02.PENDIDIKAN SEKS SEJAK DINI
Pendidikan Seks
Sejak Dini
Berbicara tentang pendidikan seks, biasanya fikiran kita terfokus pada bagaimana mengajarkan hubungan seks suami isteri atau jima’’. Pendidikan seks sebenarnya tidak terbatas pada masalah jima’ belaka, melainkan sangat luas materi kajiannya, terutama tentang bagaimana menjaga dan memelihara, serta memfungsikan jenis kelamin secara benar, tepat dan sehat. Karena luasnya jangkaun pendidikan seks, maka dalam Islam di ajarkan sejak dini, bahkan mulai dari bayi.
A. Pelajaran dari Isteri Imran
Dalam al-Qur’an telah diabadikan bagaimana Isteri Imran yang mendambakan punya anak laki-laki, kemudian melahirkan anak perempuan.
Maka tatkala isteri `Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk.” Qs.3:36
Dalam ayat ini terkandung makna bahwa selayaknya orang memperhatikan jenis kelamin anaknya sejak lahir. Pada ayat tersebut ditegaskan bahwa anak laki-laki tidak sama dengan perempuan. Oleh karena itu pembedaan jenis kelamin harus diterapkan sejak dini. Pendidikan kepriaan harus dilakukan kepada anak laki-laki. Pendidikan kewanitaan harus dilakukan pada anak perempuan sejak dilahirkan.
Siti Maryam putri Imran telah diangkkat oleh Allah SWT. sebagai figur wanita yang shalihah, yang pandai menjaga kesuciannya. Nampak bahwa pendidikan kewanitaan bagi perempuan sangat penting artinya.
Dalam berbagai ayat juga ditemukan bahwa Allah SWT menyanjung kaum wanita yang mampu menjaga kewanitaannya, seperti isteri Imran, isteri Fir’aun, isteri Nabi Ibrahim, Siti Maryam dan Ummu Hanah ibu Nabi Musa. Sementara yang dikecam al-Qur’an adalah kaum perempuan yang kurang menjaga kewanitaannya seperti isteri Abi Lahab, isteri Nabi Luth, dan isteri Nabi Nuh. Semua itu sebagai ibrah bahwa pendidikan seks terutama difokuskan kepada pembinaan dan pemeliharaan keutuhan anak sesuai dengan kodratnya.
B. Bedanya aqiqah anak laki-laki dengan anak perempuan
Hadits dari Aisyah menerangkan bahwa Rasulullah saw. menganjurkan:
أَنْ يُعَقَّ عَنِ الغُلاَمِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ وَعَنِ الجَارِيَةِ شَاةٌ.
“Hendaklah melakukan aqiqah untuk bayi laki-laki dengan menyembelih dua ekor kambing yang memadai, dan aqiqah bayi perempuan dengan seekor kambing” H.R. Ahmad Abu Daud dan Tirmidzi[1]
Dalam hadits lain ditandaskan bahwa penyembelihan aqiqah itu dilakukan ketika bayi berusia tujuh hari.
Dalam hadits ini jelas berbeda antara aqiqah untuk bayi laki-laki dengan bayi perempuan. Untuk bayi laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan untuk bayi perempuan cukup satu ekor saja. Hal ini mengandung nilai pendidikan seks, bahwa walau bayi itu baru berusia tujuh hari, perlakukan antara yang laki-laki harus berbeda dengan perempuan. Pendidikan seks di sini lebih terfokus pada gender yang menanamkan tabi’at dan sifatnya berbeda antara pria dengan wanita. Aqiqah laki-laki yang harus dilakukan dua kali lebih banyak dari wanita, memberikan pelajaran bahwa pria memikul tanggung jawab dua kali wanita. Ditinjau dari pendidikan keluarga, laki-laki itu bertanggung jawab intern dan ekstern. Dari dudut seksologi, juga mengandung arti bahwa laki-laki memiliki potensi untuk lebih kuat dari wanita; mungkin juga libidonya.
C. Kaitan Pendidikan Shalat dengan Pendidikan Seks
Ketika anak berusia tujuh tahun, orang tuanya harus memerintah shalat. Jika umur tujuh tahun itu tinggal intruksi, maka pendidikannya harus dilaksanakan sejak dini. Dalam pendidikan shalat terdapat unsur pendidikan seks, antara lain:
1. Bersuci
Shalat baru dinyatakan sah apabila suci dari hadats dan najis. Hadats ada yang mewajibkan wudlu dan ada pula yang mewajibkan mandi jinabat.
Hadats yang mewajibkan wudlu antara lain (1) keluar kotoran dari anus dan/atau dari kelamin, (2) laki-laki keluar madzi, (3) wanita mengeluarkan wadzi.
