AL-BAQARAH:01-02 – ALQUR`AN KITAB PETUNJUK BAGI MUTTAQIN
01. ALQUR`AN KITAB PETUNJUK BAGI MUTTAQIN
(kajian tafsir al-baqarah:01-02)
A.Teks Ayat dan Terjemahnya
Alif Laam Miim. Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,
B.Kaitan dengan ayat sebelumnya
1. Dalam Surat al-Fatihah tertera permohonan petunjuk pada Allâh untuk mendapat bimbingan jalan yang lurus. Ayat pertama al-Baqarah, merupakan huruf Muqatha’ah yang ma’nanya baru bisa difahami apabila ditempuh langkah pengkajian yang mendalam. Allâh SWT saja yang lebih mengetahui ma`na dan fungsi huruf muqatha’ah tersebut. Ayat kedua menegaskan bahwa ayat muqata’ah juga termasuk Al-Qur`ân yang mengandung petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Oleh karena itu, jika seseorang menginginkan tawfiq dan hidayah sebagaimana dimohonkan dalam al-Fatihah, mesti berusaha menjadi orang yang taqwa.
2. Dalam surat al-fatihah terkandung permohonan untuk memperoleh hidayah dan petunjuk Allâh SWT. Ayat 2 dari surat al-Baqarah ini seakan menjawab permohonan tersebut bahwa petunjuk Allâh itu adalah Al-Qur`ân yang tidak diragukan lagi kelengkapan isi, keutuhan redaksi, dan keabsahan otentisitas-nya.[1]
3. Dalam surat al-Fatihah ayat terakhir tersirat bahwa manusia itu ada yang diberi ni’mat, ada yang dimurkai, ada pula yang sesat. Pada ayat berikutnya diisyaratkan salah satu bagian dari orang yang mendapat ni’at yaitu Muttaqin yang mengikuti petunjuk al-Qur`an.
C.Tafsir Kalimat
1.الم alif lam mim. Kalimat الم ini merupakan huruf muqatha’ah (singkatan).[2] Rasûl SAW bersabda:
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ
Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allâh, maka ia mendapatkan suatu kebajikan. Setiap kebajikan bernilai sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan bahwa alim lam mim itu satu huruf, tapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf. Hr. Al-Tirmidzi (209-279H),[3] dari Ibn Mas’ud. [4]
Al-Qasimi (1223H-1332H), menerangkan bahwa para mufassir dalam menyoroti الم terdiri dua madzhab: (1) Madzhab pertama beranggapan bahwa huruf muqatha’ah ini merupakan rahasia Allâh yang tidak boleh ditafsirkan dengan menduga-duga, karena termasuk ayat mutasyabihat. Tidak sepantasnya sebagai makhluq menafsirkan yang tidak bisa difahami dengan pasti. (2) Madzhab kedua beranggapan bahwa semua ayat dalam Al-Qur`ân perlu ditafsirkan dan difahami, maka mengambil kesimpulan darinya adalah sah.[5]
Ibn Abbas r.a (Shahabat, 3 sH- 68 H), [6] menafsirkan ayat الم ini antara lain sebagai berikut: (1) alif merupakan singkatan dari ألله (Allâh), lam singkatan dari جِبْريْل (Jibril), mim sebagai singkatan dari مُحَمَّد (Muhammad). (2) alif sebagai singkatan dari آلاؤه (keperkasaan-Nya), lam singkatan dari لُطْفُه (kehalusan-Nya), mim singkatan dari مُلْكُه (Krajaraan atau kekuasaan-Nya). (3) alif sebagai singkatan nama-Nya yang pertama yaitu الله, lam sebagai nama-Nya yang kedua لَطِيْف, mim sebagai singkatan nama yang ketiga yaitu مَجِيْد (4) الم merupakan singkatan dari kalimat أَنَا ألله أَعْلَمُ Aku Allâh yang Maha Tahu. (5) Allâh SWT bersumpah dengan huruf-huruf tersebut.[7]
