TANGGUNG JAWAB MUSLIM TERHADAP HADITS
C. Tanggung Jawab Muslim terhadap al-Sunnah berdadar al-Qur`ân
1. Tanggung jawab muslim terhadap sunnah menurut Qs.33:21
Sungguh telah ada pada Rasulullah itu teladan yang baik bagi orang yang mengharap ridla Allah dan kebahagiaan hari akhir serta dzikir kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya. Qs.33:21
Qs.33:21 ini menjelaskan tentang fungsi Rasul SAW sebagai uswah hasanah, suri teladan yang baik, bagi umatnya.
Dalam ayat tersebut ditandaskan bahwa Rasul itu sebagai uswah hasanah bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir serta dzikir kepada Allah. Dengan demikian seorang muslim bertanggung jawab menjadikan sunnah sebagai uswah hasanah dalam segala hal, baik dalam kehidupan yang bersifat taabudi (ritual) seperti dzikir maupun dalam kehidupan lainnya seperti menggunakan dunia untuk mencari bekal akhirat.
2. Tanggung Jawab Muslim Terhadap Sunnah berdasar Qs.33:36
Firman Allah SWT:
Â
Dan tidaklah patut bagi mu’min laki-laki maupun mu’min perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. Qs.33:36
Â
Ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa Abdullah Bin Jahsy dan Zainab binti Jahsy. Rasul SAW melamar Zainab binti Jahsy untuk putra angkatnya, Zaid Bin Haritsah. Abdullah maupun Zainab berkebaratan untuk menerima lamaran Rasul untuk Zaid, karena dinilai tidak kafâ`ah. Menurut pertimbangan mereka, Zainab itu lebih tepat dinikah oleh Rasul SAW. Namun Rasul tetap ingin menikahkan Zainab kepada Zaid. Allah SWT menurunkan wahyu ini untuk menegaskan bahwa seorang mu`min baik laki-laki ataupun perempuan tidak sepatutnya membantah ketetapan Rasul SAW. Apapun yang ditetapkan Rasul harus diterima. Beliau melamar Zainab untuk Zaid bukan tidak mempunyai tujuan, melainkan mengandung tujuan mulia, terutama penetapan hukum Islam yang mengubah hukum jahiliyah. Zaid walau asalnya budak belian, telah dimerdekakan, maka statusnya telah sama dengan orang merdeka yang lainnya. Oleh karena itu tak sepatutnya keturunan Jakhsy menolak Zaid. Setelah ayat ini turun, maka Zainab dan Abdullah menerima Zaid, sebagai bukti kesetian terhadap ketetapan Allah dan Rasul-Nya. [1]
Dengan demikian, menurut ayat ini, seorang muslim bertanggung jawab untuk menerima ketentuan sunnah Rasulullah SAW, tanpa tawar menawar lagi, walau ketentuan tersebut dinilai kurang cocok dengan adat kebiasaan. Nilai keimanan seseorang sangat terletak pada nilai kesetiaanya terhadap ketentuan Rasul SAW.
Inilah bukti disiplin keimanan, yaitu mendahulukan kepentingan iman daripada kepentingan ras, atau kepentingan pribadi.
Â
3. Tanggung Jawab Muslim Terhadap Sunnah Menurut Qs.49:7-8.     Â
Firman Allah SWT:
“Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah, kalau ia menurut (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang orang yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan ni’mat dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana”. (Qs.Al-Hujuraat,49:7-8)
Allah SWT menyeru dengan ayat ini, agar setiap muslim menyadari bahwa di kalangan mereka ada risâlah yang harus ditaati. Tak sepatutnya mereka mendahulukan pendapat atau keinginannya dengan mengesampingkankan risâlah, apalagi mendustakannya. Setiap mu`min hendaklah mendahulukan risâlah di atas yang lainnya, karena Rasul lebih tahu tentang kemaslahatan umatnya.[2]
Nabi Muhammad secara fisik, memang telah tiada, karena beliau telah wafat. Namun risâlahnya tidak pernah sirna, karena dipelihara oleh Allah SWT. Walau Nabi Muhammad secara pribadi telah tiada, tapi sebagai rasul tetap ada di tengah-tengah kaum muslimin. Yang ada atau yang hadir bukan pribadinya, tapi risâlahnya. Tak layak jika saat ini ada yang mengaku dirinya sebagai nabi atau sebagai rasul, sebab yang mengaku itu berarti menda’wahkan rasul dalam situasi ada rasul. Ingatlah risâlah masih tetap berlaku. Oleh karena itu risâlah yang berlaku saat ini sampai akhir zaman adalah risâlah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
Kemudian pada ayat ini ditandaskan bahwa Allah SWT lebih menanamkan iman kepada setiap muslim. Jika iman telah tertanam, maka iman itu menjadi indah dalam hatinya. Ia akan menjadi cahaya dalam segala panorama kehidupan. Akhirnya seorang mu’min akan benci kepada kekufuran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang yang mendapat bimibingan dan hidayah dari Allah SWT. Orang yang demikian berarti telah menerima karunia dan keni’matan yang sangat besar dari Allah SWT. Betapa bahagia orang yang beriman dan setia atas segala ketetapan Rasul SAW.