Membahas semua itu tidak akan terlepas dari penjelasan masalah kelamin. Anak juga akan diundang untuk minta penjelasan fungsi kelamin. Belum lagi menjelaskan madzi bagi anak lali-laki. Madzi ialah cairan bening yang keluar dari kelamin laki-laki ketika syahwatnya bangkit. Saat itu juga dituntut memberikan penjelasan apa itu syahwat. Wadzi ialah cairan bening pelumas vagina wanita, bisa disebabkan adanya rangsangan atau pun sebab lainnya. Hal ini juga mengandung pendidikan seks.
Hadats yang mewjibkan mandi jinabat antara lain (1) mimpi indah yang mengeluarkan mani, (2) keluar mani dengan sebab apa pun, (3) keluar darah haidl, (4) jima’’ walau tidak keluar mani, (4) nifas atau melahirkan.
Orang tua dalam mendidik shalat bagi anaknya dituntut menjelaskan semua yang mewajibkan wudlu dan mandi itu. Anak pun akan terangsang untuk minta penjelasan apa yang dimaksud mani, haidl, jima’’, dan nifas.
Menjelasakan masalah mani, haidl, jima’’, dan nifas mengandung pendidikan seks yang cukup mendalam. Demikian pula mengajarkan cara mandi yang sempurna menurut ajaran Rasulullah saw. Jika nenek moyang sunda mengadakan siraman menjelang pernikahan anaknya, sebenarnya sudah terlambat. Al-Islam mengajarkan mandi yang baik, kepada anak berusia tujuh tahun. Dengan demikian pendidikan bersuci untuk shalat tidak bisa dilepaskan dengan pendidikan seks.
2. Menutup Aurat
Menutup aurat harus diajarkan kepada anak sejak dini. Aurat ialah anggota badan yang harus ditutupi tatkala shalat dan thawaf serta di kala bertemu dengan ghair mahram. Aurat laki-laki adalah daerah antara pusat dan lutut, berlaku ketika shalat dan di luar shalat.
Aurat wanita adalah seluruh tubuh, dan tidak boleh memperlihatkan lekuk tubuhnya. Kerudung wanita harus menjulur ke dada. Keharusan wanita menutup seluruh tubuh dan menutupi lekuknya mengandung implikasi pedagogis terhadap seks. Alat seks wanita yang mengundang rangsangan bagi lawan jenisnya, bukan hanya terletak pada daerah antara pusat dan lutut saja, melainkan seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Keharusan wanita berkerudung yang menjulur ke dada menunjukkan bahwa organ seks wanita bukan hanya daerah antara pusat dan lutut, tapi juga payudara dan daerah dada. Jadi kalau sekarang kaum wanita sudah berani memperlihatkan daerah dada dan pusarnya, menunjukkan betapa telah bejadnya moral seks saat ini. Inilah salah satu ekses dari keteledoran pendidikan seks yang tidak Islami.
Pendidikan yang terkandung dalam hukum ini antara lain (1) pria tidak boleh sembarangan melihat tubuh wanita selain muka dan telapak tangannya, (2) wanita harus menjaga kemuliaan dan derajat fisiknya, sehingga tidak sembarangan orang dapat melihatnya.
Kemuliaan seks wanita sangat terkait dengan ketertutupannya bagi yang tidak berhak. Semakin tertutup, wanita itu semakin mulia dan semakin mahal nilainya. Semakin terbuka tubuhnya semakin rendah derajatnya dan semakin murah harganya. Bagaimana tidak bisa dianggap murah wanita yang memamerkan auratnya, bukankah mempersilahkan sembarang laki-laki untuk meni’matinya secara gratis?
Kemuliaan pria juga sangat terkait dengan kemampuan menahan pandangannya melihat aurat wanita yang tidak halal. Semakin senang pria melihat aurat yang haram, semakin rendah derajatnya. Bukankah pria yang demikian itu tidak memiliki ketahanan oleh godaan?
Sayangnya saat ini antara pria dan wanita bekerjasama dalam menurunkan derajatnya masing-masing. Perempuan banyak yang senang memperlihatkan auratnya secara gratis sehingga menjadi tidak ada harganya. Sedangkan pria banyak yang senang meni’mati yang murah dan tidak berharga. Itulah sebabnya al-Islam mendidik seks dengan cara menutupi aurat.
Dikaitkan dengan pergaulan sehari-hari, macam-macam aurat antara lain sebagai berikut:
a. Aurat laki-laki dengan sesamanya.
Seorang laki-laki diperbolehkan melihat tubuh sesamanya selain apa yang ada di antara pusar dan lutut. Imam Hanafi berpendapat bahwa lutut termasuk aurat. Sedangkan menurut Imam Maliki, lutut dan dan pusar laki-laki tidak termasuk aurat. Yang termasuk aurat adalah di antara pusar dan lutut itu. Dalil yang digunakan beliau adalah hadits yang diterima dari Muhammad Bin Abdillah Bin Jahsy:
غطّ فَخْدَكَ فَإِنَّ الفَخْدَ عَوْرَةٌ.
