TAFSIR AL-ALAQ AYAT 06-19
BAGIAN KEDUA : KAJIAN AL-ALAQ AYAT 06-19
- Teks ayat dan Tarjamahnya
كَلَّا Ø¥Ùنَّ الْإÙنْسَانَ لَيَطْغَى (6) أَنْ رَآَه٠اسْتَغْنَى (7) Ø¥Ùنَّ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ رَبّÙÙƒÙŽ الرّÙجْعَى (8) أَرَأَيْتَ الَّذÙÙŠ يَنْهَى (9) عَبْدًا Ø¥Ùذَا صَلَّى (10) أَرَأَيْتَ Ø¥Ùنْ كَانَ عَلَى الْهÙدَى (11) أَوْ أَمَرَ بÙالتَّقْوَى (12) أَرَأَيْتَ Ø¥Ùنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى (13) أَلَمْ يَعْلَمْ بÙأَنَّ اللَّهَ يَرَى (14) كَلَّا لَئÙنْ لَمْ يَنْتَه٠لَنَسْÙَعَنْ بÙالنَّاصÙÙŠÙŽØ©Ù (15) نَاصÙيَة٠كَاذÙبَة٠خَاطÙئَة٠(16) Ùَلْيَدْع٠نَادÙÙŠÙŽÙ‡Ù (17) سَنَدْع٠الزَّبَانÙÙŠÙŽØ©ÙŽ (18) كَلَّا لَا تÙØ·Ùعْه٠وَاسْجÙدْ وَاقْتَرÙبْ (19)
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu). Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat, bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran, atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling? Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah, sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan), Qs.96:6-19
- Kaitan ayat dengan sebelumnya
- Ayat sebelumnya memerintah membaca dengan atas nama Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ayat berikutnya mengungkap manusia yang berbuat negative. Oleh karena itu yang dibaca tidak hanya huruf dalam tulisan, tapi juga keadaan alam manusia.
- Ayat sebelum membimbing untuk rajin menulis dan mengajar. Ayat berikutnya mengungkap sifat manusia yang mesti diberi pelajaran, agar tidak terjerumus pada kehancuran.
- Awal ayat surat al-Alaq ini mengungkapkan sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang maha pemurah, maha pencipta dan maha mengajar. Ayat berikutnya mengungkap manusia yang kurang belajar, kurang faham tentang sifat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Oleh karena itu setiap manusia dituntut mengkaji dan mempelajari kasih sayang Allah Subhanahu Wa Ta’ala, serta diterapkan dalam segala aspek kehidupan, agar jangan terjerumus pada neraka, dan dihadapkan Malaikat Zabaniyah.
- Ayat sebelumnya memerintah membaca ayat Allah Subhanahu Wa Ta’ala baik yang tercantum dalam ayat wahyu dan ayat kauniah. Berikutnya berbicara penyabab manusia yang kufur pada ayat-ayat-Nya[1]. Dengan mengetahui penyebab tersebut diharapkan manusia terbimbing untuk tetap beriman secara baik dan benar.