Ayat ini turun pada zaman shahâbat yang sangat setia seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali. Mereka tentu saja tidak pernah membantah apa yang diperintahkan oleh Rasul SAW. Namun walau demikian, jika Rasul SAW mengikuti keinginan mereka, umat manusia akan menemui berbagai kendala dan kesulitan. Apalah dikata, jika ajaran Rasul SAW itu harus dikalahkan oleh ajaran manusia saat sekarang. Abu Sa’id al-Khudri,[3] setelah membaca Qs.49:7-8 ini berkomentar:
وَاعْلَمÙوا أَنَّ ÙÙيكÙمْ رَسÙولَ اللَّه٠لَوْ ÙŠÙØ·ÙيعÙÙƒÙمْ ÙÙÙŠ ÙƒÙŽØ«Ùير٠مÙنْ Ø§Ù„Ù’Ø£ÙŽÙ…Ù’Ø±Ù Ù„ÙŽØ¹ÙŽÙ†ÙØªÙ‘Ùمْ قَالَ هَذَا نَبÙيّÙÙƒÙمْ صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ÙŠÙÙˆØÙŽÙ‰ Ø¥Ùلَيْه٠وَخÙيَار٠أَئÙمَّتÙÙƒÙمْ لَوْ أَطَاعَهÙمْ ÙÙÙŠ ÙƒÙŽØ«Ùير٠مÙنْ Ø§Ù„Ù’Ø£ÙŽÙ…Ù’Ø±Ù Ù„ÙŽØ¹ÙŽÙ†ÙØªÙوا ÙَكَيْÙÙŽ بÙÙƒÙمْ الْيَوْمَ
Ingatlah bahwa di kalangan kalian ada Rasul Allah! Jika beliau harus mengikuti keinginan kalian, maka kalian akan menghadapi kesulitan. Inilah Nabi kalian SAW yang mendapat wahyu, ini pula shahabatnya sebagai pemimpin terpilih bagi kalian. Jika beliau mengikuti keinginan shahabat, dalam beberapa urusan, maka mereka akan menemui kesulitan. Bagaimana keadaan kalian saat ini (yang tidak sama keadaannya dengan shahabat)? Hr. al-Turmudzi.[4]
Jika Rasul mengikuti keinginan shahabat yang padahal nereka itu pemimpin terpilih dan orang shalih, umat akan menemu kesulitan. Apalagi jika hadits disesuaikan dengan keinginan manusia jaman sekarang, yang kurang terpilih, maka akan menghadapi kehancuran.
Dengan demikian, tanggung jawab seorang muslim terhadap sunnah, menurut ayat ini adalah menjadikan ajaran Rasul sebagai filter dalam menghadapi segala ajaran yang ada. Bukan sunnah Rasul yang disesuaikan dengan ajaran manusia, tapi ajaran manusia mesti disesuaikan dengan sunnah Rasul.
4. Tanggung Jawab Muslim Terhadap Sunnah Menurut Qs.59:7
Apa saja harta rampasan (fai`) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.Qs.59:7
Secara historis, ayat ini berkaitan dengan pembagian harta rampasan. Ada sebagian muslim yang kurang puas atas ketetapan Rasul tentang harta rampasan, maka turunlah ayat ini.[5] Shahâbat dan anggota pasukan mulimin mesti rela menerima apa yang ditetapkan Rasul dalam pembagian rampasan. Mereka harus merasa puas atas segala ketetapan Rasul saw, walau dirasakan masih ada yang dipertanyakan. Ditegaskan pula pada ayat itu, bahwa ketentuan demikian guna mencegah monopoli orang kaya yang meni’mati harta. Islam tidak menghendaki harta kekayaan hanya dini’mati segelintir orang.
Namun secara umum ayat ini berlaku atas segala ke-tentuan Rasul SAW baik yang dikatakan, diperbuat atau yang diizinkannya. Dengan demikian tanggung jawab seorang muslim terhadap sunnah Rasul, menurut ayat ini adalah menerima apa adanya dari apa yang ditetapkan, tidak boleh menambah atau menguranginya.
Ketentuan semacam ini, sangat penting diper-hatikan terutama dalam masalah ibadah. Ibadah adalah bersifat tawqîfy, menunggu perintah. Apa yang diperintah lakukan, dan apa yang tidak diperintah tidak perlu diada-adakan. Membuat cara tertentu dalam masalah ibadah, termasuk bid’ah yang sangat tercela.
      Â
5. Tanggung Jawab Muslim Terhadap Sunnah Menurut Qs.4:65
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka merasa tidak keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (Qs.An-Nisa,4:65)
Secara historis, ayat ini turun berkaitan dengan perselisihan shabat tentang air pertanian. Rasul memutuskan perselisihan mereka secara adil, tapi ada shahabat yang kurang puas, seakan-akan tidak menganggap Rasul sebagai hakim.[6] Oleh karena itu dengan tegas bahwa tidak termasuk mu`min bila tidak bertahkim kepada rasul SAW.