Tutupilah pahamu, sesungguhnya paha itu termasuk aurat. H.R. al-Bayhaqi.[2].
Demikian pula menurut riwayat Ibnu Majah, Abu Daud dan Hakim dari Ali-Bin Abi Thalib.
Karena dalam hadits itu disebutkan bahwa yang termasuk aurat itu adalah paha, maka aurat atau tidaknya lutut diperdebatkan.
Sesama jenis juga tidak boleh tidur bersama tanpa menutupi anggota badan di antara pusar dan lutut.
لاَيُفْضِي الرَّجُلُ بِالرّجُلِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ.
Seorang laki-laki tidak dibenarkan tiduran bersama laki-laki dalam satu pakaian. (Hadits Riwayat Empat Ahli Hadits/[3]
Dari pemahaman ini Wahbah Zuhaili berpendapat tidak dibenarkan berangkulan, berdekapan walau sesama jenis, kalau bukan dengan anak kandung.
b. Aurat perempuan dengan sesamanya
Aurat perempuan dengan sesamanya, jika seiman yaitu sesama muslimah, adalah seperti laki-laki dengan laki-laki. Mereka harus menutupi apa yang ada antara pusar dan lutut. Mereka juga tidak boleh tidur bersama dalam satu pakaian, atau satu selimut atau tanpa menutupi aurat yang utama. Rasul bersabda:
وَلاَ تقْضِي المَرْأَةُ إِلِى المَرْأَةِ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ.
Seorang perempuan tidak dibenarkan tiduran bersama perempuan dalam satu pakaian. (Hadits Riwayat Empat Ahli Hadits).[4]
Ketentuan ini tidak terkecuali apakah sesama wanita itu ada hubungan keluarga ataukah tidak.
Adapun wanita muslimah bersama non muslimah, auratnya adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Kalimat أَوْ نِسَاْءِهِنَّyang tercantum pada surat an-Nur tentang kewajiban menutupi seluruh tubuh wanita kecuali di hadapan sesama wanita menunjukkan hanya sesama muslimah.
c. Aurat perempuan di hadapan laki-laki
Aurat perempuan di hadapan laki-laki terbagi pada tiga golongan yaitu:
1) Ghair mahram ialah pria yang boleh menikahinya. Pria ghair mahram tidak diperkenankan melihat anggota tubuh perempuan selain wajah dan telapak tangan.
Allah SWT berfirman:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. Qs.24:31
Ayat ini menggariskan bahwa kaum wanita tidak boleh membuka tubuhnya selain muka dan telapak tangan dan tidak boleh memeprlihatkan kemolekannya selain kepada yang dihalalkan untuk melihatnya.
Dalam ayat tersebut juga terkandung ketentuan penampilan wanita di hadapan ghair mahram. Ternyata menurut ayat itu bukan hanya berkewajiban menutup aurat, tapi juga harus menghindari sikap dan tindakan serta gaya bicara yang mengundang perhatian seks lawan jenisnya. Dalam ayat lain ditegaskan:
فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوفًا
Wahai kaum wanita janganlah melembutkan suara yang mengakibatkan terpesonanya orang berpenyakit hati, tapi berkatalah yang pantas. Qs.33:32
Menurut mufasir ayat ini mengajarkan kaum wanita untuk berbicara seperlunya di hadapan pria dan jangan mengundang syahwat yang berpenyakit hati. Penyakit hati antara lain mudah tergoda oleh lawan jenisnya.
2) Mahram ialah yang haram menikah, dan halal melihat anggota tubuh wanita. Mereka ialah yang sebut oleh pengecualian dalam ketentuan menutup aurat yang tercantum pada Qs.24:31 di atas. Oleh karena itu kaum wanita tidak diwajibkan menutup seluruh tubuhnya, selain aurat yang utama di hadapan (1) anak serta cucu, (2) ayah serta kakek, (3) saudara kandung, atau seayah atau seibu (4) saudara sepersusuan, (5) mertua, (6) anak tiri, (7) anak saudara, (8) saudara ayah, (9) saudara ibu.
3) Sumi isteri. Antara suami isteri tidak ada hukum aurat. Mereka diperbolehkan saling melihat seluruh anggota badannya tanpa kecuali.
d. Aurat laki-laki di hadapan perempuan
Aurat laki-laki di hadapan perempuan tidak dibedakan antara adanya hubungan keluarga dan tidak. Dengan kata lain apa yang ada antara pusar dan lutut laki-laki termasuk aurat di hadapan siapa pun selain isterinya. Hanya isterinya yang boleh melihat apa yang ada antara pusar dan lutut laki-laki.