II. BUKTI KEKUASAAN ALLAH (kajian al-Naba: 06-08)
- BUKTI KEKUASAAN ALLAH
(Kajian tafsir surat al-Naba:06-8)
- Teks ayat dan Tarjamah
أَلَمْ نَجْعَل٠الْأَرْضَ Ù…Ùهَادًا () وَالْجÙبَالَ أَوْتَادًا () وَخَلَقْنَاكÙمْ أَزْوَاجًا
Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?, dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan, Qs.78:6-10
- Historis ayat
Seperti dijelaskan sebelumnya, orang kafir dan musyrikin banyak yang meragukan tentang adanya hari kebangkitan dari kubur. Mereka berbincang untuk membawa yang lain bertampab tidak beriman. Ayat ini turun untuk membantah mereka tentang keraguan akan kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Bukankah Allah Subhanahu Wa Ta’ala berkuasa untuk menciptakan segalanya?jika berkauasa, maka akan mudah bagi-Nya untuk membangkitkan kembali yang sudah mati, di akhir nanti.
- Kaitan ayat
- Ayat sebelumnya dengan nada bertanya atau istifham mengeritik manusia yang berbincang tentang kebenaran al-Qur`an, tentang hari berbangkit dan kerasul Nabi Muhammad. Ayat berikutnya dengan nada bertanya pula kepada manusia, bukankah Allah Subhanahu Wa Ta’ala memiliki kemampuan membuat segalanya termasuk bumi, langit dan alam semsta lain? Mengapa mereka masih meragukan apa yang diciptakan masa depan?
- Pada ayat sebelumnya dikemukakan bahwa yang diperbincangkan manusia tentang peristiwa besar. Ayat berikutnya mengungkapkan bagaimana kejadian langit, bumi dan gunung-gunung. Dengan demikian kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala itulah sebenarnya yang termasuk peristiwa besar.
- Tentang apakah mereka berbincang? Tentang sesuatu yang diperselisihkan mereka. Tegasnya manusia mempunyai potensi untuk berbeda faham ataupun perselisihan. Ditegaskan pula ayat sebelumnya bahwa manusia akan tahu tentang kejadian di alam akhirat. Ayat berikutnya mengungkap bukti kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala tentang alam semesta. Dengan demikian perselisihan manusia akan berakhir apabila semua telah mengalami alam akhirat.
- Tafsir ayat
- أَلَمْ نَجْعَل٠الْأَرْضَ Ù…Ùهَادًا Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan. Perkataan أَلَمْ merupakan kalimat Tanya atau istifham berikutnya. Kata Ø£ÙŽ mengandung arti “apakah” dan لَمْ berarti “tidak”, kedua mengandu arti “apakah tidak” , atau “Bukankah”. Pertanyaan semacam ini sebagai drongan agar manusia menyadari sesuatu yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala perbuat. Bukankah tidak sadar bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala melakukan apa yang Dia kehendaki? Bukankah نَجْعَل٠الْأَرْضَ Ù…Ùهَادًا Kami yang menjadikan bumi itu sebagai hamparan? Kalimat ini menggunakan kata ganti Ù†ÙŽØÙ† sehingga نَجْعَل٠yang dua memungkinkan maknanya yaitu untuk mengangungkan Zat yang berbuat. Boleh pula mengandung arti kejadian bumi dan seisinya melibatkan makhluq-Nya. Dialah Allah Subhanahu Wa Ta’ala melibatkan makhluq-Nya yang menjadi bumi sebagai hamparan. Perkataan Ù…Ùهَاداً yang mengandung arti مهدا hamparan tempat berpijak. Tentu saja diartikan demikian bukan berarti bumi itu rata bagaikan lapangan terbuka, tapi lambang hamparan yang bisa ditempati makhluq berdomisili. Terungkap pula dalam ayat lain:
الَّذÙÙŠ جَعَلَ Ù„ÙŽÙƒÙم٠الْأَرْضَ مَهْدًا وَسَلَكَ Ù„ÙŽÙƒÙمْ ÙÙيهَا سÙبÙلًا وَأَنْزَلَ Ù…ÙÙ†ÙŽ السَّمَاء٠مَاءً Ùَأَخْرَجْنَا بÙه٠أَزْوَاجًا Ù…Ùنْ نَبَات٠شَتَّى
Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang bermacam-macam.Qs.20:53
Ayat ini menegaskan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menjadikan bumi terhampar atau bagaikan hamparan sehingga terbentanglah jalan lalulintas makhluq. Dengan hamparan tersebut bisa air hujan turun sehingga menumbuhkan berbagai jenis makhkluq hidup dan tumbuhan. Bukankah Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menjadikan itu semua? Mengapa manusia tidak menydarai hal itu? Ayat ini juga mengandung dorongan manusia untuk mempelajari alam semesta sebagai bukti kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang tiada terhingga.
