I. TENTANG APA MEREKA BERBINCANG (tafsir al-Naba:01-05)
- BERITA TENTANG APA YANG DIPERBINCANGKAN
(Kajian tafsir surat al-Naba:01-05)
- Teks ayat dan Tarjamah
عَمَّ يَتَسَاءَلÙونَ () عَن٠النَّبَإ٠الْعَظÙيم٠() الَّذÙÙŠ Ù‡Ùمْ ÙÙيه٠مÙخْتَلÙÙÙونَ () كَلَّا سَيَعْلَمÙونَ () Ø«Ùمَّ كَلَّا سَيَعْلَمÙونَ
Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya? Tentang berita yang besar, yang mereka perselisihkan tentang ini. Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui, kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui. Qs.78:1-5
- Historis ayat
- Surat ini dinamakan النبإ al-Naba, yang berarti berita, atau النبإ العظيم (brita yang besar), tapi terkadang suka disebut surat عم (tntang apa), yang jumlah ayatnya empat puluh, turun di Mekkah setelah turun surat al-Ma’arij. Dinamakan النبإ العظيم yang berarti berita besar Karen dalam surat ini terurai beberapa berita yang sangat penting. Mulai dari : (a) Kebiasaan manusia yang senang berbincang atau berdialog tentang berbagai masalah yang sering diperselisihkan. (b) Kemudian dirangkaikan dengan berita besar tentang akhir jaman utamanya kiamat dan bangkit dari kubur. (c) Diungkapkan dalil dan argumentasi adanya hari berbangkit dengan menunjukkan kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam menciptakan makhluq yang sudah pasti mudah untuk membangkit kembali yang sudah mati. (d) Menyediakan jahannam untuk orang kafir dan surga bagi orang yang bertaqwa. (e) Diterangkan pula sifat kafir dan sifat orang taqwa. (f) Bagaimana pula keadaan mereka ketika hari berbangkit terjadi. (g) Penyesalan yang dialami orang kafir, sehingga mengharapkan jadi tanah. Itu semua tentu termasuk berita besar yang bakal terjadi, yang seharusnya diyakini setiap manusia dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Keyakinan akan datangnya hari akhir buklan hanya berada dalam hati tapi diucapkan secara lisan dan diperaktikan dalam sikap dan tindakan.
- Kaum musyrikin masa jahiliyah sering diskusi tentang kerasulan Nabi Shalla Allah alaihi wa Sallam, tentang al-Qur`an, tentang hari qiamat atau hari berbangkit nanti. Ada di antara mereka yang menduduh Rasul sebagai tukang sihir, ada yang menuduh kualat, ada yang menuduh dukun. Ada yang beranggapan bahwa hari berbagkit itu hanya ruh, tanpa jasad, ada bula yang mengenggap tidak ada kebangkitan, karena semua sudah mati. Demikian pula pada al-Qur`an, mereka perbincangkan dengan berbagai tuduhan. Surat al-Naba ini turun sebagai yeng benar pada mereka serta bantahan terhadap tuduhan negative. Bagaimana sebanarnya kejadian hari berbangkit dari kubur, bagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala memiliki kekuasaan langit, bumi, serta isinya. Jika telah terbukti DIA berkuasa sepenuhnya pada makhluq-Nya, bukankah berkuasa pula untuk menjadikan semua itu sesuai dengan kehendak-Nya. DIA juga berkuasa untuk memberikan bimbingan pada hamba-Nya ke jalan yang benar. Al-Qur`an adalah jalan yang benar.
- Kaitan dengan ayat sebelumnya
- Di awal surat al-Mursalat Allah Subhanahu Wa Ta’ala bersumpah dengan makhluq-Nya yang diutus dengan berbagai tugas. Kemudian ditegaskan bahwa DIA memiliki kekuasaan terhadap makhluq-Nya. Awal surat al-Naba mengungkap orang yang berbincang saling bertanya tentang berbagai hal. Selanjutnya ditegaskan pula tentang kekuasaan-Nya yang tidak terbantahkan. Keterkaitannya antara lain manusia boleh saja berdiskusi dan berbincang tentang kekuasaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tapi semestinya membawa pada keimanan, jangan sampai menimbulkan kedustaan.