Menurut al-Nasafi (w.671H), banyak ulama yang berpendapat bahwa الم itu merupakan ayat mutasyabihat yang tidak ada yang tahu ta`wilnya selain Allâh SWT. Yang berfungsi sebagai sumpah. Jumlah huruf singkatan yang dijadikan awal surat dalam Al-Qur`ân ada 50% dari jumlah huruf hija’iyah (abjad Arab), yaitu ا- ل – م – ص- ر- ك – ه- ي- ع – ط – س – ح – ق – ن yang tercantum pada dua puluh sembilan surat yang menggambarkan keseluruhan huruf hija`iyah.[8]
Yusuf Ali, berpendapat bahwa ditinjau dari sudut bunyi huruf الم itu memberikan isyarat tiga zaman: alif yang dibaca أ (`A) suaranya muncul dari kerongkongan atau huruf belakang, ل lam (L) bila dibunyikan sebagai huruf tengah yang berada di pangkal lidah, dan م mim (M) bila dibunyikan suaranya berada di depan atau suara bibir. Bukankah ini sebagai simbol bahwa Al-Qur`ân itu berbicara masa lalu (awal), masa kini (tumbuh dan berkembang), dan masa yang akan datang atau akhir?.[9] Dengan demikian simbol tersebut memberi isyarat bahwa Al-Qur`ân surat al-Baqarah berisi: (1) penjelasan tentang kehidupan masa lalu, seperti kisah para Nabi sejak nabi Adam hingga nabi Isa, kejadian alam baik mikro maupun makro. (2) Pedoman hidup yang mesti dijalani selama di dunia masa kini, seperti tentang rukun Islâm, pernikahan, jual beli, hukum riba, sumpah, hukum perdata dan pidana. (3) Informasi masa yang akan datang seperti alam qubur, alam makhsyar, surga dan neraka. Al-Zuhayli selanjutnya berpendapat bahwa surat al-Baqarah diawali dengan huruf muqatha’ah berfungsi sebagai ungkapan sifat Al-Qur`ân yang mengandung mu’jizat, serta tantangan bagi lawannya hingga tetap tandang tiada tandingannya.[10] Huruf abjad yang tiada pernah berubah, memberikan isyarat bahwa keutuhan Al-Qur`ân di jamin sepanjang masa. Ini merupakan mu’jizat yang tidak pernah berakhir.
2. ذَلِك (itu) dalam bahsa Arab sehari-hari merupakan kata isyarat atau penunjuk kepada yang jauh. Kata isyarat untuk yang dekat biasanya menggunakan هَذَا (ini). Penggunaan kata ذَلِك pada ayat ini memberikan jawaban terhadap permohonan hamba Allâh SWT tentang hidayah. Jika pada al-fatihah minta ditunjukkan pada jalan yang lurus, maka ayat ini sebagai jawabannya bahwa itulah Al-Qur`ân sebagai petunjuk bagi orang bertaqwa.[11]
Menurut Ikrimah, kata ذلِكَ di sini berma’na هَذَا yang berarti ini. Sebagian ulama berpendapat bahwa penggunaan kata ذلِكَ dengan isyarat jauh karena diturunkan dari yang Ghaib. Ada juga yang berpendapat bahwa penggunaan ذلِكَ menunjukkan saking dalamnya isi Al-Qur`ân .[12] Al-Tsa’alibi (w.791H), berpendapat bahwa bisa saja isyarat ini menunjukkan yang dekat, karena Al-Qur`ân sudah berada di tengah-tengah umat. Jika ذلك dima’nai isyarat yang jauh, karena wahyu yang telah diterima itu masih terkait dengan sebagiannya yang masih gha`ib. Namun ada pula yang berpendapat bahwa yang ditunjuk oleh isyarat ini adalah yang gha`ib. Yang mana yang ghaib itu, masih diperdebatkan.[13]
Menurut sebagian ahli Nahwi, jabatan kata ذلك adalah sebagai pokok kalimat, yang predikatnya الكتاب. Dengan demikian ذلك الكتاب berma’na “ini adalah al-kitab”.
3. الكِتَاب yang tertulis, termaktub. Al-Qur`ân dinamai juga al-kitab karena telah tertulis, baik dalam bentuk mushhaf maupun termaktub dalam kitab gha`ib di lauh mahfuzh.
Jika kalimat ini dianggap sebagai predikat dari yang ditunjuk oleh perkataan sebelumnya, maka akan berma’na penjelasan tentang sifat Al-Qur`ân . Artinya Al-Qur`ân itu firman Allâh SWT yang tertulis abadi dan sempurna. [14]
4. لاَ رَيْب فِيْه tidak ada keraguan di dalamnya.