- وَالْجÙبَالَ أَوْتَادًا ?, dan gunung-gunung sebagai pasak?,
Allah juga yang menjadikan gunung-gunung sebagai أَوْتَادًا yang dipancangkan bagaikan tonggak terpancang hingga seimbang tidak goncang. Perkatan الْجÙبَالَ merupakan bentuk jama dari جبل yang berarti gunung atau pegunungan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang mejjadi gunung itu sebagai tonggak peyeimbang tanah. Jika di bumi itu ada gunung, maka perkataan الْأَرْضَ pada ayat sebelumnya mengandung arti tanah tempat berpijak. Tegasnya diartikan bumi bukan berarti globe atau bandingan matahari dan bulan. Oleh karena itu pada ayat ini ditegaskan di tanah tersebut ada pengunungan yang menyeimbangkan. Perkataan أَوْتَادًا merupakan bentuk jama dari وَتÙد yang mengandung arti penyeimbang tanah di bumi sehingga menjadi stabil tidak mudah roboh atau goncang. Perkataan وَتÙد terkadang bermakna tiang pancang untuk menyetabilkan kemah, sehingga tidak mudah roboh. Oleh al-Shabuni dilambangkan bahwa gunung itu bagaikan fondasi dan tiang pancang sebuah bangunan yang menyeimbangkan bangunan tersebut hingga tahan dari goncangan.[1] Bukankah Allah yang menjadikan gunug tersebut? Hendaklah menjadi bahan penelitian setiap manusia untuk mempelajari fungsi gunung, baik dari sudut tanahnya yang menyeimbangkan, maupun oksigenasinya antara dataran tinggi dan dataran rendah. Bagaimana pula jika gunung itu yang masih berapi yang terkadang melatus, bagaimana pula fungsi pephonan di atasnya. Berdasar ayat ini gunung diciptakan sebagai pengaman pula bagi manusia, agar yang hidup di muka bumi memiliki keseimbangan. Tidak ada suatu ciptaanya yang menimbulkan bencana. Gunung meletus sebenarnya untuk kepentingan makhluq seperti tumbuhan, binatang maupoun manusia. Jika ternyata gunung meletus itu berakibat bencana bagi manusia, bukan tipe gunungnya yang menghancurkan yang berakibat merugian. Namun manusia tidak faham kapan gunung akan meletus, ke mana harus mengungsi, dan bagaimana caranya agar tidak berakibat negative. Seharusnya manusia mesti usaha, jangan sampai meletus gunung menimbulkan bencana bagi umat manusia. Gunung pula yang menjadi sumber mata air bagi penduduk bumi. Gunung pula yang menumbuhkan berbagai tanaman kayu, buah-buahan, bahan makanan bagi manusia. Di gunung pula hewan hidup yeng menberi manfaat bagi manusia. Inilah yang memerlukan penelitian secara mendalam agar setiap ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, itu membawa kemaslahatan bagi penduduk bumi ini.
- وَخَلَقْنَاكÙمْ أَزْوَاجًا dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan,
Diciptakan pula manusia berpasangan terdiri dari laki-laki dan perempuan. Perakataan أَزْوَاجًا terkadang berarti suami, terkadang berarti isteri. Oleh karena itu dalam kehidupan suami-isteri terdapat الØقوق الزوجية al-Huquq al-Zaujiyah (hak dan tanggung jawab suami isteri). Allah menaqdirkan bahwa manusia itu terdiri dari laki-laki dan perempuan, dan tidak dikenal istilah jenis kelaminnya antara laki-laki dam perempuan, atau perempuan bukan dan laki-laki bukan. Tegasnya kalau ada seseorang yang mengaku dirinya bukan laki-laki, bukan perempuan, maka perlu disembuhkan, karena terjadi penyimpangan. Jika dilahirkan berjenis kelamin laki-laki, maka perlu dibina hingga dewasa menjadi laki-laki sejati. Demikian p;ula dilahirkan berjenis kelamin perempuan, maka dibina menjadi perempuan sejati. Itulah yang sehat berdasar kelaminnya. Demikian pula jika ketika lahir memiliki jenis kelamin ganda, perlu diselidiki kecenderungannya ke mana, dan diarahkan kepada satu jenis. Pernikahan juga hanya ada antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada pernikihan sesame jenis. Jika ada usaha manusia kea rah perkawinan sejenis, maka termasuk penyimpangan. Itu;lah salah satu sebabnya kalimat yang disampaikan oleh ibu Siti Maryam diabadikan dalam al-Qur`an:
وَلَيْسَ الذَّكَر٠كَالْأÙنْثَى
Tidaklah sama antara laki-laki itu dengan perempuan (bukanlah laki-laki itu sama dengan wanita). Qs.3:36
Dalam hokum waris pun dibedakan antara hak laki-laki dengan hak perempuan.