- Tinjauan Hitoris
عَنْ أَبÙÙŠ ØَازÙم٠عَنْ أَبÙÙŠ Ù‡Ùرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ أَبÙÙˆ جَهْل٠هَلْ ÙŠÙعَÙÙ‘Ùر٠مÙØَمَّدٌ وَجْهَه٠بَيْنَ أَظْهÙرÙÙƒÙمْ قَالَ ÙÙŽÙ‚Ùيلَ نَعَمْ Ùَقَالَ وَاللَّات٠وَالْعÙزَّى لَئÙنْ رَأَيْتÙÙ‡Ù ÙŠÙŽÙْعَل٠ذَلÙÙƒÙŽ لَأَطَأَنَّ عَلَى رَقَبَتÙه٠أَوْ Ù„ÙŽØ£ÙعَÙÙ‘Ùرَنَّ وَجْهَه٠ÙÙÙŠ التّÙرَاب٠قَالَ Ùَأَتَى رَسÙولَ اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ÙˆÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ ÙŠÙصَلّÙÙŠ زَعَمَ Ù„ÙÙŠÙŽØ·ÙŽØ£ÙŽ عَلَى رَقَبَتÙه٠قَالَ Ùَمَا ÙَجÙئَهÙمْ Ù…Ùنْه٠إÙلَّا ÙˆÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ يَنْكÙص٠عَلَى عَقÙبَيْه٠وَيَتَّقÙÙŠ بÙيَدَيْه٠قَالَ ÙÙŽÙ‚Ùيلَ لَه٠مَا Ù„ÙŽÙƒÙŽ Ùَقَالَ Ø¥Ùنَّ بَيْنÙÙŠ وَبَيْنَه٠لَخَنْدَقًا Ù…Ùنْ نَار٠وَهَوْلًا وَأَجْنÙØَةً Ùَقَالَ رَسÙول٠اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ لَوْ دَنَا Ù…ÙنّÙÙŠ لَاخْتَطَÙَتْه٠الْمَلَائÙكَة٠عÙضْوًا عÙضْوًا قَالَ Ùَأَنْزَلَ اللَّه٠عَزَّ وَجَلَّ لَا نَدْرÙÙŠ ÙÙÙŠ ØَدÙيث٠أَبÙÙŠ Ù‡Ùرَيْرَةَ أَوْ شَيْءٌ بَلَغَهÙ
{ كَلَّا Ø¥Ùنَّ الْإÙنْسَانَ لَيَطْغَى أَنْ رَآه٠اسْتَغْنَى Ø¥Ùنَّ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ رَبّÙÙƒÙŽ الرّÙجْعَى أَرَأَيْتَ الَّذÙÙŠ يَنْهَى عَبْدًا Ø¥Ùذَا صَلَّى أَرَأَيْتَ Ø¥Ùنْ كَانَ عَلَى الْهÙدَى أَوْ أَمَرَ بÙالتَّقْوَى أَرَأَيْتَ Ø¥Ùنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى }
يَعْنÙÙŠ أَبَا جَهْلÙ
{ أَلَمْ يَعْلَمْ بÙأَنَّ اللَّهَ يَرَى كَلَّا لَئÙنْ لَمْ يَنْتَه٠لَنَسْÙَعًا بÙالنَّاصÙيَة٠نَاصÙيَة٠كَاذÙبَة٠خَاطÙئَة٠Ùَلْيَدْع٠نَادÙيَه٠سَنَدْع٠الزَّبَانÙÙŠÙŽØ©ÙŽ كَلَّا لَا تÙØ·ÙعْهÙ
Diriwayatkan dari Abu Hazim dari Abu Hurairah berkata: Abu Jahal berakata: Aapakah Muhammad menundukkan wajahnya (ke atas tanah) di tengah-tengah kalian? Ada yang menjawab : Ya. Ia berkata: Demi Lata dan Uzzah, bila ku melihatnya melakukan hal itu, aku akan menginjak lehernya atau aku akan benamkan wajahnya ke tanah. Abu Hurairah berkata: Ia kemudian mendatangi Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam saat belia tengah shalat, ia hendak menginjak leher beliau. Tidak ada yang mengegetkan mereka selain ia (abu Jahal) mundur dan melindungi diri dengan tanagan. Ada yang bertanya padanya: Kamu kenapa? Is menjawab: Antara aku dan dia ada parit dari api, huruhara dan banyak sayap. Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam bersabda: “andai ia mendekatiku, malaikat akan menyambar anggota badannya satu persatu.” Abu Hurairah berkata: lalu Allah Subhanahu Wa Ta’ala menurunkan – kami tidak tahu apakah ayat ini disebutkan dalam hadits Abu Hurairah atau Rasul yang ia dengar:
 كَلَّا Ø¥Ùنَّ الْإÙنْسَانَ لَيَطْغَى أَنْ رَآه٠اسْتَغْنَى Ø¥Ùنَّ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ رَبّÙÙƒÙŽ الرّÙجْعَى أَرَأَيْتَ الَّذÙÙŠ يَنْهَى عَبْدًا Ø¥Ùذَا صَلَّى أَرَأَيْتَ Ø¥Ùنْ كَانَ عَلَى الْهÙدَى أَوْ أَمَرَ بÙالتَّقْوَى أَرَأَيْتَ Ø¥Ùنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu). Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat, bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran, atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)? Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling? Yaitu Abu Jahal
أَلَمْ يَعْلَمْ بÙأَنَّ اللَّهَ يَرَى كَلَّا لَئÙنْ لَمْ يَنْتَه٠لَنَسْÙَعًا بÙالنَّاصÙيَة٠نَاصÙيَة٠كَاذÙبَة٠خَاطÙئَة٠Ùَلْيَدْع٠نَادÙيَه٠سَنَدْع٠الزَّبَانÙÙŠÙŽØ©ÙŽ كَلَّا لَا تÙØ·ÙعْهÙ
Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya? Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka. Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah, sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan), Hr. Muslim.[2]
Jadi jelas secara histories ayat ini berkaitan dengan kesombongan Abu Jahal yang hendak berbiat jahat pada Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam. Namun Allah Subhanahu Wa Ta’ala melindungi Rasul, hingga Abu jahal tidak bisa berbuat apa yang diancamkan. Namun demikian walau secara histories berkaitan dengan sifat Abu jahal, tapi tentu saja berlaku pada setiap umat yang masih banyak ketilaran sifatnya.
