TOLERANSI ANTARA KELUARGA YANG BEDA AGAMA BERDASAR SURAT AL-KAFIRUN
TOLERANSI ANTARA KELUARGA YANG BEDA AGAMA BERDASAR SURAT AL-KAFIRUN
- Teks dan Tarjamah Ayat
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)
Katakanlah: “Hai orang-orang yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku“.Qs.109:1-6
- Tinjauan Historis
- Diriwayat oleh Ibn Jarir al-Thabari (224-310H),[1] dari Sa’id bin Maina menerangkan sebagai berikut. Al-Walid bin al-Mughirah, al-Ash bin Wa`il, al-Aswad bin al-Muthalib dan Umayah bin Khalaf menghadap Rasul SAW. mereka mengatakan:
يَا مُحَمَّد هَلُّم فَلْنَعْبُد مَا تَعْبُد وَتَعْبُدُ مَا نَعْبُد وَنَشْرَكُكَ في أمْرِنَا كُلِّه فَإنْ كَانَ الَّذِي جِئْتَ بِهِ خَيْرًا مِمَّا بِأيْدِيْنَا كُنَّا قَدْ شَرِكْنَاكَ فِيْه وَأَخَذْنَا بِحَظِّنَا مِنْهُ وَإنْ كَانَ الَّذِي بِأَيْدِيْنَا خَيْرًا مِمَّا فِي يَدَيْكَ كُنْتَ قَدْ شَرِكْتَنَا فِي أمْرِنا وَأخَذْتَ مِنْه بِحَظِّكَ
(hai Muhammad! Kami akan menyembah tuhan yang anda sembah. Anda pun hendaklah menyembah tuhan yang kami sembah! Kita berserikat dalam segala urusan. Jika apa yang anda bawa lebih baik dari yang kami miliki, berarti hasil kersama kita, maka berhak mengambil bagian. Jika apa yang ada pada kami kebaikan, maka anda telah membantu kami, maka anda berhak mendapat bagian!). tidak lama kemudian turunlah surat al-Kafirun ini hingga akhir.[2]
- Diriwayatkan al-Thabrani (260-360H)[3] dari Ibn Abbas bahwa kaum Quraisy menghadap Rasul SAW menyampaikan tawaran. Mereka akan memberikan harta sebanyak-banyaknya agar Rasul SAW menjadi orang terkaya di Mekah. Mereka menawarkan agar Rasul SAW menikahi wanita cantik yang mana pun yang diinginkannya. Mereka berkata: “inilah tawaran kami hai Muhammad! Hentikanlah mencela tuhan kami dan menyebut kelemahannya. Dengan demikian kita akan berdamai berdampingan, kerjasama secara baik dan kami mewajibkan anda hanya satu tanggung jawabmu. Rasul bersabda: وما هي (apa itu?). Kata meraka: anda menyembah tuhan kami; Lata dan Uza satu tahun! Kami akan menyembah tuhan anda selama satu tahun! Rasul SAW bersabda: حتى أنظر ما يأتيني من ربي (aku menunggu jawaban dari Tuhanku)! Tidak lama kemudian, turunlah surat al-kafirun ini hingga akhir dan surat al-Zumar:64.[4]
- Kaum Quraisy menghalangi da’wah Rasul SAW dengan berbagai cara antara lain (1) mengejek, menghina, menyindir, dan mendustakan apa yang disampaikan Nabi SAW. (2) mencemarkan citra Islam di hadapan kawan-kawannya, dan menyebarkan fitnah ke berbagai lapisan masyarakat, (3) menghalangi orang yang hendak mendengarkan seruan Rasul SAW, dengan menyibukan mereka memperhatikan dongeng dan ceritra palsu. Semua langkah dan metoda yang ditempuh Quraisy itu tidak dapat menghalangi Rasul SAW berda’wah dan tidak pula menghambat perkembangannya, bahkan semakin maju. (4) Kemudian mereka menempuh langkah yang keempat dengan mengajak kerjasama. Tatkala rasul SAW diajak kerjasama dalam ibadah itulah turun surat al-Kafirun ini.[5]
Masih banyak riwayat lain yang mengisahkan sebab turun surat al-Kafirun ini, tapi essensinya hampir sama. Dengan demikian secara historis surat al-kafirun ini turun di Mekah berkaitan dengan ajakan kaum quraisy untuk kerjasama dalam ibadah. Rasul SAW diperintah untuk menolak ajakan mereka itu, karena tidak ada kerjasama dalam ibadah dengan orang kafir.