Sifat yang kedua dari Al-Qur`ân adalah tidak diragukan lagi kebenarannya, baik isi, redaksi mau pun keutuhannya. Kemu’jizatannya pun tidak diragukan lagi, otentisitas dan validitasnya pun tidak perlu diteliti lagi, karena dapat dibuktikan sepanjang masa.
Seperti telah diuraikan pada kajian ayat yang lalu, bahwa yang diberitakan Al-Qur`ân mencakup peristiwa sepanjang masa, masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Mengisahkan masa lalu, menggapai masa kini, dan menginformasikan masa depan. Berbicara masa lalu seperti kisah para nabi, umat masa silam, dan kejadian alam lainnya. Kisah masa silam bukti kebenarannya dapat disaksikan. Umpamanya tentang jasad Fir’aun yang dikatakan Al-Qur`ân masih utuh, maka pada abad kesembilan belas ditemukan buktinya. Berbicara masa kini, seperti tentang Kisah Ifki bagi A’syah r.a,[15] pernikahan Zaid Bin Haritsah dengan Zainab.[16] Memberitakan masa depan seperti kekalahan kerajaan Rumawi. Ketika surat al-Rum turun, belum terjadi. Setelah beberapa tahun lewat, maka apa yang dikatakan Al-Qur`ân itu benar-benar terjadi.[17] Ini merupakan bukti kemu’jizatan Al-Qur`ân berbicara masa yang akan terjadi. Dengan demikian jelas bahwa dari sudut apa pun, dalam Al-Qur`ân tidak ada yang diragukan lagi.
5. هُدًى sebagai petunjuk, sebagai hidayah.
Sifat yang ketiga dari Al-Qur`ân adalah memberi petunjuk. Dia sebagai hidayah syar’iy yang menjadi pedoman hidup sepanjang masa. Oleh karena itu, jika umat manusia ingin memperoleh hidayah dari Allâh SWT, maka baca dan kajilah Al-Qur`ân, secara mendalam. Ibadah yang paling utama dilakukan di masjid, selain shalat adalah membaca, mempelajari, dan mendiskusikan Al-Qur`ân . Rasûl SAW bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ
tidaklah suatu kelompok berkumpul di salah satu rumah dari rumah Allâh, lalu membaca kitab Allâh, mempelajarinya secara mendalam, dan mendiskusikan isinya di antara mereka, kecuali Allâh SWT akan menurunkan bagi mereka ketentraman dan rahmat yang melimpah. Mereka juga dikerumuni Malaikat, yang mendo’akan. Hr.Muslim.[18]
Berdasar hadits ini, ibadah yang paling tinggi nilainya yang dilakukan di Masjid bukan wiridan, tapi membaca dan mengkaji isi Al-Qur`ân, serta mendiskusikan isinya.
Ibnu Umar menerangkan:
خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ مِنْ بَعْضِ حُجَرِهِ فَدَخَلَ الْمَسْجِدَ فَإِذَا هُوَ بِحَلْقَتَيْنِ إِحْدَاهُمَا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ وَالْأُخْرَى يَتَعَلَّمُونَ وَيُعَلِّمُونَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلٌّ عَلَى خَيْرٍ هَؤُلَاءِ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَدْعُونَ اللَّهَ فَإِنْ شَاءَ أَعْطَاهُمْ وَإِنْ شَاءَ مَنَعَهُمْ وَهَؤُلَاءِ يَتَعَلَّمُونَ وَإِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّمًا فَجَلَسَ مَعَهُمْ
Rasul SAW pada suatu hari keluar dari kamarnya dan masuk masjid. Ternyata beliau mendapatkan jamaah terbagi pada dua kelompok. Kelaompok pertama yang membaca al-Qur`an dan berdo’a. Sedangkan kelompok yang kedua melakukan proses belajar mengajar. Rasul SAW bersabda: Semua kalian dalam keadaan baik. Yang membaca al-Qur`an dan berdo’a, mungkin Allah mengabulkan, mungkin pula tidak mengabulkan. Sementara yang mengadakan proses belajar mengajar, saya diutus sebagai pengajar. Kemudian rasul SAW bergabung dengan yang mengadakan proses belajar mengajarHr. Ibn Majah.[19]
6. لِلْمُتَّقِيْن bagi orang-orang yang bertaqwa.