- Tafsir Ayat
- كَلَّا Ø¥Ùنَّ الْإÙنْسَانَ لَيَطْغَى Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
Seseungguhnya manusia itu ada yang bertabi’at melampaui batas sehingga lupa akan tugasnya. Orang seperti itu memiliki kesombongan seperti Abi Jahal yang berani mengancam Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam, padahal tidak bisa melakukannya. Orang yang melampaui batas kelakukannya diakibatkan kesombongan cukup banyak dari dulu sampai sekarang. Mereka merasa diri lebih cerdas atau lebih intelek di banding Rasul sehingga berani membantah atas apa yang diajarkannya. Ayat ini sebagai peringatan, janganlah memiliki sifat seperti itu, sebab akibatnya berbahaya.
- أَنْ رَآَه٠اسْتَغْنَى karena dia melihat dirinya serba cukup.
Orang yang melampaui batas, biasanya disebabkan merasa dirinya serba cukup dan menganggap yang lain di bawahnya. Menurut al-Kalabi orang tersbut merasa lebih di banding yang lain baik dalam penampilan pakaian ataupun makanan sehingga menyombongkan diri.[3] Demikiian pula, karena merasa berkecukupan itu mereka merasa tidak membutuhkan fihak lain. Bahkan mereka juga berani menantang Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan rasul-Nya. Jika mereka merasa berkecukupan karena banyak harta, maka mereka sombong di depan sesamanya. Sesungguhnya prilaku manusia itu mengherankan, jika marasa dirinya berkecukupan, berani ke luar dari batasan yang telah mengaturnya. Ia berani membangkang, takabbur pada manusia lain. Padahal antar manusia tidak bisa dipisahkan, yang seharusnya saling tolong, saling bantu, baik dalam keadaan sejahtera maupun dalam berkesulitan. Setiap manusia yang mengharapkan perlakuan baik dari fihak lain, maka mesti berbuat baik pula kepada masyarakat. Sebaliknya jika berbuat jahat, maka akn menimbulkan kejahatan dari fihak lainnya.[4]
Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam bersabda:
Ø¥Ùنَّ الْمÙؤْمÙÙ†ÙŽ Ù„ÙلْمÙؤْمÙن٠كَالْبÙنْيَان٠يَشÙدّ٠بَعْضÙه٠بَعْضًا وَشَبَّكَ أَصَابÙعَهÙ
Sesungguhnya antara sesame mu`min itu bagaikan satu bangunan, yang setiap komponen saling menguatkan antara yang satu dengan yang lain. Beliau juga memberikan isyarat dengan kepalan jari tangannya. Hr. al-Bukhari.[5]
Hadits ini mengisayaratkan bahwa setiap mu`min yang berkecukupan membantu yang berkekurangan. Jika yang satu punya kelebihan yang lain, maka berikan bantuan pada yang kekurangan dalam tertentu dan ia dapat bantuan di bidang yang lainnya. Demikian pula dalam bidang keilmuan, bisa saling bantu saling memberikan nasihat satu sama lain. Setiap individu, di samping punya kelebihan, pasti punya kekurangan di bidang lainnya. Jika marasa cukup ilmu, maka tidak mau dikritik walau terdapat kesalahan. Bahkan ada juga manusia yang merasa cukup ilmu dan kecerdasan, merasa dirinya bisa membikin aturan, dan tidak mau diatur. Pendirian semacam itu tentu saja membahayakan, sebab mereka akan dimintai tanggung jawab di akhir nanti.