- Kaitannya dengan al-Kautsar
- Surat al-Kautsar menanamkan jiwa optimis, dan tidak gentar dibenci kafir. Kebencian kafir pada muslim, hanya akan membuat mereka stress dan gentar. Surat al-Kafirun memberikan bimbingan agar kaum muslim memiliki sikap yang tegas, atas ulah kafirin. Nyatakanlah secara terbuka dan berani, bahwa ibadah muslim itu sangat berbeda dengan ibadah kafir.
- Surat al-Kautsar memberikan bimbingan agar ibadah seperti shalat dan qurban, iklash karena Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Surat al-Kafirun memerintahkan agar ibadah muslim berbeda dengan orang kafir. Perbedaan cara, berbeda tujuan, berbeda pula sasaran dan latar belakangnya. Secara ringkas dapat digambarkan seperti berikut:
- Tafsir Kalimat
1 قُلْ يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَKatakanlah: “Hai orang-orang yang kafir,
Perkataan قُل merupakan bentuk perintah dari قَال – يقُول – قولا maka berarti katakanlah olehmu. Secara historis perintah ini ditujukan pada Rasul untuk menjawab ajakan kaum Quraisy di Makah. Kalimat يَاأَيُّهَا الْكَافِرُونَ merupakan objek yang mesti diucapkan. Dengan demikian ma’na ayat ini adalah: Katakanlah olehmu kepada orang kafir yang mengajak kerjasama dalam ibadah itu “wahai orang kafir“! Perkataan الكَافرون merupakan bentuk jama dari الكَافر yaitu orang yang telah mengetahui tentang kebenaran, tapi menolak untuk menerimanya. Ditinjau dari sudut bahasa كفر itu berarti menutup atau menolak. Pengertian الكَافرون yang dipanggil pada ayat ياأيها الكافرون bersifat umum mencakup seluruh orang yang menolak seruan al-islam, dari lapisan mana pun.[6] Rasul SAW diperintah untuk mengucapkan kata yang indah, tapi dalam hal aqidah mesti jelas perebadaan antara mu`min dan kafir.
Orang kafir ialah yang menolak kebenaran, menutup diri dari ajakan keimanan, sebagaimana diterangkan dalam ayat lain:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ ءَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Qs.2:6
Orang yang tidak beriman kepada al-Qur`an, juga termasuk kafir,[7] karena telah كفر dalam arti menutup diri dari ajakan kebenaran. Mereka tidak mau membuka telinga, mata, dan hatinya untuk menerima kebenaran.[8] Walau kebenaran itu sudah terbuka, tapi mereka tetap menutup hati tidak mau berfikir, menutup telinga tidak mau mendengar, dan menutup mata tidak mau melihat fakta. Menurut al-Shabuni, mereka itu adalah yang menentang ayat Allah dan mendustakan kerasulan Nabi Muhammad SAW.[9]
- لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
Ditinjau dari sudut ilmu bahasa, perkataan لا berfungsi nafy, menafikan, أَعْبُدُ sebagai kata kerja Mudlari yang belum terjadi, atau sedang dilakukan, sama halnya dengan kata تَعْبُدُونَ, dan مَا berfungsi kata sambung (موصول) berarti “yang“. Perkataan لا disambungkan pada kata kerja mudlari biasanya berma’na tidak akan. Sedangkan ما bila disambung dengan kata kerja mudlari berma’na yang sedang. Oleh karena itu makna لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُون adalah (1) Aku tidak akan mau menyembah apa yang kalian sembah, (2) Aku tidak akan menyembah apa yang sedang kalian sembah. Ayat ini berisi tekad atau janji di hadapan orang kafir, tidak akan menyembah apa yang disembah oleh mereka. Apa yang disembah orang musyrik, bukan yang disembah kaum muslimin. Tuhan yang disembah mu`min adalah Allah SWT yang Esa dalam segalanya, tidak bisa disamakan dengan apa dan siapa pun.
- وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُDan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
Kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Beda dalam segalanya, baik cara maupun tujuannya. Ayat ini diucapkan untuk membantah anggapan kaum musyrikin yang merasa sama beribadah dan bertuhan. Sekali gus juga menolak untuk mengakui cara mereka beribadah.
- وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah.