- Sepuluh kali dalam surat al-Mursalat ditegaskan bahwa وَيْلٌ يَوْمَئÙØ°Ù Ù„ÙلْمÙكَذّÙبÙينَ kecelakaan bagi orang yang mendustakan. Pada surat al-Naba dikemukakan bahwa peristiwa hari akhirat mesti terjadi. Oleh karena itu tidak ada alasan lagi bagi umat untuk mendustakan hari qiamat. Tidak pula ada alasan untuk mendustai agama.
- Al-Mursalat dan al-Naba ini merupakan dua surat yang mempunyai titik persamaan berbicara tentang hari kebangkitan serta mengecam keras pada kafir yang mendustakan.
- Dalam kedua surat al-Mursalat dan al-Naba juga dibicarakan sifat surga dan neraka. Dikemukan juga pada kedua surat tersebut bahwa neraka disediakan orang kafir pendusta, dan surga bagi orang taqwa menjalankan agama.
- Pada surat al-Mursalat dipertanyakan ayat:14 وَمَا أَدْرَاكَ مَا يَوْم٠الْÙَصْل٠(sampai dimana pengetahuan anda tentang yaum al-Fashl?) maka jawabannya ditegaskan pada surat al-Naba dengan ayat 17: Ø¥Ùنَّ يَوْمَ الْÙَصْل٠كَانَ Ù…Ùيقَاتًا (Sesungguhnya Hari Keputusan adalah suatu waktu yang ditetapkan,) dan dilanjutkan penjelasannya hingga akhir surat.
- Tafsir ayat
- عَمَّ يَتَسَاءَلÙونَ Tentang apakah mereka saling bertanya-tanya?
Perkataan عَمَّ berasa dari dua kata عن yang berarti “tentang” dan ما yang berarti “apa” atau istifham atau kalimat Tanya. Kemudian disambungkan secara indlgham hingga huruf Ù† dibuang menjadi عما dam selanjutnya alif ا akhir ditakhfif menjadi عم sehingga maknanya “tentang apa“?[1] awal ayat dengan kalimat tanya atau istifham mengandung arti dorongan agar umat memperhatikan apa yang akan dibicarakan dengan perhatian yang seksama. Al-Shabuni menybutkan bahwa istifham pada ayat ini, bukan hanya tanda Tanya untuk dijawab, tapi berfungsi للتÙØ®Ùيم memuliakan peristiwa besar atau للتعظيم mengagungkannya.[2] Sedangkan kalimat يَتَسَاءَلÙونَ berasal akar kata سَأل (bertanya) yang dibubuhi huruf tambahan ت di awal dan alif di tengah mengisayaratkan saling bertanya. Ketika ayat ini turun tentu saja orang Mekah yang saling bertanya tentang berbagai oeristiwa seperti tentang Nabi Shalla Allah alaihi wa Sallam, tentang al-Qur`an, tentang hari kiamat dan segala hal yang masih ragu bagi mereka.[3] Namun perkataan ini menggunakan kata kerja yang tidak tentu waktunya. Bisa saat ini, bisa masa datang bisa juga masa silam. Walau secara histories orang yang saling bertanya itu sering dilakukan orang quraisy masa silam, berlaku pula masa kini dan masa datang. Ayat semacam ini semakin mengakrabkan pembaca dengan situasi yang dihadapi. Bukankah orang yang mempertanyakan sesuatu, berlangsung pula sampai masa kini dan masa datang? Dalam ayat ini juga tidak dibatasi suku mana, bangsa apa yang beragama apa yang mempertanyakan tersebut. Oleh karena itu baik mu’min maupun kafir sudah terbiasa diskusi sesamanya, tentang berbagai persoalan. Berdiskusi sesame manusia merupakan fithrah yang bisa menjurus pada negative bisa juga pada positif, tergantu apa materi yang diperbincangkan. Ini sebagai gambaran bahwqa manusia memiliki potensi komunikasi sesamanya. Ayat pertama ini, dengan istifham tentang apa mereka saling bertanya? Sudahkah mereka fikirkan tentang dampak negative dan positifnya?
