IBADAH RITUAL DAN SOSIAL DI BULAN RAMADLAN (analisis isyarat al-baqarah:187)
IBADAH RITUAL DAN SOSIAL DI BULAN RAMADLAN
(analisis isyarat al-baqarah:187)
- Teks hadits yang Dikaji
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan Puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi ma`af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa. Qs.2:187
- Ramadlan selain bulan shaum, membaca al-Qur`an, berjihad, berinfaq, juga merupakan bulan keluarga, sehingga urusan kehidupan suami istri langsung disebut dalam ayat shaum.
- Dengan lugasnya kalimat أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ (dihalalkan raftas suami istri di malam hari) pada pangkal ayat, memberi isyarat: (1) Dengan ditegaskan oleh perkataan أُحِلَّ لَكُمْ (dihalalkan bagi kalian, artinya tidak boleh diharamkan)bahwa ibadah di bulan ramadlan tidak boleh mengabaikan kebutuhan biologis suami istri. Seorang suami tidak boleh menolak untuk memenuhi kebutuhan biologis istrinya. Seorang istri tidak dibenarkan menolak untuk memenuhi kebutuhan suaminya di malam hari, walau dengan alasan beribadah. (2)penegasan لَيْلَةَ الصِّيَامِ merupakan batasan bahwa boleh rafats itu hanya di malam hari. (3) kalimat الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ memberi isyarat keharmonisan suami istri mesti tetap dipelihara. Ibadah spiritual jangan sampai mengabaikan ibadah social. Kesehatan ruhani mesti diimbangi dengan kesehatan jasmani dan biologi. Perhatikan hadits berikut:
عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ قَالَ سَمِعْتُ عَبْد اللَّهِ بْن عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَقُومُ اللَّيْلَ وَتَصُومُ النَّهَارَ قُلْتُ إِنِّي أَفْعَلُ ذَلِكَ قَالَ فَإِنَّكَ إِذَا فَعَلْتَ ذَلِكَ هَجَمَتْ عَيْنُكَ وَنَفِهَتْ نَفْسُكَ وَإِنَّ لِنَفْسِكَ حَقًّا وَلِأَهْلِكَ حَقًّا فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَقُمْ وَنَمْ
Dari Abu al-Abbas diriwayatkan bahwa ia mendengar Abd Allah bin Amr berkata: Rasul bersabda padaku: Saya mendapat kabar bahwa anda bangun malam terus terusan dan di siang hari, terusan ibadah shaum? Saya katakan pada beliau: Ya saya bertekad untuk itu! Rasul bersabda: Jika anda melakukan hal tersebut, matamu akan sayu, jiwamu akan lemah. Ingat bahwa nafsumu punya hak,yang mesti dipenuhi, keluargamu juga punya hak yang mesti kamu penuhi. Shaumlah, berbuka lah, dan shalatlah serta tidurlah. Hr. al-Bukhari.[1]. Masih dari Abdullah bin Amr, Rasul bersabda اقْرَإِ الْقُرْآنَ فِي كُلِّ شَهْرٍ (bacalah al-Qur`an pada setiap satu bulan), kemudian tatkala diminta tentang berapa paling banyak, maka beliau menandaskan “tiga hari” paling banyak. Hr. al-Bukhari[2]. Hadits ini mengisyaratkan bahwa membaca al-Qur`an cukup menamatkannya dalam satu bulan. Namun kalau masih banyak waktu terluang, maka dalam tiga hari dan tidak boleh lebih dari itu, karena msti membaca dan mengkaji yang lain juga harus ada kegiatan yang lainnya.