Perkataan ْمُتَّقِيْن merupakan bentuk jama dari متَّقٍ berasal dari إتَّقى – يَتَّقِي – إتِّقَاءُ yang merupakan kata jadian dari وقي – يَقي – وِقَاية yang berarti tahan, kuat, terpelihara, terhindar dari ancaman, terbentengi dari gangguan. Orang yang memiliki sifat demikian disebut مُتَّقٍ yang jamaknya مُتَّقُون atau متَّقِيْن sedangkan sifatnya disebut تَقْوَى . Oleh karena itu perkataan taqwa secara bahasa mengandung arti pandai menjaga atau memelihara diri. Taqwa kepada Allâh berarti pandai menjaga dan memelihara hubungan baik dengan Allâh, serta mampu menjauhi hal-hal yang mengganggu hubungan tersebut. Taqwa terhadap neraka berarti pandai menjaga diri dari hal-hal yang menjerumuskan ke neraka. Pengertian taqwa juga dapat dirumuskan:ألإِتِّقَاء وَالْحِفْظُ عِنْ عِقَابِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ.Pandai menjaga diri dari hal-hal yang menjerumuskan pada akibat buruk di dunia maupun di akhirat.
Menurut al-Manawi (w.1031H),[20] pengertian taqwa, antara lain sebagai berikut:
التَّقْوَى تجنب القَبِيْح خَوْفًا مِنَ الله وَأصْلُهَا الوِقَايَة
Taqwa ialah menjauhi segala keburukan, karena takut pada Allâh SWT. Asal kata taqwa adalah al-Wiqayah, pandai menjaga diri.
التَّقْوَى : التَّحَرُّز بِطَاعَة الله عَنْ عُقُوبَتِه وَهُوَ صِيَانَة النَّفْس عَمَّا تَسْتَحِق
Takwa ialah pandai menjaga diri dari ancaman siksa Allâh dengan taat pada –Nya. Tegasnya menjaga diri dari segala sesuatu yang menimbulkan siksaan
Boleh juga diterjemahkan: kokohnya pendirian dalam menyelamatkan diri dari bencana duniawi dan bencana ukhrawi; kuat dan tahan dari godaan yang mendorong pada kerugian apapun.Oleh karena itu orang yang bertaqwa akan memperoleh jalan keluar dalam mengatasi persoalan apapun. Allâh SWT berfirman:وَمَنْ يَتَّقِ الله يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًاBarangsiapa taqwa kepada Allâh, maka pasti baginya ada jalan keluar. Qs.65:2
Menurut Al-Zuhayli perkataan المتقين pada ayat ini berma’na:
الَّذِيْن وَقَوْا أَنْفُسَهُم مِمَّا يُضِرُّهَا فَالتَزَمُوا الأوَامِر الإلهِيَّة وَتَجَنَّبُوا النَّوَاهِي والمَحْضُورَات
Orang yang menjaga dirinya dari segala hal yang menimbulkan madlarat. Mereka senantiasa disiplin mentaati yang diperitahkan Allâh dan menjauhi segala yang dilarang-Nya.[21]
Menurut al-Raghim al-Asfahani (w.503H),[22] perkataan taqwa mempunyai beberapa arti antara lain:
(1) وقى : الوِقَايَة حِفْظُ الشَّيْء مِمَّا يُؤَذِيْهِ وَيَضُرُّهُ Al-wiqayah bermakna pandai menjaga diri dari sesuatu yang membahayakan dan menimbulkan madlarat. Pengertian semacam ini seperti pada ayat-ayat berikut:
فَوَقَاهُمُ اللَّهُ شَرَّ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَلَقَّاهُمْ نَضْرَةً وَسُرُورًا |
Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Qs.76:11 |
وَوَقَاهُمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ |
Allah memelihara mereka dari azab neraka. Qs.44:56 |
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ |
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Qs.66:6 |
(2) التقوى = حِفْظُ النَّفْسِ عَمَّا يُؤْثِم وَذلِكَ بِتَرْكِ المَحْظُور وَيُتِمُّ ذلِكَ بِتَرْكِ بَعْضِ المُبَاحَات Taqwa dalam arti mengendalikan diri dari segala dosa dengan cara meninggalkan yang dilarang bahkan sebagian yang mubah bila kurang manfaat. Pengertian ini bisa ditemukan pada ayat-ayat berikut:
فَمَنِ اتَّقَى وَأَصْلَحَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ |
maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Qs.7:35 |
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ |
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. Qs.16:128 |
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ |
Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). Qs.2:281 |
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا |
Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. Qs.4:1 |
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا |
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Qs.31:33 |
Menurut al-Damaghani, secara kebahasaan pengertian taqwa kepada Allah yang tercantum dalam al-Qur`an berma’na sebagai berikut:
Dengan demikian arti taqwa itu adalah
(1) takut seperti yang tercantum pada يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat).Qs.22:1,
(2) ibadah atau mengabdikan diri pada Allah seperti yang tercantum pada يُنَزِّلُ الْمَلَائِكَةَ بِالرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ أَنْ أَنْذِرُوا أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاتَّقُونِ Qs.16:2,
(3) disiplin menaatai aturan, seperti pada يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.Qs.2:189,
(4) tauhid yaitu mengesakan Allah menjauhi syirik, seperti yang tercantum pada يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.Qs.4:1.