Apa yang dilakukan oleh mu`min tidak sama dengan apa yang dilakukan musyrikin. Beberapa ayat ini menegaskan bahwa antara mu`min dengan musyrikin itu berbeda dalam ibadah, baik yang dituju, cara, waktu maupun tujuannya.
- وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Ayat diulang untuk lebih menegaskan lagi bahwa tidak ada persamaan antara yang disembah mu`min dengan yang disembah musyrikin.
- لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku
Karena segalanya berbeda, maka akibatnya pun tidak akan sama. Untuk mu cara ibadahmu, untuku cara ibadahku, tidak perlu saling bantu, tidak pula saling ganggu. Menurut al-Maraghi, setelah Rasul SAW menerima wahyu surat ini langsung pergi ke Masjid al-Haram dan membacakannya di hadapan para pembesar kafir Quraisy. Mereka akhirnya berhenti mengajak kerjasama dalam ibadah.[10]
- Beberapa Ibrah
- Surat al-kafirun merupakan prinsip aqidah dan ibadah, yang tidak ada kerjasama dengan non muslim.
- Ibadah mu`min berbeda dalam segalanya dengan non muslim. Syarat utama ibadah yang diridoi Allah SWT adalah
(a) تَجْرِيْد المَقْصُود أي الإخْلاص ِلله تَعَالى megesakan tujuan, ikhlash hanya untuk dan karena Allah SWT.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. Qs.6:162-163
(b) تَجْرِيْد المُتَابَعَة لِرَسُول الله صلى الله عليه وسلم menunggalkan figur, dengan meneladani Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. Qs.3:31-32
- Pahala yang didapat manusia disesuaikan dengan amalnya masing-masing. Ibadah seorang muslim. Manfaatnya untuk muslim itu sendiri. Kekufuran orang kafir, marupakan tanggung mereka sendiri.
- Toleransi dengan non muslim, bukan dengan ikut ibadah bersama mereka, melainkan memberikan kebebasan beribadah sesuai dengan keprcayaan masing-masing. Tidak saling ganggu, tidak saling menghalangi, tidak pula saling menyampaikan selamat. Menyampaikan salam kepada kaum kafirin, utamanya berkaitan dengan ibadah tidak dibenarkan oleh syari’ah; Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam bersabda:
لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَلَا النَّصَارَى بِالسَّلَامِ
janganlah kamu mendahulu menemui yahudi dan nashrani dengan manyampaikan salam. Hr. Muslim.[11]
- Toleransi antara umat beragama utamanya dengan tidak mengganggu orang yang tidak menggagu. Orang yang tidak memerangi, walau kafir tidak dibenarkan diperangi. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Qs.60:8-9
- Setiap musim dituntut jangan tergiur oleh rayuan dan tawaran kaum musyrikin yang mungkin saja mempesonakan. Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam berulang kali mendapat tawaran fasilitas oleh kaum musyrikin, dengan syarat menghentikan da’wah. Abu Thalib pernah diutus oleh para pembesar Qur`aisy bernegoesasi kepada Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam mengatakan:
يا ابن أخي قد جاءني قومك يشكونك وقد آذوني فيك وحملوني مالا اطيق أنا ولا أنت فاكفف عنهم ما يكرهون من شتمك آباءهم وعيبك دينهم
(wahai anak saudaraku! Kaumu telah mengadu padaku tentangmu! Mereka mendesakku dalam masalahmu. Mereka membebenaniku yang aku tidak bisa memikulnya, begitupla engkau! Hentikanlah apa yang engkau lakukan yang menimbulkan mereka benci. Hentikan pula kecaman pada kebiasaan nenekmoyang mereka dan celaanmu pada agama mereka!). Beliau bersabda dengah tegas kepadanya:
والله لو وضعت الشمس في يميني والقمر في شمالي ما تركت هذا الأمر أبدا حتى أنفذه أو أهلك
(demi Allah walau matahari diletakkan pada tangan kananku, bulan di tangan kiriku. Aku tidak akan berhenti melakukan tugas ini selamanya hingga meraih kemenangan atau pun kehancuran!). setelah mendengar jawaban Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam , Abu Thalib berkata:
يا ابن أخي امض على أمرك وأفعل ما أحببت فوالله لا أسلمك لشيء أبدا
(wahai anak saudaraku! Kalau begitu tetaplah engkau pada pendirianmu! Lakukanlah apa yang engkau senangi! Demi Allah akau tidak akan memaksamu karena sesuatu selamanya). Setelah kejadian tersebut, kaum quraisy semakin benci pada Rasul.