- Kalimat هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ (suami merupakan pakaian bagi istri; dan istri sebagai pakaian bagi suami), memberi isyarat (1) pakaian bila digunakan langsung menempel yang mengambarkan betapa erat dan melekat hubungan suami istri; (2) pakaian mesti berfungsi sebagai pelindung dari bahaya luar, maka suami istri saling melindungi dan menjaga dari dampak negative; (3) pakaian berfungsi sebagai penutup aurat, maka suami istri mesti menjaga kehormatan, jangan sampai membuka aib di sembarang orang; (4) pakaian yang sehat mesti tetap bersih, maka suami istri mesti saling menjaga kesucian dan kebersihan keduanya; (5) pakaian merupakan lambang prestise dan kebanggaan, maka suami istri mesti memeiliki rasa bangga dengan pasangannya dan sekaligus menjaga kewibawaan pasangannya.
- kalimat عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ (Allah maha tahu tatkala manusia mengkhianati diri dan sesamanya), memberi isyarat (1) jangan menghianati diri, maka jangan sampai berucap bersikap dan bertindak yang membahayakan diri; (3) jiwa dan raga adalah amanat yang mesti dijaga dan bila ada hak orang lain maka mesti dipenuhi; (3) dalam hak individu melekat pula hak orang lain yang mesti dipenuhi, karena semua itu merupakan amanah yang tidak boleh dikhianati.
- Kalimat فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ (Allah menerima taubat dan memafkan), memberi isyarat bahwa (1) kesalahan bisa diampuni bila ditaubati; (2) bulan ramadlan juga bulan bertaubat, maka rajinlah minta ampun, dan menjauhi kesalahan; (3) perbaikan diri mesti terus menerus dilakukan, dan jangan melakukan kesalahan secara berulang.
- Kalimat فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ (silakan bergaul suami istri jangan berjauhan sehingga menghambbat keharmonisan, serta optimislah atas apa yang telah Allah janjikan), memberi isyarat (1) keharmonisan suami istri mesti tetap dipelihara jangan berucap, bersikap dan bertindak yang mengganggu keharmonisan; (2) jika telah tiba waktu yang dihalalkan maka segeralah memenuhi apa yang dihalalkan tidak perlu dihambat.
- Kalimat وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ (hendaklah mengusahakan untuk menggapai apa yang telah Allah tetapkan), memberi isyarat bahwa (1) apa yang telah Allah halalkan maka jangan diharamkan; (2) menggapai apa yang telah Allah jaminkan, mesti tetap diusahakan; (3) untuk menggapai apa yang telah dotetapkan Allah itu mesti dengan وَابْتَغُوا mengusahakan bukan hanya berdo’a. Perhatikan pula Qs.2:202 setelah Allah SWT menyebutkan bahwa manusia ada yang mengharap dunia saja, ada yang mengharap dunia akhirat, ada pula yang mengharap akhirat saja maka DIA tegaskan أُولَئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. Qs.2:202
- kalimat وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ (dipersilakan makan dan minum di malam hari hingga terbit fajar), memberi isyarat (1) waktu malam ibadah shaum dipersilakan memenuhi kebutuhan konsumsi; (2) batas makan dan minum adalah terbit fajar, tidak ada keistimewaan mempercepat sahur dan melambatkan buka; bahkan menyegerakan buka memperlabat sahur adalah lebih baik لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ orang itu akan mendapat kebaikan selama mereka mempercepat buka ketika shaum. Hr. Muslim dan Al-Tirmidzi.[3]. Sahur juga sangat dianjurkan, karena nilai ibadah shaum bukan lapar dan dahaganya tapi menahan makan dan minum di siang hari. Oleh karena itu shaum tidak perlu lapar tidak perlu haus, maka siapkan shaum dengan sahur yang mengandung barokah تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً makanlah di waktu sahur, karena sahur itu mengandung barokah. Hr. al-Bukhari.[4] Hadits ini juga mengandung perintah untuk sahur dengan makanan yang membawa barokah yaitu menambah kebaikan di atas kebaikan atau mengandung maslahat, baik bagi jasmani maupun ruhani.
