TIGA YANG MEMBAHAYAKAN DAN CARA MENANGGULANGINYA (kajian hadits al-Thabarani dari Ibn Umar) bgian kedua
TIGA YANG MEMBAHAYAKAN DAN CARA MENANGGULANGINYA
(kajian hadits al-Thabarani dari Ibn Umar) bagian kedua
- Teks Hadits dan Tarjamahnya
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ثَلاثٌ مُهْلِكَاتٌ ، وَثَلاثٌ مُنَجِّيَاتٍ ، وَثَلاثٌ كَفَّارَاتٌ ، وَثَلاثٌ دَرَجَاتٌ . فَأَمَّا الْمُهْلِكَاتُ : فَشُحٌّ مُطَاعٌ ، وَهَوًى مُتَّبَعٌ ، وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بنفْسِهِ . وَأَمَّا الْمُنَجِّيَاتُ : فَالْعَدْلُ فِي الْغَضَبِ ، وَالرِّضَى ، وَالْقَصْدُ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى ، وَخَشْيَةُ اللَّهِ فِي السِّرِّ وَالْعَلانِيَةِ . وَأَمَّا الْكَفَّارَاتُ : فَانْتِظَارُ الصَّلاةِ بَعْدَ الصَّلاةِ ، وَإِسْبَاغُ الْوُضُوءِ فِي السَّبَرَاتِ ، وَنَقْلُ الأَقْدَامِ إِلَى الْجَمَاعَاتِ . وَأَمَّا الدَّرَجَاتُ : فَإِطْعَامُ الطَّعَامِ ، وَإِفْشَاءُ السَّلامِ ، وَصَلاةٌ بِاللَّيْلِ ، وَالنَّاسُ نِيَامٌ
lanjutan syarah hadits
Rasul AW bersabda:
إِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ فَإِنَّهُ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ أَمَرَهُمْ بِالظُّلْمِ فَظَلَمُوا وَأَمَرَهُمْ بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا وَأَمَرَهُمْ بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوا
Jauhilah olehmu penyakit pelit. Sesungguhnya penyakit pelit itu telah mencelakakan orang sebelum kamu. Sipelit mendorong pada kezaliman, sehinga mereka menjadi pelaku zhalim. Sipelit memerintah mutuk memutuskan silaturahim, maka mereka memutuskan kekeluargaan. Sipelit memerintah mereka berbuat kejahatan, maka mereka berbuat jahat. Hr. Ahmad.[1]
Berdasar hadits ini penyakit الشُّحَّ itu menimbulkan kezhaliman, pertengkaran hingga putus hubungan kekeluargaan, serta mendorong pada kejahatan. Tegaslah bahwa pelit itu merupakan penyakit membahayakan. Sedangkan yang dimaksud مطاع pada hadits ini, bermakna ditaati atau diikuti. Pada Qs.4:128 sebagai mana dikutip di atas, bahwa pada dasarnya manusia itu memiliki tabi’at pelit. Tabi’at tersebut bisa berdampak buruk kalau tetap diikuti atau dita’ati. Namun jika tidak ditaati, maka akan bebas dari bahayanya.