- عَن٠النَّبَإ٠الْعَظÙيم٠Tentang berita yang besar,
Apa yang dimaksud dengan berita yang besar yang mereka perbincangkan itu? Ibn al-Jauzi mengungkap tidak kurang dari tiga hal yang manusia perbincangkan ketika ayat ini turun: (a) tentang al-Qur`an, sebagaimana dikemukan oleh Mujahid, Muqatil dan al-Farra. Kata al-Farra mereka mempertanyakan tentang al-Qur`an yang diuturnkan apakah merupakan kebenaran, atau sihir, atau macam lainnya. (b) tentang hari berbangkit dari kubur atau yaum al-Ba’ts, sebagaimana dikemukakan oleh Qatadah. (c) tentang Nabi Muhammad Shalla Allah alaihi wa Sallam , sebagai mana dikemukakan oleh al-Jujaj.[4] Ketiga macam tersebut dikemukakan oleh Ibn al-Jauzy mengisahkan masa silam. Namun yang jelas umat mansuia mendialogkan tentang peristiwa besar itu akan tetap berlangsung, walau sorotannya berbeda. Jika orang kafir tentu saja mendiskusikan dari sudut negatifnya. Sedangkan orang mu`min dari sudut positifnya. Yang jelas dalam ayat ini tidak disebutkan tentang peristiwa besar apa yang diperbincangkan manusia. Semakin lama umat akan semakin bertambah bahan perbincangan yang mereka utarakan. Jika يَتَسَاءَلÙونَ itu ketika ayat ini turun sebatas lisan, tapi saat ini sudah merambah ke media massa, baik tulisan laisan maupun yang lainnya. Bahkan saat ini media social yang semakin semerak akan semakin mudah mendialogkan persoalan. Bahkan berita hoax akan semakin mudah dianggap menarik oleh segala lapisan masyarakat. Setiap mu`min dituntut untuk seleksi tentang materi yang didialogkan, apakah benar ataukah tidak, apakah ada manfaatnya ataukah hanya sia-sia. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang banyak diperbincangkan adalah urusah hari qiamat, yang pada saat itu manusia terbagi pada tiga golongan. Golongan yang pertama yang tidak percaya akan adanya hari kebangkitan dari kubur, sehingga mereka mengatakan:
Ø¥Ùنْ Ù‡ÙÙŠÙŽ Ø¥Ùلَّا ØَيَاتÙنَا الدّÙنْيَا Ù†ÙŽÙ…Ùوت٠وَنَØْيَا وَمَا Ù†ÙŽØْن٠بÙمَبْعÙوثÙينَ
kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi, Qs.23:37
Golongan ini kelompok yang menolak adanya hari berbangkit hari kiamat. Mereka beranggapan bahwa hidup itu hanya satu kali, tidak mungkin hidup kembali. Tentu saja pandangan ini telah dibantah oleh al-Qur`an, Karen manusia akan mengalami kehidupan di akhirat kelak. Mereka akan mempertanggung jawabkan apa yang diamalkan di dunia kini. Di samping itu ada pula kelompok yang masih ragu akan datangnya hari bengkit dari kubur hingga mereka mempertanyakan:
ÙˆÙŽØ¥Ùذَا Ù‚Ùيلَ Ø¥Ùنَّ وَعْدَ اللَّه٠Øَقٌّ وَالسَّاعَة٠لَا رَيْبَ ÙÙيهَا Ù‚ÙلْتÙمْ مَا نَدْرÙÙŠ مَا السَّاعَة٠إÙنْ نَظÙنّ٠إÙلَّا ظَنًّا وَمَا Ù†ÙŽØْن٠بÙÙ…ÙسْتَيْقÙÙ†Ùينَ
Dan apabila dikatakan (kepadamu): “Sesungguhnya janji Allah itu adalah benar dan hari berbangkit itu tidak ada keraguan padanya”, niscaya kamu menjawab: “Kami tidak tahu apakah hari kiamat itu, kami sekali-kali tidak lain hanyalah menduga-duga saja dan kami sekali-kali tidak meyakini (nya)”. Qs.45:32
Ayat ini menggambarkan orang yang ragu akan datangnya hari kiamat, padahal sudah jelas akan terjadi. Antara yang ragu dengan yang membantah sama-sama berdialog. Mereka akan saling berselisih, sedangkan al-Qur`an menguatkan orang yang telah yakin adanya hari kiamat, hari berbangkit. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