- Kalimat ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ (sempurnakan ibadah dhaum hingga tiba waktu malam), memberi isyarat (1) ibadah shaum mesti dilaksanakan seoptimal mungkin kualitasnya mencapai kesempurnaan; (2) menahan makan dan minum, serta gaul suami istri di siang hari, malamnya dipersilakan, tapi mesti ada dampak pada pembinaan diri sehingga nilainya sempurna. Al-Ghazali (450-505H) memberikan penjelasan tentang langkah-langkah yang harus ditempuh agar mencapai kesempurnaan dalam ibadah shaum, yaitu: (a) Menahan pandangan dari sesuatu yang tercela dan dari hal-hal yang melengahkan diri dari dzikir, (b) Menahan lidah dari omongan yang tidak baik seperti dusta, mengumpat dan mengadudomba, (c) Menahan pendengaran dari hal-hal yang dibenci Allah SWT., (d) Menjaga anggota badan dari berbagai perbuatan dosa dan mengendalikan perut dari makan yang subhat, (5e) Menyedikitkan makan waktu buka walaupun makanan yang halal, (f) Hati, pikiran dan perasaan hendaknya senantiasa terkait dengan khauf dan roja’ kepada Allah SWT.[5]
- Kalimat وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ (janganlah menggauli mereka takala kalian sedang I’tikaf di masjid) memberi isyarat (1) bergaul suami istri di malam shaum dipersialakan, kecuali sedang I’tikaf di masjid. Oleh karena itu, jika akan I’tikaf, baik suami maupun istri mesti pamitan atau musyawarah berdua, jangan sampai hak suami istri tidak dipenuhi tanpa keridoannya. Diriwayatkan dari Aisyah, bahwa Rasul SAW pernah minta izin padanya dengan bersabda يا عائشة ذريني أتعبد الليلة لربي (wahai A’isyah sudikah dikau mengizinkanku untuk beribadah pada Allah malam ini?) Kemudian Aisyah menjawab والله إني لأحب قربك ، وأحب ما سرك (demi Allah sesungguhnya aku sangat mencintai berada di dekatmu, dan aku sangat senang apa yang engkau senangi). Kemudian Rasul SAW bangun dan melaksanakan ibadah.[6]. hadits ini memberi isyarat bahwa jika seorang suami ingin beribadah semalaman hendaklah atas persetujuan istrinya. Akhlaq Rasul SAW seharusnya dicontoh oleh para suami dan para istri, bila hendak beribadah yang menimbulkan menganggu kesenangan pasangannya. (2) Adanya I’tikaf di bulan ramadlan. Timbul pertanyaan kalau selama I’tikaf tidak boleh gaul suami istri, jadi apa saja mengisi kegiatan I’tikaf tersbut? Perhatikan hadits berikut:
- Hadits dari Abu Hurairah, Rasul SAW bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ Barangsiapa yang menolong mengatasi kesulitan mu`min di dunia, Allah SWT akan menghilangkan kesusahannya di akhirat. Barangsiapa yang membantu memudahkan orang yang kesulitan, Allah akan memberikan kemudahan baginya di dunia dan diakhirat. Barangsiapa yang menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah SWT senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba itu menolong sesamanya. Barangsiapa menempuh jalan mencari ilmu, Allah akan memberikan kemudahan baginya ajalan ke surga. Bila suatu kelompok berkumpul di salah satu rumah Allah, lalu membaca kitab Allah, dan mempelajarinya secara mendalam di antara mereka, Allah SWT akan menurunkan bagi mereka ketentraman dan rahmat yang melimpah. Mereka juga dikerumuni Malaikat, Allah juga menyebut-nyebut kebaikan mereka kepada yang ada di dekat-Nya. Barangsiapa yang lalai beramal, tidak mungkin dapat mencapai derajat yang dimiliki oleh yang tersebut tadi. Hr. Muslim.[7] Dalam hadits ini disatukan kegiatan masjid dengan urusan mu’amalat sesame manusia. Oleh karena itu kegiatan dalam I’tikaf berdasar isyarat hadits ini antara lain (a)membantu orang lain dalam mengatasi kesulitan dan kesusahan; (b)menutupi aib orang lain; (c)menolong yang membutuhkan bantuan; (d)meningkatkan kemampuan dan pemahaman ilmu pengetahuan; (e)membaca kitab Allah; (f) berdiskusi tentang isi al-Qur`an. Dengan demikian hadits ini memberi isyarat bahwa menjemput lailatul-Qadar yang nilainya seribu bulan itu bukan hanya dengan menganggur tapi dengan membikin rencana mengatasi permasalahan umat untuk kemajuan sekitar seribu bulan yang akan datang.