- Ø¥Ùنَّ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ رَبّÙÙƒÙŽ الرّÙجْعَى Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu).
Ayat Ø¥Ùنَّ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ رَبّÙÙƒÙŽ sebagai ketegasan bahwa mereka akan kembali kapada Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai tuhan. Mereka akan dimintai tanggung jawab dari apa yang diperbuat selama hidup di dunia. Perkataan الرّÙجْعَى merupakan mashdar Ùعلى dari رجَع – يرجع yang berarti kembali[6]. Ini merupakan peringatan terhadap manusia yang melampaui batas karena merasa berkecukupan, semuanya akan kembali kepada Tuhan di akhirat kelak mempertanggung jawabkan sikap dan perbuatan selama di dunia[7]. Sesungguhna Allah Subhanahu Wa Ta’ala tempat kembali manusia, yang memiliki kekuasaan dalam segalanya. Ayat ini tegas memberi peringatan agar manusia jangan berbuat bebas menyombongkan dirinya hingga berani menantang Tuhannya. Bila telah kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka segalanya akan diperhitungkan. Segalanya akan menjadi jelas di akhirat kelak, apakah perbuatan baik ataupun perbuatan jahat. Perhatikan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala
وَلَا تَØْسَبَنَّ اللَّهَ غَاÙÙلًا عَمَّا يَعْمَل٠الظَّالÙÙ…Ùونَ Ø¥Ùنَّمَا ÙŠÙؤَخّÙرÙÙ‡Ùمْ Ù„Ùيَوْم٠تَشْخَص٠ÙÙيه٠الْأَبْصَارÙ
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. Qs.14:43
Ù…ÙهْطÙعÙينَ Ù…ÙقْنÙعÙÙŠ رÙØ¡ÙوسÙÙ‡Ùمْ لَا يَرْتَدّ٠إÙلَيْهÙمْ طَرْÙÙÙ‡Ùمْ ÙˆÙŽØ£ÙŽÙْئÙدَتÙÙ‡Ùمْ هَوَاءٌ
mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mengangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong. Qs.14:43
Dalam kedua ayat ini jelas bahwa bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala tidak ada yang erlalaikan apa yang diperbuat manusia. Semua akan dimintai tanggung jawab.
- أَرَأَيْتَ الَّذÙÙŠ يَنْهَى Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, عَبْدًا Ø¥Ùذَا صَلَّى seorang hamba ketika dia mengerjakan shalat. Ayat ini memberikan peringatan terhadap orang yang melarang shalat. Ketika ayat ini turun, pertanyaannya terfokus ke Abi Jahal yang berani melarang Rasul untuk melakuklan shalat, dan mengancam akan menginjaknya[8]. Dengan nada bertanya sebagai ta’ajub, apakah pantas ada orang yang berani melarang hamba Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk shalat? Bukankah shalat itu merupakan ibadah dan kebutuhan manusia? Menurut para ahli tafsir, عَبْدًا di sini adalah Nabi Muhammad Shalla Allah alaihi wa Sallam yang dicegah Abu Jahal.[9] Apakah karena kesombongan Abu jahal, dan merasa berkecukupan sehingga berani menghalangi fihak lain untuk beribadah? Keterlaluan memang Abi Jahal, kelakukannya pada Nabi. Namun tentu saja, ayat ini berlaku kepada setiap umat yang berani mencegah yang lain untuk shalat. Pencegahan orang, tentu tidak hanya dengan ucapan, tapi juga dengan tindakan yang menghambat fihak lain.