Ù‚Ùل٠اللَّه٠يÙØْيÙيكÙمْ Ø«Ùمَّ ÙŠÙÙ…ÙيتÙÙƒÙمْ Ø«Ùمَّ يَجْمَعÙÙƒÙمْ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ يَوْم٠الْقÙيَامَة٠لَا رَيْبَ ÙÙيه٠وَلَكÙنَّ أَكْثَرَ النَّاس٠لَا يَعْلَمÙونَ
Katakanlah: “Allah-lah yang menghidupkan kamu kemudian mematikan kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya; akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Qs.45:26
Ayat ini tegas menandaskan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang memastikan hari kiamat dan hari berbangkit itu terjadi, walau kebanyakan manusia masih meragukannya. Oleh karena itu janganlah ragu lagi akan kedatangan hari tersebut. Orang yang meragukan apalagi menolaknya, hanya akan mengalami kerugian. Mereka yang ragu dan menolak akan mengalaminya sendiri bangkit di hari kebangkitan dan menghadapi pertangungan jawab di akhirat. Jika mereka mengalaminya maka akan ditanya tentang peristiwa tersebut:
يَوْمَ Ù‡Ùمْ بَارÙزÙونَ لَا يَخْÙÙŽÙ‰ عَلَى اللَّه٠مÙنْهÙمْ شَيْءٌ Ù„Ùمَن٠الْمÙلْك٠الْيَوْمَ Ù„Ùلَّه٠الْوَاØÙد٠الْقَهَّارÙ
(yaitu) hari (ketika) mereka keluar (dari kubur); tiada suatupun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman): “Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?” Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. Qs.40:16
Baru mereka yang ragu atau yang menolak itu sadar bila mengalaminya sendiri. Tidak ada yang meragukan lagi atas peristiwa tersebut, dan yakin hanya kepunyaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kekuasaannya. Tidak ada yang berkuasa untuk bertindak atau menolak peristiwa rtersebut.
Demikian pula terhadap al-Qur`an ada yang yakin sepenuhnya, ada yang menerima sebagian ada pula yang menolak secara keseluruhan. berselisih tentang hal itu boleh saja terjadi, yang jelas al-Qur`ab sebagai kitab yang mulak benarnya. Diragukan ataupun ditolak tidak ada pengaruh tehadap al-Qur`an. Pengarih keraguan dan penolakan hanya berakibat pada orangnya di akhirat kelak.
- الَّذÙÙŠ Ù‡Ùمْ ÙÙيه٠مÙخْتَلÙÙÙونَ yang mereka perselisihkan tentang ini.
Tentang apapun yang mereka perdebatkan, tanpa ada usaha untuk kembali ke jalan yang benar yang diwahyukan oleh yang Maha Tahu, tidak akan terselesaikan. Di antara mereka ada yang membenarkan pendapat temannya, ada pula yang mendustakannya. Perdebatan mereka baik tentang isi yang diberitakan al-Qur`an maupun al-Qur`an itu sendiri. Dalam al-Qur`an diungkap peristiwa masa silam berupa kisah yang benar, kejadian masa kini yang sedang dialami manusia, juga peristiwa yang bakal datang apa yang bakal mereka alami. Orang yang ragu terhadapnya hanya dengan dalil ilmu yang diadapat, hanya berlandaskan perkiraan atau asumsi belaka, tidak akan bisa membantahnya. Di kalangan musyrikin juga timbul pertentangan pendapat tentang hari akhir ada yang mempercayai ada pula yang ragu, ada pula yang menolak. Bahkan ada yang menduuh al-Qur`an sebagai sihir atau sya’ir. Antara muslim dengan kafir jelas berbeda pandangan tentang isi al-Qur`an. Setiap muslim dengan penuh keyakinan apapun yang diberitakan al-Qur`an adalah suatu kebenaran. Kemungkinan dibantah orang kafir, bukan berarti berita tersebut masih diragukan, tapi pembuktian secara ilmiyah masih lemah di kalangan muslim. Setiap muslim dituntut pandai meneliti secara seksama, agar apa yang diyakini kebenaran itu bisa dibuktikan secara ilmiyah dan logis di kalangan segala lapisan masyarakat. Muslim bukan hanya bisa mendalili kebenaran dengan mengutip pendapat orang, tapi seharusnya produktif meneliti sendiri.