- Abi Sa’id al-Khudri meriwayatkan hadits :
اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُوا بِالْقِرَاءَةِ وَهُوَ فِي قُبَّةٍ لَهُ فَكَشَفَ السُّتُورَ وَكَشَفَ وَقَالَ أَلَا كُلُّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلَا يَرْفَعَنَّ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فِي الصَّلَاةِ
Rasul SAW beri’tikaf di masjid kemudian mendengar orang membaca al-Qur`an dengan suara nyaring, padahal beliau sedang berada di kemah khusus maka beliau menyingkapkan penutupnya dan bersabda”ingatlah kalian itu sedang munajat kepada Tuhan, maka janganlah yang sebagian menggangu yang lain. Janganlah meninggikan suara di atas yang lain dalam membaca al-Qur`an atau dalam shalat. Hr. Ahmad.[8] Berdasar hadits ini kegiatan I’tikaf terdiri (a) munajat berdzikir berdo’a; (b) membaca al-Qur`an; (c) shalat, yang satu sama lain tidak boleh ada yang merasa terganggu.
- Dalam hadits riwayat Muslim,[9] dari Aisyah diterangkan bahwa ketika Rasul SAW sedang I’tikaf di bulan ramadlan, tiba-tiba ada shahabat yang konsultasi tentang hokum menggauli istri di siang hari ramadlan, kemuian Rasul SAW menyuruihnya untuk mengqadlo selama dua bulan, kalau tidak mampu maka mesti fidyah untuk 60 orang miskin. Dengan demikian selama I’tikaf rasul SAW juga menerima konsultasi umat.
- diriwayatkan oleh Muslim[10] dari Abi Hurairah, ketika Rasul SAW sedang I’tikaf di masjid, ada shahabat yang datang minta dihukum dari perbuatan dosa zina yang dia lakukan. Kemudian Rasul SAW menyelidiki kebenarannya dan menyidangkan dan memutuskannya untuk merajam. Dengan demikian I’tikaf juga diisi kegiatan mengkaji hokum, menyidangkan dan mengadili umat.
- Kalimat تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا (itulah merupakan ketentuan Allah, maka janganlah dekat-dekat pada pelanggaran), memberi isyarat bahwa (1) apa yang diuraikan pada ayat sebelumnya merupakan ketentuan Allah SWT yang mesti ditaati; (2) jangan sekali-kali melanggar aturan, bahkan mendekati pada pelanggaran. (3) ibadah ramadlan mesti mendidik disiplin aturan, baik yang berkaitan dengan kehidupan individual maupun kehidupan social.
