersabda:
نَعَمْ، الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالإِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَانْفَاذَ عَهْدِهِمَا مِنْ بَعْدِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحْمِ الَّتِىلاَتُوصَلُ إِلاَّبِهِمَا وَاكْرَامُ صَدِيْقِهِمَا. رواه أبوداود والبيهقى
“Ya benar! (tanggung jawabmu terhadap mereka) yaitu shalat dan istighfar untuk mereka, memenuhi janji mereka yang telah mereka janjikan, mempererat silaturrahim terhadap orang yang telah mareka jalin sebelumnya, dan memuliakan para sahabat mereka.
Menurut hadits ini tanggung jawab ahli warits terhadap orang yang meninggal dunia ialah: (1) Shalat dan istighfar. Yang dimaksud dengan shalat di hadits ini ialah shalat jenazah yang dilakukan sebelum mayat dikubur. Sedangkan jika mayat itu telah dikubur cukup dengan istighfar bagi mayat yaitu memohonkan ampun dan berdu’a untuk keselamatan dan kesejahteraan yang dianugerahkan Allah kepada almarhum. (2). Memenuhi janji almarhum. Jika lamarhum semasa hidupnya telah berjanji kepada sesama manusia, baik berupa jasa ataupun utang piutang maka memenuhi janji itu merupakan tanggung jawab ahli warisnya. (3) Mempererat silaturrahim dengan orang yang telah terjalin sebelumnya. Maksudnya ahli warits harus tetap bersilaturrahim dengan keluarga almarhum baik yang bertalian darah turunan ataupun pertalian teman sejawat. Keluarga yang paling pertama harus mendapat perhatian adalah anak yatim. (4)Memuliakan para sahabat almarhum. Salah satu tanda hormat kepada almarhum ialah menghormati para sahabat dan kaum kerabatnya.
Dengan demikian tanggung jawab ahli warits setelah mengubur mayat lebih banyak ditekankan pada perlakuan baik kepada orang yang masih hidup.
2. Mengingat jasa dan berterima kasih pada orang tua yang telah mencurahkan kasih sayangnya.
3. Jiga suadh berusia empat puluh tahun, seorang anak bukan hanya hormat dan ihsan secara immateri, tapi juga membantunya secara materi.
c. Tanggung Jawab Orang tua terhadap anak berdasar isyarat surat al-Ahqaf:15
suarat al-Ahqaf : 15-16 ini memberi isyarat bahwa tanggung jawab orang tua terhadap anak terdiri beberapa tahap antara lain
1. sejak masa konsepsi hingga lahir seperti tersirat pada kalimat حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا pada periode ini orang tua bertangung jawab (1) menjaga keselamatan kandung, sebagaimana tersirat pada do’a hubungan suami istri بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبْ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا (2) berdo’a dan berdzikir agar berpengaruh positif pada anak yang dikandung, (3) manuhkan diri dari pengaruh negative baik jasmani maupun ruhaninya.
(2) sejak lahir hingga usia dua tahun, tersirat pada kalimat وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا antara lain (1) menjaga anak jangan sampai terpengaruh oleh factor negative baik pada jasmani maupun pada ruhaninya sebagaimana tersirat dalam do’a Rasul SAW pada bayi أُعِيذُكُمَا بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ (2) memberi nama yang baik, menggunduli anak dan aqiqah ketika bayi berusia tujuh hari Samurah bin Jundab meriwayatkan bahwa Rasul SAW bersabda:كُلُّ غُلاَمٍ رَهِيْنٌ بِعَقِيْقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ رَأسُهُ وَيُسَمَّىSetiap bayi tergadai oleh aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya, kemudian menggunduli rambut kepalanya dan memberi nama. Hr. al-Nasa’iy (215-303 H), [3] (3) menyusui anak hingga bersusia dua tahun, (4) menyapi anak yang sudah berusia lebih dari dua tahun.
3. sejak dua tahun hingga dewasa, atau usia nikah, tersirat pada kalimat حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ tugasnya antara lain مُرُوا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاء لِسَبْعِ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْر سِنِيْنَ وَفَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِيْ المَضَاجِعِ
Perintahlah anak-anakmu untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukulah mereka bila tidak mau shalat ketika berusia sepuluh tahun, pisahkanlah di antara mereka tempat tidurnya. Hr. Ahmad, Abu Daud (I h. 133) dan Al-Baihaqi (2: 268) Majah dari Ibnu Umar. [4]Implikasi hadits ini terhadap pendidikan pranikah antara lain: (1) Pendidikan ibadah harus dilakukan sejak dini, agar ketika umur anak tujuh tahun, tinggal memerintah. Bagaimana mungkin pada usia tersebut bisa diperintah jika mereka belum bisa melakukannya. (2) Shalat yang sempurna harus memenuhi syarat dan rukunnya, seperti bersih dari hadats dan najis, menutup aurat, menghadap kiblat, membaca al-Qur’an. Semua itu harus telah diketahui sebelum berusia tujuh tahun. (3) Shaf shalat berjamaah pria berbeda dengan wanita, maka anak berusia tujuh tahun harus sudah mengetahui seks. (4) Dalam berjamaah ada tata tertib imamah, maka pendidikan kepemimpinan dilakukan sejak dini. (5) Anak yang berumur sepuluh tahun menurut hadits ini harus ditindak bila tidak disiplin dalam beribadah, serta dipisahkan tempat tidurnya. Kemudian pendidikan kedewasaan berkeluarga harus dilakukan sejak berusia sepuluh tahun sebagaimana tersirat pada Qs.4:6
4. sejak usia nikah hingga usia empat puluh tahun sebagaimana tersirat pada kalimat وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً. Membina akhlaqnya agar benar-benar mapan baik secara jasmani, ruhani maupun ekonomi. Adapun anak yang sudah berusia di atas empat puluh tahun, bukan lagi tanggung jawab orang tuanya, melainkan menjadi beban pribadinya, bahkan seharusnya menyantuni anak, istri dan orang tuanya