- هَوًى مُتَّبَعٌ keinginan yang diikuti
Perkataan هَوًى atau الهوى menurut bahasa mengandung arti keinginan, kecenderungan atau condong pada sesuatu, apakah yang benar ataukah yang salah. Ibn Rajab berpendapat:
وقد يُطلق الهوى بمعنى المحبة والميل مطلقاً ، فيدخل فيه الميل إلى الحقِّ وغيره
Perkataan الهوى mempunyai makna keinginnan, kecintaan atau keenderungan pada sesuatu secara umum, baik pada kebenaran ataupun sebaliknya.[2]
Perkataan الهوى bermakna محبة kecintaan atau keinginan tersirat pada hadits yang menyatakan bahwa Shafwan bin Assal pernah ditanya هل سمعتَ منَ النَّبيَّ – صلى الله عليه وسلم – يذكر الهوى apakah anda pernah mendengan dari Nabi SAW menerangkan الهوى ? maka beliau menjawab
سأله أعرابيٌّ عن الرجل يُحبُّ القومَ ولم يلحق بهم ، فقال : (( المرءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ ))
Orang dusun Arab pernah bertanya pada Rasul SAW tentang orang yang mencintyai suatu kaum padahal tidak mengikuti mereka, maka Rasul SAW bersabda المرءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ mausia itu akan bresama orang yang ia cintai. Hr. al-Thayalisi, a-Tirmidzi dan al-Thabarani.[3]
Dalam hadits ini tersirat bahwa الهوى mengandung arti المحبة cinta/kecintaan atau senang/kesenangan, kegemaran. Sedangkan perkataan الهوى bermakna kecenderungan atau keinginan pada sesuatu secara umum, tersirat pada ungkapan Aisyah dalam hadits berikut:
Diriwayatkan dari Hisyam dari ayahnya bahwa Haulah bin Hakam menghibahkan diri pada Rasul SAW, kemudia Aisyah berkomentar أَمَا تَسْتَحِي الْمَرْأَةُ أَنْ تَهَبَ نَفْسَهَا لِلرَّجُلِ (apakah seorang wanita tidak merasa malu menghibahkan diri pada seorang pria?). tidak lama kemudian turun ayat
تُرْجِي مَنْ تَشَاءُ مِنْهُنَّ وَتُؤْوِي إِلَيْكَ مَنْ تَشَاءُ وَمَنِ ابْتَغَيْتَ مِمَّنْ عَزَلْتَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكَ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ تَقَرَّ أَعْيُنُهُنَّ وَلَا يَحْزَنَّ وَيَرْضَيْنَ بِمَا آَتَيْتَهُنَّ كُلُّهُنَّ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا فِي قُلُوبِكُمْ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَلِيمًا
Kamu boleh menangguhkan (menggauli) siapa yang kamu kehendaki di antara mereka (isteri-isterimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang telah kamu tinggalkan, maka tidak ada dosa bagimu. Yang demikian itu adalah lebih dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada mereka. Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
Setelah Qs.33:51 ini turun, maka Aisyah berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَرَى رَبَّكَ إِلَّا يُسَارِعُ فِي هَوَاكَ
Wahai Rasul tidaklah aku melihat Tiuhanmu, kecuali mempercepat untuk memenuhi hasratmu. Hr. al-Bukhari.[4]
Dalam hadits ini, Aisyah menggunakan kata هَوَاكَ pada sesuatu kecenderungan atau hasrat sesuatu.
Dalam kisah musyawarah perang Badar, Umar bin Khathab menggunakan perkataan الهوى pada kecenderungan Rasul dalam memilih keputusan. Usai perang Badar, Rasul SAW bertaya pada Abu Bakar dan Umar tentang apa yang mesti dilakukan pada tujuh puluh orang tawanan perang Badar. Abu Bakar berpendapat agar dikembalikan pada keluarganya dengan membayar tebusan. Sedanglan Umar bin Khathab, mengusulkan agar dibununya saja karena sangat membahayakan. Namun Rasul SAW cenderung pada pendapat Abu Bakar, maka Umar berkomentar:
فَهَوِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قَالَ أَبُو بَكْرٍ وَلَمْ يَهْوَ مَا قُلْتُ
Rasul SAW cenderung pada pendapat Abu Bakar dan tidak cendering pada pendapat yang aku sampaikan. Hr. Muslim.[5]
