Ali-Imran:15-17 (ADA YANG LEBIH BAIK DARI PESONA DUNIA) bagian pertama
YANG LEBIH BAIK DARI PESONA DUNIA
(kajian tafsir ali-Imran:15-17) bagian pertama
A. Teks Ayat dan Tarjamahnya
قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا آَمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ () الصَّابِرِينَ وَالصَّادِقِينَ وَالْقَانِتِينَ وَالْمُنْفِقِينَ وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالْأَسْحَارِ
Katakanlah: “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah: Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdo`a: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka,” (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta`at, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur. Qs.3:15-17
B. Kaitan dengan Ayat Sebelumnya
1. Pada ayat 14 diterangkan bahwa manusia dihiasi dengan cinta syahwat kepada (1) lawan jenis, (2) anak cucu, (3) harta yang banyak, seperti emas, perak, kuda pilihan (4) peternakan, (5) pertanian, sawah dan ladang. Semua itu merupakan pesona hidup di dunia. Namun di sisi Allah ada keni’matan yang tiada terhingga dan tidak terbatas. Ayat 15 berikut menugaskan kepada Rasul SAW, untuk menjelaskan rincian keni’matan di akhirat kelak. Sedangkan ayat 16-17 mengungkap tentang orang mu`min yang bakal mendapatkan kebahagiaan paripurna itu.
2. Ayat 14 mengungkap tabi’at manusia pada umumnya yang terpesona oleh cinta syawat pada yang mereka cintai. Ayat berikutnya mengungkap sifat manusia yang memiliki kekhususan dalam cinta. Orang mu`min memang memiliki pesona syahwat tapi cintanya pada dunia tak mengalahkan pesonanya oleh kehidupan akhirat yang baka; dialami. Keterkaitannya antara lain bahwa kecintaan pada dunia janganlah mengalahkan dambaan pada kehidupan akhirat yang lebih baik.
C. Tafsir Kalimat
1. قُلْ أَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ Katakanlah: “Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?”
Perkataan قُلْmerupakan perintah opada Nabi SAW untuk berdialog dengan umatnya. Dialog merupakan salah satu metoda yang bukan hanya dapat menyampaikan missi da’wah, tapi juga mengajak umat untuk berfikir dan mencerna serta menganalisis yang disampaikan. Kalimat أَؤُنَبِّئُكُمْ (perlukan aku terangkan padamu), dengan nada bertanya supaya menyentuh hati yang diajak bicara. Diharapkan mereka bisa menjawab dalam hatinya, hingga tertarik untuk memperhatikan yang akan disampaikan. Mengajar bukan hanya menjawab pertanyaan, tapi juga bertanya pada yang diberi pelajaran. Pertanyaannya berbunyi “perlukah aku terangan بِخَيْرٍ مِنْ ذَلِكُمْ pesona hidup yang lebih baik dari apa yang telah disebutkan pada ayat sebelumnya seperti wanita, anak cucu, dan harta yang melimpah. Dengan kata lain, jika kita terpesona oleh hidup duniawi, janganlah melupakan kehidupan yang lebih indah dan lebih bernilai. Kehidupan duniawi, kebahagiaanya bersifat semu, ni’matnya hanya sementara, walau bisa didapat oleh setiap orang, baik yang beriman maupun yang inkar. Ada kehidupan lebih baik, yang ni’matnya abadi dan kebahagiaannya bersifat hakiki, yaitu di akhirat kelak.
2. لِلَّذِينَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya.
Inilah perbedaan utama, antara kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pesona hidup di dunia bisa didapat oleh seluruh manusia, tanpa kecuali tapi bersifat semu dan sementara, sedangkan kehidupan akhirat yang hakiki, hanya bisa didapat oleh orang terpilih, yaitu yang bertaqwa. Justru itulah keni’matan hakiki, yang hanya bisa diperoleh orang yang terpilih. Jika keni’matan itu bisa didapat oleh setiap orang, maka tidak akan terasa kesempurnaannya. Keni’matan surga yang tiada terhingga dilukiskan oleh mengalir sungai-sungai di bawahnya. Sungai yang mengalir, merupakan simbol keni’amatan yang terus menerus tiada henti. Air juga menjadi simbol kehidupan, karena tidak ada penghidupan tanpa air. Jika keni’matan surga dilukiskan bagaikan air mengalir, berarti tiada henti dan tiada putus-putsnya.
3. وَأَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri yang disucikan
Ternyata keni’matan di surga, bukan hanya yang bersifat konsumsi makanan, tapi juga berupa pasangan hidup yang mempesona. Laki-laki memperoleh pasangan yang cantik jelita dan suci dari noda. Kata al-Baydlawi, wanita surga tetap suci karena tidak akan pernah haidl, tidak terkena kotoran, tidak pula berakhlaq buruk. Mereka suci baik jasad, hati, ucap, maupun akhlaqnya.[1] Bila bicara tentang pasangan hidup yang mempesona, bisanya terkait bicara kurang suci, terkesan porno.