Mereka mempunyai rencana membunuhnya baik terang-terangan maupun tersembunyi..[12]. Namun kenyataannya kemenangan dan kejayaan dapat diraih oleh Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam dan umatnya. Hal ini mengisyaratkan bahwa keberanian bersikap tegas dalam aqidah yang benar, bakal meraih derajat mulia..
- Keluarga harmonis agamis berdasar ibrah surat al-Kafirun
- Setiap anggota keluarga beribadah sesuai dengan aturan syari’ah, jangan meniru orang kafir. Toleransi hanya berlaku dalam urusan keduniaan dan kemanusiaan, tidak berlaku dalam urusan aqidah dan ibadah.
- Hubungan dengan keluarga yang berbeda agama, tetap terjalin tidak perlu saling membenci, tapi jangan pula ikut campur dalam urusan intern keagamaan.
- Jika ada anggota keluarga yang berbeda agama mengajak ibadah, atau merayakan hari raya, maka tidak perlu mengikutinya. Toleransi pada mereka adalah dengan memberikan kebebasan mereka beribadah, tapi tidak ikut beribadah seperti mereka. Katakan kepada mereka
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
Aku tidak akan beribadah pada apa yang kalian sembah.
- Jika orang yang berbeda agama itu berusaha ingin menyamakan atau menganggap sama antara satu agama dengan Islam, maka tegaskanlah:
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ () وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ () وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
Kalian bukan yang beribadah pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang aku beribadah pada-Nya. Aku bukan penyembah tuhan yang kalain sembah. Kalian bukan yang beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang aku beribadah pada-Nya.
- Jika yang berbeada agama itu mengajak saling bantu dalam hal keagamaan, tolaklah secara baik, dan katakan pada mereka
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Untuk kalian agama kalian, untuk ku agamaku.
Uruslah oleh kalian agama kalian. Aku hanya akan mengurus agamaku. Beribadahlah masing-masing. Aku tidak akan ikut campur urusan agama kalian. Kalian tidak perlu ikut campur dalam urusan agamaku.
- Menjaga keharmonisan keluarga dengan yang berbeda agama, bukan dengan cara saling ikut hormat dalam aqidah, bukan pula saling bantu dalam urusan ibadah, tidak pula saling mencela dan saling melemahkan.
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.Qs.6:108
Toleransi adalah saling mema’lumi perbedaan, dan saling kerjsama hanya dalam urusan kemanusiaan; bukan urusan aqidah dan ibadah.
- Keluarga agamis, adalah yang meyakini betul bahwa aganya yang dianutnya paling baik dan paling benar. Fihak agama lain pun biarlah mengakui bahwa agama yang dipeluknya yang dianggap paling baik oleh mereka. Keluarga agamis adalah yang konsekuen melaksanakan agamanya secara tepat dan benar, serta tidak terpengaruh oleh ocehan fihak lain.
-=o0o=-
[1] Jami al-Bayan (Tafsir al-Thabari), XXX h.331
[2] riwayat ini dikutip pula oleh: al-Suyuthi (849-911H), dalam Lubab al-Nuqul, I h.237, al-Qurthubi (w.671H) dalam al-jami li Ahkam al-Qur`an, XX h.220, al-Syawkani (1173-1250H) dalam Fath al-Qadir, V h.508
[3] Al-Mu’jam al-Shaghir, II h.44
[4] riwayat ini dikutip pula oleh al-Suyuthi (w.911) dalam kitab al-Dur al-Mantsur, VIII h.655, dan Wahbah al-Zuhayli, dalam al-tafsir al-Munir, X h.139
[5] Shafiy al-Rahman al-Mubarakfuri, Siroh rasul al-rahiq al-Mahtum, h.88-90
[6] Wahbah al-Zuhayli, al-Tafsir al-Munir, XXX h.441
[7] al-Zuhayli, al-tafsir al-Munir, I h.77
[8] Abu al-Fida Ibn Katsir, Tafsir Ibn Katsir, I h.46
[9] shafwat al-tafasir, I h.33
[10] Tafsir al-Maraghi, XXX h.255
[11] Shahih Msulim, hadits no.4030
[12] Isma’il al-Ashbahani (457-535H)Dalail a-Nubuwah, I h.197