- Kalimat كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ (demikian, Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya bagi manusia), memberi isyarat bahwa semua peraturan merupakan bagian dari ayat Allah yang mesti dijadikan bahan kajian, pelajaran dan dilaksanakan. Utamanya ayat 187 ini menyatukan peraturan shaum, I’tikaf, dengan kehidupan social terutama kehidupan suami istri. Oleh karena itu setiap mu`min dituntut menggunakan kecerdasannya mana yang pantas diutamakan, mana pula yang bisa ditangguhkan. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, ada seorang shahabat bertanya kepada Rasul SAW tentang amal yang dicintai Allah SWT, maka beliau bersabda أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا
Manusia yang paling dicintai Allah SWT adalah yang paling bermanfaat bagi manusia. Amal yang paling dicintai Allah adalah memberikan kebahagiaan bagi sesame muslim, atau memberikan bantuan mengatasi kesulitan sesamanya, atau membayarkan utang, atau membebaskan sesamanya dari kelaparan, dan bepergian bersama saudaranya dalam memenuhi kebutuhan. Aku lebih mencintai semua itu di banding dengan I’tikaf di masjid ini (masjid nabawi) selama satu bulan. Hr. al-Thabarani, [11] Hadits ini dinilai oleh ulama Muhaditsin seperti al-Suyuthi dan al-Albani sebagai hadits hasan. Dalam kitab lainnya dinilai sebagai haditsn hasan lighairi, karena walau ada yang dl’aif sanadnya, seperti Abdurrahman bin Qais, tapi dikuatkan oleh sanad yang lainnya. Berdasar hadits ini memberi manfaat, memberi bantuan atau menolong sesame manusia yang membutuhkan pertolongan lebih utama disbanding I’tikaf satu bulan di masjid Nabawi. Kita tahu bahwa I’tikaf itu sangat mulia dan utama, tapi jangan sampai mengabaikan sesame yang membutuhkan bantun. Dengan demikian, ketika mau I’tikaf ataupun ibadah yang sifatnya ritual, utamanya yang hukumnya tidak diwajibkan mesti dipertimbangkan bila ada sesame muslim yang membutuhkan bantuan. Oleh karena itu, seseorang yang tenaganya sangat dibutuhkan oleh halayak ramai, janganlah mengorbankan kepentingan mereka hanya untuk I’tikaf. Itulah mungkin salah satu hikmahnya mengapa Rasul SAW dan shahabatnya tetap aktif kegiatan di lapangan walau bulan ramadlan.
- Kalimat لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ (mudah-mudahan mereka bertaqwa), memberi isyarat bahwa sasaran utama ibadah shaum adalah membentuk manusia taqwa. Setelah pada awal ayat shaum ditegaskan mudah-mudahan kalian taqwa, maka di pengunci ayat ini dengan kata ganti “mereka”. Dengan demikian keberhasilan shaum membentuk taqwa ataukah tidak, sangat tergantung pada upaya yang ditempuh orang mu`min. Perkataan taqwa sering diartikan “menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya”, tapi sebenarnya kalau ditinjau dari sudut hakikat istilahnya jauh lebih luas dari itu. Sebagaimana diuraikan pada kajian ayat sebelumnya taqwa adalah الإِتِّقَاء وَالحِفْظُ عِن عِقَابِ الدُّنْيَا وَالآخِرَة menjaga diri dari segala hal yang berdampak negative baik dalam kehidupan duniawi maupun ukhrawi. Orang yang bertaqwa akan melaksanakan yang membawa maslahat, walau tidak ada perintah. Orang yang bertaqwa akan meninggalkan yang mengandung mafsadat, walau tidak dilarang. Dia akan meninggalkan makanan yang kurang baik bagi kesehatan walau tidak diharamkan. Dia juga akan meninggalkan ucap, sikap dan tindakan yang berdampak negative atau membahayakan, walau tidak dilarang. Orang yang bertaqwa akan berbuat yang maslahat walau tidak diwajibkan. Semoga kita semua mampu mengoptimalkan ibadah ramadlan sebaik mungkin dan maqbul. Amin.
[1] shahih al-Bukhari, I h.387
[2] shahih al-Bukhari, no.1842
[3] shahih muslim, no 1838, sunan al-Tirmidzi, no.635
[4] shahih al-Bukhari, no.1789
[5] Abu Hamid al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, I h. 235
[6] shahih Ibn Hibban, no.622 dan al-Atsar li al-Thahawi, no.4009
[7] Shahih Muslim, IV h.2074
[8] Musnad Ahmad, 11461
[9] shaih Muslim, no.1874
[10] shahih Muslim, 3202
[11] Thabarani, juz XI h.84, nomor 13468, menurut al-Albani hadits hasan (silsilah al-Shahihah, II h.602)