- أَرَأَيْتَ Ø¥Ùنْ كَانَ عَلَى الْهÙدَى bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran,
Dengan nada bertanya, keterangan ini, bagaimana keadaan jika yang melarang purbuatan baik itu berada pada jalan yang benar. Bagaimana pendanganmu jika orang tersebut berada pada petunjuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala? Bukankah mereka itu lebih baik di banding berbat jahat? Kenapa mereka begitu berani melarang berbuat baik? Bukankah jika berada pada jalan yang benar, lebih baik bagi mereka? Cobalah renungkan oleh masing-masing; lebih baik mana orang yang melarang berbuat baik di banding yang berada pada koridor kebenaran?
- أَوْ أَمَرَ بÙالتَّقْوَى atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?
Bukankah orang yang berpegang hidayah Ilahi serta menyuruh orang lain bertaqwa itu lebih baik di banding yang menyuruh berbuat salah? Bukankah dengan menyuruh taqwa akan meningkatkan derajat mereka, di banding menghalangi kebaikan? Mengapa tidak mau mengajak sesame manusia berbuat baik, mengajak shlat, mengajak bertaqwa? Sudah tentu dengan cara yang demikian akan lebih baik akibatnya? Cobalah renungkan antara berda’wah kebaikan dengan menghalanginya? Bukankah menghalangi kebaikan memerlukan energi, tenaga yang melelahkan? Bukankah berda’wah pada kebaikan juga memerlukan tenaga dan melelahkan. Jika sama-sama melelahkan, mengapa tidak mengambil jalan hidup yang baik? Manusia itu memang suka aneh, mengambil jalan keburukan. Mereka mengeluarkan tenaga dan dana untuk berbuat buruk, yang padahal akibatnya merugikan. Bukankah mengeluarkan tenaga dan dana bila digunakan pada da’wah akan bermanfaat? Mengapa tidak digunakan untuk itu? Ayat ini dengan nada bertanya agar dijadikan bahan renungan dan pertimbangan. Cobalah manusia menggunakan akal dan pemikian yang sehat, mana yang bermanfaat, mana pula yang menimbulkan mafsadat.
- أَرَأَيْتَ Ø¥Ùنْ كَذَّبَ وَتَوَلَّى Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?
Untuk ketiga kalinya ayat ini menggunakan kalimat أَرَأَيْتَ bagaimana pendapatmu, atau apakah kamu fikirkan, atau bagaimana yang kamu lihat? Setelah ayat-ayat sebelumnya memerintah baca, kita mengajak berfikir. Baca dan fakir, memang kegiatan yang sangatt penting dalam kehidupan manusia agar maju dan berkembang. Pertanyaan berikutnya, bagaimana jika orang kafir yang melarang ibadat itu, ternyata yang biasa mendustakan dan berpaling? Pertnayaan semacam ini mengandung: (1) perhatian bagi setiap manusia untuk membaca manusia lain; (2) menampilkan adanya manusia yang kelakunnya seperti itu melarang orang lain ibadah dan dirinya sendiri memang mendustakan kebenaran; (3) sikap apa yang mest diperbuat terhadap orang yang mendustakan dan berpaling itu? ; (4) ada orang yang berani mendustakan dan berpaling, apakah tidak sadar bahwa dirinya tidak diketahui Allah Subhanahu Wa Ta’ala?; (5) jangan sampai kita termasuk orang yang mendustakan dan berpaling dari kebenaran; (6) bahaya pendustaan dan berpaling dari keimanan.
- أَلَمْ يَعْلَمْ بÙأَنَّ اللَّهَ يَرَى Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?
Pertanyaan أَلَمْ يَعْلَمْ memeprtanyakan apakah dia tidak tahu? Setelah sebelumnya mempertanyakan apakah anda tahu? Apakah dia tidak tahu, bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengetahui segalanya? Pertanyaan ini memberikan pelajaran agar manusia sadar bahwa dirinya diketahui Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka jangan lalai, atau merasa bersembunyi di balik kenyataan. Ayat ini sebagai peringatan bahwa tekad, ucap, sikap mereka semuanya diketahui Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Tidak ada bagi-Nya yang tersembunyi dari mulai alam terkecil maupun yang terbesar. Apakah mereka akan tenang walau semua kesalahan dan penyimpangan diketahui-Nya.