Ayat ini memberikan ketegasan bahwa seseorang tidak akan dianggap sebagai orang mu`min sebelum menjadikan Rasul SAW sebagai hakim yang memutuskan apa yang diperselisihkan. Menjadikan Rasul sebagai hakim, saat ini adalah menjadikan sunnahnya sebagai sumber hukum. Dengan demkian hakim maupun yang dihukum tetap berdasar pada apa yang telah di tetapkan sunnah Rasul SAW. Dalam menjadikan hakim kepada Rasul, menurut ayat ini disaratkan juga mesti merasa puas dan rela atas putusannya; tidak sedikitpun rasa kecewa atau merasa berat untuk menerimanya.
Jadi, tanggung jawab muslim terhadap sunnah Rasul, menurut ayat ini ialah (1) menjadikan sunnah Rasul sebagai sumber hukum, (2) merasa rela dan puas atas ketetapan sunnah Rasul, (3) tidak ada sedikit pun aturan sunnah Rasul SAW yang ditolak.
Â
6. Tanggung Jawab Muslim Terhadap Sunnah Menurut Qs.4:80
Â
“Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta’atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadikan pemelihara bagi mereka”. Qs. An-Nisa: 80
Menurut ayat ini, tanggung jawab muslim terhadap sunnah Rasul adalah mentaatinya seperti mentaati Allah SWT. Perintah taat kepada Allah SWT, dalam al-Qur`ân selalu dirangkaikan dengan perintah taat kepada Rasul SAW. Kadang-kadang perintah taat kepada Allah dan Rasul itu berbentuk `amar, atau perintanh langsung, kadang-kadang berbentuk khabar atau berita. Perintah taat kepada Allah dan Rasul-Nya yang berbentuk amar seperti pada: Qs. 3: 32 dan 132; Qs. 4: 59; Qs. 5: 92; Qs. 8: 1, 20, dan 46; Qs.24: 54 dan 56; Qs. 47: 33; Qs. 58: 13; Qs. 64: 12.
Pada ke dua belas ayat tersebut, perintah taat pada Allah tidak dipisahkan dengan perintah taat kepada Rasul. Hal ini menunjukkan bahwa tak sempurna, taat kepada Allah tanpa disertai taat kepada Rasul.
Adapun perintah taat kepada Rasul dengan menggunakan kalimat khabariyah antara lain tercatum pada Qs. 4: 13, 69, 80 yang menegaskanm bahwa taat kepada Rasul berarti taat kepada Allah; Qs.24:52, Qs.33:71 dan Qs.48:17. Kemudian dalam Qs.26:80, 110, 126, 134, 131, 144, 150, 163, dan 179 dirangkaikan adanya taat kepada Allah dengan taat kepada Rasul.
Ayat-ayat tersebut menunjukkan betapa tegasnya tanggung jawab seorang muslim dalam mentaati Rasul. Mentaati Rasul adalah dengan cara mengikuti sunnahnya.
Â
7. Tanggung Jawab Muslim Terhadap Sunnah Menurut Qs.8:27
Hai orang yang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan rasul-Nya; jangan pula kamu mengkhianati amanatmu, padahal kamu mengetauhi. Qs. 8: 27
Â
Ayat ini melarang orang mu’min untuk berbuat khianat kepada Allah dan berkhianat kepada Rasul. Berkhianat kepada Allah antara lain dengan melanggar ketetapan al-Qur`ân, sedangkan berkhianat kepada Rasul di antaranya menyalahi sunnah.
Dengan demikian tanggung jawab muslim menurut ayat ini ialah menjaga amanah risâlah. Menjaga amanah risâlah tidak hanya melaksanakan segala aturannya tapi juga meneruskan perjuangannya.
Risâlah merupakan amanah Rasul yang harus dijaga dan dipelihara oleh setiap umat. Menjaga amanah risâlah ialah memelihara keutuhannya, mentaati segala aturannya dan menyebarluaskan kebenaran dan keberlakukannya.
[1] Muhammad Ibn Jarir al-Thabari (224H-310H), Jami al-Bayan, (Tafsir al-Thabari), XXII h.12
[2] Isma’il bin Umar ibn Katsir (w.774H), Tafsir Ibn Katsir, IV h.211
[3] nama lengkapnya: Sa’d bin Malik bin Sanan, shahabat Anshar keturunan al-Khudri dijuluki Abu Sa’id, wafat di Madinah thaun 74 H.
[4] Sunan al-Turmudzi, no.3192, menurut Ali Nashif, sanadnya shahih (al-Taj, IV h.240)
[5] Abu Abd Allah al-Qurthubi (w.671H), al-Jami li Ahkam al-Qur`an, (Tafsir al-Qurthubi), XVIII h.11
[6] Abu al-Husayn Muslim bin Hajaj al-Naysaburi (206H-261H), Shahih Muslim, IV h.1829