Perkataan أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ pasangan yang suci, menepis kesan kurang bersih. Pasangan di surga adalah pasangan suci. Perempuan pun memiliki pasangan pria yang tampan perkasa, bersih dan mengagumkan. Perkataan فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ juga mencakup laki-laki maupun perempuan. أَزْوَاجٌ merupakan istilah istri bagi pria, dan suami bagi wanita.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلُ زُمْرَةٍ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ عَلَى صُورَةِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ وَالَّذِينَ عَلَى آثَارِهِمْ كَأَحْسَنِ كَوْكَبٍ دُرِّيٍّ فِي السَّمَاءِ إِضَاءَةً قُلُوبُهُمْ عَلَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ لَا تَبَاغُضَ بَيْنَهُمْ وَلَا تَحَاسُدَ لِكُلِّ امْرِئٍ زَوْجَتَانِ مِنْ الْحُورِ الْعِينِ يُرَى مُخُّ سُوقِهِنَّ مِنْ وَرَاءِ الْعَظْمِ وَاللَّحْمِ
dari Abi Hurairah diriwayatkan dari nabi SAW bahwa yang paling pertama msuk surga wajahnya bagaikan bulan purnama, yang masuk berikutnya bagaikan bintang yang paling indah di langit yang gemerlap bercaha. Hatinya cemerlang. Hati mereka tidak ternodai oleh rasa benci dan iri. Mereka punya bidadari yang cantik jelita. Bila berjalan sumsum betisnya kelihatan dari balik pembungkus tulang dan dagingnya. Hr. Ahmad dan al-Bukhri[2]
Dalam riwayat Ahmad bidadari itu dilukiskan:يُرَى مُخُّ سَاقِهَا مِنْ وَرَاءِ الثِّيَاب Sumsum betisnya terlihat dari luar gaunnya Hr. Ahmad.[3]
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ أَعْدَدْتُ لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ
Dari Abi Hurairah diriwayatkan, Rasul SAW bersabda: Allah SWT berfirman: “Aku sediakan untuk hamba-hamba-Ku keni’amatan yang tiada terhingga, yang belum pernah dilihat mata, belum pernah didengar telinga, bahkan tidak terbayangkan oleh hati manusia. Bacalah (Qs.32:17) : فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam ni`mat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.). Hr. al-Bukhari, Muslim. [4]
Keni’matan surga tidak bisa digambarkan oleh kata, tidak bisa dilukiskan oleh rasa, tidak pula dapat dijangkau oleh lamunan dan angan-angan. Sedangkan bagaimana ni’matnya tidak bisa dibayangkan oleh akal fikiran, tidak pula terjanghkau oleh bayangan dan lamunan.
4. وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ serta keridhaan Allah:
Keni’matan yang tiada terhingga akan diperolah orang yang bertaqwa di surga, adalah keridoan Allah SWT. Setiap mu`min mencintai Allah SWT adalah segalanya, dan melebihi cinta kepada yang lainnya. Jika yang dicintai sepenuhnya telah mencurahkan keridoan, berarti kepuasan dan kebehgiaan telah paripurna.
5. وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.
Siapa yang berhak mendapat keridoan Allah, siapa yang tidak berhak, semuanya itu diketahui oleh-Nya. Dia Maha melihat atas segala ucap, sikap dan tindakan hamba-Nya, bahkan yang sangat rahasia sekalipun. Tiada tersembunyi bagi Allah SWT, bahkan pengetahuan Allah melebihi pengetahuan manusia pada dirinya.
6. الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا إِنَّنَا ءَامَنَّا(Yaitu) orang-orang yang berdo`a: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman,
Yang berhak meraih rido Allah adalah yang mengungkapkan keimanan baik secara lisan, hati maupun perbuatan. Ungkapan iman, membuktikan keyakinan yang diwujudkan dalam ucapan dan perbuatan. Dengan demikian iman bukan hanya terletak pada hati dan perbuatan, tapi juga diikrarkan dan diproklamirkan.
6. فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا ِ maka ampunilah segala dosa kami
Mereka juga dengan tawasul keimanannya memohon ampuan Allah SWT. Permohonan ampun menggambarkan kesadaran akan kekurangan dirinya yang tidak terlepas dari kesalahan, serta taubat untuk selalu mengadakan perbaikan. Ungkapan keimanan dirangkaikan dengan permohonan maaf, memberikan gambaran bahwa salah syarat kesempurnaaan iman adalah rajin bertaubat terus menerus memperbaiki diri. Mu`min juga sadar akan dirinya bahwa kualitas keimanannya terkadang menikat terkadan menurun. Abu Hurairah mengatakan الْإِيمَانُ يَزِيدُ وَيَنْقُصُ dan Abu al-Darda menegaskan الْإِيمَانُ يَزْدَادُ وَيَنْقُصُ[5] Karena kesadaran itulah mereka selalu berusaha meningkatkan kualitas keimanannya dan mohon ampunan dari kekeliruan yang menimbulkan turunnya kualitas iman.
7. وَقِنَا عَذَابَ النَّار dan peliharalah kami dari siksa neraka,”
Mereka juga merasa cemas akan hukuman atas dosa yang diperbuat, dengan memanjatkan permohonan agar diselamatkan dari neraka. Dalam pribadi orang yang bertaqwa selalu tertanam rasa cemas atas murka Allah, dan selalu harap akan keridoan-Nya. Oleh karena itu mereka selalu berusaha menjaga dirinya dari perbuatan yang mengundang murka-Nya, dan selalu berusaha menjalin komunikasi yang erat dengan taqarrub pada-Nya.
Bersambung insya Allah!
8. الصَّابِرِينَ (yaitu) orang-orang yang sabar,