- كَلَّا لَئÙنْ لَمْ يَنْتَه٠لَنَسْÙَعَنْ بÙالنَّاصÙÙŠÙŽØ©Ù Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya,
Kalimat كَلَّا merupakan kecaman, peringatan keras tyerhadap orang yang tidak mau sadar akan perbuatannya yang menyimpang. Kemudian ditegaskan dengan penegasan لَئÙنْ لَمْ يَنْتَه٠jika dia tidak mau berhenti.[10] Kalimat ini semacam sumpah terhadap mereka, hati-hati jika tidak berhenti pendustaan dan penyimpangan, bakal tertimpa ancaman. Ini sebagai al-Indzar (peringatan keras) dengan لَنَسْÙَعَنْ بÙالنَّاصÙÙŠÙŽØ©Ù niscaya kami tarik ubun-ubunnya, atau pangkal kepalanya, dan dijerteumuskan pada siksaan. Perkataan النَّاصÙÙŠÙŽØ©Ù menurut bahasa berarti rambut kepala bagian depan atau ubun-ubun atau jambul depan[11]. Maksudnya di sini sebagai ancaman keras bagi manusia pendusta ayat dan yang berpaling bakal mengalami siksaan berat dengan dijerumuskan ubun-ubunnya ke neraka dalam keadaan hina.
- نَاصÙيَة٠كَاذÙبَة٠خَاطÙئَة٠(yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.
Perkataan نَاصÙÙŠÙŽØ©Ù bisa diterjemahkan secara hakiki yaitu ubun-ubun pembohong, pelaku durhaka akan direnggut dan dan seijerumuskan pada siksaan secara terhina. Namun bisa juga difahami sebagai lambing kebohongan dan kedurhakaan yang pusatnya pada pemikiran. Allah Subhanahu Wa Ta’ala bersumpah dengan hal itu, bahwa DIA akan merenggut kepala mereka dan menjerumuskan pada siksaan pedih. Kebohongan dan penyimpangan manusia mengakibatkan terjerumus pada siksaan. Bukankah hal ini memberi peringatan agar mereka segera berhenti dari kejahatan? Manusia tidak akan mampu berbuat dosa selamanya, sebab akan segera dihentikan dengan hukuman. Jika mereka tidak langsung dihukum pun, mereka akan merasa terhukum dengan perbuatannya sendiri. Jika telah terjerumus pada hukuman tersebut, maka akan minta tolong kepada siapa yang bersedia menolongnya.
- Ùَلْيَدْع٠نَادÙÙŠÙŽÙ‡Ù Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),
Orang yang direnggut jambulnya itu akan menjerit memanggil نَادÙÙŠÙŽÙ‡ kelompoknya untuk memberikan pertolongan. Jika sudah terjerumus pada siksaan, baru mereka sadar akan kebutuhan penolong di fihak lain. Sementara orang yang merasa cukup, tidak sadar bahwa hidup manusia itu tidak bisa sepenuhnya secara mandiri. Manusia bisanya berlaga sombong ketika merasa cukup, merasa tidak butuh fihak lain. Namun di kala menderita, maka hidupnya sadar akan butuh pertolongan fihak lain. Ayat ini mengingatkan, jangan sampai berbuat seperti itu. Ingatlah ketika kesmpbongan itu menjadi siksaan, mereka menjert minta pertolongan. Sedangkan di akhirat kelak, tidak ada yang mampu menolong, karena setiap manusia bertanggung jawab atas perbuatan sendiri.
- سَنَدْع٠الزَّبَانÙÙŠÙŽØ©ÙŽ kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah,
Ketika manusia durhaka itu minta pertolongan fihak lain, maka yang datang dipanggil, justru Mala`ikat Zabaniyah. Kata Ibn Abbas, di kala manusia memanggil-manggil penolong, maka yang mendatangi mereka adalah Zabaniyah. Perkataan الزَّبَانÙÙŠÙŽØ©ÙŽ merupakan bentuk jama dari زبنية atau زÙبْني yaitu Mala`ikat yang keras, kejam dan bisa menyiksa manusia dengan siksaan pedih[12]. Cobalah fikirkan, bagaimana tersiksanya orang yang minta pertolongan dari kelompok tertentu untuk bantuan? Malah yang datang justru mala`ikat yang keras dan kejam menyiksa! Justru orang yang miknta tolong itu akan semakin merasakan siksaan yang pedih mepertangung jawabkan amalnya. Bagaiman orang yang sehari-harinya tidak peduli pada sesame manusia. Bagaimana nasib orang yang menghalangi ibadah? Tentu saja aka merasa tersiksa, karena tidakl ada yang menolong, malah justeru dijerumuskan pada siksaan.