- كَلَّا سَيَعْلَمÙونَ Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui,
Kalimat كَلَّا biasanya berfungsi sebagai bantahan terhadap yang terangkan sebelumnya. Oleh karena itu bermakna janganlah berbincang terus tentang yang sudah jelas benarnya hingga menimbulkan keraguan. Perbincangan hendaknya membimbing ke arah penebalan iman pada yang mesti diimani. Diskusi juga dilakukan untuk memahami dalil yang benar, sehingga semakin faham untuk diamalkan. Namun tidak sedikit orang kafir membincangikan al-Qur`an agar semakin ragu terhadap isinya. Itulah sifat orang kafir dan musyrikin. Setiap mu`min jangan terlalu heran tentang perbincangan orang kafir tentang yang diberitakan al-Qur`an. Ada pula ulama yang menfasirkan, jangan terlualu risau tentang dialog kafir tentang hari berbangkit dari kubur. Sebenarnya orang yang ragu tentang hari itu akan mengalami sendiri. Tegasnya orang yang ragu maupun yang menolak akan tahu betul peristiwa terjadi, karena akan mengalaminya.
- Ø«Ùمَّ كَلَّا سَيَعْلَمÙونَ kemudian sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui.
Dengan diulang kata yang diawali kata Ø«Ùمَّ yang beratri kemudian. Ingatlah sekali-kali tidak perlu risau bahwa apa yang diberitakan al-Qur`an itu pasti benar. Setiap manusia akan mengalaminya. Namun demikian kalimat ini juga mengungkap tabi’at manusia bahwa dengan banyak berbincang atau berdiskusi akan mendorong ingin tahu. Oleh karena itu pengetahuan akan didapat, dengan perbincangan dan dialog. Pengetahun itulah yang dimiliki ciri khas manusia melebihi makhluq lainnya. Peristiwa semacam ini telah diperagakan sejak manusia pertama, Nabi Adam yang diperintah dialog dengan Mala`ikat. Adam diperintah untuk menjelaskan nama-nama ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kemudian Mala`ikat mengikuti sehingga mengakui bahwa manusia memiliki kelebihan. Kelebihan yang utama adalah kreatifitas dalam mencari ilmu dengan jalan dialog. Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam ayat ini menegaskan bahwa semua manusia akan tahu di akhir nanti.
- Beberapa Ibrah
- Kaum Mu`min, kafir, musyrik sejak masa silam hingga akhir jaman akan seslalu berbincang sesamanya. Ayat ini mempertanyakan tentang apa mereka berbinvang? Tentang peristiwa yang dianggap besar oleh mereka.
- Kaum musyrik dan kafir memperbincangkan al-Qur`an, Nabi Muhammad dan hari berbangkit karena ada yang ragu dan ada pula yang menolak. Kaum mu`min memperbincangkan ihwal tersebut karena dilator belkangi keyakinan kebenaran dan keimanan padanya.
- Kaum kafir dan musyrik selalu berselisih dalam hari berbangkit, al-Qur`an dan Nabi Shalla Allah alaihi wa Sallam . Perselisihan mereka tidak berakhir yang berjalan terus sampai akhir jaman.
- Sebenarnya setiap manusia akan mengetahui bahwa apa yang diberitakan al-Qur`an dan Nabi SAW itu merupakan kebenaran. Mereka manusia akan mengetahui secara langsung setelah mengalaminya.
- Al-Qur`an tidak melarang untuk berdialog, berdiskusi tentang apa yang diperselisihkan. Namun seharusnya metoda dan materi dialog yang menjurus kepada keyakinan yang benar. Jangan melakukan dialog yang menjauhkandiri dari keimanan.
- Bebepara implikasi
- Setiap manusia memiliki potensi untuk berdialog berdiskusi dalam berbagai masalah. Dipersilakan dialog dan berbincang, tapi yang bermanfaat untuk kehidupan.
- Berdialog atau berdiskusi merupakan ajang peningkatan kemampuan manusia untuk mengembangkan berfikir. Namun terkadang menjurus kepada debat kusir yang tiada ujungnya. Oleh karena itu mesti terarah pada unsure positif agar bermanfaat.
- Setiap manusia dituntut selektif dalam mendiskusi sesuatu yang diperselisihkan. Perselisihan pendapat jangan yang menimbulkan perpecahan, tapi seharusnya yang membawa persaingan pendapat yang sehat.
- Diskusi yang menjurus pada penambahan pengatahuan akan berdampak positif pada pengembangan ilmu.
- Ilmu pengetahuan akan selalu berkembang melalui diskusi dan perbincangan. Dengan perbincangan dan diskusi seharusnya meningkatkan kemampuan memahami dalil, baik yang bersifat syar’iyah maupun ilmiyah.
-=o0o=-
[1] aljZa`iri, V h.500
[2] shafwat al-Tafasir, III h.507
[3] tafsir al-Nasafi, IV h.2
[4] Zad al-Masir, VI h.112