Orang yang bertaqwa mendapat jaminan dari ayat 2 surat al-baqarah ini, bakal meraih hidayah.
[1] Al-‘ijab fi bayan al-Asbab, I h.227-228
[2] al-Zuhayli, al-Tafsir al-Munir, I h.74
[3] Sunan al-Turmudzi, V h.175
[4] Abd Allah bin Mas’ud, shahabat Muhajirin yang selalu menyertai Rasul dalam berbagai da’wah dan peperangan seperti perang Badr. Ia lebih menghususkan di bidang al-Qur`an sehingga sering mendapat tugas membaca al-Qur`an. Konsultan dalam ilmu warits. Hadits yang diriwayatkannya sekitar 848. wafat 32H.
[5] Jamal al-Din al-Qasimi, Mahasin al-Ta`wil, I h.33
[6] Abd Allah ibn Abbas, lahir tahun 3 sebelum hijrah, seorang shahabat yang dido’akan Rasul agar menjadi muslim yang faham tentang agama dan memiliki keunggulan dalam mena’wil ayat. Saudara sepupu Rasul ini cukup terkenal di kalangan ahli tafsir maupun hadis. Ia juga dijuluki oleh ibn Mas’ud (w.32H) sebagai Turjuman al-Qur`an (juru bicara dalam memehami al-Qur`an). Hadits yang diriayatkan oleh berbagai muhadits darinya berjumlah 1660 Hadits, wafat di Tha`if tahun 68H
[7] al-Fayruz Abadi, Tanwir al-Miqbas min tafsir Ibn Abbas, h.3
[8] Abd Allah al-Nasafi, tafsir al-Nasafi, I h.9
[9] Abdullah Yusuf Ali, The Holy Qur`an, Text, Translation and Commentary, I h.17
[10] al-Tafsir al-Munir, I h.73
[11] al-Zarkasyi (745-795H), al-Burhan fi ulum al-Qur`an, I h.38
[12] al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan, I h.78-79
[13] al-Jawahir al-Hisan fi tafsir al-Qur`an (Tafsir al-Tsa’alibi), I h.30
[14] al-Tafsir al-Munir, I h.74
[15] ‘A`isyah r.a pernah digosipkan berbuat selingkuh, sehingga Rasul SAW terpancing untuk memarahinya. Kemudian rueun Qs.24:11 yang merehabilitasi kesucian Aisyah
[16] Zaid bin Haritsah setelah menikahi Zainab tidak menemukan keharmonisan, sehingga minta izin pada Rasul untuk bercerai. Rasul SAW pada awalnya tidak merestui perceraian mereka, kemudian turun Qs.33:37
[17] kerajaan rumawi jatuh spenuhnya ke tangan kaum muslimin, adalah pada masa kekhalifahan Umar bin al-Khathab, setelah rasul SAW wafat.
[18] Shahih Muslim, IV h.2074
[19] Sunan Ibn Majah, no 225
[20] al-Munawi, al-Ta’arif, j I h.199
[21] al-tafsir al-Munir, I h.72
[22] Mufradat Alfazh al-Qur`an, h.568