- كَلَّا لَا تÙØ·Ùعْه٠وَاسْجÙدْ وَاقْتَرÙبْ sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)
Untuk kesekian kalinya كَلَّا mengingatkan, agar jangan sampai lupa. Ingatlah bahwa perbuatan jahat itu jangan sampai mempengaruhi diri. Maka لَا تÙØ·Ùعْه٠jangan menaati orang yang sesat, pendusta, yang berpaling dan melarang shalat.[13] Jingatlah jangan menaati orang jahat seperti itu, وَاسْجÙدْ وَاقْتَرÙبْ bersujudlah pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan segera mendekatkan diri. Perkataan وَاسْجÙدْ merupakan istilah lain dari perintah shalat.[14] Digunakan istilah ini karena sujud merupakan lambing ketundukan, kepatuhan jiwa dan raga manusia, jasmani serta ruhaninya pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sujud juga merupakan upacara paling dekat pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam rangka mendekat pada-Nya. Ingatlah bahwa hamba yang paling dekat berbisikan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, utamanya di kala bersujud. Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam bersabda:
أَقْرَب٠مَا ÙŠÙŽÙƒÙون٠الْعَبْد٠مÙنْ رَبّÙÙ‡Ù ÙˆÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ سَاجÙدٌ ÙَأَكْثÙرÙوا الدّÙعَاءَ
Keadaan hamba yang paling dengan pada Tuhannya, adalah di kala sujud, maka silakan banyak berdo’a. Hr. Muslim, Abu Dawud.[15]
Hadits ini menyatrakan bahwa suasana paling dekat pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala setiap hamba di kala sujud, maka dipersilakan berdo’a supaya dikabulkan oleh-Nya. Dalam redaksi lainya, Rasul Shalla Allah alaihi wa Sallam bersabda:
ÙˆÙŽØ¥ÙنّÙÙŠ Ù†ÙÙ‡Ùيت٠أَنْ أَقْرَأَ الْقÙرْآنَ رَاكÙعًا أَوْ سَاجÙدًا Ùَأَمَّا الرّÙÙƒÙوع٠ÙَعَظّÙÙ…Ùوا ÙÙيه٠الرَّبَّ عَزَّ وَجَلَّ وَأَمَّا السّÙجÙود٠ÙَاجْتَهÙدÙوا ÙÙÙŠ الدّÙعَاء٠ÙÙŽÙ‚ÙŽÙ…ÙÙ†ÙŒ أَنْ ÙŠÙسْتَجَابَ Ù„ÙŽÙƒÙمْ
Aku dilarang untuk membaca al-Qur`an di kala ruku dan sujud. Adapun ketika ruku meka hendaklah mengagungkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala Tuhanmu. Adapun waktu bersujud berusaha sungguh-sungguh dalam berdo’a, sehingga layak untuk dikabulkan. Hr. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, al-Nasa`iy.[16]
Dalam hadits ini setiap mu`min dilarang untuk membaca al-Qur`an ketika ruku dan sujud. Ketika ruku hendaklah mengagungkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dan ketika sujud hendaklah berdo’a yang layak untuk dikebulkan.
Kemudian setelah perintah sujud dalam penghuujung ayat ini ditekankan وَاقْتَرÙبْ dan hendaklah mendekatkan diri pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mendekatkan diri mencakup segala ibadah yang ritual mapun social. Pada dasarnya pembaktian diri baik dengan tenaga, harta, jiwa, raga kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala termasuk taqarrub atau medekatkan diri pada-Nya. Oleh karena itu perintah ini mencakup segala ibadah.