Al-Hawa الهوى keinginan, kegemaran atau kecenderungan merupakan potensi sekaligus sebagai pesona hidup manusia yang dianugrahkan Allah SWT. Dengan الهوى manusia menjadi berkembang, maju dan sempurna. Namun dalam الهوى itu ada dorongan yang selalu bergelora untuk memenuhi segala apa yang diinginkan. Inilah yang dinamakan hawa nafsu. Jika hawa nafsu itu tidak dikendalikan, maka akan menjadi penyakit ruhani yang membahayakan. Ditegaskan dalam hadits yang dibahasa di sini bahwa yang membahayakan itu adalah هَوًى مُتَّبَعٌ (hawa nafsu yang diikuti keinginannya). Mengikuti segala keinginan atau hawa nafsu menimbulkan ketidak puasan hidup. Tidak puas hidup menimbulkan berbagai dampak negatif, karena tidak dapat mensyukuri ni’mat yang telah diterima. Jadi baik sukses atapun gagal dalam usaha memenuhi keinginannya, tetap tidak merasa puas. Andaikata usahanya tidak mencapai apa yang diinginkan, maka akan semakin setres, merasa tertekan, cemas dan dilanda kesedihan yang berkepanjangan. Dengan demikian mengikuti keingan hawa nafsu merupakan penyakit yang harus diobati. Allah SWT berfirman:
يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. Qs.38:26
Pesan Allah SWT pada Nabi Dawud diabadikan daam al-Qur`an, karena berlaku pula bagi seluruh umat. Ditegaskan pada ayat tersebut bahwa mengikuti hawa nafsu itu bakal menjerumuskan pada kesesatan hingga menyimpang dari jalan Allah SWT.
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.Qs.28:50
Ditegaskan dalam ayat ini bahwa mengikuti hawa nafsu itu bakal terssesat, jauh dari petunjuk dan masuk pada kelompok yang zhalim. Dalam berbagai ayat diterangkan bahwa orang yang mengikuti hawa nafsu, akan cenderung bertabi’at buruk seperti:
(1)zhalim dan kufur (Qs.14:34)
وَآَتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah).
(2) putus asa ketika kehilangan ni’mat (qs.11:9)
وَلَئِنْ أَذَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَاهَا مِنْهُ إِنَّهُ لَيَئُوسٌ كَفُورٌ Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.
(3) bangga diri ketika lepas dari bencana (Qs.11:10)
وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ نَعْمَاءَ بَعْدَ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ ذَهَبَ السَّيِّئَاتُ عَنِّي إِنَّهُ لَفَرِحٌ فَخُورٌ Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata: “Telah hilang bencana-bencana itu daripadaku”; sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga,
(4) tergesa-gesa (Qs.17:11)
وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًاDan manusia mendo`a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo`a untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.
(5) kikir ketika meraih kekayaan (17:100)
قُلْ لَوْ أَنْتُمْ تَمْلِكُونَ خَزَائِنَ رَحْمَةِ رَبِّي إِذًا لَأَمْسَكْتُمْ خَشْيَةَ الْإِنْفَاقِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ قَتُورًاKatakanlah: “Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya”. Dan adalah manusia itu sangat kikir.
(6) senang berbantah-bantahan (18:54)
وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَذَا الْقُرْآَنِ لِلنَّاسِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ وَكَانَ الْإِنْسَانُ أَكْثَرَ شَيْءٍ جَدَلًا Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.
(7) ketika mendapat amanah sering zhalim dan mengikuti kebodohan (33:72)
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,
(8) keluh kesah tatkala kekuarangan (70:20)
إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
(9) kikir ketika meraih kekayaan (70:21)
وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
(10) cenderung ma’siat (75:5)
بَلْ يُرِيدُ الْإِنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.
(11) melampaui batas (96:6)
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
(12) menyimpang dan lemah pendirian (4:27-28)
وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلًا عَظِيمًا () يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran). Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.
Bersambung, ke bagian 03, insya Allah
[1] Musnad Ahmad, no.5502
[2] Jami al-Ulum wa al-Hikam, juz 41 h.7
[3] sunan al-Tirmidzi, no.2387
[4] shahih al-Bukhari, no.4721
[5] shahih Muslim, juz 9 h.219 no.3309