ÙŠÙوصÙيكÙم٠اللَّه٠ÙÙÙŠ أَوْلَادÙÙƒÙمْ Ù„Ùلذَّكَر٠مÙثْل٠Øَظّ٠الْأÙنْثَيَيْنÙ
Allah Subhanahu Wa Ta’ala mewasiatkan kepadamu, dalam membagi waris pada anak-anakmu, bahwa hak laki-laki adalah dua kali bagian wanita. Qs.4:11
Dalam ayat ini jelas bahwa antara laki-laki dan perempuan itu berbeda, baik hak maupun kewajibannya, baik dalam warisan atau pun dalam kehidupan suami istri. Ketika masa silam jaman Nabi Luth ada perkawinan sejenis, maka semua dimurkai dan disiksa dengan siksaan yang berat, sebagaimana diabadikan dalam al-Qur`an:
ÙَأَخَذَتْهÙم٠الصَّيْØÙŽØ©Ù Ù…ÙشْرÙÙ‚Ùينَ () Ùَجَعَلْنَا عَالÙيَهَا سَاÙÙلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهÙمْ ØÙجَارَةً Ù…Ùنْ سÙجّÙيلÙ
Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Qs.15:73-74
Peristiwa dibinasakannya kaum Nabi Luth yang melakukan perkawinan sejenis, agar menjadi pelajaran bagi umat selanjutnya. Bila suatu keadaan meniru pada keadaan saat itu, maka siksaan Ilahi bakal tiba pada mereka sebagai pelakukan kejahatan.
- Beberapa Ibrah
- Ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai bukti kekuasaan-Nya dalam ayat ini tercantum seperti (a) bumi bagainkan hamparan, tempat berpijak, (b) gunung bagaikan penyeimbang, yang menyetabilkan bumi; (c) manusia berpasangan, sehingga menimbulkan keharmonisan.
- Gunung diciptakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai penyeimbang bumi. Oleh karena itu mesti bermanfaat bagi manusia. Jika meletus terdapat bencana, bukan tabi’atnya. Namun manusia mesti meneliti bagaimana caranya gunung bagaimana pun keadaannya jangan menjadi bencana bagi manusia.
- Manusia diciptakan berpasangan pria dengan wanita. Pernikahan mansia hanya ada antara pria dan wanita. Dengan pernikahan tersebut pasangan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
- Beberapa Implikasi
- Segala ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan keajaibannya, mesti dijadikan pelajaran untuk mepertebal keimanan dan disyukuri untuk menambah keni’matan. Orang yang mampu bersyukur akan ditambah keni’matannya. Orang yang tidak mampu bersyukur, akan diganti ni’matnya dengan adzab.
- Bumi diciptakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dilengkapi pegunungan yang berfungsi sebagai penyeimbang. Oleh karena itu setiap manusia dituntut meneliti bumi dan pegunangannya supaya berfungsi secara baik. Tidak ada yang diciptakan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang punya tabi’at merusak manusia. Manusia mesti meneliti agar bisa memantau kegiatan gunug, kapan meletus kapan pula aman.
- Manusia membutuhkan oksigenasi yang seimbang antara yang kurang dan yang memadai, antara dataran rendah seperi pantai, dan dataran tinggi seperti pegunungan, demikian pula pelataran yang seimbang. Oleh karena itu manusia dituntut meningkatkan ilmu guna memnafaatkan fasilitas yang tersedia.
- Gunung bisa bermanfaat, jika manusis mempu mengelolanya sesuai dengan aturan. Bisa juga jadi mafsadat, bila salah pengelolaan. Oleh karena itu setiap manusia dituntut memelihara gunung. Kapan bisa ditebang, kapan pula mesti dipelihara. Mana gunung yang mesti dilestarikan, mana pula yang bisa rekayasa. Gunung bisa manfaat bila betul pengelolaannya. Gunung bisa jadi mafsadat bila salah pengelolaannya.
- Manusia dicitakan berpasangan antara pria dengan wanita. Tidak terdapat dalam ayat yang berjenis kelamin yang dobel atau antara pria dan wanita. Oleh karena itu jika dilahirkan sebagai pria, binah menjadi pria yang sejati, jangan berkepribadian wanita. Jika dilahirkan jenis kelamin wanita, maka perlu dibina sebagai wanita yang feminine wanita sejati. Berpasangan semacam itulah keni’amatan utama bagi seluruh manusia. Jika salah pasangan, maka kan menimbulkan mafsadat. Setiap individu mesti hidup sesuai dengan jenis kelaminnya.
-=o0o=-
[1] Shafwat al-Tafasir, V h.507