- Beberapa Ibrah
- Setalah ayat sebelumnya yang menjadi wahyu pertama memerintah baca, tulis dan mengajar, maka ayat berikutnya mengjak berfikir. Tiga menggunakan kalimat أرأيت dan tiga kali menggunakan كَلا yang semua itu mengundang berfikir, bahkan berulang kali surat al-Alaq ini menggunakan pertanyaan. Ini memberikan gambaran bahwa manusia patut menggunakan akal fikiran untuk meningkatakan kecerdasan baik spiritual maupun social.
- Di antara manusia ada yang berakhlaq buruk seperti merasa bangga diri dan menyepelekan fihak lain. Bahkan jika merasa dirinya sudah berkecukupan, kurang peduli pada fikah lain. Sifat yang demikian bukan hanya merugikan fihak lain justru akan merugikan dirinya sendiri.
- orang yang merasa diri lebih di banding yang lain, atau merasa tidak butuh pada bantuan fihak lain, sebenarnya lambing kesombongan. Kesombongan itu akan menjadi kendala di akhirat.
- Manusia dianjurlan membawa fihak lain ke jalan yang benar, bukan menghalanginya. Mengajak orang pada jalan yang benar maupun menghalanginya memelurkan energi yang melelahkan. Oleh karena itu lebih baik memilih kebaikan di banding keburukan dalam segala ucap, sikap dan tindakan.
- Manuisia yang berani membangkang, berpaling, mendustakan, sebenarnya tidak sadar akan dirinya bahwa semua itu dilihat oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
- Di awal surat ini memuji perkembangan ilmu, sedangkan di akhirnya mengecam kebodohan. Tampaklah kejayaan imu yang berdasar tauhid, dan bahayanya kebodohan terutama dalam aqidah, ibadah dan akhlaq. Oleh karena itu setiap umat dituntut untuk meningkatkan aktivitasnya dalam mencari ilmu dan memberantas kebodohan.
- Secara histories ayat ini mempereteli sifat dan kebodohan Abu Jahal yang mau melarang shalat dan ibadah lain. Kenyataannya sebelum bisa melarang malah terjerumus pada ketakutan. Oleh karena itu jangan berani melarang orang lain untuk beriman dan beramal shalih.
- Banyak ayat yang mengecam kesombongan dan kecongkakan yang diakibatkan pesona harta dan kedududkan. Kenyataannya yang disombongkan itu ada akhirnya. Oleh karena itu jauhi kesombongan sekecil apapun bentuknya.
- Orang yang tidak mau membantu fihak lain, di hari kiamat bakal terkucilkan. Ketika minta tolong pada fihak lain, malah justru yang datang adalah Zabaniyah yang menyiksa mereka.
- Jangan ikuti saran dan ajakan orang yang tidak taat, sombong, berpaling dari kebenaran. Jadilah orang yang patuh pada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, bersujud dan mendekatkan diri pada-Nya.
- Rajin ibadah dan mendekatkan diri pada Ilahi, akan membawa pada ketenangan hidup dan mendapat hidayah.
-=o0o=-
[1] Mahmud Hijaji, al-Tafsir al-Wadlih, XXX h.65
[2] shahih Muslim, no.5005
[3] tafsir al-Baghawi, VIII h.479
[4] tafsr al-Maraghi, juz XXX h.202
[5] shahih al-Bukhari, no.459
[6] al-Jami li Ahkam al-Qur`an, XX h.124
[7] Tafsir al-Baydlawi, V h.408
[8] tafsir al-Baghawi, VIII h.479
[9] Ibn al-Jauzi, Zad al-Masir, VI h.175
[10] al-Tafsir al-Wadlih, XXX h. 66
[11] al-Tafsir al-Munir, XXX h.323
[12] tafsor al-Munir, XXX h.323
[13] al-Jami li Ahkam, al-Qur`an, XX h.128
[14] tafsir al-Baghawi, VIII h.481
[15] Shahih Muslim, no.744, Sunan Abi Dawud, no.741
[16] Musnad Ahmad, no. 1801, shahih Muslim, no.738, Sunan Abi Dawud, no.742, Sunan al-Nasa`iy, no.1035